Sekilas Tentang
Hutan dan Pemanfaatannya
Oleh
: Drs.Simon Arnol Julian Jacob
Cara-cara Penerapan Manajemen Hutan Yang Baik
Hutan adalah suatu lingkungan alam dimana secara alamia banyak ditumbuhi
bermacam-matam pohon, belukar dan semak-semak., baik di kawasan tanah datar,
berbukit, dipesisir pantai ataupun
pegunungan, yang didalamnya hidup berbagai binatang liar, unggas, reptile,
maupun berbagai serangga lainnya serta mengandung banyak sumber mata air dan
sungai yang mengalir hingga ke laut dan dimanfaatkan oleh manusia, dan
hewan/binatang untuk kehidupan.Guna melestarikan suatu kawasan hutan perlu
kebijakan political will dari pemerintah dan masyarakat dalam hal
pemanfaatannya maupun pelestariannya. Kini hutan Indonesia mengalami krisis
(baca : kemiskinan lingkungan & ekosistem) karena akibat penebangan
berizin, maupun secara liar dengan tujuan ekonomi, tanpa memikirkan dampak
lingkungan yang ditimbulkannya.
Pertanyaannya : Sistem yang bagaimana yang diterapkan
pada kawasan hutan agar tetap lestari? Untuk dapat tumbuh dengan baik, pohon
memerlukan pemeliharaan dari kecil hingga dewasa atau masa tebang.
Macam pemeliharaan ialah :
·
penyiangan,
·
pembersihan,
·
pembebasan,
·
penjarangan,
dan
·
pemangkasan.
·
Umumnya dilaksanakan dengan berbagai
penebangan.
Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi persaingan
ruang tumbuh, sinar matahari, zat hara, dan air. Berikut ini dikemukakan
berberapa metode dalam penggarapan kawasan hutan secara bijaksana masing-masing sbb:
A. Tebang Pilih Indonesia : (TPI),
Perlu
kita memahami dengan baik tentang hutan.
Karena
di hutan tersedia banyak kebutuhan hidup manusia dan hewan..
Hutan
menghasilkan kayu, tumbuh-tumbuhan, terdapat hewan liar dan satwa, serangga,
reptil, bahan makan untuk manusia, sumber mata air, udara segar, dan berbagai
manfaat lainnya. Dalam mengelola hutan perlu menerapkan manajemen pengelolaan
hutan yang bijaksana dengan memikirkan baik-buruk atau dampaknya bila dalam
penggarapannya tidak memperhitungkan keseimbangan dan pelestarian alam.
Berbagai metode pengelolaan hutan terutama sistem penebangan hutan yang baik,
maka di bawah ini secara sepintas sbb :
Sistem
‘silvikultur’ yang dilakukan pada semua areal Hak Pengusahaan Hutan di
Indonesia.
Sistem lain, tetapi belum dilaksanakan, ialah :
- Tebang
Habis dengan Pemudaan Alam dan
- Tebang
Habis dengan Pemudaan Hutan,
- TPI (Tebang
Pilih Indonesia) meliputi cara penebangan dan pemudaan hutan pada hutan
alam campuran, terutama yang didominasi jenis pohon dari famili
Dipterocarpaceae (Lat,), seperti Shorea, Hopea, Dipterocarpus,
Dryobalanops, dan lain-lain.
- Modifikasi TPI
terdapat pada hutan yang didominasi jenis pohon ramin (Lat. Diospyros
celebica),dammar (Lat. Agathis borneeusis) dan lain-lain.
- Pada system TPI,
umumnya digunakan siklus tebang atau jangka waktu antara dua penebangan di
areal hutan yang sama, selama 35 tahun.
- Diameter pohon
komersial yang boleh ditebang minimum adalah 50 cm, sedangkan pohon-pohon
komersial yang berdiameter 2--50 cm merupakan pohon inti yang ditinggalkan
dapat membentuk tegakan hutan di masa yang akan datang.
Persyaratan
Penebangan kayu di suatu kawasan Hutan menurut TPI (Tebang Pilih Indonesia)
Etat tebang atau jatah tebang tahunan ditentukan dengan
RUMUS sebagai berikut :
1/35 X 80% X Volume cadangan tegakan jenis-jenis
kayu komersial.
Usaha yang harus dilakukan sehabis penebangan
ialah :
·
inventarisasi
tegakan sisa,
· pembebasan pemudaan jenis-jenis pohon komersial dari tumbuhan pengganggu,
·
penanaman
perkayaan,
·
pencegahan
penebangan ulang, dan
·
pemeliharaan
pemudaan lima tahun setelah penebangan.
·
Pelanggaran
atau ketidakmampuan memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dikenakan
saknsi-sanksi, yang terberat ialah pencabutan izin HPH serta pembayaran ganti
rugi serta denda sebesar kerugian yang
ditimbulkan; dan dalam kerugian besar
dapat dituntut dimuka pengadilan negari. (EI : 3471).
Pertanyaannya
sekarang adalah : Semua perizinan Penebangan Kayu apakah berdasarkan Persyaratan TPI atau tidak?. Jika system
penebangan dengan system ini maka seharusnya hutan Indonesia tidak separah yang
sekarang. Jika penebangan hutan masih berlanjut seperti sekarang ini, maka sekitar tahun 2300 hutan Indonesia akan
berubah menjadi padang pasir.
(Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob).
B.
‘Tebangan’ : Istilah dalam kehutanan
untuk menunjukkan hasil kayu yang ditebang untuk suatu tahun, bagi suatu jenis
pohon tertentu, menurut daerah di mana hutan itu berada. Misalnya : Hutan jati
di pulau Jawa pada tahun 1940 menghasilkan 500.000 m3 kayu pertukangan, dan
2.000.000 stapelmeter kayu bakar. ‘Tipe Hutan’ (forest type) : Istilah yang
digunakan untuk :
Mengelompokkan tegakan yang mempunyai ciri sama hal
komposisi dan perkembangan, yang disebabkan factor ekologi tertentu, sehingga dapat dibedakan dari kelompok
tegakan lainnya. Jadi pada kondisi serupa akan terdapat ciri yang sama
pula.Sebuah tipe akan bersifat sementara, bila cirinya disebabkan oleh pengaruh
yang sepintas saja, seperti ‘kebakaran’ atau ‘pembalakan’; Bersifat tetap bila
tidak akan terjadi perubahan berarti dan cirinya semata-mata disebabkan factor
ekologik.Disebut klimaks, bila merupakan tahap terakhir dari sebuah suksesi
tipe sementara. (EI : 3562) Sistem
Silvikultur : Proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, dan penggantian,
suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu atau hasil-hasil hutan
lainnya dalam bentuk tertentu.
Klasifikasinya ada dua macam, yaitu :
a)
system hutan tebas berasal dari biji, dan
b)
system hutan tebas berasal dari tunas dan trubusan.
Misalnya,
hutan tusam berasal dari biji, hutan kayu putih berasal trubusan, sedangkan
hutan jati dapat berasal dari biji
maupun trubusan. (EI :3207).
Silvikultur
: Ilmu tentang pembudidayaan pohon hutan atau ilmu pembinaan hutan atau; yaitu
tentang penanaman, pemeliharaan, dan pelestarian hutan.
Selain ilmu, juga seni membangun hutan, serta
merupakan dasar ilmu kehutanan Kegiatannya
mencakup pemudaan, pemeliharaan, dan perlindungan tegaknya terhadap
bermacam-macam gangguan terutama hama, penyakit, kebakaran, dan penggembalaan.Meskipun ekologi
merupakan landasan sivikultur, akan tetapi tujuan silvikultur adalah hutan yang
bernilai ekonomi.
Silvika
: Ilmu tentang sejarah hidup, pertumbuhan dan sifat pohon hutan; serta reaksinya terhadap berbagai factor
lingkungan. Merupakan dasar teori silvikultur; sering disebut juga ekologi
hutan, hutan merupakan kesatuan masyarakat hidup. (EI : 3176)
Tanah Hutan Mutlak :
Tanah
yang untuk seterusnya tidak mungkin
dimanfaatkan sebagai tanah pertanian karena tidak subur, curam, sulit dicapai
manusia, tetapi berhutan. Hutan yang ada pada tanah demikian sebaiknya
dibiarkan utuh dan dilindungi instansi yang berwenang.
Tanah Kritis : Tanah yang karena tidak sesuainya
penggunaan tanah dengan kemampuannya, telah mengalami atau dalam proses
kerusakan fisik, kimia, biologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan
kehidupan social ekonomi, dari daerah lingkungan pengaruhnya.
Timbulnya tanah kritis disebabkan oleh :
Perusakan
hutan dan nabati penutup tanah lainnya untuk perladangan; eksploatasi hutan
yang tidak mengindahkan kelestarian; pengolahan tanah kering atau tegalan untuk
bercocok tanam yang kurang memperhatikan usaha pengawetan tanah; pembakaran
alang-alang untuk keperluan perburuan dan penggembalaan dan perkebunan kelapa
sawit.
Luas tanah kritis di Indonesia adalah 20 juta ha (l980-an) yang
terdiri sekitar,
1. 3 juta ha tanah
tegalan, sekita 13 juta ha padang
alang-alang, tanah-tanah kosong gundul dan tanah-tanah terlantar lainnya;
2.16 juta ha di luar
pulau Jawa,4 juta ha di pulau
Jawa.
Diperkirakan
tanah-tanah kritis tersebut meluas 1 – 2 % tiap tahun. (EI : 3438).
Tegakan
: Masyarakat tumbuhan terdiri dari pohon-pohon dan tumbuhan lainnya, yang mempunyai
keseragaman dalam hal komposisi, susunan, umur, pengaturan ruang, sehingga
dapat dibedakan dari hutan di sekitarnya. Merupakan sebuah unit silvikultur atau manajemen. Misalnya
sebuah petak atau anak petak. Berlaku bagi tegakan alam maupun buatan; nabati,
masyarakat.
Tegakan
Benih (seed stand) : Hutan alam atau tanaman yang dikelola terutama untuk
menghasilkan benih/biji yang banyak dan bermutu baik. Terdiri atas pohon-pohon berumur tua yang
mempunyai sifat lebih dari rata-rata, misalnya sehat, berbatang lurus, bertajuk
lebar, dan didominasi pertumbuhannya.
Tegakan
normal : Tegakan hutan, di mana semua ruang tumbuh ditempati secara efektif,
tetapi masih tersedia cukup ruang untuk perkembangan pohon-pohonnya.
Tegakan
sisa
:
Tegakan hutan
yang ditinggalkan sesudah suatu penebangan. Misalnya tegakan sisa pada areal
Hak Penguasaan Hutan (HPH), yang terjadi setelah dilakukan tebang pilih.
Menurut system silvikultur TPI (Tebang Pilih Indonesia) tegakan sisa ini harus
dipelihara agar mampu menghasilkan kayu lagi kemudian hari, setelah penebangan.
Keadaan Lingkungan
hidup ketika zaman primitif :
Segala sesuatu, yang berada disekitar manusia
yang memberi kesejahteraan bagi kehidupan manusia yang secara garis besarnya
dinamakan “lingkungan hidup”. Pada tahap
pertama, masa manusia masih hidup di zaman primitif dan hidup dari berburu, dan
pengumpul hasil dari hutan dan sekitarnya, keadaan alamnya masih lestari.
Kemudian tahap kedua, mulai berkembang menjadi masyarakat beternak, dan
berladang maupun petani menetap, berkat penemuan teknologi baru berupa
alat-alat sederhana yang terbuat dari tulang binatang, kemudian alat dari batu,
yang dipergunakan sebagai alat produksi
untuk meningkatkan kesejahteraannya. Perkembangan selanjutnya
pada tahap ketiga, adalah penemuan logam,
maka meningkatlah teknologinya.
Pada zaman itu manusia masih sangat sedikit, sehingga tidak terdapat
persaingan diantara mereka. Tempat tinggalnya adalah di goa-goa dan telah
mengenal api untuk memasak makanannya. Lingkungan hidup saat itu, masih alamiah
dan hampir tidak ada campur tangan manusia untuk merusak lingkungan alam oleh
karena kebutuhan mereka masih sangat terbatas.
Keadaan sekarang (zaman modern) :
Setelah manusia memasuki suatu era baru yang
lebih modern dengan mulai menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai
bidang kehidupannya, guna memperoleh semua kebutuhan hidupnya yang beragam,
maka muncullah berbagai alat, dan sarana guna meningkatkan produksi dan
produktivitas dengan membangun berbagai
industri yang bekerja lebih hemat biaya, waktu, dan tenaga untuk
mensejahterakan kehidupan manusia. Potensi alam dan lingkungan hidup, mulai
dieksploitasi habis-habisan, bukan saja
bertujuan pemenuhan kebutuhan hidup semata, tetapi juga mengejar keuntungan
sebesar-besarnya.
Manusia lupa, bahwa penggarapan terhadap alam
dan lingkungan yang kelewat batas, berdampak buruk dan membawa malapetaka
terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Pemanfaatan bahan-bahan kimia tertentu,
ternyata telah merusak rumah kaca, yang berakibat pemanasan global. Selain itu fungsi
hutan sebagai paru-paru dunia, juga dieksploitasi habis-habisan demi mengejar
devisa, telah membawa akibat hutan menjadi gundul, dan terjadi bencana banjir,
tanah longsor, yang memusnakan perkampungan, perkotaan, merengut nyawa manusia
dan harta benda. Dipihak lain timbul musin kemarau panjang yang
mengakibatkan badai, kekeringan yang berkepanjangan, dan gagalnya panen, menimbulkan kekurangan pangan,
kemiskinan, dan pengangguran.
Hutan Tropis :
Hutan tropis yang sangat kaya dengan flora dan fauna, dan berfungsi
sebagai paru-paru dunia, juga ikut berpengaruh terhadap rumah kaca dan
pemanasan global. Hutan tropis yang ada
di dunia ini, semakin berkurang volume
pepohonannya oleh karena banyak ditebang
dan dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, terutama
untuk ekspor untuk kepentingan devisa.
Bagaimana keadaan
hutan tropis Indonesia?
Memprihatinkan, karena hutan semakin menyempit,
dan alih fungsi.
Semakin sempit karena, penebangan baik berizin
(Obral izin HPH), penebangan liar, dan kebakaran hutan. Kemudian alih fungsi
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Dengan berkurangnya areal hutan tropis
Indonesia termasuk salah satu penyebab utama rusaknya rumah kaca, dan berdampak
pada pemanasan global. Di Indonesia
dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu, pimpinan Presiden SBY, terdapat
Kementerian Kehutanan. Timbul pertanyaan, misi utama dari Kementerian Kehutanan
ini sebenarnya untuk pelestarian hutan,
atau intensif penebangan hutan dengan cara mengobral izin HPH demi
tujuan ekonomi? Kenyataanya, tidak melestarikan, apalagi mereboisasinya yang
memadai dan berimbang.
Perlu diketahui jika suatu kawasan hutan
ditebang dan kemudian diadakan penanaman kembali/reboisasi, maka hutan tersebut
akan pulih kembali kondisi primernya setelah memakan waktu 100 tahun kemudian.
Sedang pada masa lowong (kosong) tersebut, telah terjadi banyak bencana
lingkungan secara estafet setiap tahunnya berdampak pada manusia maupun pada
ekosistem. Meskipun saat ini akan banyak dukungan dana dari berbagai negara
misalnya untuk tujuan reboisasi dan peremajaan hutan, sebenarnya sangat
terlambat antisipasinya dalam upaya pemulihan hutan pada kondisi primernya,
karena terlanjur hutan sudah rusak dan berubah menjadi padang alang-alang yang
luas. Jika misi utama Menteri Kehutanan bertujuan melestarikan
hutan Indonesia, maka, seharusnya menolak
semua rekomendasi terhadap semua investasi dibidang perkebunan yang
mengambil lahan hutan sebagai lokasi perkebunan.
Alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan,
merupakan upaya pengrusakan dan pemusnahan hutan secara disengaja, demi
ekonomi, tetapi tanpa memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya.
Karena menurut nalar, sebelum membangun perkebunan kelapa sawit, tentu hutan di areal perkebunan
akan ditebang habis (digunduli), dan api sebagai alat pembersih utama lahan
dengan cara membakar. Seperti yang dialami sekarang terutama di Sumatera dan Kalimantan selalu
terjadi kebakaran yang meluas setiap
tahunnya baik oleh masyarakat petani tradisional maupun investor perkebunan
kelapa sawit. Pembakaran dengan sengaja oleh pihak investor tersebut, ternyata
tidak tersentuh oleh hukum, dan hal ini sangat memprihatinkan. Kebakaran yang
terjadi adalah dilakukan dengan sengaja, untuk mempercepat bersihnya lahan
perkebunan untuk siap ditanami kelapa sawit. Dengan demikian luas hutan akan terus berkurang/menyusut.
Apalagi sekarang ini izin investasi perkebunan kepada Malaysia/negara-negara
lain yang membuka perkebunan kelapa sawit
sekitar hutan di perbatasan Kalimanatan dan
Malaysia.
Dua keuntungan
dari Malaysia, adalah :
1.Memperoleh kayu glondongan secara gratis dari hutan yang ditebang untuk
perkebunan, disamping secara sengaja/mencuri dengan menebang lagi
pohon-pohon diwilayah sekitar
perkebunannya/diperbatasan, tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
2.Sejauh mana logika dan daya nalar pemerintah dalam mengalihfungsikan
hutan tropis kita, dan tanpa perhitungan dampak negatif jangka panjangnya? Demikianlah suatu “kebodohan” dalam manajemen
kehutanan kita. Keuntungan yang ke dua dari Malaysia adalah dari hasil minyak
kelapa sawit Maka
tidak berlebihan, jika diusulkan Kementerian Kehutanan di hapus saja, dan
dijadikan salah satu bagian dari Kementerian Pertanian, demi perampingan dan
penghematan anggaran negara. Karena
Kementerian Kehutanan, targetnya hanya mengurus izin HPH, (mengurus penebangan
saja) dan bukan melestarikan apalagi mereboisasikannya.Walaupun saat ini sedang
dikampanyekan wajib tanam, namun sudah terlambat jauh, dari kerusakan yang
telah terjadi.
Pertanyaannya yang timbul adalah mengapa
Malaysia menanam modal investasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, padahal
Malaysia juga memiliki hutan yang luas di daerah Serawak dan di perbatasan
dengan Kalimantan Indonesia?
Jawabnya adalah :
Ternyata Malaysia lebih pintar dari Indonesia.
Pasalnya, perhitungan Malaysia, adalah,
1). Hutannya tidak mau dirusak, dan tetap
dilestarikan;
2). Kalau beroperasi di Indonesia, mendapat dua
keuntungan yaitu
a). memperoleh kayu glondongan bebas di areal
hutan yang dijadikan perkebunan tanpa membayar sesenpun, maupun, dari hasil
curian kayu di sekitar perbatasan secara ilegal dimana tidak atau kurang
pengawasan dari pihak Indonesia sendiri.,
b). keuntungan dari hasil perkebunan kelapa
sawitnya.
Terlebih lagi akhir-akhir ini Malaysia selalu
merugikan kepentingan Indonesia dalam banyak bidang, antara lain,
Dalam dunia kesenian/kebudayaan, mem-patenkan
seni Reog Ponorogo Budaya Indonesia asli sebagai kebudayaannya, Di bidang
pulau-pulau terluar, lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, Lagu “Manis-See, asal
Maluku juga di jadikan lagu promosi pariwisatanya, Tari Pendet asal Bali
diklaim sebagai seni tari Malaysia,
Terakhir, terdapat isu, merengkrut tenaga-tenaga Indonesia sebagai
melisi untuk ditempatkan di daerah perbatasan dengan Indonesia, sejauh mana
kebenarannya perlu ditelusuri lebih lanjut. Apakah Indonesia ditakdirkan selalu
harus mengalah/kalah/merugi jika berhadapan dengan Malaysia)? Timbul pertanyaan
: Berapa luas hutan di Kalimantan yang
dialih fungsi menjadi kebun Kelapa Sawit? Terdapat kutipan
judul di Harian Kompas,
tanggal 16 April 2008 “ sbb :
“Hentikan Pemberian Pembukaan Kebun” antara lain
sbb:
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis meminta
bupati di seluruh Kalbar untuk tidak lagi mengeluarkan izin pembukaan
perkebunan kelapa sawit baru. Pasalnya, realisasi tanaman dari izin yang sudah dikeluarkan masih
relatif kecil. “Bupati harus
mengecek izin yang sudah dikeluarkan
apakah sudah realisasinya atau belum. Kalau belum, (bupati) tidak usah
mengeluarkan izin baru,” kata Cornelis, Senin (14-4-2008) di sela-sela
pelantikan pengurus Gabungan Pengusaha
Perkebunan
Indonesia (GPPI) Kalimantan Barat (Kalbar).
Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Idwar Hanis
menyebutkan, realisasi tanam perkebunan sawit di Kalbar hingga Desember 2007
baru 420.000 hektar atau sekitar 9,08 persen dari total 4,6 juta hektar
izin yang sudah dikeluarkan.Dalam perhitungannya, potensi satu hektar lahan
bisa menghasilkan sedikitnya tiga ton tandan sawit atau sekitar Rp.30 juta per
tahun. Lahan yang belum dimanfaatkan 4,2 juta hektar. Dengan demikian potensi
pendapatan dari produksi tandan sawit yang hilang akibat lahan itu tidak segera ditanami berkisar Rp.126 triliun
per tahun. Adapun tenaga kerja yang bisa diserap jumlahnya
yang bisa diserap 2 orang per hektar.
Dengan luas lahan yang belum ditanam 4,2 juta
hektar, tenaga kerja yang bisa diserap 8,4 juta orang. Minimnya realisasi tanam
atas lahan yang sudah dikeluarkan izin perkebunan sawit, menuru Kasumandaru,
lebih karena perusahaan bersangkutan kesulitan dalam pendanaan. Kepala Badan
Koperasi dan UKM, Kerja Sama, Promosi, dan Investasi (Bakomapin) Kalbar M Zeet
Hamdy Assovie mengatakan, indikasi ini terlihat dari realisasi investasi di
Kalbar tahun 2007 yang hanya mencapai 17,15 triliun atau 20 persen dari target
izin yang sudah keluar. Sekitar 70 persen dari rencana investasi yang tidak
terealisasi itu karena masalah dukungan dana internal perusahaan. Yang
ingin dipersoalkan disini adalah jika
4,6 juta hektar hutan ini dibabat menjadi
perkebunan kelapa sawit, maka
berapa miliar pohon hutan tropis yang ditebang dan dimiliki secara
gratis oleh penanam modal, suatu jumlah yang sangat menggentarkan hati dan
kerawanan ekosistem yang parah.
Ini baru di Kalbar
belum di wilayah lainnya lagi.
Untuk kepentingan ini Menteri Kehutanan perlu
mengumumkan kepada rakyat berapa juta hektar lahan hutan yang sekarang telah
dikonversi menjadi lahan perkebunan, hingga akhir tahun 2008. Dengan demikian para ahli lingkungan
hidup akan menghitung seberapa jauh pengaruh kerusakan
ekosistem di hutan tropis Indonesia. Ternyata perhitungan “keuntungan ekonomis”
lebih diutamakan dan mengorbankan “lingkungan hidup”. Dampak buruk yang
diterima dimasa depan adalah paling tidak “Lahan Hutan” beralih menjadi “Gurun
Pasir”. Maka terimalah resikonya. Tidak melarang adanya perkebunan kelapa
sawit, tetapi carilah lahan di luar hutan, sehingga hutan tetap lestari dan
lahan bukan hutan, berubah menjadi hutan buatan baru, dalam bentuk perkebunan
kelapa sawit.
Ini namanya “Manajemen Kehutanan” yang baik? (Penulis : Drs. Simon Arnold Julian Jacob).
Tanggung jawab
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Untuk kasus yang sama yang disebutkan di atas
sebenarnya juga menjadi tanggung jawab Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Fungsinya bukan saja mengawasi limbah industri maupun sampah yang menyengat
hidung yang mengakibatkan pencemaran
lingkungan hidup. Bahwa tugas dan wewenangnya adalah seharusnya sangat luas
mencakup berbagai bidang kehidupan yang bersifat pencemaran dan pengrusakan
terhadap lingkungan hidup, dalam hal ini termasuk masalah pengrusakan hutan
baik dengan cara penebangan, pembakaran hutan, maupun alih fungsi hutan untuk
perkebunan kelapa sawit.
Jadi jelas, semua perbuatan tersebut berdampak
pada lingkungan hidup. Oleh karena itu, Menteri Negara Lingkungan Hidup
seharusnya turut berperan dalam menentukan boleh, atau tidak boleh, mengijinkan
atau melarang suatu alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Jika
dalam pertimbangannya bahwa hal itu berdampak pada ekosistem, maka berwewenang
untuk tidak memberikan rekomendasi suatu usaha
inventasi perkebunan yang mengambil lokasi hutan. Karena itu tugas dan
wewenang Menteri Negara Lingkungan Hidup sangat luas, terkait dengan semua
tugas-tugas dari berbagai lembaga yang ada,
termasuk bidang menteri-menteri lainnya yang dalam kebijakannya diduga berdampak buruk pada lingkungan hidup
dan ekosistem, maka diperlukan rekomendasi dan pertrimbangan khusus dari
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Dalam kasus pengurusakan hutan dan alih fungsi
hutan, ternyata Menteri Negara Lingkungan Hidup diam saja, dan seolah-olah
masalah kehutanan adalah hanya tanggung jawab Menteri Kehutanan semata. Semua
karagori perbuatan manusia dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang
menyebabkan pencemaran lingkungan, adalah termasuk wewenangnya juga, untuk
melarang atau mencegahnya. Karena dengan rusaknya hutan akan otomatis
mempengaruhi terhadap lingkungan hidup dan ekosistem. Jadi seandainya Menteri
Kehutanan mengijinkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, namun Menteri Negara Lingkungan Hidup lebih
berwewenang melarangnya, atas pertimbangan bahwa kebijakan tersebut akan
merusak lingkungan hidup.
Dalam kenyataannya, Menteri Negara Lingkungan
Hidup, diam saja, berarti harus turut bertanggung jawab atas rusaknya hutan di
Indonesia. Karena itu perlu dirumuskan kembali tugas dan wewenang Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan perlu menginventarisasi semua kebijakan pemerintah
yang berakibat pada lingkungan hidup harus dipertimbangkan kembali. Jika tugas
dan wewenangnya, hanya terbatas pada persoalan limbah saja, sebaiknya demi penghematan negara, dibubarkan
saja Menteri Negara Lingkungan Hidup di lebur menjadi salah satu Direktorat
Jenderal di Kementerian Kesehatan, oleh karena masalah limbah masih berhubungan
erat dengan bidang kesehatan, sehingga ada perampingan dan penghematan negara.
Hutan-hutan Tropis
dibawah pengawasan langsung PBB
Bahwa hutan tropis bukan saja milik negara
pemilik hutan tropis tersebut, tetapi milik seluruh umat manusia, oleh karena
hutan tropis adalah paru-paru dunia, yang menentukan mati-hidup dan
kesejahteraan umat manusia diseluruh
dunia pada masa kini maupun dimasa mendatang.
Oleh karena itu semua hutan tropis di dunia harus dibawah pengawasan
langsung PBB. Dengan demikian PBB yang akan mengatur pengendalian dan
pemanfaatannya : Melalui suatu undang-undang atau peraturan internasional yang
mengikat, sehingga negara pemilik hutan tropis tersebut tidak semena-mena
merusaknya dengan berbagai cara/dan tujuan. Karena itu dalam aturannya, perlu
ditetapkan sanksi-sanksi tertentu untuk ditaati dalam pemanfaatannya. Jika
tidak mengambil langkah-langkah tersebut, maka akan berakibat kerusakan
hutan secara berkesinambungan dengan
sengaja, yang berakibat buruk bagi kehidupan umat manusia diseluruh dunia yang
mengalami kerawanan dan “kemiskinan lingkungan hidup”.
Memang Indonesia telah menjual hutannya dan
dibiarkan negara lain membabatnya untuk kemudian menjadi Padang Pasir. Ini
namanya Manajemen Kebangkrutan Hutan yang sedang dijalankan pemerintah
Indonesia, karena Kebodohan? Penulis : Drs.Simon Arnold Julia Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.