alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Rabu, 28 Januari 2015

SEKILAS TENTANG HUTAN DAN PEMANFAATANNYA

Sekilas  Tentang Hutan dan Pemanfaatannya
Oleh : Drs.Simon Arnol Julian Jacob

Cara-cara Penerapan Manajemen Hutan Yang Baik

Hutan adalah suatu lingkungan alam  dimana secara alamia banyak ditumbuhi bermacam-matam pohon, belukar dan semak-semak., baik di kawasan tanah datar, berbukit, dipesisir pantai  ataupun pegunungan, yang didalamnya hidup berbagai binatang liar, unggas, reptile, maupun berbagai serangga lainnya serta mengandung banyak sumber mata air dan sungai yang mengalir hingga ke laut dan dimanfaatkan oleh manusia, dan hewan/binatang untuk kehidupan.Guna melestarikan suatu kawasan hutan perlu kebijakan political will dari pemerintah dan masyarakat dalam hal pemanfaatannya maupun pelestariannya. Kini hutan Indonesia mengalami krisis (baca : kemiskinan lingkungan & ekosistem) karena akibat penebangan berizin, maupun secara liar dengan tujuan ekonomi, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

Pertanyaannya : Sistem yang bagaimana yang diterapkan pada kawasan hutan agar tetap lestari? Untuk dapat tumbuh dengan baik, pohon memerlukan pemeliharaan dari kecil hingga dewasa atau masa tebang.

Macam pemeliharaan ialah :
·         penyiangan,
·         pembersihan,
·         pembebasan,
·         penjarangan, dan
·         pemangkasan.
·         Umumnya dilaksanakan dengan berbagai  penebangan.
Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi persaingan ruang tumbuh, sinar matahari, zat hara, dan air. Berikut ini dikemukakan berberapa metode dalam penggarapan kawasan hutan secara bijaksana masing-masing sbb:

A. Tebang Pilih Indonesia : (TPI),

Perlu kita memahami dengan baik tentang hutan.
Karena di hutan tersedia banyak kebutuhan hidup manusia dan hewan..
Hutan menghasilkan kayu, tumbuh-tumbuhan, terdapat hewan liar dan satwa, serangga, reptil, bahan makan untuk manusia, sumber mata air, udara segar, dan berbagai manfaat lainnya. Dalam mengelola hutan perlu menerapkan manajemen pengelolaan hutan yang bijaksana dengan memikirkan baik-buruk atau dampaknya bila dalam penggarapannya tidak memperhitungkan keseimbangan dan pelestarian alam. Berbagai metode pengelolaan hutan terutama sistem penebangan hutan yang baik, maka di bawah ini secara sepintas sbb :   

Sistem ‘silvikultur’ yang dilakukan pada semua areal Hak Pengusahaan Hutan di Indonesia.
Sistem lain, tetapi belum dilaksanakan, ialah :
  1. Tebang Habis dengan Pemudaan Alam dan
  2. Tebang Habis dengan Pemudaan Hutan,
  3. TPI (Tebang Pilih Indonesia) meliputi cara penebangan dan pemudaan hutan pada hutan alam campuran, terutama yang didominasi jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae (Lat,), seperti Shorea, Hopea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan lain-lain.
  4. Modifikasi TPI terdapat pada hutan yang didominasi jenis pohon ramin (Lat. Diospyros celebica),dammar (Lat. Agathis borneeusis) dan lain-lain.
  5. Pada system TPI, umumnya digunakan siklus tebang atau jangka waktu antara dua penebangan di areal hutan yang sama, selama 35 tahun.
  6. Diameter pohon komersial yang boleh ditebang minimum adalah 50 cm, sedangkan pohon-pohon komersial yang berdiameter 2--50 cm merupakan pohon inti yang ditinggalkan dapat membentuk tegakan hutan di masa yang akan datang.

Persyaratan Penebangan kayu di suatu kawasan Hutan menurut TPI (Tebang Pilih Indonesia)

Etat tebang atau jatah tebang  tahunan ditentukan  dengan
RUMUS  sebagai berikut :

1/35 X 80% X Volume cadangan tegakan jenis-jenis kayu komersial.

Usaha yang harus dilakukan sehabis penebangan ialah :
·         inventarisasi tegakan sisa,
· pembebasan pemudaan jenis-jenis pohon komersial dari tumbuhan pengganggu,
·         penanaman perkayaan,
·         pencegahan penebangan ulang, dan
·         pemeliharaan pemudaan lima tahun setelah penebangan.
·         Pelanggaran atau ketidakmampuan memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dikenakan saknsi-sanksi, yang terberat ialah pencabutan izin HPH serta pembayaran ganti rugi  serta denda sebesar kerugian yang ditimbulkan; dan dalam kerugian besar  dapat dituntut dimuka pengadilan negari. (EI : 3471).
Pertanyaannya sekarang adalah :  Semua  perizinan Penebangan Kayu apakah berdasarkan  Persyaratan TPI atau tidak?. Jika system penebangan dengan system ini maka seharusnya hutan Indonesia tidak separah yang sekarang. Jika penebangan hutan masih berlanjut seperti sekarang ini,  maka sekitar tahun 2300 hutan Indonesia akan berubah menjadi padang pasir.
(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob).

B. ‘Tebangan’ : Istilah dalam kehutanan untuk menunjukkan hasil kayu yang ditebang untuk suatu tahun, bagi suatu jenis pohon tertentu, menurut daerah di mana hutan itu berada. Misalnya : Hutan jati di pulau Jawa pada tahun 1940 menghasilkan 500.000 m3 kayu pertukangan, dan 2.000.000 stapelmeter kayu bakar. ‘Tipe Hutan’ (forest type) : Istilah yang digunakan untuk :
Mengelompokkan tegakan yang mempunyai ciri sama hal komposisi dan perkembangan, yang disebabkan factor ekologi tertentu,  sehingga dapat dibedakan dari kelompok tegakan lainnya. Jadi pada kondisi serupa akan terdapat ciri yang sama pula.Sebuah tipe akan bersifat sementara, bila cirinya disebabkan oleh pengaruh yang sepintas saja, seperti ‘kebakaran’ atau ‘pembalakan’; Bersifat tetap bila tidak akan terjadi perubahan berarti dan cirinya semata-mata disebabkan factor ekologik.Disebut klimaks, bila merupakan tahap terakhir dari sebuah suksesi tipe sementara. (EI : 3562) Sistem Silvikultur : Proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, dan penggantian, suatu tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu atau hasil-hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu.

Klasifikasinya ada dua macam, yaitu :

a) system hutan tebas berasal dari biji, dan
b) system hutan tebas berasal dari tunas dan trubusan.
Misalnya, hutan tusam berasal dari biji, hutan kayu putih berasal trubusan, sedangkan hutan jati dapat berasal  dari biji maupun trubusan. (EI :3207).
Silvikultur : Ilmu tentang pembudidayaan pohon hutan atau ilmu pembinaan hutan atau; yaitu tentang penanaman, pemeliharaan, dan pelestarian hutan. Selain ilmu, juga seni membangun hutan, serta merupakan dasar ilmu kehutanan Kegiatannya mencakup pemudaan, pemeliharaan, dan perlindungan tegaknya terhadap bermacam-macam gangguan terutama hama, penyakit,  kebakaran, dan penggembalaan.Meskipun ekologi merupakan landasan sivikultur, akan tetapi tujuan silvikultur adalah hutan yang bernilai ekonomi.

Silvika : Ilmu tentang sejarah hidup, pertumbuhan dan sifat pohon hutan;  serta reaksinya terhadap berbagai factor lingkungan. Merupakan dasar teori silvikultur; sering disebut juga ekologi hutan, hutan merupakan kesatuan masyarakat hidup. (EI : 3176)

Tanah Hutan Mutlak :

Tanah yang  untuk seterusnya tidak mungkin dimanfaatkan sebagai tanah pertanian karena tidak subur, curam, sulit dicapai manusia, tetapi berhutan. Hutan yang ada pada tanah demikian sebaiknya dibiarkan utuh dan dilindungi instansi yang berwenang. Tanah Kritis : Tanah yang karena tidak sesuainya penggunaan tanah dengan kemampuannya, telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, biologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan social ekonomi, dari daerah lingkungan pengaruhnya.

Timbulnya tanah kritis disebabkan oleh :

Perusakan hutan dan nabati penutup tanah lainnya untuk perladangan; eksploatasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian; pengolahan tanah kering atau tegalan untuk bercocok tanam yang kurang memperhatikan usaha pengawetan tanah; pembakaran alang-alang untuk keperluan perburuan dan penggembalaan dan perkebunan kelapa sawit.
  
Luas tanah kritis di Indonesia adalah 20 juta ha (l980-an) yang
terdiri sekitar,
1.  3 juta ha tanah tegalan, sekita 13 juta ha padang alang-alang, tanah-tanah kosong gundul dan tanah-tanah terlantar lainnya;
2.16 juta ha di luar pulau Jawa,4 juta ha di pulau Jawa.

Diperkirakan tanah-tanah kritis tersebut meluas 1 – 2 % tiap tahun. (EI : 3438).
Tegakan : Masyarakat tumbuhan terdiri dari pohon-pohon dan tumbuhan lainnya, yang mempunyai keseragaman dalam hal komposisi, susunan, umur, pengaturan ruang, sehingga dapat dibedakan dari hutan di sekitarnya. Merupakan sebuah  unit silvikultur atau manajemen. Misalnya sebuah petak atau anak petak. Berlaku bagi tegakan alam maupun buatan; nabati, masyarakat.

Tegakan Benih (seed stand) : Hutan alam atau tanaman yang dikelola terutama untuk menghasilkan benih/biji yang banyak dan bermutu baik.  Terdiri atas pohon-pohon berumur tua yang mempunyai sifat lebih dari rata-rata, misalnya sehat, berbatang lurus, bertajuk lebar, dan didominasi pertumbuhannya.
Tegakan normal : Tegakan hutan, di mana semua ruang tumbuh ditempati secara efektif, tetapi masih tersedia cukup ruang untuk perkembangan pohon-pohonnya.

Tegakan sisa :

Tegakan hutan yang ditinggalkan sesudah suatu penebangan. Misalnya tegakan sisa pada areal Hak Penguasaan Hutan (HPH), yang terjadi setelah dilakukan tebang pilih. Menurut system silvikultur TPI (Tebang Pilih Indonesia) tegakan sisa ini harus dipelihara agar mampu menghasilkan kayu lagi kemudian hari, setelah penebangan.

Keadaan Lingkungan hidup ketika zaman primitif :

Segala sesuatu, yang berada disekitar manusia yang memberi kesejahteraan bagi kehidupan manusia yang secara garis besarnya dinamakan “lingkungan hidup”. Pada  tahap pertama, masa manusia masih hidup di zaman primitif dan hidup dari berburu, dan pengumpul hasil dari hutan dan sekitarnya, keadaan alamnya masih lestari. Kemudian tahap kedua, mulai berkembang menjadi masyarakat beternak, dan berladang maupun petani menetap, berkat penemuan teknologi baru berupa alat-alat sederhana yang terbuat dari tulang binatang, kemudian alat dari batu, yang dipergunakan sebagai alat produksi  untuk meningkatkan kesejahteraannya. Perkembangan selanjutnya pada tahap ketiga, adalah penemuan logam,  maka meningkatlah teknologinya.  

Pada zaman itu manusia masih sangat sedikit, sehingga tidak terdapat persaingan diantara mereka. Tempat tinggalnya adalah di goa-goa dan telah mengenal api untuk memasak makanannya. Lingkungan hidup saat itu, masih alamiah dan hampir tidak ada campur tangan manusia untuk merusak lingkungan alam oleh karena kebutuhan mereka masih sangat terbatas.

Keadaan sekarang (zaman modern) :

Setelah manusia memasuki suatu era baru yang lebih modern dengan mulai  menerapkan  ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupannya, guna memperoleh semua kebutuhan hidupnya yang beragam, maka muncullah berbagai alat, dan sarana guna meningkatkan produksi dan produktivitas dengan  membangun berbagai industri yang bekerja lebih hemat biaya, waktu, dan tenaga untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Potensi alam dan lingkungan hidup, mulai dieksploitasi  habis-habisan, bukan saja bertujuan pemenuhan kebutuhan hidup semata, tetapi juga mengejar keuntungan sebesar-besarnya. 

Manusia lupa, bahwa penggarapan terhadap alam dan lingkungan yang kelewat batas, berdampak buruk dan membawa malapetaka terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Pemanfaatan bahan-bahan kimia tertentu, ternyata telah merusak rumah kaca, yang berakibat pemanasan global. Selain itu fungsi hutan sebagai paru-paru dunia, juga dieksploitasi habis-habisan demi mengejar devisa, telah membawa akibat hutan menjadi gundul, dan terjadi bencana banjir, tanah longsor, yang memusnakan perkampungan, perkotaan, merengut nyawa manusia dan  harta benda. Dipihak lain  timbul musin kemarau panjang yang mengakibatkan badai, kekeringan yang berkepanjangan, dan gagalnya panen, menimbulkan kekurangan pangan, kemiskinan, dan pengangguran.

Hutan Tropis :  Hutan tropis yang sangat kaya dengan flora dan fauna, dan berfungsi sebagai paru-paru dunia, juga ikut berpengaruh terhadap rumah kaca dan pemanasan global.  Hutan tropis yang ada di dunia ini, semakin berkurang volume  pepohonannya oleh karena banyak ditebang  dan dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, terutama untuk ekspor untuk kepentingan devisa.

Bagaimana keadaan hutan tropis Indonesia?

Memprihatinkan, karena hutan semakin menyempit, dan alih fungsi.
Semakin sempit karena, penebangan baik berizin (Obral izin HPH), penebangan liar, dan kebakaran hutan. Kemudian alih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Dengan berkurangnya areal hutan tropis Indonesia termasuk salah satu penyebab utama rusaknya rumah kaca, dan berdampak pada  pemanasan global. Di Indonesia dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu, pimpinan Presiden SBY, terdapat Kementerian Kehutanan. Timbul pertanyaan, misi utama dari Kementerian Kehutanan ini sebenarnya untuk pelestarian hutan,  atau intensif penebangan hutan dengan cara mengobral izin HPH demi tujuan ekonomi? Kenyataanya, tidak melestarikan, apalagi mereboisasinya yang memadai dan berimbang.

Perlu diketahui jika suatu kawasan hutan ditebang dan kemudian diadakan penanaman kembali/reboisasi, maka hutan tersebut akan pulih kembali kondisi primernya setelah memakan waktu 100 tahun kemudian. Sedang pada masa lowong (kosong) tersebut, telah terjadi banyak bencana lingkungan secara estafet setiap tahunnya berdampak pada manusia maupun pada ekosistem. Meskipun saat ini akan banyak dukungan dana dari berbagai negara misalnya untuk tujuan reboisasi dan peremajaan hutan, sebenarnya sangat terlambat antisipasinya dalam upaya pemulihan hutan pada kondisi primernya, karena terlanjur hutan sudah rusak dan berubah menjadi padang alang-alang yang luas. Jika misi utama Menteri Kehutanan bertujuan melestarikan hutan Indonesia, maka,  seharusnya  menolak  semua rekomendasi terhadap semua investasi dibidang perkebunan yang mengambil lahan hutan sebagai lokasi perkebunan.

Alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan, merupakan upaya pengrusakan dan pemusnahan hutan secara disengaja, demi ekonomi, tetapi tanpa memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya. Karena menurut nalar, sebelum membangun perkebunan  kelapa sawit, tentu hutan di areal perkebunan akan ditebang habis (digunduli), dan api sebagai alat pembersih utama lahan dengan cara membakar. Seperti yang dialami sekarang  terutama di Sumatera dan Kalimantan selalu terjadi kebakaran  yang meluas setiap tahunnya baik oleh masyarakat petani tradisional maupun investor perkebunan kelapa sawit. Pembakaran dengan sengaja oleh pihak investor tersebut, ternyata tidak tersentuh oleh hukum, dan hal ini sangat memprihatinkan. Kebakaran yang terjadi adalah dilakukan dengan sengaja, untuk mempercepat bersihnya lahan perkebunan untuk siap ditanami kelapa sawit.  Dengan demikian luas hutan akan terus berkurang/menyusut. Apalagi sekarang ini izin investasi perkebunan kepada Malaysia/negara-negara lain  yang membuka perkebunan kelapa sawit sekitar hutan di perbatasan Kalimanatan dan Malaysia.

Dua keuntungan dari Malaysia, adalah :

1.Memperoleh kayu glondongan secara gratis dari hutan yang ditebang untuk perkebunan, disamping  secara  sengaja/mencuri dengan menebang lagi pohon-pohon diwilayah sekitar
perkebunannya/diperbatasan, tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
2.Sejauh mana logika dan daya nalar pemerintah dalam mengalihfungsikan hutan tropis kita, dan tanpa perhitungan dampak negatif  jangka panjangnya?  Demikianlah suatu “kebodohan” dalam manajemen kehutanan kita. Keuntungan yang ke dua dari Malaysia adalah dari hasil minyak kelapa sawit  Maka tidak berlebihan, jika diusulkan Kementerian Kehutanan di hapus saja, dan dijadikan salah satu bagian dari Kementerian Pertanian, demi perampingan dan penghematan anggaran negara. Karena Kementerian Kehutanan, targetnya hanya mengurus izin HPH, (mengurus penebangan saja) dan bukan melestarikan apalagi mereboisasikannya.Walaupun saat ini sedang dikampanyekan wajib tanam, namun sudah terlambat jauh, dari kerusakan yang telah terjadi.
Pertanyaannya yang timbul adalah mengapa Malaysia menanam modal investasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, padahal Malaysia juga memiliki hutan yang luas di daerah Serawak dan di perbatasan dengan Kalimantan Indonesia?

Jawabnya adalah : Ternyata Malaysia lebih pintar dari Indonesia.

Pasalnya, perhitungan Malaysia, adalah,
1). Hutannya tidak mau dirusak, dan tetap dilestarikan;
2). Kalau beroperasi di Indonesia, mendapat dua keuntungan yaitu
a). memperoleh kayu glondongan bebas di areal hutan yang dijadikan perkebunan tanpa membayar sesenpun, maupun, dari hasil curian kayu di sekitar perbatasan secara ilegal dimana tidak atau kurang pengawasan dari pihak Indonesia sendiri., 
b). keuntungan dari hasil perkebunan kelapa sawitnya.
Terlebih lagi akhir-akhir ini Malaysia selalu merugikan kepentingan Indonesia dalam banyak bidang, antara lain,

Dalam dunia kesenian/kebudayaan, mem-patenkan seni Reog Ponorogo Budaya Indonesia asli sebagai kebudayaannya, Di bidang pulau-pulau terluar, lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, Lagu “Manis-See, asal Maluku juga di jadikan lagu promosi pariwisatanya, Tari Pendet asal Bali diklaim sebagai seni tari Malaysia,  Terakhir, terdapat isu, merengkrut tenaga-tenaga Indonesia sebagai melisi untuk ditempatkan di daerah perbatasan dengan Indonesia, sejauh mana kebenarannya perlu ditelusuri lebih lanjut. Apakah Indonesia ditakdirkan selalu harus mengalah/kalah/merugi jika berhadapan dengan Malaysia)? Timbul pertanyaan : Berapa luas  hutan di Kalimantan yang dialih fungsi menjadi kebun Kelapa Sawit? Terdapat kutipan  judul  di Harian Kompas, tanggal  16 April 2008 “  sbb :

Hentikan Pemberian Pembukaan Kebun” antara lain sbb:
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis meminta bupati di seluruh Kalbar untuk tidak lagi mengeluarkan izin pembukaan perkebunan kelapa sawit baru. Pasalnya, realisasi tanaman  dari izin yang sudah dikeluarkan masih relatif kecil.  “Bupati harus mengecek izin yang sudah dikeluarkan  apakah sudah realisasinya atau belum. Kalau belum, (bupati) tidak usah mengeluarkan izin baru,” kata Cornelis, Senin (14-4-2008) di sela-sela pelantikan pengurus Gabungan Pengusaha

Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalimantan Barat (Kalbar).

Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Idwar Hanis menyebutkan, realisasi tanam perkebunan sawit di Kalbar hingga Desember 2007 baru 420.000 hektar atau sekitar 9,08 persen dari total 4,6 juta hektar izin yang sudah dikeluarkan.Dalam perhitungannya, potensi satu hektar lahan bisa menghasilkan sedikitnya tiga ton tandan sawit atau sekitar Rp.30 juta per tahun. Lahan yang belum dimanfaatkan 4,2 juta hektar. Dengan demikian potensi pendapatan dari produksi tandan sawit yang hilang akibat lahan itu  tidak segera ditanami berkisar Rp.126 triliun per tahun. Adapun tenaga kerja yang bisa diserap jumlahnya yang bisa diserap 2 orang per hektar.
Dengan luas lahan yang belum ditanam 4,2 juta hektar, tenaga kerja yang bisa diserap 8,4 juta orang. Minimnya realisasi tanam atas lahan yang sudah dikeluarkan izin perkebunan sawit, menuru Kasumandaru, lebih karena perusahaan bersangkutan kesulitan dalam pendanaan. Kepala Badan Koperasi dan UKM, Kerja Sama, Promosi, dan Investasi (Bakomapin) Kalbar M Zeet Hamdy Assovie mengatakan, indikasi ini terlihat dari realisasi investasi di Kalbar tahun 2007 yang hanya mencapai 17,15 triliun atau 20 persen dari target izin yang sudah keluar. Sekitar 70 persen dari rencana investasi yang tidak terealisasi itu karena masalah dukungan dana internal perusahaan. Yang ingin dipersoalkan disini adalah  jika 4,6 juta hektar hutan ini dibabat menjadi  perkebunan kelapa sawit, maka  berapa miliar pohon hutan tropis yang ditebang dan dimiliki secara gratis oleh penanam modal, suatu jumlah yang sangat menggentarkan hati dan kerawanan ekosistem yang parah.

Ini baru di Kalbar belum di wilayah lainnya lagi.

Untuk kepentingan ini Menteri Kehutanan perlu mengumumkan kepada rakyat berapa juta hektar lahan hutan yang sekarang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan, hingga akhir tahun 2008.  Dengan demikian para ahli lingkungan hidup  akan  menghitung seberapa jauh pengaruh kerusakan ekosistem di hutan tropis Indonesia. Ternyata perhitungan “keuntungan ekonomis” lebih diutamakan  dan mengorbankan  “lingkungan hidup”. Dampak buruk yang diterima dimasa depan adalah paling tidak “Lahan Hutan” beralih menjadi “Gurun Pasir”. Maka terimalah resikonya. Tidak melarang adanya perkebunan kelapa sawit, tetapi carilah lahan di luar hutan, sehingga hutan tetap lestari dan lahan bukan hutan, berubah menjadi hutan buatan baru, dalam bentuk perkebunan kelapa sawit.
Ini namanya “Manajemen Kehutanan” yang baik?  (Penulis : Drs. Simon Arnold Julian Jacob).

Tanggung jawab Menteri Negara Lingkungan Hidup

Untuk kasus yang sama yang disebutkan di atas sebenarnya juga menjadi tanggung jawab Menteri Negara Lingkungan Hidup. Fungsinya bukan saja mengawasi limbah industri maupun sampah yang menyengat hidung yang mengakibatkan  pencemaran lingkungan hidup. Bahwa tugas dan wewenangnya adalah seharusnya sangat luas mencakup berbagai bidang kehidupan yang bersifat pencemaran dan pengrusakan terhadap lingkungan hidup, dalam hal ini termasuk masalah pengrusakan hutan baik dengan cara penebangan, pembakaran hutan, maupun alih fungsi hutan untuk perkebunan kelapa sawit. 

Jadi jelas, semua perbuatan tersebut berdampak pada lingkungan hidup. Oleh karena itu, Menteri Negara Lingkungan Hidup seharusnya turut berperan dalam menentukan boleh, atau tidak boleh, mengijinkan atau melarang suatu alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Jika dalam pertimbangannya bahwa hal itu berdampak pada ekosistem, maka berwewenang untuk tidak memberikan rekomendasi suatu usaha  inventasi perkebunan yang mengambil lokasi hutan. Karena itu tugas dan wewenang Menteri Negara Lingkungan Hidup sangat luas, terkait dengan semua tugas-tugas dari berbagai lembaga yang ada,  termasuk bidang menteri-menteri lainnya yang dalam kebijakannya   diduga berdampak buruk pada lingkungan hidup dan ekosistem, maka diperlukan rekomendasi dan pertrimbangan khusus dari Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Dalam kasus pengurusakan hutan dan alih fungsi hutan, ternyata Menteri Negara Lingkungan Hidup diam saja, dan seolah-olah masalah kehutanan adalah hanya tanggung jawab Menteri Kehutanan semata. Semua karagori perbuatan manusia dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang menyebabkan pencemaran lingkungan, adalah termasuk wewenangnya juga, untuk melarang atau mencegahnya. Karena dengan rusaknya hutan akan otomatis mempengaruhi terhadap lingkungan hidup dan ekosistem. Jadi seandainya Menteri Kehutanan mengijinkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, namun  Menteri Negara Lingkungan Hidup lebih berwewenang melarangnya, atas pertimbangan bahwa kebijakan tersebut akan merusak lingkungan hidup. 

Dalam kenyataannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup, diam saja, berarti harus turut bertanggung jawab atas rusaknya hutan di Indonesia. Karena itu perlu dirumuskan kembali tugas dan wewenang Menteri Negara Lingkungan Hidup dan perlu menginventarisasi semua kebijakan pemerintah yang berakibat pada lingkungan hidup harus dipertimbangkan kembali. Jika tugas dan wewenangnya, hanya terbatas pada persoalan limbah saja,  sebaiknya demi penghematan negara, dibubarkan saja Menteri Negara Lingkungan Hidup di lebur menjadi salah satu Direktorat Jenderal di Kementerian Kesehatan, oleh karena masalah limbah masih berhubungan erat dengan bidang kesehatan, sehingga ada perampingan dan penghematan negara.

Hutan-hutan Tropis dibawah pengawasan langsung PBB

Bahwa hutan tropis bukan saja milik negara pemilik hutan tropis tersebut, tetapi milik seluruh umat manusia, oleh karena hutan tropis adalah paru-paru dunia, yang menentukan mati-hidup dan kesejahteraan  umat manusia diseluruh dunia pada masa kini maupun dimasa mendatang.  Oleh karena itu semua hutan tropis di dunia harus dibawah pengawasan langsung PBB. Dengan demikian PBB yang akan mengatur pengendalian dan pemanfaatannya : Melalui suatu undang-undang atau peraturan internasional yang mengikat, sehingga negara pemilik hutan tropis tersebut tidak semena-mena merusaknya dengan berbagai cara/dan tujuan. Karena itu dalam aturannya, perlu ditetapkan sanksi-sanksi tertentu untuk ditaati dalam pemanfaatannya. Jika tidak mengambil langkah-langkah tersebut, maka akan berakibat kerusakan hutan  secara berkesinambungan dengan sengaja, yang berakibat buruk bagi kehidupan umat manusia diseluruh dunia yang mengalami kerawanan dan “kemiskinan lingkungan hidup”.

Memang Indonesia telah menjual hutannya dan dibiarkan negara lain membabatnya untuk kemudian menjadi Padang Pasir. Ini namanya Manajemen Kebangkrutan Hutan yang sedang dijalankan pemerintah Indonesia, karena Kebodohan? Penulis : Drs.Simon Arnold Julia Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.