alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 31 Maret 2015

PARA SESEPU ASAL PULAU ROTE DI TINGKAT NASIONAL

Para Sesepu Asal  Pulau Rote
Di Tingkat Nasional

Selain nama-nama Tokoh tersebut diatas terdapat beberapa penjuang dan nama-nama Tokoh  bertingkat nasional maupun internasiaonal  yang berasal dari pulau Rote anatara lain seperti :
Prof.Dr.Ir. H.Johannes Rektor Universitas Gajah Mada Yogyakarta),  Prof.Dr.W.Z.Johannes (Presiden  Universitas Indonesia di Jakarta),  Laks.Madya Laut, Samuel Moeda (Peristiwa Macan Tutul, Irian Barat dimana tewasnya Yos Sudarso), Drs.Alex Sereh (ex.Direktur BI), Prof.DR.Adrianus Mooy (ex.Gubernur BI), Let.Jen.Julius Henuhili (ex.Gubernur Akabri), Drs.E.C.W.Neloe (Presiden Direktur Dan CEO PT.Bank Mandiri) Gerson Poyk  (Budayawan/Sastrawan/ Wartawan Sinar Harapan, kini ganti nama Suara Pembaruan) Ries Therik (Penulis Sastra) dan dibidang tarik suara dan pencipta lagu yang cukup populer  dengan lagu-lagunya seperti “Hati Yang Luka”,”Rote-Ndao” dll  ialah OBI Mesakh dan lain-lain, yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini.
Gerson Poyk sebagai sastrawan ia menulis sebanyak lebih dari 20 puisi di tahun l950-an yang dimuat diberbagai majalah sastra waktu itu.
Menurut para pakar Luar Negeri, Gerson Poyk adalah penyair besar di Indonesia bagian timur, dan Pasifik Selatan. Ia berasal dari E’ahun di Kerajaan Ringgou, Kecamatan Rote Timur, Pulau Rote, NTT, dan pernah menjadi guru SMP di Bima, pulau Sumbawa NTB. Cerpen-cerpennya diakui oleh luar negeri dan di terjemahkan dalam bahasa Jerman.

Cerpennya yang sangat manusiawi itu biasa ditemukan  dalam liku-liku kehidupan. Cerpen Gerson Poyk adalah surealistik, namun menyentuh.  Dalam hal menulis cerpen (cerita pendek), nampak Gerson pintar meramu seakan-akan suatu peristiwa yang realistis. Ia banyak menulis tentang pengalamannya dalam penggembaraannya dari satu tempat ke tempat lain; dan terkadang cerpennya hanya imajinasi.
Pada tahun l989 Gerson menerima penghargaan tingkat Asean.  Dari pengalaman sebagai penulis lebih dari 40 tahun itu, nama Gerson termasuk  karyanya, cukup dikenal diberbagai mancanegara. Ini dibuktikan dengan dari hasil terjemahan cerpen-cerpennya yang sudah beredar dalam bahasa Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris.
Disamping itu cerpen Gerson dijadikan bahan studi oleh peneliti muda dari Jerman, Thomas Zschocke, dan sebagai tesis bagi mahasiswa untuk menempuh ujian S-3.
Agaknya “ilmu” yang dimiliki Gerson ini ingin diwariskan kepada generasi muda melalui sebuah sekolah mengarang dan seni drama di sanggarnya di bilangan Depok, Bogor. Ia menjelaskan, salah satu persyaratan siswanya, adalah mereka yang nantinya mau bermukim di daerah transmigrasi untuk jadi pengarang di sana.  (Suara Karya/Susiana, Jakarta, l9-l0-l981).



Residen A. S. Pello, Putra asal Pulau Rote

Residen Sunda Kecil  berkedudukan di Singaraja – Bali tahun 1950-1960-an
Wakil Gubernur Koordinator Pemerintahan Propinsi Nusa Tenggara 
Atas nama Menteri Dalam Negeri Meresmikan Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 20 Desember 1958 (Sumber : Internet) 558


ECW Neloe
Direktur Utama Bank Mandiri (2000)



Lihat Curriculum Vitae (CV) ECW Neloe
RUPS juga menerima laporan keuangan Bank Mandiri.dan memberikan "Acquit et de Charge" (pembebasan tanggung jawab sepenuhnya) kepada direksi atau komisaris atas tindakan pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2004.
Dia, Eduardus Cornelis William (ECW) Neloe, adalah bankir senior yang merintis karir betul-betul dari bawah. Berawal sebagai tenaga pembukuan tahun 1966 sampai menjabat direksi (1991-1998) di Bank Dagang Negara (BDN). Kemudian dia dilantik (tahun 2000) jadi Direktur Utama Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia. Selama memimpin Bank Mandiri, dia telah meraih beberapa penghargaan. Dia berobsesi menjadikan Bank Mandiri sebagai bank universal (universal banking).
Karir lulusan sarjana administrasi niaga dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta tahun 1966, ini menemukan arah yang tepat dimulai dari pertemuan manisnya dengan Moeljoto Djojomartono, yang ketika itu sedang memimpin BDN. Tak disangka, Moeljoto pria pekerja keras yang akomodatif, ini mengarahkannya sampai menjadi direksi BDN berselang 25 tahun kemudian.

Sejak tahun 2000 Neloe menggantikan Robby Johan memimpin Bank Mandiri, hasil mega merger empat bank pelat merah yaitu BDN, Bank Exim, Bapindo dan BTN. Dengan merger Bank Mandiri tercacat memiliki total aset Rp 262 trilyun (26,5 miliar dolar AS), berpendapatan bersih Rp 1,17 trilyun (119 juta dolar AS), dan dengan ROE (return on equity) 38,09 persen. Angka-angka itu menempatkan Bank Mandiri sebagai bank terbesar di tanah air. Meraih berbagai penghargaan bergengsi lokal maupun internasional selama dipimpin oleh ECW Neloe, terjadi karena Bank Mandiri memiliki kinerja yang menggembirakan. Padahal usia bank baru empat tahun dan masih dalam suasana krisis multidimensi yang belum pulih.

Sebelum diplot menjadi  Direktur utama, Neloe sempat terlebih dahulu diminta membenahi krisis keuangan PT Chandra Asri Petrochemical Center (CAPC). Padahal, karir Neloe sebelumnya didominasi sebagai eksekutif handal bank di BDN. Selama delapan tahun antara 1991 hingga 1998 dia adalah 
Direktur BDN. Lalu, antara tahun 1987 hingga 1990 ditugaskan sebagai chief

representative BDN di Hong Kong dan Managing Director Staco International Finance Limited, juga di Hongkong. Di sela-sela tugas eksekutif tersebut Neloe masih menyempatkan diri mengikuti berbagai kursus perbankan dan manajemen. Seperti, mengikuti East Asian Leadership, di Harvard University, Boston, AS tahun 1995, dan the Pasific Rim Bankers Program, di University of Washington, Seatle, AS tahun 1990.

Kini, pria ramah dengan empat orang anak ini berniat menjadikan Bank Mandiri sebagai bank universal atau universal banking. Dia sedang aktif melakukan transformasi secara bertahap menuju universal banking. Caranya, mempertahankan sekaligus memperkuat segmen perbankan korporasi, demikian pula melakukan penguatan dan pengokohan terhadap segmen perbankan komersil dan ritel. Disebutkan oleh Neloe, Bank Mandiri terus mengembangkan produk dan pelayanan, serta memperkuat fondasi teknologi informasi dan jaringan distribusi sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan posisi sebagai bank universal di Indonesia.

Modal dasar untuk mencapai posisi yang diinginkan itu tidaklah terlampau sulit. Sebagai misal, kini Bank Mandiri didukung tak kurang oleh 17.572 karyawan, serta memiliki 682 kantor cabang berikut empat kantor cabang dan anak perusahaan di luar negeri. Untuk melayani 6,7 juta nasabah, jaringan distribusi semakin diperluas dengan kehadiran 1.235 mesin ATMandiri, itupun masih diperkuat oleh dari 4.000 lebih mesin ATM Link yang dapat dipergunakan secara bersama oleh bank-bank berpelat merah.

Pondasi teknologi informasi yang dikembangkan Neloe salah satu hasilnya adalah kemudahan melayani nasabah melalui SMS Banking Mandiri. Terobosan yang mengagumkan ini antara lain menawarkan fitur cek saldo, transfer antar rekening di Bank Mandiri yang terdaftar, serta notifikasi otomatis melalui pesan singkat telepon selular (ponsel) SMS. Kelebihan SMS Banking Mandiri ini, kata Neloe, nasabah tidak perlu mengganti kartu SIM ponsel, bisa menggunakan merek dan jenis ponsel apa saja, dan berlaku untuk keempat operator yaitu Telkomsel, Satelindo, Exelcom, dan IM-3.

Sukses memoles Bank Mandiri dengan tangan dingin tidaklah membuat pria penggemar olahraga ini berpuas diri. Kinerja bank terus ditingkatkan supaya hasilnya semakin menggembirakan. Menurut catatan Neloe, sebagai contoh hingga September 2002 bank yang dipimpinnya berhasil meraih laba bersih Rp 2,79 triliun (310,4 juta dolar AS), naik 32,7 persen dibanding periode sama September 2001. Peningkatan ini terutama bersumber dari biaya penyisihan yang lebih rendah dan keuntungan dari penyesuaian nilai pasar portofolio obligasi pemerintah seiring dengan penurunan suku bunga. Mengakhiri tahun 2002 Neloe memperkirakan laba bersih Bank Mandiri mencapai Rp 4,4 triliun, sebagian besar masih diperoleh dari pendapatan bunga obligasi rekapitalisasi.

Per September 2002 total aset Bank Mandiri Rp 251,6 triliun, menguasai 23 persen pangsa pasar perbankan, rasio kecukupan modal (CAR) 29,6 persen, return on asset (ROA) 2,1 persen, dan return on equity (ROE) 27,5 persen. Sementara non performing loan (NPL) dibandingkan periode sama September 2001 yang 12,5 persen turun menjadi hanya 9,0 pada September 2002. Masih pada periode sama, kredit yang diberikan mencapai Rp 57,0 triliun naik 34,1 persen, demikian juga dengan loan to deposit ratio (LDR) meningkat dari 25,1 persen menjadi 30,9 persen. Tingkat penyisihan penghapusan kredit yang naik menjadi 142,5 persen merefleksikan kebijakan pencadangan yang konservatif dan melebihi nilai minimum yang ditetapkan.

Dengan tangan dinginnya ECW Neloe telah berhasil membawa Bank Mandiri terus bertumbuh dan sukses melewati masa-masa sulit bahkan kini bersiap-siap pula menjadi bank universal. Kisah-kisah sukses itu membuat Neloe maupun Bank Mandiri kebanjiran penghargaan dari berbagai pihak. Antara lain, dalam skala internasional Best Bank Awards 2002 dan Best Trade Finance Bank 2002 keduanya dari majalah Global Finance, New York, penghargaan Country Awards for Achievement 2002 dari majalah Finance Asia, Hong Kong, Bank of The Year 2002 dari majalah The Banker, London, serta penghargaan Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA 2002) sebagai bank yang memperoleh penilaian tertinggi dibanding dengan bank-bank lain dalam hal penanganan produk deposito.
Finance Asia mencatat Bank Mandiri adalah bank terbesar Indonesia dengan kinerja yang kokoh. Penilaian itu didasarkan pada angka total aset yang Rp 262 triliun (26,5 miliar dolar AS), pendapatan bersih Rp 1,17 triliun (119 juta dolar AS), dan keberhasilan meraih return on equity (ROE) yang mencapai 38,09 persen.

Yang juga spektakuler adalah keberhasilan Bank Mandiri menerbitkan Eurobond sebesar 125 juta dolar AS, sebuah transaksi pasar modal internasional pertama yang berhasil oleh badan usaha milik negara Indonesia semenjak krisis ekonomi 1997. Keberhasilan penerbitan Eurobond itu adalah salah stau bukti kinerja Bank Mandiri yang diakui oleh pasar internasional. Atas dasar itu Finance Asia menobatkan Bank Mandiri sebagai Bank Lokal Terbaik 2002 untuk Indonesia. Hal itu senada dengan komentar Neloe, "Penghargaan ini merupakan bukti dari hasil kerja keras dan komitmen kami di dalam memperkokoh landasan operasional yang memberikan hasil yang konsisten."
Sumbangan Bank Mandiri kepada negara juga tidak kecil. Pada tahun 2001, misalnya, Bank Mandiri memberikan deviden Rp 1,37 trilyun kepada pemerintah, serta menyetor Rp 3 trilyun pajak yang berhasil dikumpulkan dari bunga simpanan dana masyarakat yang ada di Bank Mandiri.

Sesuai arah bank universal Neloe mulai pula melirik potensi usaha kecil menengah (UKM). Bersama Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Neloe sepakat bekerjasama dalam hal penyediaan credit line, pemberian fasilitas perkreditan, maupun penyediaan jasa-jasa perbankan lainnya. Neloe berharap Bank Mandiri dapat bekerjasama dengan 1.000 BPR anggota Perbarindo di seluruh Indonesia. Sebelum kesepakatan itu ditandatangani, Bank Mandiri telah lebih dahulu memberikan pembiayaan secara langsung kepada 210 BPR dengan plafon Rp 100 miliar.

Kata Neloe, UKM dipilih target perkreditan karena segmen  bisnis ini secara historis mempunyai kemampuan survival yang lebih kuat menghadapi tekanan krisis. "Hingga saat ini, dampak krisis ekonomi yang menyebar ke segala aspek masih kita rasakan sehingga tidak berlebihan bila saat ini merupakan saat yang tepat bagi Bank Mandiri untuk lebih menggalakkan kegiatannya mendukung UKM tanpa meninggalkan 
bisnis lain dalam mewujudkan Bank Mandiri menjadi universal banking," jelas ECW Neloe yang selalu menaruh perhatian besar terhadap perkembangan olahraga di tanah air. Dia antara lain pernah menjabat pengurus KONI Pusat, dan Ketua Umum PB Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI). Bahkan, dia merelakan kocek Bank Mandiri menjadi sponsor utama Liga Bank Mandiri yaitu kompetisi liga sepakbola utama Indonesia. ht
***TokohIndonesia DotCom (Ensklopedi Tokoh Indonesia)


Drs.E.C.W. NELOE


Nama Lengkap : Eduardus Cornelis William Neloe
Profesi : -
Tempat Lahir : Makassar, Sulawesi Selatan
Tanggal Lahir : Selasa, 7 November 1944
Zodiac : Scorpion
Warga Negara : Indonesia

BIOGRAFI
Eduardus Cornelis William Neloe adalah seorang bankir Indonesia. Pria yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 7 November 1944 pada tahun 1968 berhasil menyelesaikan studinya di Jurusan Manajemen Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana. Neloe mengawali karirnya di dunia perbankan dengan bekerja sebagai tenaga pembukuan di Bank Dagang Negara. Berkat kerja kerasnya, dia kemudian ditunjuk untuk menjadi direktur dari tahun 1991 hingga tahun 1998.
Sejak Bulan Mei 2000, Neloe diminta untuk menggantikan Robby Johan memimpin Bank Mandiri yang merupakan hasil mega merger empat bank pelat merah yaitu BDN, Bank Exim, Bapindo dan BTN. Dengan merger Bank Mandiri tercatat memiliki total aset Rp 262 trilyun (26,5 miliar dolar AS), berpendapatan bersih Rp 1,17 trilyun (119 juta dolar AS), dan dengan ROE (return on equity) 38,09 persen.
Angka-angka itu menempatkan Bank Mandiri sebagai bank terbesar di tanah air. Bank Mandiri sendiri telah meraih berbagai penghargaan bergengsi lokal maupun internasional selama dipimpin oleh ECW Neloe padahal usia bank baru empat tahun dan masih dalam suasana krisis multidimensi yang belum pulih.  Sebagai pemimpin, bapak empat orang anak ini ingin menjadikan Bank Mandiri sebagai bank universal atau universal banking.
Sebelum ditunjuk untuk menjadi direktur utama, Neloe terlebih dahulu diminta membenahi krisis keuangan PT Chandra Asri Petrochemical Center (CAPC). Padahal, karir Neloe sebelumnya didominasi sebagai eksekutif handal bank di BDN. Selama delapan tahun antara 1991 hingga 1998 dia adalah direktur BDN. Lalu, antara tahun 1987 hingga 1990 ditugaskan sebagai chief representative BDN di Hong Kong dan Managing Director Staco International Finance Limited, juga di Hongkong.
Di sela-sela tugas eksekutif tersebut Neloe masih menyempatkan diri mengikuti berbagai kursus perbankan dan manajemen. Seperti, mengikuti East Asian Leadership, di Harvard University, Boston, AS tahun 1995, dan the Pasific Rim Bankers Program, di University of Washington, Seatle, AS tahun 1990. Pada tahun 2005, Neloe sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Bank Mandiri yang merugikan negara Rp 160 miliar. Neloe dihukum 10 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2007 lantaran dianggap bertanggung jawab atas pengucuran kredit senilai Rp 160 miliar ke PT Cipta Graha Nusantara.
Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh


PENDIDIKAN
·         Sarjana Administrasi Niaga, Universitas Krisnadwipayana, tahun 1966
KARIR
·         Direktur Utama Bank Mandiri 2000
·         PT Chandra Asri Petrochemical Center (2000)
·         Direktur Bank Dagang Negara (1991-1998)
·         Chief representatif BDN dan Managing Director Staco International Limited, Hong Kong (1987-1990)
·         Staf administrasi pembukuan, BDN (1966)

PENGHARGAAN
·         Best Bank Awards 2002, dari majalah Global Finance, New York
·         Best Trade Finance Bank 2002, dari majalah Global Finance, New York
·         Country Awards for Achievement 2002, dari majalah Finance Asia, Hongkong
·         Bank of The Year 2002, dari majalah The Banker London
·         Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA 2002)
·         Tokoh Pasar Modal 2003 versi majalah Investor

Prof.DR.Ir. Herman Johannes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Herman Johannes

Masa jabatan
6 September 1950 – 27 April 1951
Presiden
Didahului oleh
Digantikan oleh
Masa jabatan
1961 – 1966
Didahului oleh
Digantikan oleh
Informasi pribadi
Lahir
Meninggal
Kebangsaan



Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, sering juga ditulis sebagai Herman
Yohannes atau Herman Yohanes (lahir di Rote, NTT, 28 Mei 1912 – meninggal
di Yogyakarta, 17 Oktober 1992 pada umur 80 tahun) adalah cendekiawan, politikus,
Nasional Indonesia. Ia pernah menjabat RektorUGM (1961-1966), Koordinator
Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) RI (1968-1978), danMenteri Pekerjaan Umum (1950-1951).

 

Karier

Setelah lulus dari AMS Salemba di Jakarta tahun 1934, Herman Johannes melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) pada tahun akademik 1934-1935. Pada bulan Juni 1939, ia sudah lulus tahap candidaat-ingenieur (lulus tingkat III)[1] dan tinggal menyelesaikan tingkat IV - tahap keinsinyurannya, yang jika lancar dapat ditempuh dalam satu tahun untuk mencapai gelar civiel-ingenieur - insinyur sipil, namun dengan jatuhnya Hindia Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 THS Bandung ditutup, sehingga studinya terpaksa terhenti. Tahun 1944 Jepang membuka kembali sekolah ini dengan nama Bandung Kogyo Daigaku (BKD), setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945 BKD diubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung yang kemudian hijrah ke Yogyakarta menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandung di Yogyakarta di awal tahun 1946. Sekitar bulan Oktober 1946 Herman Johannes menyelesaikan studinya di STT Bandung di Yogya yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada di mana dia termasuk salah satu perintisnya. Herman Johannes banyak mengabdikan dirinya kepada kepentingan negara dan bangsanya, terutama rakyat kecil. Hingga menjelang akhir hayatnya, ia masih melakukan penelitian yang menghasilkan kompor hemat energi dengan briket arang biomassa. Keprihatinannya akan tingginya harga minyak bumi, selalu mendorongnya untuk mencari bahan bakar alternatif yang bisa dipakai secara luas oleh masyarakat. Herman Johannes pernah meneliti kemungkinan penggunaan lamtoro gung, nipah, widuri, limbah pertanian, dan gambut sebagai bahan bakar.

Meski lebih banyak dikenal sebagai pendidik dan ilmuwan, Herman Johannes tercatat pernah berkarier di bidangmiliter.[2]. Tanggal 4 November 1946 Herman Johannes menerima Surat Perintah yang ditadatangani Kapten (Kavaleri) Soerjosoemarno (kemudian menjadi ayah dari Yapto Soerjosoemarno) yang mengatasnamakan Kepala Staf Umum Kementerian Keamanan Rakyat Letjen Urip Sumohardjo, yang isinya agar segera hadir dan melapor ke Markas Tertinggi Tentara di Yogyakarta. Ternyata Herman Johannes diminta membangun sebuah laboratorium persenjataan bagi TNI, karena pemerintah Indonesia saat itu sedang mengalami krisis persenjataan. Permintaan ini diterimanya dengan satu syarat, yakni jika laboratorium itu sudah bisa berdiri dan berproduksi, maka penanganannya harus dilanjutkan orang lain sebab Herman Johannes ingin melanjutkan kariernya di bidang pendidikan. Di bawah pimpinan Herman Johannes, Laboratorium Persenjataan yang terletak di bangunan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kotabaru ini selama perang kemerdekaan berhasil memproduksi bemacam bahan peledak, seperti bom asap dan granat tangan.

Keahlian Herman Johannes sebagai fisikawan dan kimiawan ternyata berguna untuk memblokade gerak pasukan Belanda selama clash I dan II. Bulan Desember 1948, Letkol Soeharto sebagai Komandan Resimen XXII TNI yang membawahi daerah Yogyakarta meminta Herman Johannes memasang bom di jembatan kereta api Sungai Progo. Karena ia menguasai teori jembatan saat bersekolah di THS Bandung, Johannes bisa membantu pasukan Resimen XXII membom jembatan tersebut. Januari 1949, Kolonel GPH Djatikoesoemo meminta Herman Johannes bergabung dengan pasukanAkademi Militer di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta. Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan, lagi-lagi Herman Johannes diminta meledakkan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Jembatan akhirnya hancur dan satu persatu jembatan antara Yogya-Solo dan Yogya-Kaliurang berhasil dihancurkan Johannes bersama para taruna Akademi Militer. Aksi gerilya ini melumpuhkan aktivitas pasukan Belanda sebab mereka harus memutar jauh mengelilingi Gunung Merapi dan Gunung
Merbabu melewati Magelang dan Salatiga untuk bisa masuk ke wilayah Yogyakarta.
Pengalamannya bergerilya membuat Herman Johannes juga ikut serta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang menyerbu kota Yogyakarta di pagi buta dan bisa menduduki ibukota Republik selama enam jam. Herman Johannes juga menjadi saksi sumbangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama LetnanSoesilo Soedarman dan Letnan Djajadi, Mayor Johannes pernah bertugas ke Wedi, Klaten, untuk melakukan koordinasi perjuangan. Mereka bertiga berangkat memakai seragam baru hadiah dari Sultan Yogya. Sultan pun memberi gaji seratus rupiah Oeang Republik Indonesia (ORI) setiap bulan kepada para taruna Akademi Militer.
Dalam sebuah makalahnya Herman Johannes pernah mengemukakan bahwa Sri Sultan dan Paku Alam bersama Komisi PBB menjemput para gerilyawan masuk kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949. Pasukan Akademi Militer masuk kota dari arah Pengok dan dijemput langsung Paku Alam VIII, dan Herman Johannes kemudian harus berpisah dengan teman-teman seperjuangannya utuk kembali ke dunia pendidikan. Jasanya di dalam perang kemerdekaan membuat Herman Johannes dianugerahi Bintang Gerilya pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI. Almarhum Herman Johannes mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 2009.[3] [4]

Riwayat Hidup

 Umum


Herman Johannes menikah tahun 1955 dengan Annie Marie Gilbertine Amalo (lahir 18 Juni 1927), seorang putri raja dari wilayah Leli[butuh rujukan] di Pulau Rote. Mereka dikaruniai empat anak: Christine yang menikah dengan Dr. Wisnu Susetyo, seorang Wakil Presiden Freeport Indonesia; Henriette yang menikah dengan Robby Mekka, seorang musikus dan dosen musik di Institut Seni Indonesia; Daniel Johannes yang bekerja di Schlumberger Information Solutions; dan Helmi Johannes, seorang presenter berita televisi di VOA. Herman Johannes adalah sepupu Pahlawan Nasional Dr.Wilhelmus Zakaria Johannes. Herman Johannes meninggal dunia pada 17 Oktober 1992 karena kanker prostat. Meski sebagai pemegang Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra almarhum berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, namun sesuai amanat beliau sebelum meninggal, maka keluarganya memakamkannya di Pemakaman Keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta, bersama dengan para koleganya sesama pendidik bangsa. Pada tahun 2003, nama Herman Johannes diabadikan oleh Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada (KATGAMA), atas prakarsa Ketua Katgama saat itu, Airlangga Hartarto, menjadi sebuah penghargaan bagi karya utama penelitian bidang ilmu dan teknologi: Herman Johannes Award. Sesuai Keputusan Presiden RI (Keppres) No. 80 Tahun 1996, nama Herman Johannes diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya bagi kelompok hutan Sisinemi-Sanam seluas 1.900 hektare di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama Prof Herman Johannes juga diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Kampus UGM dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta.

 

Pendidikan[

·         Sekolah Melayu, Baa, Rote, NTT, 1921
·         Europesche Lagere School (ELS), Kupang, NTT, 1922
·         Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Makassar, Sulawesi Selatan, 1928
·         Algemene Middelbare School (AMS), Batavia, 1931
·         Technische Hogeschool (THS), Bandung, 1934

 

Pekerjaan

·         Guru, Cursus tot Opleiding van Middelbare Bouwkundingen (COMB), Bandung, 1940
·         Guru, Sekolah Menengah Tinggi (SMT), Jakarta, 1942
·         Dosen Fisika, Sekolah Tinggi Kedokteran, Salemba, Jakarta, 1943
·         Lektor, Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung di Yogyakarta, 1946–1948
·         Mahaguru, STT Bandung di Yogyakarta, Juni 1948
·         Dekan Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, 1951–1956
·         Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FIPA) UGM, Yogyakarta , 1955–1962
·         Rektor, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1961–1966[5]
·         Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti), DIJ-Jateng, 1966–1979
·         Ketua, Regional Science and Development Center (RSDC), Yogyakarta, 1969

 Karier (lain-lain)

·         Anggota, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), 1945–1946
·         Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga RI, 1950–1951
·         Anggota Executive Board UNESCO, Paris, 1954-1957
·         Anggota Dewan Nasional, 1957–1958
·         Anggota Dewan Perancang Nasional (Deppernas), 1958–1962
·         Anggota, Dewan Pertimbangan Agung RI (DPA RI), 1968–1978
·         Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), 1970
·         Anggota, Panitia Istilah Teknik, Departemen Pekerjaan Umum RI, 1969–1975
·         Anggota, Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia (MABIM), 1972–1976
·         Anggota Pepunas Ristek, Jakarta, 1980–1985
·         Anggota Dewan Riset Nasional, 1985–1992

 

Karier Militer

·         Kepala Laboratorium Persenjataan, Markas Tertinggi Tentara, Yogyakarta, 1946
·         Anggota Pasukan Akademi Militer Yogyakarta, Sektor Sub-Wehrkreise 104, Desember 1948–Juni 1949
·         Dosen, Akademi Militer Yogyakarta, 1946–1948
·         Pangkat terakhir: Mayor TNI, 1949
·         Komandan Resimen Mahakarta, 1962–1965

 Organisasi

·         Christen Studenten Vereniging (CSV), Bandung, 1934
·         Indonesische Studenten Vereniging (ISV), Bandung, 1934
·         Timorese Jongeren/Ketua Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT), Bandung, 1934
·         Anggota, Angkatan Muda Pegawai Republik Indonesia (AMPRI), Jakarta, 1945
·         Ketua, Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK), 1947
·         Partai Indonesia Raya (PIR) 1948
·         Ketua, Yayasan Hatta, 1950–1992
·         Pernah menjadi Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA), 1958-1961, 1973-1981[6]
·         Pernah menjadi Ketua Legiun Veteran Yogyakarta
·         Pernah menjadi pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Pusat
·         Anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII)

 

Penghargaan

·         Bintang Gerilya, 1958
·         Satya Lencana Perjuangan Kemerdekaan, 1961
·         Satya Lencana Wirakarya, 1971
·         Bintang Mahaputra, 1973
·         Doktor Honoris Causa, UGM, 1975
·         Bintang Legiun Veteran RI, 1981
·         Anugerah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 1991
·         Pahlawan Nasional, 2009

 

Karya tulis (sebagian)

·         Zarrah-zarrah Fisika Modern, (Jajasan Fonds Universitit Negeri Gadjah Mada, 1953)
·         Pantjasila Seichtisar dalam Kata-Kata Bung Karno, (Universitas Gadjah Mada, 1963)
·         Teknik Squeeze dalam Bridge, (PT Indira, Jakarta, 1970)
·         Pengantar Matematika untuk Ekonomi, (bersama Budiono Sri Handoko; Pustaka LP3ES, Jakarta 1974)
·         Gaya Bahasa Keilmuan, (Universitas Gadjah Mada, 1979)
·         Membina Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa yang Ilmiah, Indah dan Lincah, (Universitas Gadjah Mada, 1980)
·         Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi, (PT Indira, Jakarta, 1981)
·         Aneka Teknik Sepit, (Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1989)

Catatan kaki

2.    ^ Julius Pour 1993. Herman Johannes: Tokoh yang Konsisten dalam Sikap dan Perbuatan. Gramedia, Jakarta. Biografi.
5.    ^ Rektor UGM
6.    ^ Sejarah KAGAMA

Pranala luar

·         (Indonesia) Para penemu dari Indonesia
·         (Indonesia) Biodata pada Kepustakaan Presiden RI
Didahului oleh:
Sitompul
Diteruskan oleh:
Ukar Bratakusumah
Didahului oleh:
Prof. Dr. M. Sardjito
Diteruskan oleh:
Drg. M. Nazir Alwi





Prof.DR Wilhelmus Zakaria Johannes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dr. Wilhelmus Zakaria Johannes sering juga ditulis dalam ejaan baru Wilhelmus Zakaria Yohannes, (Pulau Rote,1895  Den Haag, Belanda, 4 September 1952) adalah ahli radiologi pertama di Indonesia. Sebagai dokter Indonesiapertama yang mempelajari ilmu radiologi di Belanda WZ Johannes juga menjadi ahli rontgen pertama yang sangat berjasa dalam pengembangan ilmu kedokteran Indonesia sehingga mendapat gelar Pahlawan Nasional. Namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum di Kupang, Nusa Tenggara Timur yakni RSU WZ Johannes. Nama pahlawan ini juga diabadikan menjadi nama sebuah kapal perang TNI-AL yakni KRI Wilhelmus Zakaria Johannes. Ia dimakamkan di Pemakaman Jati Petamburan, Jakarta Pusat.
WZ. Johannes adalah sepupu Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, guru besar UGM yang adalah paman dari Helmi Johannes,presenter berita dan produser eksekutif televisi VOA Indonesia.

Prof WZ Johannes dan Prof H Johannes, Dua Bersaudara yang Menjadi Pahlawan Nasional

REP | 10 November 2013 | 12:08 Dibaca: 737   


doc pribadi

Mungkin banyak di antara kita yang asing dengan nama Pahlawan yang satu ini, Prof Dr. Wilhelmus Zakaria Johannes, [Lahir di Talae, Pulau Rote, 1895 – Den Haag, Belanda, 4 September 1952); ia adalah orang Indonesia pertama yang menjadi ahli radiologi. Sebagai dokter Indonesia pertama yang mempelajari ilmu radiologi di Belanda WZ Johannes juga menjadi ahli rontgen pertama yang sangat berjasa dalam pengembangan ilmu kedokteran Indonesia sehingga mendapat gelar Pahlawan Nasional, [wikipedia].
Nama Profesor WZ Johannes diabadikan sebagai nama RSUD Kupang, Nusa Tenggara Timur;  nama Kapal Perang RI, KRI Wilhelmus Zakaria Johannes; dan juga Paviliun Johannes di RS Kariadi - Semarang Jateng.
Di samping Prof WZ. Johannes, ada saudara se opa/kakek (ayah mereka kakak-adik) yaitu Prof. Dr. Ir. Herman Johannes; ia juga seorang Pahlawan Nasional. Banyak orang mengenal, mengingatnya hanya sebagai Ahli MIPA dari UGM, Dosen, Gurubesar, dan Rektor UGM, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Padahal, Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, tentu saja pada waktu itu belum sebagai Profesor, cukup beperan pada waktu perang dan perjuangan kemerdekaan dan juga juga Serangan Umum Satu Maret.
Ini ada sepenggal kisah dari para laskar dan tentara dari Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT); menurut tuturan para veteran Serangan Umum 1 Maret, IR Lobo (Alm), J N Johannes (Alm), H Johannes (Alm); Peter Rohi (tinggal di Jakarta). Dalam pertempuran Jogja (sebelum 1 Maret 1949, SU 1 Maret, dan setelah 1 Maret 1949) ada Batalyon Paradja yang didirikan IR Lobo (beliau juga adalah pendiri Kantor Doane atau sekarang Ditjen Bea Cukai, Dep/Kem Kuangan RI). Batalyon ini masuk dalam resimen Sunda Kecil yang dipimpin Ngurah Rai. Para perwiranya adalah Prof. Dr Ir. Herman Johannes, Frans Seda, Amos Pah, El Tari, Is Tibuludji

Batalion ini memiliki tiga kompi, masing-masing dipimpin Kapten Hendrik Rade, Kapten J. Moi Hia, dan Letnan Benyamin Lihoe. Dua kompi yang pertama disebut kompi berani mati. Hal itu dapat dibuktikan dalam pertempuran di Wates walau kompi ini sudah terjepit, mereka tidak mau menyerah. Maka gugurlah Kapten Hendrik Rade dan wakilnya Letnan Jermias Henuhili, dan seorang perwira dari Larantuka, Floress,  Letnan Fernandes. Mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Jogjakarta.
El Tari (yang kemudin menjadi Gubernur NTT sejak 1968 - 1978) tertembak pangkal paha dan hanya bisa selamat karena Prajurit Hawoe Dima nekad masuk di antara desingan peluru untuk menggotong tubuh El Tari keluar dari medan pertempuran yang sekejap berubah menjadi naraka bagi para pejuang, [Jappy Pellokila/Opa Jappy, jappypellokila.8m.net/artikel sejarah].
Itulah mereka, dua pahlawan yang datang desa kecil dan terpencil bernama Talae di Pulau Rote, sekarang Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten terselatan di Nusantara. Selain itu, mereka berdua juga kakak-adik se-opa/kakek, dan dari klan/marga yang sama yaitu Johannes, [diriku juga adalah bagian dari Keluarga Besar ini dari pihak ibu].
Sampai saat ini, pada banyak hati, keluarga, sanak, masih mempunyai ingatan dan kenangan terhadap kedua orang tua ini, terutama tentang Prof Dr Herman Johannes, yang sering disapa dengan sebutan Oom Man.

Jejak Prof WZ Johannes dan Prof H Johannes dalam bidang kedokteran dan MIPA, agak tertular kepada anak-anak mereka, sehingga ada yang menjadi dokter, ahli bilogi, dan lainnya, walau belum ada yang mencapai jenjang Gurubesar.
Tapi, di balik itu, sedikit generasi muda kelahiran Talae - Pulau Rote, NTT yang ikuti jejak dua tokoh terkemuka dari desa mereka. Pada kunjungan terakhir ke Talae (Desa/Kelurahan di Selatan Pulau Rote, yang langsung berhadapan dengan Lautan Hindia, dengan pantai yang bersih serta gelombang samudera yang sangat indah), beberapa tahun lalu, belum terasa perubahan yang berarti, bahkan sejarah duo Johannes dari Talaepun, hanya sedikit yang tahu atau masih ingat. Padahal, nama Talae Rote, selalu ada dan disebut (secara Nasional dan Internasional) ketika orang bicara tentang Prof Dr WZ Johannes dan Prof H Johannes.

Prof. Dr. W.Z. Johannes


BY ADMIN /  WEDNESDAY, 18 SEPTEMBER 2013 /  PUBLISHED IN PAHLAWAN NASIONAL



Seorang Putera Indonesia kelahiran Termanu, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, telah menjadi ahli rontgen pertama Indonesia. Dalam tahun 1941 berhasil mempertahankan desertasinya yang berjudul “Rontegen diagnostiek der maliga langtumoren”. dan untuk itu berhak memakai gelar doktor. Prestasi itu dicapainya berkat ketekunan bekerja dan dibantu oleh kecerdasan otaknya.Ia adalah Wilhelmus Zakarias Yohannes, lahir tahun 1895, putera dari seorang guru bantu Sekolah Dasar yang sekaligus merangkap menjadi pengurus gereja. Sebagai anak seorang guru bantu Yohannes tidak berhak menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tetapi kecerdasan otaknya telah menolongnya. Kepala Sekolah Dasar di desa kelahirannya bersama dengan adik iparnya, C. Frans, menulis surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda memohon agar Yohannes diizinkan memasuki Europese Lagere School (ELS).

Permohonan itu dikabulkan.Yohannes menamatkan ELS di Kupang dalam waktu yang lebih singkat dari yang seharusnya. Sesudah itu berangkat ke Jakarta dan memasuki STOVIA (School Tot Opleiding voor Inlandsche Arsten = Sekolah Dokter Bumiputera). Masa pendidikan yang seharusnya sembilan tahun dapat diselesaikannya dalam waktu delapan tahun. Pada tahun 1920 sudah menggondol gelar dokter.Mula-mula bekerja sebagai dosen pada NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School = Sekolah Dokter Hindia Belanda) di Surabaya. Tidak lama kemudian, dalam tahun 1921, diangkat sebagai dokter di rumah sakit Bengkulu. Sesudah itu berturut-turut sampai tahun 1930 bertugas di rumah-rumah sakit di Muara Aman, Mana, Kayu Agung dan Palembang.Dalam tahun 1930, ketika bertugas di Palembang, Yohannes mengalami musibah, diserang penyakit lumpuh. Ia segera dibawa ke Jakarta dan diberikan perawatan khusus di CBZ (sekarang Rumah Sakit Umum Pusat dr. Cipto Mangunkusumo). Satu tahun lamanya Ia dirawat dan setelah sembuh, kaki kanannya pincang untuk selama-lamanya.Masa perawatan di CBZ tidak disia-siakannya. Semangat belajarnya tidak pernah padam. Sambil berbaring di tempat tidur, asyik membaca buku dan mendalami masalah rontgen (sinar tembus). Pada waktu itu pengobatan dengan rontgen belum maju seperti sekarang. Yohannes yakin, bahwa penyakit lumpuh seperti yang dideritanya dapat disembuhkan dengan pengobatan ront gen. Hal itu menyebabkan keahliannya bertambah, sehingga kemudian berhasil meraih gelar doktor.Setelah kesehatannya pulih, walaupun dengan kaki kanan tetap pincang, ia diangkat sebagai Asisten Ahli dalam bidang rontgen dan radiologi di CBZ Jakarta. Bulan Juni 1935 ia dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pusat di Semarang (sekarang Rumah Sakit Dr. Karyadi). Di tempat yang baru ini ia mengembangkan ilmu rontgen. Untuk memperingati jasanya di bidang pengembangan ilmu rontgen itu, namanya diabadikan pada ruangan Rontgen Rumah Sakit dr. Karyadi. Setahun kemudian ia dipindahkan kembali ke Jakarta dan diangkat sebagai Kepala Bagian Rontgen CBZ.Kegiatan Yohannes tidak hanya terbatas pada bidang kedokteran.

Ia juga mengikuti perkembangan yang terjadi di tanah airnya. Seperti kebanyakan lulusan STOVIA. Ia pun terjun kedalam kegiatan pergerakan nasional. Sebagai seorang penganut agama Kristen Protestan, maka melalui organisasi agama inilah berjuang.Dalam tahun 1929 golongan Kristen. Protestan mendirikan organisasi yang disebut ”Perserikatan Kaum Kristen” (PKK), walaupun organisasi ini mengutamakan dasar kekristenan, tetapi Ia juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi lain.Keanggotaan Yohannes dalam PKK menyebabkan kegiatannya bertambah. Serentak dengan itu namanya semakin dikenal oleh masyarakat. Cacat tubuh tidak menjadi halangan baginya untuk mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan kemanusiaan. Dalam tahun 1939 masyarakat Karesidenan Timor (Timor, Flores, Sumba dan Sumbawa) mencalonkan Yohannes sebagai wakil mereka dalam Volksraad (Dewan Rakyat), namun pencalonannya itu ditolak oleh pemerintah. Tiga tahun kemudian Ia terpilih sebagai anggota Badan Pengurus ”Organisasi Penolong Ambon-Timur” bersama dr. Kayadu dan Mr. Latuharhary.Sementara itu karirnya dalam bidang kedokteran terus meningkat.

Dalam tahun 1939 Ia diangkat menjadi pimpinan bagian radiologi di CBZ, Jakarta, karena dialah satu-satunya dokter Indonesia yang memiliki keahlian di bidang ini.Di zaman Jepang meneruskan kegiatannya dalam organisasi di samping tugasnya sebagai dokter. Bersama dengan dr. Sitanala, Dr. Sam Ratulangi, Mr. Amir Syarifuddin, Mr. Rufinus Tobing, Ds. B. Probowinoto, Asa, dan lain-lain Ia turut mendirikan ”Badan Persiapan Persatuan Kristen” (BPPK). Badan inilah yang kelak menjelma menjadi ”Partai Kristen Indonesia” (Parkindo). Parkindo lahir pada tanggal 6 November 1945 setelah diadakan rapat umat Kristen di Balai Pertemuan /Kristen di Jakarta. Rapat itu membicarakan kemungkinan didirikannya sebuah partai, dan dua belas hari kemudian berdirilah ”Partai Kristen Nasional” (PKN). Yohannes diangkat menjadi ketuanya. Dalam kongresnya yang pertama pada tanggal 6-7 Desember 1945 di Surabaya, nama partai itu diubah menjadi Partai Kristen Indonesia. Ketuanya yang baru ialah Ds. B. Probowinoto sedangkan Yohannes menduduki jabatan wakil ketua.Pengaruh Yohannes dalam Parkindo cukup besar.

Ia seringkali bertindak mengadakan pergantian pengurus cabang. Selain Parkindo, dibentuk pula sebuah organisasi perjuangan, yakni ”Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil” (GRISK). Tujuan GRISK ialah menggalang persatuan penduduk Sunda Kecil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Rumah Dr. Yohannes di Jalan Kramat Raya 51 Jakarta menjadi kantor pusat GRISK dan sekaligus menjadi markas persembunyian para pemuda pejuang daerah Kramat Pulo. Tindakan itu mengandung resiko. Rumah itu dan Dr. Yohannes pribadi tidak luput dari incaran musuh. Beberapa kali terpaksa berhadapan dengan serdadu Belanda dan Gurkha.Hari Natal 1945 sepasukan serdadu Gurkha datang ke rumahnya dalam keadaan siap tempur. Mereka mencari pemuda-pemuda yang sering mengganggu patroli Gurkha. Yohannes diperintah keluar dari rumah, tetapi perintah itu tidak diindahkannya. Komandan pasukan Gurkha mengambil tindakan kekerasan. Dr. Yohannes digiring ke pos Gurkha. Selama empat jam  dihukum jongkok. Hukuman itu cukup berat bagi seorang yang kakinya pincang. Tetapi Yohannes tidak mengeluh dan setelah hukuman itu berakhir, langsung berangkat ke rumah sakit melaksanakan tugasnya.Pada waktu yang lain harus pula berhadapan dengan pasukan Belanda. Waktu itu seluruh daerah Kramat sudah dikuasai NICA (Belanda), kecuali rumah Yohannes. Rumah itu tetap mengibarkan bendera Merah Putih. Beberapa kali serdadu Belanda datang dan memerintahkan agar bendera itu diturunkan, tetapi Dr. Yohannes berhasil mempertahankannya. Suatu kali sepasukan KNIL datang dan seorang anggotanya langsung merobek bendera Merah Putih sehingga koyak dua. Bagian merahnya diambil oleh serdadu yang merobeknya dijadikan ikat kepala, sedangkan bagian putihnya dibuang di tanah. Sesudah pasukan itu pergi, Yohannes berkata seorang diri,

”Karena bukan saya yang menurunkan, nanti saya naikkan kembali”. Beberapa saat kemudian bendera Merah Putih berkibar kembali di halaman rumahnya.Sebagai seorang republikan tetap setia kepada perjuangan. Pemerintah mengangkatnya menjadi anggota BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai wakil gabungan Kristen. Rumah Sakit CBZ dijadikan tempat penampungan orang-orang Republik ketika seluruh Jakarta sudah dikuasai Belanda. Usahanya itu berhasil sampai terjadinya Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948. Ketika CBZ diambil alih oleh Belanda dan diserahkan kepada pimpinan dr. J.E. Karamoy, kurang lebih 50 orang pegawai rumah sakit yang tetap setia kepada RI ditampung dirumah Yohannes. Dokter Karamoy adalah teman baik Yohannes. Ia tidak menyetujui tindakan Karamoy yang memihak Belanda. Kepada Karamoy dikatakannya, ”Kami sebagai dokter-dokter bangsa Indonesia menganggap hal ini sebagai tikaman dari belakang terhadap kawan-kawan sendiri. Kami tidak akan melupakannya”.Belanda cukup memahami kamampuan Yohannes sebagai dokter yang pengaruhnya amat besar terhadap karyawan-karyawan di CBZ. Karena itu Belanda berusaha menarik Yohannes ke pihak mereka. Untuk itu Belanda mendatangkan Prof, van der Plaats, bekas guru besar Yohannes. Ia mengatakan, bahwa Pemerintah Belanda akan memberi pangkat yang tinggi dan gaji yang besar jika Yohannes bersedia bekerjasama dengan Belanda.

Yohannes menolak, malahan secara terang-terangan mengajak rekan-rekannya agar mereka berjuang untuk kepentingan RI.Bersama-sama rekan-rekannya membentuk ”Yayasan Bhakti Mulia” yang melayani dan merawat rakyat. Yayasan ini sekaligus mengumpulkan dana untuk perjuangan.Sejak tahun 1936 membina karir dibidang pendidikan, khususnya pendidikan kedokteran. Ia ikut memberi kuliah pada Fakultas Kedokteran. Karir itu dipeliharanya sampai Indonesia merdeka. Dalam tahun 1946 diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Balai Perguruan Tinggi Indo nesia (sekarang Universitas Indonesia). Sesudah itu diangkat menjadi Dekan Fakultas tersebut. Ketika Jakarta sudah sepenuhnya dikuasai oleh Belanda, Balai Perguruan Tinggi diungsikan ke Yogyakarta dan Sala. Tetapi beberapa orang Guru Besar tetap bertahan dan tetap memberikan kuliah di Jakarta. Salah seorang diantaranya ialah Prof. Dr. W.Z.Yohannes. Kuliah tidak dapat diberikan diruangan kuliah, tetapi dirumah dosen. Mahasiswanya juga tidak banyak, sebab sebagian ikut mengungsi dan sebagian lagi berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.Sesudah pengakuan kedaulatan, Universitas Indonesia diaktifkan kembali. Selangkah demi selangkah diadakan perbaikan. Tenaga pengajar dicari yang berpengalaman. Pada bulan Maret 1952 Prof. Dr. Yohannes diangkat menjadi pejabat Presiden (sekarang Rektor) Universitas Indonesia menggantikan Ir. Surakhman. Beberapa orang dosen dikirim ke luar negeri untuk menambah pengalaman dan pengetahuan mereka.

Yohannes sendiri berangkat pula ke luar negeri dalam bulan April 1952. la mendapat tugas selama lima bulan, untuk mempelajari perkembangan rontgen dan organisasi Rumah Sakit di Negeri Belanda, Swiss, Perancis, Jerman Barat, Inggris dan negara-negara Skandinavia serta Timur Tengah dan Asia Tenggara. Sebetulnya pada saat itu kurang sehat. Selain pincang, juga menderita penyakit jantung.Di Negeri Belanda bertugas di Rumah Sakit Bronovo di Den Haag. Belum lama melaksanakan tugas, mendapat serangan jantung dengan mendadak. Dalam perjalanan dari rumah menuju ke Rumah Sakit, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Musibah itu terjadi pada tanggal 4 September 1952. Jenazahnya di istirahatkan selama satu bulan di Den Haag dan kemudian diangkut dengan kapal Mojokerto dari Rotterdam ke Jakarta. Jenazahnya lalu dikebumikan di pekuburan Jati Petamburan, Jakarta.

Hingga wafatnya Prof. Dr. W.Z.Yohannes tidak pernah menikah. Ia pernah menjalin cinta dengan Roos van Tjaarden, seorang wanita Belanda, namun ibunya tidak menyetujui perkawinan anaknya dengan wanita asing. Demi kasih dan bakti kepada ibunya, Dr. Yohannes memutuskan hubungan dengan kekasihnya tersebut. Dalam suratnya terakhir kepada Nona Roos van Tjaarden, beliau menyatakan tidak mungkin menjadi warga Negara Belanda.Pemerintah RI menghargai jasa-jasa yang telah disumbangkan Prof. Dr. W.Z. Yohannes kepada bangsa dan negaranya. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.06/TK/1968, tanggal 27 Maret 1968 Pemerintah RI menganugerahi Prof. Dr. W.Z. Yohannes gelar Pahlawan Kemerdekaan. Penghargaan lain yang diterimanya dari Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (sekarang P dan K) pada tahun 1969 adalah penetapan Prof. Dr. W.Z. Yohannes sebagai “Karyawan Anumerta dibidang Pendidikan dan Pengetahuan”. Namanya diabadikan pula pada nama Rumah Sakit Umum di Kupang.

Biografi Prof. Dr. W.Z. Johannes.

Main Author:
Language(s):
Indonesian
Published:
Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1979.
Subjects:

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes – Pejuang Yang Terlupakan di Daerah Asalnya Sendiri

by DRT on NOVEMBER 27, 2009

Posting tamu berikut diambil dari tulisan bapak Paul Doko di harian Timor Express Kupang, tgl. 8 Oktober 2007. Terima kasih pak Paul yang bersedia berbagi info ini sehingga bisa diabadikan di Internet. Seperti yang terbaca di akhir posting, tulisan ini dan LPM I.H.Doko punya andil dalam mengusulkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar Prof.DR.Ir.Herman Johannes dianugerahi gelar Pahlawan Nasional yang sudah terkabul bulan ini. Biodata singkat pak Paul Doko bisa dibaca di akhir posting ini. Foto-foto keluarga Johannes adalah foto keluarga yang saya terima dari berbagai sumber. Terima kasih buat para kontributor, terutama Henny Meka-Johannes, Danny Johannes dan Helmi Johannes, serta bapak Paul Doko. (drt)
Warga NTT mengenal baik nama Prof.DR.W.Z.Johannes, seorang tokoh kedokteran asal NTT yang oleh Pemerintah RI telah dianugerahi penghargaan berupa gelar Pahlawan Nasional, dan namanyapun telah diabadikan sebagai nama RSU Kupang serta sebuah jalan dikota Kupang. Tapi tidak banyak yang mengenal nama Prof. DR. Ir. Herman Johannes, seorang tokoh pejuang paripurna asal NTT yang hidupnya diabdikan bagi Bangsa dan Negara Indonesia melalui bidang ilmu, tekhnologi, politik bahkan perjuangan bersenjata.

Lahir didesa Keka pulau Rote pada tanggal 12 Mei 1912 sebagai anak ke 4 dari 6 putra-putri pasangan Daniel Abia Johannes dengan Aranci Dirk, Herman Johannes muda harus meninggalkan desa dan Sekolah Melayu yang hanya diikutinya selama setahun, agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pada Europesche Lagere School (ELS) di Kupang.
Kepindahan ini adalah berkat dorongan Daniel Abia Johanness, sang ayah yang memiliki pandangan luas serta mengutamakan pendidikan anak-anaknya. Dengan gaji yang sangat terbatas sebagai seorang guru desa merangkap guru agama, beliau berusaha keras agar semua anaknya memperoleh pendidikan yang pantas walaupun itu berarti mereka harus merantau meninggalkan kampung halaman dan sanak keluarganya. Herman Johannes dalam usia masih belia berangkat ke Makassar untuk melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan kemudian dilanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare School) di Batavia dan selanjutnya pada Technische Hooge School di Bandung tahun 1934 yang baru dapat diselesaikannya pada tahun 1946 di Sekolah Tinggi Tehnik Bandung yang karena faktor keamanan, untuk sementara waktu diungsikan ke Yogyakarta. AMS dapat diselesaikannya tepat waktu dengan memperoleh nilai tertinggi, sehingga ia berhasil memdapat bea siswa ke THS.
Waktu senggangnya dimasa kuliah digunakannya untuk kegiatan organisasi dan menulis karangan ilmiah. Tulisan-tulisannya mendapat perhatian besar dan pujian dari pimpinan fakultas dan kalangan akademisi sehingga lolos seleksi untuk dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsch Indie dan akhirnya mendapat penghargaan dari Koningklijk Instituut van Ingenieurs di Belanda. Masih dalam status sebagai mahasiswa, Herman Johannes telah dipercaya untuk menjadi dosen pada Sekolah Menengah Tinggi Jakarta , Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Solo dan Klaten, Sekolah Tinggi Tehnik Bandung (dalam pengungsian) diYogyakarta serta pada Akademi Militer di Yogya.
Dimasa kuliah pada THS di Bandung inilah, Herman Johannes yang sangat aktip dalam berorganisasi bertemu dengan pemuda-pemuda pelajar asal Timor yang bersekolah di Bandung. Bersama-sama dengan Simon K.Tibuludji, Izaak Huru Doko, Josef Toelle dan Chris Ndaumanu, Herman mendirikan perkumpulan Timorsche Jongeren yang kemudian dirubah menjadi Perkumpulan Kebangsaan Timor (PKT). Ini merupakan awal keterlibatan Herman dalam bidang politik yang kemudian akan mengantarnya menjadi salah seorang pendiri Partai Indonesia Raya dan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Cita-cita Herman sejak kecil adalah menggali ilmu sedalam-dalamnya melalui pendidikan tinggi, karenanya ia menolak tawaran bea siswa dari Pemerintah Hindia Belanda yang mengharuskannya masuk ke sekolah calon pegawai negeri / Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) setamat ELS. Tidak pernah pula terlintas dalam pikirannya untuk menjadi tentara, namun ternyata takdir berkata lain.
Berbekal pengetahuannya dibidang fisika dan kimia, bantuannya sering diminta oleh para pemuda pejuang untuk merakit senjata api dan membuat detonator serta alat peledak Tugas ini dapat dikerjakannya dengan baik berkat fasilitas laboratorium Sekolah Tinggi Kedokteran yang bebas digunakannya.
Peran penting yang dijalankannya ini ternyata mendapat perhatian dari Markas Teringgi Tentara di Yogyakarta, yang kemudian memerintahkannya untuk segera datang ke Yogya guna membuka dan sekaligus memimpun sebuah laboratorium persenjataan. Untuk tugas tersebut Herman diangkat sebagai anggota militer dengan pangkat Mayor, jabatan dan karier yang tidak pernah diimpikannya tapi ia terima dengan penuh tanggung jawab demi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sebagai anggota tentara, Herman tidak hanya berjuang digaris belakang dengan mengelola dan memimpin laboratorium persenjataan yang merakit senjata dan membuat bom serta granat, tapi ia ikut aktip digaris depan bersama pasukan Taruna Akademi Militer dibawah komando Kolonel Djatikusumo serta memimpin Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK). Jabatan dan pangkat kemiliterannya ini ia lepaskan setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tahun 1950 untuk dapat kembali mengabdi dibidang pendidikan

Kembali kekehidupan sipil, Herman diangkat oleh Presiden Sukarno menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dalam kabinet Moh.Natsir.
Setelah melepaskan pangkat Mayor dan jabatan sebagai Menteri, ia kembali meneruskan cita-citanya menjadi dosen dengan pangkat Mahaguru yang disandangnya sejak tahun 1948 dan kemudian berturut-turut dipercaya sebagai Dekan Fakultas Tehnik UGM, Dekan Fakultas Ilmu Pasti & Alam UGM dan akhirnya sebagai Rektor UGM.
Pensiun baginya bukanlah masa istirahat, beliau tetap giat berkarya menekuni berbagai jabatan a.l sebagai Koordinator Perguruan Tinggi DIY-Jawa Tengah, Ketua Regional Science and Development Center Yogyakarta, Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Komisi Empat (Tim Pemberantasan Korupsi), anggota Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia, anggota Deewan Riset Nasional, Pengurus Legiun Veteran Pusat dll.
Karya-karya tulisnya, baik yang dibukukan maupun dalam bentuk makalah serta pandangan-pandangannya yang dimuat dalam surat kabar, merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu dan teknologi antara lain mengenai fisika modern, matematika untuk ekonomi, gaya bahasa keilmuan, kamus istilah Ilmu dan Teknologi, sumber energi alternatip, listrik tenaga panas laut, manfaat lamtoro gung, teknologi yang dibutuhkan Indonesia, anglo hemat energi dan pandangan kritisnya mengenai Timor Gap. Salah satu karya tulisnya “Fusi Dingin dalam Tabung Lucutan” dikerjakan pada saat-saat akhir hidupnya dan diselesaikan diruang perawatannya.
Tokoh Herman Johannes adalah contoh pribadi yang serius, tekun dan penuh tanggung jawab, pribadi yang mengutamakan kerja serta pengabdian. Hari-hari hidupnya diisi dengan berkarya, sedangkan rekreasi dan hiburan untuk kesenangan pribadi hampir-hampir terabaikan, begitu pula masa-masa indah saat remajanya yang seolah terlupakan demi kerja serta tugas-tugas yang diembannya.


Baru pada usia 43 tahun yaitu dalam bulan Mei 1955 beliau menikah dengan putri seorang raja Rote, Attie M.G. Amalo. Dari perkawinan ini beliau memperoleh 4 orang anak, masing-masing Christine, Henriette, Daniel dan Helmi.



Sampai akhir hayatnya Herman Johannes tetap rendah hati dan sederhana. Penghargaan-penghargaan serta tanda-tanda kehormatan yang diterima dari berbagai kalangan atas karya dan jasa-jasanya tidak membuatnya menjadi tinggi hati dan angkuh. Gelar Doktor Honoris Causa dipersembahkan Universitas Gajah Mada kepadanya, Sultan Hamengku Buwono IX menganugerahi penghargaan, Keluarga Alumni Tehnik Gajah Mada (KATGAMA) mengabadikan nama Prof. DR. Ir. Herman Johannes pada sebuah jalan di kota Yogyakarta dan sebuah penghargaan untuk karya utama penelitian dibidang ilmu dan teknologi diberi nama Herman Johannes Award.
Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahinya Bintang Gerilya, Satya lencana Pejuang Kemerdekaan, Satya Lencana Wirakarya, Bintang Mahaputera, Bintang Legiun Veteran dan melalui Keputusan Presiden RI no. 80 tahun 1996 nama Herman Johannes diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya kawasan hutan Sisinemi-Sanam di Kabupaten Kupang.
Lalu apa yang sudah diberikan oleh kita, masyarakat dan Pemerintah Daerah NTT sebagai penghargaan atas jasa-jasa Herman Johannes? Tidak pernahkah terpikirkan oleh kita untuk memberi nama tokoh ini pada salah satu jalan di ibu kota Propinsi NTT? Tak salah bila Herman Johannes disebut pejuang yang terlupakan didaerah asalnya sendiri, padahal begitu banyak petinggi di propinsi ini yang pernah kuliah di Yogyakarta, bahkan pernah merasakan bantuan dan kebaikan hati tokoh ini.
Menjelang peringatan 15 tahun meninggalnya Herman Johannes tanggal 17 Oktober nanti, marilah kita bersama-sama merenungkan perjuangannya dan memikirkan apa yang patut diperbuat untuk menghargai jasa-jasanya.
Diantara jajaran Pahlawan Nasional saat ini, hanya ada 2 tokoh asal NTT yang telah memperoleh penghargaan tersebut , yaitu Prof.DR.W.Z.Johannes dan Izaak Huru Doko. Sangatlah tepat bila momentum ini kita gunakan untuk mendukung upaya dari LPM I.H.Doko yang mengajukan usul kepada Pemerintah Republik Indonesia agar Prof.DR.Ir.Herman Johannes dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.**

Paul J. A. Doko lahir di Kupang, tahun 1942 dan kini tinggal di Jakarta setelah menempuh jenjang karir yang cukup panjang. Setelah menyelesaikan Sarjana Hukumnya di Universitas Airlangga Surabaya, Paul sempat bertugas di First National Bank di St. Louis, Missouri, USA dan Citibank, di Anthena, Yunani. Setelah itu sempat menjabat dalam berbagai kapsitas mulai dari Ass.Dosen IKIP Malang Cabang Kupang, Bank Bumi Daya, Jakarta, Bills Marketing Manager Chase Manhattan Bank, Sekjen Perhimpunan Hotel & Rest.Indonesia, Bendahara Badan Promosi Pariwisata Indonesia, GM Pulau Seribu Paradise, GM o/c Bali Hilton, Direktur Bank Media sampai Komisaris Bank Media. Paul merasa terpanggil untuk menulis dan mengangkat nama beliau karena beliau bersama ayah Paul (I.H. Doko) dan beberapa kawan semasa di Bandung membentuk Timorsche Jongeren dan kemudian Partai Perserikatan Kebangsaan Timor yang nantinya menjadi alat perjuangan I.H.Doko selanjutnya. Ide penulisan ini untuk memancing perhatian masyarakat akan keberadaan seorang tokoh pejuang asal NTT yang seolah terlupakan. Semoga lenih banyak tokoh pejuang NTT yang sejarah perjuangannya diangkat untuk memperoleh perhatian Pemerintah.
- See more at: http://28oktober.net/prof-dr-ir-herman-johannes-pejuang-yang-terlupakan-di-daerah-asalnya-sendiri/#sthash.VfgjioGL.dpuf






Maks Fioh,
Penulis Anggota Komunitas Anak Muda untuk Rote Ndao

Sekilas Tentang Prof.DR Adrianus Mooy, Putra asal Pulau Rote,
mantan Gubernur Bank Indonesia


Bicara mengenai SDM, orang Rote memiliki sejumlah tokoh Rote yang berkiprah dan berhasil dalam level provinsi dan bahkan nasional. Sebut saja Prof. DR. W.Z. Johannes ahli rontgen pertama di Indonesia, dan Presiden  Universitas Indonesia di Jakarta, Prof. DR. Herman Johannes rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta dan siapakah yang tidak mengenal Prof. DR. Adrianus Mooy yang pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, E.C.W. Nelloe mantan Direktur utama Bank Mandiri dan banyak lagi putra Rote yang punya pencapaian luar biasa dalam karya mereka. Mereka semua adalah putra daerah Rote yang berhasil dan telah menjadi tokoh kebanggaan orang Rote, namun itu semua hanyalah romantisme masa.

BIOGRAFI
Pejabat Menteri
Nama               : Prof.DR.Adrianus Mooy
Gender            : Laki-laki
Tempat Lahir  : Pulau Rote – Nusa Tenggara Timur
Tanggal Lahir : 10 April 1936
Riwayat Hidup: BIOGRAFI  :

Adrianus Moy (lahir di Pulau Rote, 10 April 1936) adalah seorang ahli ekonomi dari Indonesia dan mantan Gubernur Bank Indonesia periode 1998 -1993, ia kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas of Wisconsin. Pada saat ini ia menjabat “Senior Advistor” untuk United Nations  Suppoort Facillity for Indonesian Recovery (UNSFIR).
Adrianus mengawali karirnya sebagai asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajag Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun  1958.
Sebelum melanjutkan pendidikannya di  University ofWisconsin, AS tahun 1959 – 1965.
Pada tahun 1967, ia diangkat sebagai Kepala Biro Pusat Statistik.
Kemudian  tahun 1968 – 1969 ia  menjabat Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Adrianus Mooy juga pernah menjadi salah seorang Sekretaris Eksekutif dari  Dewan Ekonomi dan social Asia Pasifik (ESCAP) pada  1 April 1995.
Adrianus Mooy dipercaya untuk menjadi wakil Indonesia dalam konferensi Negara Eropa  Brussel pada tahun 1993.
Ia diangkat menjadi Gubernur Bank Indonesia dalam Kabinet Pembangunan V masa kerja 23 Maret 1988 – 17 Maret 1993.
Kemudian tahun 1969 – 1973, ia menjabat sebagai anggota Dewan Ekonomi pada  United Nations - ECAFE, Bangkok.
Setelah kembali ke Indonesia Adrianus menjadi Asisten Bidang Moneter Menteri Koordinator  Ekonomi, Keuangan, dan  Industri periode (1978-1983),
Sekretaris Eksekutif Dewan (1983-1983), dan Asisten Keuangan Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan (1985-1988).
Adrianus Mooy menjadi anggota DPR periode (1982 – 1987) dan 1987 – 1992. Kemudian pada tahun 1987 -1993, ia diangkat menjadi guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakrta dan banyak jabatan lainnya yang tidak dapat disebut  satu persatu disini. (Sumber : Internet)

Tambahan Penulis :
Sejak Prof.DR.Adrianus Mooy menjabat  Gubernur Bank Indonesia,  ia juga menerbitkan  mata uang pecahan 5000 yang bergambar “SASANDO ROTE” yaitu alat musik tradisional asal Pulau Rote (Roti), Nusa Tenggara Timur, seperti  judul di bawah ini :

“Sasando Rote” pada lembaran uang kertas RI  Rp.5000

 

Dari  Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



“Sasando Rote”  pada uang kertas Rp. 5.000,- emisi tahun 1992.
“Sasando Rote”adalah sebuah alat instrumen petik musik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur-Indonesia.
Bentuk “Sasando Rote” ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama “Sasando Rote” berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan (semat)  di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas ke bawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung “Sasando Rote” ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi “Sasando Rote”.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Alamat : Jln.Jambon I/414J – Kricak – Jatimulyo – Yogyakarta (55242)
Telp.0274.588160 – HP.082135680644
Email : saj_jacob1940&yahoo.co.id

Prof.DR Adrianus Mooy

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Adrianus Mooy

Adrianus Mooy
Masa jabatan
1988 – 1993
Presiden
Didahului oleh
Digantikan oleh
Informasi pribadi
Lahir
10 April 1936 (umur 78)
Bendera Indonesia Pulau Rote, Indonesia
Kebangsaan

Adrianus Mooy (lahir di Pulau Rote, 10 April 1936; umur 78 tahun) adalah ahli ekonomi dari Indonesia dan mantan Gubernur Bank Indonesia masa jabatan 1988-1993. Ia bersekolah di Universitas Gajah Mada dan University of Wisconsin. Pada saat ini ia menjabat senior advisor untuk United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR). Sejak April 2007, ia bergabung dengan Universitas Pelita Harapan sebagai penasehat (2007), Dekan UPH Business School (2010) dan Rektor UPH Surabaya[1].



Prof. Adrianus Mooy, M. Sc., Ph.D. - Rector
Prof. Adrianus Mooy, M.Sc., Ph.D., joined UPH Karawaci in April 2007 as Senior Advisor. In June 2010 he served briefly as Dean of the Business School and since September 2010 he has been serving as Rector of UPH Surabaya. He earned his Bachelor’s degree in Economics from the University of Gajah Mada and then obtained his Master’s of Science degree in Economics/Finance and Ph.D. in Economics/Econometrics from the University of Wisconsin, USA. He had been teaching economics at University of Indonesia since 1966 for about 20 years and obtained his professorship in economics in 1987. He also served, among others, as Deputy Chairman for the National Development Planning Agency/Bappenas (1973-1988), Governor of Bank Indonesia (1988-1993), Ambassador to the European Union (1993-1995) and Under-Secretary-General of the United Nations/ Executive Secretary of United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific/ UN-ESCAP 1995-2000)

Prof. Dr. Adrianus Mooy - Pentingnya Pendidikan

By: Dian | Inspirasi | 02 Feb 2010, 13:05:41 | Dibaca: 7553 kali
Ayah Adrianus seorang kepala sekolah SD di pulau Sumba. Ia tidak memiliki harta berlimpah. Karena itu, ayahnya selalu berpesan dan berusaha agar anak-anaknya mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. “Saya tidak punya apa-apa untuk warisan, kejarlah pendidikan, jadi orang. Karena duit tidak ada, harta tidak ada,” tutur Adrianus mengulang kata-kata ayahnya. Karena itu, pendidikan hal yang penting untuknya.
Ia prihatin dengan dunia pendidikan Indonesia yang cenderung dipolitisasi. Ganti menteri, ganti kebijakan. “Kalau begitu kita bereksperimentasi dengan anak-anak kita,” katanya. Di negara maju, lanjutnya, mereka memikirkan pendidikan secara serius dan matang, karena itu kebijakannya tidak mudah berubah. Keprihatinan ini yang menjadi alasan Adrianus menerima tawaran terlibat di Universitas Pelita Harapan.
Selain politisasi, kebutuhan hidup juga menghambat anak-anak untuk mengakses pendidikan. Banyak dari mereka lebih memilih sekolah kejuruan agar dapat langsung bekerja. “Itu baik, tapi maksud saya itu tidak cukup. Sekolah kejuruan, itu karena tuntutan hidup. Tapi barangkali perlu dilengkapi juga dengan pendidikan lain yang sifatnya lebih umum,” katanya. Karena jika hanya menguasai pekerjaan teknis, dengan kemajuan teknologi, pekerjaan semacam itu bisa diambil alih oleh mesin atau robot.
Menurut Adrianus, dunia pendidikan Indonesia membutuhkan perubahan ke arah yang pasti dan lebih baik. Perubahan ini harus dimulai dari pendidikan paling dasar. Ia juga memandang perlunya menumbuhkan keberanian berpikir dalam diri anak-anak. Selain itu, yang penting diperhatikan adalah pendidikan karakter. Untuk membangun karakter, semua pihak harus terlibat, tidak hanya sekolah, tetapi juga orangtua dan lingkungan.
Karakter yang ingin dibangun antara lain kejujuran, kesetiaan, tekun, rajin, memperhatikan orang lain. “Kita tidak bisa mengharapkan manusia untuk sempurna. Rasul Paulus pun mengatakan dia tidak sempurna, tapi dia terus-menerus berusaha menuju ke sana. Jadi, kalau kita mengatakan mempunyai karakter seperti Yesus, meski tidak persis sama, paling tidak ada sedikit kerinduan untuk memperbaiki diri ke arah itu,” demikian Adrianus.
Sumber: Majalah Bahana, Februari 2010


Mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini menjabat Senior Adviser pada United Nations Support Facility for Indonesian Recovery, ini memulai karir di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Pria kelahiran Pulau Rote 10 April 1936 ini meraih gelar Master of Science dan Ph.D. bidang ekonomi dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat.

Adrianus Mooy 

Mantan Gubernur Bank Indonesia
Lihat Curriculum Vitae (CV) Adrianus Mooy
Bio Lain
Wiendu Nuryanti
Kanserina Esthera Dachi
Adnan Buyung Nasution
Farah Quinn
Joko Widodo
Dudung B Supardi
Busyro Muqoddas

Mr. Mooy began his professional career in 1958 in the Faculty of Economics, Gajah Mada University,  Yogyakarta, Indonesia, as a Teaching Assistant before continuing his graduate studies at the University of Wisconsin, USA from 1959 to 1965. In 1967, he was appointed Head of the Bureau of Statistics, State Ministry for Economic, Financial and Developmental Affairs, Indonesia. From 1968 to 1969, he served as Head of the Bureau of Domestic Finance, National Development Planning Agency (BAPPENAS).

Mr. Adrianus Mooy assumed the post of Executive Secretary of the Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) on 1 April 1995. Prior to his appointment, Mr. Mooy was Ambassador of Indonesia to the European Communities in Brussels since 1993. He was Governor of Indonesia's Central Bank, as well as the Governor for Indonesia of the International Monetary Fund, since 1988. In addition, he was the Asian Development Bank's Alternate Governor for Indonesia, as well as for the Multilateral Investment Guarantee Agency in Washington, D.C., during the same five year period.

From 1969 to 1973, Mr. Mooy worked as Economic Affairs Officer at the UN-ECAFE, Bangkok before going back to Indonesia and served as Deputy Chairman for Fiscal and Monetary Affairs, National Development Planning Agency until 1988. Concurrently, Mr. Mooy served as Assistant for Monetary Affairs to the Minister Coordinator for Economic, Financial and Industrial Affairs (EKUIN) from 1978 to 1983; as Executive Secretary of the Monetary Council from 1983 to 1988; and as Assistant for Development Finance to the State Minister for National Development Planning, Indonesia from 1985-1988.

Mr. Mooy served as a member of the Indonesian People's Consultative Assembly from 1982 to 1987 and from 1987 to 1992. From 1987 to 1993, Mr. Mooy was a Professor of Economics at the University of Indonesia in Jakarta.
He has been a member of the Indonesian delegation to many international conferences, among them, those within the framework of the Association of South-East Asian Nations (ASEAN) Economic Cooperation, the United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), the Non-Aligned Movement, and the Intergovernmental Group for Indonesia.
Mr. Mooy holds a Master of Science and a Ph.D. in Economics from the University of Wisconsin, United States. He received his Bachelor of Science in Economics from Gajah Mada University, Yogyakarta, Indonesia.
Mr. Mooy, born on 10 April 1936 in Rote Island, Indonesia, is married with three daughters. Sumber: worldbank.org
© ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Ditayangkan oleh redaksi  -  Dibuat 26 Feb 2005  -  Pembaharuan terakhir 28 Feb 2012


 Profile*

Adrianus Mooy

Former Independent Commissioner and Chairman of Audit Committee, PT Lippo Karawaci Tbk

Age
Total Calculated Compensation
This person is connected to 3 board members in 1 different organizations across 3 different industries.

See Board Relationships
76
--

Background*

Dr. Adrianus Mooy is a Partner of Strategic Asia and Senior Associate Professor at STIE Perbanas. Mr. Mooy has many years of extensive experience in government as a former Ambassador to the European communities, Governor of Indonesia’s Central Bank, Alternate Governor for Indonesia at Asian Development Bank, and served as Deputy Head of BAPPENAS. Mr. Mooy has been holding various advisory role as the Senior Advisor of Asian Development Bank, Indonesia’s Central Bank, UNSFIR, SEACEN Center, United Nations ESCAP and the Government of Indonesia and being a Lecturer on the Faculty of Economics at Universitas Indonesia. He serves as President Commissioner at PT Bank Nationalnobu until 2013. He served as an Independent Commissioner of PT Matahari Putra Prima Tbk. He served as Independent Commissioner of PT Lippo Karawaci Tbk. Mr. Mooy holds a Bachelor of Science in Economics from Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, a Master of Science degree and a Ph.D degree in Economics from the University of Wisconsin, USA

Dr. Adrianus Mooy receives honorary doctorate

Tuesday, May 13, 2014
During Corban's May 3 Commencement ceremonies, Dr. Adrianus Mooy received an honorary doctorate from the university. This is in recognition of his long and illustrious career, first at the Institute of Sciences of Indonesia and then as part of the National Development Planning Agency where he helped draft the First Five-Year Development Plan for Indonesia.
Mooy was born in a small village on the island of Rote, the southernmost inhabited island of Indonesia. In a largely Muslim nation Mooy was raised in a Christian family. His father, the headmaster of the local elementary school, was also the pastor of a Christian congregation.
In 1969 Mooy accepted an invitation to join the United Nations Regional Commission in Bangkok. For 15 years he served in many capacities including Deputy Chairman for Fiscal and Monetary Affairs at the Planning Agency, member of the People’s Consultative Assembly and member of the Government Special Committee responsible for drafting the Guidelines of State Policy. He also helped draft the 2nd, 3rd and 4th Five-Year Development Plans. Concurrently, Mooy taught for more than 20 years, mostly at the University of Indonesia where he obtained his full professorship in 1987.
In 1988, Indonesian President Haji Muhammad Suharto appointed Mooy governor of the Bank of Indonesia. Later posts included ambassador to the European Union and under-secretary-general of the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific.
Seven years ago Mooy accepted an invitation by Dr. James Riady to be senior advisor at Universitas Pelita Harapan, where he is also rector of UPH’s Surabaya campus. For the past three years he has also served as chairman of the Nobu National Bank, part of the Lippo 


Dr. Adrianus Mooy delivers a message to Corban graduates on May 3, 2014

Profile





Adrianus Mooy (lahir di Pulau Rote, 10 April 1936) adalah seorang ahli ekonomi dari Indonesia dan mantan Gubernur Bank Indonesia periode 1998-1993. Ia kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) dan University of Wisconsin. Pada saat ini ia menjabat sebagai "Senior Advisor" untuk United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR). 

Adrianus mengawali karirnya sebagai asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta pada tahun 1958. Sebelum melanjutkan pendidikannya di University of Wisconsin, AS, tahun 1959-1965.  Pada tahun 1967, ia diangkat sebagai Kepala Biro Pusat Statistik. Kemudian tahun 1968-1969 ia menjabat Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Adrianus Mooy juga pernah menjadi salah seorang Sekretaris Eksekutif dari Dewan Ekonomi dan Sosial Asia Pasifik (ESCAP) pada 1 April 1995. 
Adrianus Mooy dipercaya untuk menjadi wakil Indonesia dalam Konferensi Negara Eropa di Brussel pada tahun 1993. Ia diangkat menjadi Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1988. Kemudian tahun 1969-1973, ia menjabat sebagai Anggota Dewan Ekonomi pada United Nations-ECAFE, Bangkok. 
Setelah kembali ke Indonesia, Adrianus menjadi Asisten Bidang Moneter Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri periode (1978-1983), Sekretaris Eksekutif Dewan Moneter (1983-1988), dan Asisten Keuangan Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan (1985-1988). 
Adrianus Mooy menjadi anggota DPR periode (1982-1987 dan 1987-1992). Kemudian pada tahun 1987-1993, ia diangkat menjadi guru besar Fakultas Economi Universitas Indonesia, Jakarta. 

Karir : 
1.     Senior Adviser pada United Nations Support Facility for Indonesian Recovery 
2.    Gubernur Bank Indonesia

 Pendidikan : 
Fakultas Ekonomi UGM 
1.    Master of Science dan Doktor bidang ekonomi University of Wisconsin, United States

 

Biografi Pdt. DR.Petrus Octavianus





You are here: KTN YPPII BATU > Biografi Pdt. Petrus Octavianus
Pdt. Petrus Octavianus dilahirkan pada 29 Desember 1928 di Dusun Laes, Desa Oelasin, Kecamatan Rote Barat daya, Rote-Ndao, Nusa Tenggara Timur.  Beliau berasal dari keluarga miskin di Pulau Rote dan merupakan anak ketujuh dari pasangan Jeremias Octavianus dan Paulina Pandie.  Pada Maret 1930, ayahnya meninggal dunia.  Beliau belum sempat mengenal ayahnya, karena tidak ada selembar fotopun yang memuat wajah ayahnya.  Beliau hanya dapat berjumpa dengan ayahnya dalam cermin, sebab menurut ibunya, wajah pak Octav mirip dengan wajah ayahnya.
Sejak kecil, pak Octav menggembalakan domba milik keluarganya.  Hanya oleh kemurahan Tuhan, pak Octav dapat menikmati bangku sekolah.  Tantenya, Elizabeth Octavianus (yang menikah dengan Joseph Mooy, dan yang menjadi orang tua Prof. Dr. Adrianus Mooy, mantan Gubernur Bank Indonesia) merupakan orang yang dipakai Tuhan untuk menyekolahkan beliau.  Pada usia 9 tahun, beliau masuk ke kelas I di sebuah sekolah desa, dan tinggal bersama keluarga Mooy (paman dan tantenya).  Karena disiplin yang keras dari keluarga Mooy, pak Octav termotivasi untuk giat belajar, sehingga sering loncat kelas.
Setelah tamat dari sekolah desa tersebut, beliau melanjutkan sekolah lanjutan sambil bekerja.  Beliau pernah berjualan kayu bakar, air minum dan kue.  Pada suatu waktu, saat menimba ilmu di Surabaya, beliau pernah bekerja sebagai pemulung dengan mengais kaleng susu bekas, sambil mengenakan seragam sekolah.  Hal ini menyebabkan seorang wanita Sunda bernama ibu Kadar-istri Kapten Kadar (seorang Kepala Kantor Departemen Sosial Surabaya) menaruh simpati, dan menampungnya di sebuah panti asuhan di jalan Embong Malang, Surabaya.  Pak Octav berada di panti asuhan tersebut selama 10 bulan (Juli 1940-Mei 1941).  Karena itu, terdorong rasa syukur kepada TUhan, dan dalam rangka turut memenuhi amanat UUD 1945 pasal 34 (Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara negara), maka dari tahun 1960-2007, beliau mendirikan pelayanan sosial yang mencakup Panti Asuhan dan Anak Asuh di bawah naungan Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia Batu.

 Pelayanan sosial tersebut menampung total 37.000 anak, mulai dari Aceh sampai Papua, dari Sangir Talaud sampai Pulau Rote, NTT.  Pada tahun 2001, panti asuhan yang didirikannya juga menampung korban kerusuhan Ambon dan Poso.  Ada sekitar 654 anak asuh dan 83 anak Panti Asuhan yang dilayani YPPII BATU.
Pak Octav pernah menjabat sebagai Direktur Guru Sekolah Atas (SGA) Kristen dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen, juga Akademi Pendidikan Guru Nasional di Malang.  Pak Octav belajar filsafat klasik dari Romo Klavert di Seminari Agung Katolik Batu, beliau juga belajar tentang filsafat eksistensialisme dari Prof. Beerling di Universitas Indonesia, dan belajar antropologi filsafat dari Prof. Obolensky.
Selain belajar filsafat, beliau juga mempelajari kehidupan politik.  Latar belakang kehidupan politik pak Octav dimulai saat pertemuan beliau dengan Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno (Bung Karno), pada 01 Juni 1950 di Surabaya dan 26 September 1954 di Malang.  Sejak itu, bung Karno menjadi idola dan pemberi inspirasi serta motivasi bagi pak Octav dalam mempelajari perkembangan politik di Indonesia.  Minatnya dalam bidang politik, membuat pak Octav mengamati perpolitikan di 80 negara yang dikunjunginya.
Dalam bidang kerohanian, pak Octav belajar dari Joseph Mooy, seorang Guru Injil keliling di daerah Baa dan Kupang.  Selanjutnya, beliau belajar melayani di Ambon dan Surabaya.  Sejak 1951, beliau secara part-time melayani undangan khotbah oleh gereja-gereja di Bandung, Jakarta, dan Malang. Pada 01 Agustus 1957, pak Octav untuk pertama kali aktif pelayanan keluar secara luas bersama tim pelayanan Rev. Heini Germann Edey (misionaris WEC).  Mereka melayani di pasar-pasar, lapangan-lapangan, jalan-jalan, dan stasiun-stasiun.
 Dari situlah cikal bakal lahirnya YPPII.  Pelayanan-pelayanan tersebut juga membuat beliau meninggalkan semua jabatan dan kenyamanan, dan memutuskan untuk melayani secara full-time pada 25 Juni 1959.
Tahun 1957-1968, pak Octav melayani Tuhan di Indonesia (Sabang sampai Jayapura, Manado sampai Rote, NTT), dengan dukungan dari keluarga Joseph Mooy dan keluarga Esther Merukh-Bessie (ibunda DR. Jusuf Merukh-raja tambang Indonesia).  Tahun 1968-2002, beliau melayani di 80 negara di lima benua. Karena cintanya pada Indonesia, maka beliau selalu membawa peta Indonesia dan bendera Merah Putih, dengan tujuan memperkenalkan Indonesia kepada bangsa dan Negara lain.  Karena kiprah dan pemikirannya tersebut, maka pada tahun 1983-1985 dan tahun 1985-1986, beliau terpilih sebagai salah satu tokoh di Indonesia, dalam buku berjudul APA DAN SIAPA SEJUMLAH ORANG INDONESIA.
Oleh kemurahan Allah dan tekun belajar, maka sejak tahun 1968 hingga sekarang, beliau telah menghasilkan buku sebanyak 56 judul, 34 buku dalam bahasa Indonesia, 21 buku dalam bahasa Inggris, dan 1 buku dalam bahasa Jerman (diterjemahkan dari bahasa Indonesia).  Melalui pemikiran, kiprah, dan pelayanannya, beliau telah mendirikan dan memimpin 17 lembaga (12 lembaga Nasional dan 5 lembaga Internasional).  Beliau mendirikan rumah karyawan, rumah sakit, pendidikan tinggi Theologia, dan sekolah-sekolah TK, SD, SMA, dan Universitas “Cipta Wacana”.  Karena kesetiaan dan ketekunan dalam melayani, belajar, dan menulis buku, pak Octav memperoleh penghargaan baik di bidang akademis maupun dari berbagai LSM dan pemerintah berbagai Negara, antara lain: penghargaan “ASEAN BEST
ENTREPRENEUR GOLDEN AWARD 2006” pada Jumat, 15 Desember 2006.
Sebagian dari riwayat hidup pak Octav telah difilmkan oleh Billy Graham Association.  Film ini telah disaksikan oleh 10.385 tokoh agama dari berbagai negara di Konferensi “Amsterdam 2000”, 29 Juli 2000 di Amsterdam.  Pada saat menyaksikan film tersebut, beliau menitikkan air mata, karena terharu. Betapa tidak, karena nyata ANUGERAH TUHAN LEBIH BESAR DARI KEMISKINAN.
Semoga Tuhan dipermuliakan, bangsa dan negara Indonesia diberkati, menjadi negara jaya dan adidaya. Itulah doa dan perjuangannya melalui tulisan-tulisannya.

Gerson Poyk


 Nostalgia Flobamora III oleh Gerson Pyok


Gambar Keluarga: Nostalgia Flobamora III oleh Gerson Pyok
 begini kuda tunggang dan dadaku diterik tangis padang/lewat jalan liku menuju rumah lalang berpagar batu bila dulu aku datang aku tak tahu ciumanmu tengik tersaar/bibirmu yang hambar memperdengarkan tambur gembala/pandanganmu mengharu usia dewasa sejak itu mengobar/dalam mataku bundar segar seorang anak yang belum sadar kau tinggalkan aku bermain di tepi kolam kemarau kuning/tak sampai sesiang yang indah berenang riang/dengan hidup telanjang memandang kuda tunggang yang tegap airnya makin kering mengabur ke bibir nasib kemarau/aku pulang ke rumah lalang berpagar bagu, lingkar kasih yang buntu/nyenyak malam membenam dalam lapar dalam lupa masa kanak kelakar, dan sindiran yang menyembur senja kemarau kuning/sebagai tuntutan atas budi yang tumbuh menjadi hutan/belum terbayar oleh anak yang lapar mengejar belalang/hingga sekali kelak aku berdiri di atas nyanyian hidup yang manis kau datang kembali dengan bawaan beserba/untung aku belum lesu terpenggal oleh dosa dan hilang sesal
 Sajak ini kutulis ketika pengalaman masa kecil sudah mengendap jauh dalam jiwaku. Masa kecilku telah berubah menjadi puisi. Masa kecilku adalah kuda tunggang, tambur gembala, jalan setapak yang berliku, rumah lalang (dan daun lontar) berpagar batu.
 Akan tetapi terasa oleh si kecil itu (si aku puitis itu) bahwa pandangan yang mengharukan dia di masa dewasa nanti telah bertumbuh, telah mengobar dalam mata seorang anak kecil yang belum sadar akan segi-segi hambar dalam kehidupannya. Ayahku (kau) telah meninggalkan aku bermain di tepi kolam kemarau kuning, hanya sebentar berenang riang dengan hidup telanjang memandang kuda tunggang yang tegap. Air di kolam tempat aku bermain makin kering, mengabur ke bibir nasib kemarau lalu aku pun pulang ke rumah lalang berpagar batu, lingkar kasih yang buntu, lalu tidur dalam lapar dalam lupa masa kanak. Bagaimana pun, kehidupan ini penuh dengan kelakar dan sindiran dan ini merupakan hutang budi yang belum bisa dibayar oleh seorang anak kecil yang lapar mengejar belalang. Kelak semuanya akan terbayar bila telah sampai pada nyanyian hidup yang manis.Ayahku datang dengan bawaan beserba. Beruntunglah, aku belum terkapar…
 Begitulah tafsiran atar sajak yang ditulis sekitar tiga puluhlima tahun yang lalu. Di tahun 1997, aku pernah ke Rote dan mencari kolam kemarau kuning itu. Rumah lalang berpagar batu pun kudatangi. Hanya pagar batunya yang masih tersisa. Batu datar di pintu itu membari bayangan adikku perempuan yang bermain mengupas biji kesambi untuk dijadikan pelita. Adikku sangat berbakat matematika. Otak kirinya bagus. Ia pintar berhitung. Aku masih ingat ia mengatur biji-biji kesambi itu menurut kelompok-kelompok yang belum dikupas, isi yang telah dikupas dan kulit biji. Semuanya ditumpuk rapi. Ia sudah bisa berpikir kategoris.
 Memang dalam keluarga ibuku ada bakat-bakat matematika dan musik. Saudara misanku Jusuf Manu seorang guru yang cerdas. Dialah yang sering mengirimwesel kepada Adrianus Mooy karena ibu Jusuf adalah mama kecil Adri (adik perempuan ayah Adri). Seperti sudah aku katakan, Eduard Pah, mendapat Anugrah Seni dari Pemerintah RepublikIndonesia untuk musik. Ayahnya seorang guru, mungkin lebih hebat lagi bila bermain sesandu (Dulu ejaannya sesandu tetapi di perantauan aku mendengar lidah Jawa menyebutnya Sasando).

Daniel Pah, di masa kecilnya loncat kelas melulu. Sayang ia tak sempat kuliah untuk menjadi professor padahal matematikanya bagus, bahasa Inggrisnya dan ilmu-ilmu lainnya juga bagus. Setiap ujian ia pasti nomor satu. Aku bangga sekali padanya. Karena tak mampu kuliah maka ia hanya bisa menjadi guru dan kepala Sekolah Guru Atas Negeri sampai pensiunannya. Ketika di tahun 1997 aku mengunjungi Rote, banyak dari keluarga Manu yang putus sekolah. Oekahendak pun telah menjadi hutan. Kuburan keluarga pada hilang ditelan pohon gewang dan sebagainya. Saudara perempuan ayah Adrianus Mooy yang kawin dengan pamanku misalnya, kuburannya telah tercampur dengan kuburan yang lain yang tidak dikenal oleh generasi berikut. Yang masih utuh hanya kuburan nenekku, Maria Messakh karena berada dalam lingkaran pagar batu yang belum lenyap semuanya.

 Akan tetapi kenangan masa kecil tentang rumah itu masih segar dalam diriku. Kenangan fotografis masih jelas. Daun yang mengatapi rumah itu, balai-balai kayu, tangga kayu dan tiang-tiangnya masih jelas. Bahkan pohon kom yang dalam bahasa Rote disebut kole masih tergambar dalam kenangan fotografisku itu. Rumah paman (Papa To’o) itu disebut Kole Dale karena pohon kole (kom) yang berduri dan berbuah kecil seperti kelereng yang asam-asam manis itu menjadi petunjuk rumah keluarga ibu dalam cerpen-cerpenku, dalam novel-novelku, terutama novel Meredam Dendam.
 Ayah membawa aku kembali ke rumah itu. Aku ingat, Papa To’o membuat pesta menyambut ayahku. Ia mengambil senapan tumbuk (sundut) dan menembak seekor babi besar. Yang menarik adalah bola yang terbuat dari kantong air seni binatang ternak itu. Sambil memegang bongkah daging dan mengunyahnya, aku bermain bola.
 Tiba-tiba kami bersiap untuk pindah ke Ba’a. Aku ingat kami berjalan kaki telanjang sepanjang 25 km dengan beberapa wanita yang aku sudah lupa nama mereka. Tiba di Ba’a kami menumpang di sebuah rumah dekat jembatan Lelete Langgak, di pinggir jalan, di kaki bukit yang gundul. Di rumah itu, kakekku datang dari E’ahun, ibukota Kerajaan Ringgou. Kakakku Dina (Susi Di’a) adalah anak kesayangan kakekku Laurens Poyk. Di waktu aku masih bayi, terjadi zaman meleset (malaise) sehingga ayah diberhentikan sebagai mantri. Ia memboyong kami (ibu, Susi Di’a dan aku) ke Ringgou. Kakakku, Susi Di’a (Kak Dina) masih ingat, kalau ada pesta kakek selalu membawanya ke pesta itu dan disana daging berlimpah. Kakakku kenyang oleh pesta yang penuh dengan gading itu. Bertemu lagi dengan kakek di Ba’a Kakak Dina menggosok bintangnya dengan asam jawa sehingga mengkilat lalu digantungkan ke dadanya (jas tutupnya). Sebelum keluar menuju kantor kontrolir (bupati Belanda), adikku Mathilda (Nona) melompat lalu menusuk pipinya yang cekung karena ompong, sebelum kakek melangkah keluar.
 Menurut cerita Susi Di’a (Kak Dina) ia diminta oleh kemenakan ibu, Jusuf Manu, seorang guru, untuk tinggal dengan mereka. Kak Dina punya pengalaman pahit di rumah sepupunya itu hanya karena ia kurang awas menjaga seorang adik (putra Bang Jusuf) sehingga jatuh ke dalam sumur. Ia dimarahi habis-habisan. Sampai hari tuanya ia masih ingat akan nasib ketakutan melihat seorang anak jatuh ke sumur menerima amarah besar abang misannya Jusuf Manu.

 Ayah tidak punya pekerjaan tetapi ibu masih bisa masak kemudian memanggil aku keras-keras untuk makan nasi dan dendeng. Pada suatu hari kami pindah ke sebuah rumah di punggung bukit dan ayah meninggalkan kami. Ia berangkat ke Ringgou tanpa meninggalkan uang sepeser pun. Lalu Ibu mengajak kami berjalan, mendaki pundak bukit dan turun ke panatai pasir putih yang melengkung indah. Ketika itu air sedasng surut jauh sekali. Agak ke tengah, kelihatan beberapa orang sedang sibuk makan meting., berarti turun ke kawasan yang airnya surut itu untuk memungut makanan laut seperti kerang, gurita, ikan, kepiting dan sayur laut yang disebut latu dan sebagainya. Persis di pantai, pasirnya memang putih bersih tetapi lebih ke tengah banyak sekali batu kerangnya yang berselang-seling dengan pasir putih tetapi orang harus berhati-hati melangkah karena ada juga duri laut.

 Ketika aku berjalan di pasir pantai aku bertemu bersitan kerang-kerang kecil. Tinggal mengoreknya dari pasir lalu mengupasnya dan mengunyahnya mentah-mentah. Tampaknya sebidang pasir pantai itu lumbung kerang. Aku makan sekenyang-kenyangnya seperti manusia purba yang masih dalam peradaban pungut biji-bijian dan kerang-kerangan dan yang masih tinggal di gua-gua.
 Hari itu kami membawa beberapa keranjang kerang, sayur laut (agar-agar) dan sebagainya. Kerangnya cukup besar.Ada agar-agar yang harus direbus dulu dan ada yang enak dimakan mentah-mentah. Setelah kerang direbus bersama agar-agar, kami makan sekenyang-kenyangnya sambil minum air gula. Itulah cara makan orang Rote. Malam itu aku tidur. Bangun pagi-pagi leherku kaku, agak pegal kalau dimiringkan. Orang mengatakan aku salah tidur, padahal itulah rematik, kebanyakan asam urat yang datang dari makanan laut. Ibuku memang punya bakat rematik.

 Tiba-tiba ayah pulang dari Ringgou membawa seekor kerbau besar.Ada yang menemaninya tetapi aku lupa namanya. Kerbau itu segera dibawa ke rumah potong dan dengan demikian daging berkelimpahan. Uang pun banyak setelah daging terjual. Kami makan enak tiap hari. Beras baru, lauk daging yang dimasak dengan bumbu beserba. Ibuku memang pintar memasak karena ia pernah tinggal di rumah Pendeta Belanda, Pendeta (domine) de Vries di masa gadisnya.
 Seusai menjual daging kerbau itu ayah membangun sebuah gubuk di pinggir jalan dekat dengan gereja di Menggelama. Gubuk itu demikian kecilnya, demikian daruratnya. Yang penting tidak numpang-numpang. Atap dan dindingnya dari daun kelapa. Tempat duduk dari batu ceper. Sudah itu, pada suatu hari ayah membawa cangkul ke sebidang tanah di pinggir kali lalu membuat bedeng-bedeng untuk ditanami sayur sawi. Dia mengajak kami memungut tinja sapi dan kerbau yang sudah kering dan ditaruh di atas bedeng yang dibuatnya kemudian dibakarnya. Setelah disiram, ayah menebarkan bibit sawi lalu setiap sore ayah menyiramnya. Setelah selesai ayah mengajak kami mandi di sungai. Setiap hari aku berkeliling semak belukar danpadang rumput yang telah mengering di bukit untuk mencari tinja sapi dan kerbau yang sudah kering dan membawanya ke bedeng-bedeng sayur itu. Sambil mencari tinja sapi dan kerbau itu, aku mengambil pelepah kelapa dan lontar, lalu bermain meluncur (berselancar) dari pundak bukit ke bawah. Alangkah bahagianya.
 Di samping menanam sawi, ayah sibuk menulissurat lamaran kerja. Nanah putih pohon kekak dijadikan lemsurat .

 Aku jadi murid kelas satu dengan gurunya yang bernama Tuan Sereh, seorang lelaki berkaca mata. Dia perintahkan murid-murid untuk membuat lidi yang diikat gabung.Adasepuluh lidi satu gabungan, adalima lidi. Ikatannya harus rapi dan ukurannya pun harus sama. Karena baru pindah dari Tudameda, aku tak mendengar perintah Tuan Sereh itu. Dengan kepanikan aku meminta-minta dari beberapa teman sehingga ukurannya berbeda. Dia mengomando. ”Anak-anak, atur semua lidi di atas meja!” Lalu ia memeriksa semua meja apakah lidinya rata, rapi atau tidak. Aku melihat lidiku panjang pendek, tinggi rendah. Kemduian aku mera takan yang paling atas dan di bawahnya aku tutup dengan mistar lalu kutekan. Ujung atasnya rata sekali. Beres, pikirku. Memang waktu ia memeriksa lidiku, ia memujiku. Bagus. Rata. Lalu dia memerintah. Angkah sepuluh lidi. Sepuluh lidi ditambahlima lidi, berapa? Aku menjawab. Bagus. Taruh kembali lidinya. Wah, lidinya panjang pendek. Ia mencubit pipiku tetapi tak bisa karena daging pipiku kumasukkan ke dalam. Tiba-tiba ia menempeleng aku. Plak. Itulah yang aku ingat ketika duduk di kelas satu. Sekali aku ditunjuk untuk berdiri di kelas lalu disuruh bercerita. Aku maju, berdiri lalu berceloteh entah tentang apa…

 Tiba-tiba ayah berlayar ke Kupang untuk mencari pekerjaan. Kami ditinggalkan, mungkin dengan uang hasil jualan daging kerbau yang diberikan kakek (Papa Be’a) di Ringgou. Waktu itu bulan Desember. Aku ingat betul karena pernah merayakanNatal ketika ayah tiada. Hadiah Natalku hanya sebuah buku tulis tipis karena setoranku juga kecil.  Aku rindu pada ayah. Rasanya setengah tahun atau lebih kami bersama ayah di Ba’a. Bulan Agustus lalu ayah membawaku ke pasar malam. Ia melemparkan beberapa sen ke tikar dadu dan tiba-tiba dia menang. Setelah diraupnya uang kemenangannya ia meninggalkan tempat itu. Setan judi tentu jengkel, gondok, ketika aku mengunyah roti segar yang dibeli ayah. Cara ayah mempermainkan setan judi selalu kutiru.

 Oh, aku hampir lupa. Sebelum bersekolah ayah mengajak aku berjalan kaki ke kampung kelahiran ayah, Ringgou. Jaraknya 40 km. Jadi pulang balik 80 km. Jalan kaki dari Ti berjarak 25 km itu sudah bisa kulakukan. Bahkan adikku juga sudah begitu kuat berjalan kaki dari dusun ibu, Oekahendak ke Ba’a. Kami start dari Ba’a pagi hari. Mula-mula ayah membeli kue cucur di pasar Ba’a. Aku mengunyah-ngunyah kue itu sambil berjalan mengikuti ayah. Sudah banyak yang tak kuingat mengenai yang kulihat sepanjang perjalanan. Aku Cuma ingat bahwa sampai di Korbafo, aku lihat ada kolam dan mata air tempat orang mengambil air dan mandi. Kemudian berjalan terus, berjalan dan berjalan dan akhirnya sampailah kami di E’ahun. Menyeberang sebuah sungai kecil di depan rumah raja, sampailah kami ke rumah kakek yang berada di sebuah tempat bernama Roki.
 Kesan pertama dari rumah panggung itu adalah bau ikan kering. Di mana-mana tergantung ikan kering yang lebar-lebar. Aku segera membayangkan bahwa kakek beserta saudara-saudara ayahku makan ikan setiap hari. Rumah kakekku hampir sama dengan rumah keluarga ibuku di Oekahendak. Di Roki ada abang ayahku yang kami panggil Papa Ogus. Nama lengkapnya August Poyk. Istrinya dari keluarga (fam) Tokoh. Berikut adik ayahku, Papa Ose (Hosea Poyk) dan ada satu yang baru gede bernama Abraham (Papa Bang).
 Semua mereka pada waktu itu petani yang hidup dari mamar (kebun kelapa, nangka, mangga, pisang, pinang dan sebagainya), bersawah, berkebun dan beternak. Papa Ogus, yang tertua yang mengelola semua pusaka keluarga Poyk. Setelah perang dunia usai Papa Ose menjadi guru di Oekabiti (Timor). Bersama istrinya dari marga (fam) Funai, Papa Ose memiliki dua hektar lebih sawah irigasi. Ketika keduanya pindah ke tempat kerja baru sawah dua hektar lebih itu dititipkan kepada seorang kerabat dari Ringgou. Setelah Papa Ose meninggal, kerabat dari Ringgou itu, bersama dengan kepala desa membuat sertifikat atas nama kerabat dasri Ringgou itu.

Ahli waris Papa Ose (anak-anaknya) gigit jari, walaupun orang tua-tua pemimpin informal di desa itu mengetahui betul bahwa sawah itu milik guru Hosea. Anak-anaknya adalah saksi hidup yang ikut bekerja menyiang dan memanen. Aku hanya berkata, ikhlaskan (lupakan) saja tetai kalau orang (kerabat) Ringgou itu ingin menjual sawah itu kita beli saja.
 Kembali ke masa kecil. Aku ingat, waktu kembali ke Ba’a aku digendong di bahu Papa Bang. Tanganku memegang dahinya. Namun aku tidak ingat apakah ia mengantar sampai ke Ba’a ataukah ia hanya mengantar kami sampai di sebuah dataran yang berumput pimping yang tinggi. Aku tak ingat lagi mengenai perjalanan dengan ayahku pulang ke Ba’a yang jaraknya menurut kata orang ketika itu, 40 km.
 Aku dilahirkan di sekitar masa krisis ekonomi dunia, seperti sudah kukatakan, zaman malaise (orang-orang menyebutnya zaman meleset). Ayahku diberhentikan dari pekerjaannya sebagai mantri di Ba’a sehingga ia dan ibuku, aku dan kakak perempuanku Dina pulang ke Ringgou dan disana ayah bertani, menanam tembakau untuk dijual. Kakak perempuanku Dina seperti sudah kuceritakan, masih ingat kebaikan kakek membawanya ke pesta-pesta untuk makan daging dan makanan yang enak-enak lainnya.
 Setelah keadaan membaik, ayah dipekerjakan lagi sebagai mantri di Pulau Bilba (Rote), Pulau Sewau dan Langgaliru (Sumba) kemudian dipindahkan ke Bajawa. Jadi ibuku dan kakak perempuanku pernah tinggal di Ringgou sedangkan abangku Min Kecil tetap tinggal di Ti. Ketika ayah dipindahkan ke Bajawa, hanya aku dan adikku yang dibawa kesana . Untunglah ayahku berhenti dari pekerjaannya sehingga kami bisa pulang ke Rote menemui saudara-saudaraku, walaupun di satu pihak, ayah tidak punya pekerjaan. Akan tetapi ayah sedang berusaha.

Ketika ayahku berada di Kupang untuk mencari pekerjaan baru, aku ingat, seorang nenek dari Sabu yang tinggal di Ba’a datang ke gubuk kami di pinggir sajlan itu dan meramal dengan daun sirih. Ia menggenggam-genggam daun sirih di tangannya kemudian melemparkannya ke atas tikar. Daun sirih yang terlepas dari gengamannya terbuka, bergerak pelan-pelan dan diam. Lalu ia berkata, ”Bapak kalian sudah mendapat pekerjaan di Kupang,” katanya. Aku dan adikku bahagia sekali. Sudah tentu ibuku juga. Aku sudah lupa nama nenek asal Pulau Sabu itu. Menurut cerita nenek itu, ia pernah meninggal (berapa lama, aku tak ingat lagi) dan di surga ia melihat banyak sekali makanan yang dibuang sia-sia oleh manusia.
 Konon Amalodo, seorang lelaki Sabu, bisa masuk dalam botol. Bila dia dimasukkan ke penjara di Ba’a, dia bisa menghilang. Konon ia naik kelapa kering ke Kupang, muncul di penjara Kupang.
 Benar, ayahku mendapat pekerjaan di perusahaan Singer Sewing Machine, buatan Amerika. Aku berbahagia sekali, seperti juga ibu dan saudara-saudaraku karena segera meninggalkan pondok daun kelapa di pinggir Jalan Sirtu itu. Soalnya, pada suatu hari, ketika kapal KPM (yang berubah menjadi Pelni sekarang) berlabuh di Pelabuhan Ba’a, saudara sepupuku (anak pamanku) Nadus Manu, siswa Sekolah Teologia (STOVIL) di So’e, pulang berlibur ke Rote. Ketika bertemu dengan famili ibuku yang pernah memukul aku sampai menangis terkaing-kaing karena aku mengejeknya di saat ia cerewet melihat gubuk kami, saudara sepupuku Nadus Manu, bertanya tentang kami kepadanya. Aku lihat ia mencibir, berkata,”Hi, pondoknya kecil,” katanya. ”Tempat duduknya dari batu,” tambahnya.
 Nah, sekarang ayahku sudah mendapat kerja dan akan membangun rumah yang lebih baik, di suatu tempat entah di mana.
 Itulah kebahagiaan kami. Kebahagiaan lain ketika itu adalah lulusnya abang tertua (sulung) kami, Benyamin J. Messakh waktu menempuh tes masuk tentara. Kami bahagia karena itu. Ibu pun mengikhlaskan anak tertuanya masuk tentara. Kami mengantarkannya ke pelabuhan. Ia naik kapal, berlayar menuju Jawa dan akan masuk http://putracongkasae.wordpress.com/2013/12/13/nostalgia-flobamora-iii-oleg-gerson-pyok/ sekolah militer (KNIL) di Purworejo.


 

SPIRIT GEREKAN SERIBU BUKU UNTUK ROTE NDAO..

(KOMUNITAS ANAK MUDA UNTUK ROTE NDAO)


defren posted this in Topik Indonesia
Berbicara tentang Rote Ndao dan segala kebesaranya, maka sebenarnya kita sedang berbicara tentang sejarah masa lalu. Banyak pendahulu kita walaupun berangkat dari keterbatasan namun menapaki – langkah demi langkah karya mereka, hingga mampu memuncaki berbagai pertarungan di berbagai level. Figthing spirit yang luar biasa terekSternalisasi dari petarung – petarung tangguh yang tumbuh dan besar dengan minum gula air dan makan sayur marungga tersebut.
Petanyaannya……
Pernahkah Bapa, mama, to'o, te'o berpikir bahwa, masih mampukah dari bumi Rote Ndao ini melahirkan orang – orang sekelas Prof. Dr. W.z. Johanis, Dr. Herman Johanis, Adrianus Mooy, Pdt. Petrus oktovianus dll ?? Ataukah mereka hanya merupakan bagian dari romantisme masa lalu dan hanya tinggal nostalgia sejarah yang selalu kita kenang ketika berbicara tentang pulau kecil ini dan semua kenangan tentang kebesarannya.
Pernahkah Bapa, mama, to'o, te'o berpikir bahwa, dari pulau tandus ini akan meletupkan kreatifitas yang melahirkan masterpiece budaya seanggun sarisandu ataupun seindah ti’I langga?? Ataukah itu hanya bagian dari maha karya sejarah , peninggalan budaya yang terus menjadi symbol keanggunan budaya masa lalu kita.
Tapi bukankah kita tidak hidup untuk masa lalu, kita hidup untuk masa depan, begitu pula dengan segala kebesaran yang harus terus kita ukir tuk menemani perjalanan peradaban kita ?
Berangkat dari fakta sejarah dan diinspirasi oleh romantisme masa lalu, maka mari kita bermimpi agar disuatu kelak nanti, dari pulau yang terselatan di Negeri ini, dari tempat kering dan tandus ini, dari nusa yang dipenuhi dengan cadas ini terlahir W Z johanis2 baru, Herman Johanis2 Adrianus Mooy2 baru, yang mampu memenangkan pertarungan di berbagai level bangsa ini demi memberi kejayaan bagi tanah ini, dan dari mereka mampu untuk melepaskan berbagai stigma – stigma yang melekat di daerah ini, demi kebaikan Nusa Lote Nusa Ndalu Sita.
Membagun SDM adalah jawabannya. Pembangunan manusia merupakan sebuah investasi jangka panjang yang pabila ditanam hari ini tak bisa dipetik esok. Dibutuhkan upaya yang sustainble dan komprehensif yang tidak hanya bergantung pada pemerintah saja tapi melibatkan semua stake holder. Semua elemen masyarakat harus memainkan peran strtegisnya. Invenstasi SDM akan memberikan dampak yang fundamental karena SDM merupakan pilar pembangunan di sebuah Daerah dan Bangsa. Era yang kompetitif mendorong kita untuk memperlengkapi generasi penerus daerah ini dengan berbgai bekal yang ampuh untuk menjadi petarung – petarung yang mumpuni. Dibutuhkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembannya generasi – generasi yang berkualitas. Dibutuhkan berbagai suplemen untuk mengkonstruksi generansi yang memiliki karakter dengan fighting spirit yang tangguh.
Mimpi ini mungkin berada seribu langkah di depan kita, tapi bukankah untuk menggapai langkah ke seribu harus diawali oleh sebuah langkah kecil yang disebut langkah pertama??
Maka mari kita memulai langkah yang disebut langkah pertama itu, sebuah langkah yang sederhana yaitu membiasakan budaya membaca. Dengan membaca generasi muda dapat membentangkan cakrawala pemikiran yang luas. Dengan membaca generasi muda dapat menjangkau jendela dunia didalam pikiran mereka. Dari membaca pewaris – pewaris daerah ini dapat menguak tabir misteri kosmos ini. Dan dari membaca mereka dapat melakukan pengembaraan kognitif sampai pada batasnya, hingga dapat menemukan eksistensi keberadaan mereka yaitu menjadi pribadi yang berkualitas dan berhasil sehingga berguna bagi diri mereka sendiri, bagi keluarga mereka, bagi daerah mereka dan bagi bangsa dan Negara tercinta
Mari kita sebut langkah pertama ini dengan nama : “SERIBU BUKU UNTUK ROTE NDAO”
Bagaimana Konsepnya?
Kami menggugah kepedulian dari semua elemen masyarakat daerah ini untuk mau terlibat secara aktif dalam gerakan ini dengan menyumbangkan buku, majalah dll sebagai bahan bacaan
Setelah buku terkumpul, maka kami akan mendistribusikan ke beberapa taman bacaan yang telah dibentuk dengan bekerja sama dengan Pemuda Gereja
Apa yang melatar belakangi Gerekan ini?
Dari pengamatan kami, keinginan membaca dari anak – anak ada tapi terkendala pada ketersediaan bahan bacaan yang berkualitas. Mengetahui betapa pentingnya buku dan melihat kebutuhan yang ada maka Komunitas Anaka Muda Untuk Rote Ndao tergerak untuk mengadakan gerakan seribu buku. Dan sebagai langkah awalnya dilaksanakan di 4 taman bacaan sebagai pilot project dan harapan kami kedepan dapat mengekstraksinya ke seluruh wilayah di Kabupaten Rote Ndao
Kenapa Bekerja Sama dengan Gereja ( Tempat Ibadah)?
Kami menyadari bahwa dari berbagai pengalaman taman bacaan di tempat lain banyak yang hanya berdiri sesaat namun kemudian macet karena kendala operasional (dana, tenaga dll) atau tidak ada pengunjungnya. Oleh karena itu gerakan ini merupakan gerakan social yang membutuhkan kerelawanan dan bekerja atas dasar kepedulian untuk melayani dan memberi apa yang kita miliki tanpa mengharapkan imbalan. Maka itu eksistensi organisasi kepemudaan Gereja merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut, sehingga kami percaya bahwa pengelolaan akan berjalan dengan baik. Selain itu Gereja merupakan tempat aktivitas anak – anak dan pemuda untuk melakukan berbagai kegiatan ibadah, vocal grup dan kegiatan pelayanan yang lain sehingga mereka dapat mengisi waktu luang dengan membaca..
Dimana saja Taman Bacaan yang Sudah ada?
Taman bacaan yang sudah ada dan bekerja sama dengan Komunitas Anak Muda untuk Rote Ndao :
Taman Bacaan Menggelama
Taman Bacaan Mokdale
Taman Bacaan Ba’a
Taman Bacaan Sarisandu Letelanggak
Kemana kalau mau menyumbangkan buku??
Kalau Bapa, Mama, To’o, Te’o dan kawan tergerak untuk mengambil bagian dari gerekan ini maka silahkan menghubungi kontak person di bawah ini :
Call Me Jodian Suki (085253387995) Jusuf Sanu (081339419578) Adi patola ( 085239317201) Maks Fioh (085239236382) Rossy Manafe (081314922476) Roby Ufi ( 085339035444) Ince Patola (085253641358) Erly Kueain (085238464998)
untuk Kupang
Denny Mooy (082146201583) Jonard Kale (081328689813)
Jakarta Defren 081289278485
“Satu buku sangat berarti karena dapat memberi seribu inspirasi bagi anak – anak dan pemuda kita untuk membentangkan cakrawala pemikiran mereka demi menggapai masa depan yang penuh harapan….” Heart Shell
Last edited 27 September 2013

CATATAN
Sebenarnya masih banyak Cendikiawan  asal Pulau Rote – Ndau  yang sukses di tingkat Nasional, namun tidak dapat dimuat semuanya di dalam Buku ini, hanya beberapa Tokoh saja sebagai mewakili yang lainnya. (Penulis).

Selain itu dibawah ini dibuat Daftar para Tokoh Nusa Tenggara Timur
berdasarkan Profesi masing sbb :


Daftar tokoh-tokoh  Nusa Tenggara Timur

Agamawan
Ø  A.A. Yewangoe, Pendeta, Ketua Umum PGI
Ø  P. Dr. Markus Solo kwuta, SVD, Pastor,Biarawan, Penasihat Paus dalam bidang Dialog Antar Agama, Roma, Vatikan
Ø  P. Dr. Paulus Budi Kleden, SVD]], Pastor Biarawan,Teolog, Dosen Filsafat dan Teologi STFK Ledalero, Anggota Dewan Jenderalat SVD, Roma, Vatikan
Ø  P. Simeon Bera Muda, SVD, Pastor Biarawan, Dosen STFK Ledalero, Ahli Kitab Suci,,
Ø  Mgr. Hubert Leteng, Pr, Uskup Ruteng
Ø  Mgr. Anton Pain Ratu, SVD Uskup Emiritus Atambua
Ø  Mgr. G. Kherubim Parera, SVD.. Uskup Maumere
Ø  Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr, Uskup Atambua, Dosen Fakultas Filsafat Agama, UNWIRA Kupang
Ø  Prof.Dr. Ch. Abineno (Theolog - STT Jakarta)
Ø  Dr. Petrus Octavianus (Penginjil)
Ø  DR,Victor Imanuel Tanya (1936-1998) Theolog Kristen ahli di bidang Islamulogi, Mantan Dekan Fakultas Theologia Univ.Satya Wacana, Mantan dosen STT Jakarta , mantan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (dulunya IAIN Jakarta) ,Penulis buku Cikal Bakal HMI,mantan anggota MPR_RI
Aktivis dan Pejuang
Ø  Baob Sonbai
Ø  E.R. Herwila Perintis Kemerdekaan RI
Ø  Francisca C. Fanggidaej, Pejuang Kemerdekaan, Pemimpin Pemuda Rakyat
Ø  Elizabeth Sjioen dan Francisca Fanggidae serta Tony Sjioen adalah 3 srikandi dari Rote yang memimpin Laskar wanita surabaya utara dalam perang 10 Nov 1945 yang terkenal itu
Ø  H.R. Koroh
Ø  Manas Sonbai

Ø  Sebastian Salang, koordinator Formappi

Ø  Sobe Sonbai III

Ø  Tom Pello

Ø  W.C.H. Oematan

Ø  Elias Sumardi Dabur, (sekjen PP PMKRI), Sekjen PAN Muda Indonesia

Ø  P. Robert Mirsel, SVD koordinator LSM, Candraadytiya, Maumere

Ø  P. Dr. Otto Gusti, SVD, Dosen filsafat Politik, STFK Ledalero

Ø  P. Alex Jebadu, SVD, Pejuang Ekologi Flores

Ø  Umbu Daipraing, Pejuang hak Adat, Mantan kepala Penerangan Sumba-Sumbawa

Ø  Cak Lobo ( I.R.Lobo ). pejuang kemerdekaan di Jawa Tengah (perang 5 hari di semarang),dirjen Bea Cukai pertama, mantan anggota KNIP, pendiri Kota Semarang

Ø  Marthen Paraja, Perintis Kemerdekaan, Pemimpin Pemberontakan dan Perebutan Kapal Perang Belanda De Zeven Provincien pada  4 Februari 1933

Ø  Riwu Ga, mantan Ajudan dan Pengawal Presiden Soekarno sejak Dari Ende s/d Proklamasi Kemerdekaan, Saksi Pembacaan Text Proklamasi 17 Agustus 1945

Ø  Lukas Haudima, TNI AL, Perintis Kemerdekaan, sempat menyelamatkan Bpk.El Tari (Gub.NTT ke-2) dalam pertempuran di Purwakarta/Jawa Barat, Dibuang dan ditahan Belanda ke Australi

Ø Laksamana Pertama TNI AL Samuel Moeda, Pejuang 45 (mantan komandan KRI Harimau yang bersama sama dgn KRI Macan Tutul bertempur dilaut Aru di Bulan Januari 1962 dalam operasi Trikora, kemudian KRI Macan Tutul tenggelam bersama Laksamana Yos Sudarso)

Artis dan Musisi

Ø  Ingrid Fernandez, Penyanyi
Ø  Obbie Messakh, Penyanyi
Ø  The Tielman Brothers, Grup Musik
Ø  NTT Voice, Grup Musik
Ø  Ivan Nestroman, Musisi Jazz Etnik, Nera Band
Ø  P.Pietro Wani, SVD, Musisi/ pengarang Lagu
Ø  Djitron Pah, Musisi Sasando
Ø  Acoustic ALL Ledalero, Grup Musik Akustik
Ø  Edon family, Musisi Sasando
Ø  Gaspar Raja, Musisi, Pengarang Lagu
Ø  Sandro Dandara, Penyanyi Etnik, Pengarang Lagu asal Sumba
Ø  Edwin Lerrick Aktor Film Nasional dan Pemerhati Pariwisata NTT
Ø  Vonny Sumlang artis Penyanyi nasional
Ø  Jeremias Pah, Maestro Sasando
Ø  Berto Pah Pemain Sasando
Ø  Jeck Pah Pemain Sasando
Atlet
Ø  Kid Belel Petinju Profesional Pertama di Indonesia
Ø  Eduardus Nabunome, Pelari Maraton
Ø  Feri Subnafeu, Pelari Maraton
Ø  Hermansen Ballo, Petinju
Ø  Sinyo Aliandoe, Pemain dan Pelatih Sepakbola
Ø  Bernabas Ndujurumana, Atlet/pelatih Kempo/ Pemegang DAN 5 Kempo/ Mantan Sekretaris Kabupaten Kupang
Ø  Olivia Sandi, Pelari/ Atletik
Ø  Kombes (Pol) Drs. Johny Asadoma mantan petinju nasional (peraih medali emas di President Cup dan petinju mewakili Indonesia di Olimpiade Los Angeles AS)
Ø  George Hajo Pemegang DAN 4 Kempo yang bertaraf Internasional (pernah meraih medali emas dalam kejuaraan Dunia Kempo)
Ø  Ferdy Amatae wasit internasional Pencak Silat
Ø  Pieter Lobo,Militer TNI AD, Mantan WABUP TTS, Pemegang medali Emas Dasa Lomba di PON dan SEa Games
Ø  Marta Kase pelari marathon

Ilmuwan, Penulis, Budayawan

Ø  Aris Tanone, ilmuan Fiber Optic yang bekerja di rekanan NASA
Ø  Gorys Keraf, akademisi, ahli bahasa kenamaan Indonesia
Ø  Gregor Neonbasu, akademisi, antropolog, pastor
Ø  John Haba, ilmuwan LIPI
Ø  Jonatan Lassa, ilmuwan disaster management, penggagas Forum Academia NTT
Ø  Kebamoto, ilmuan nanotechnology, Universitas Indonesia
Ø  Tom Therik, akademisi, antropolog, pendeta
Ø  Inyo Soro, Guru, Novelis
Ø  Piet Petu/ Sareng Orinbao, Antropolog, kurator, Pastor Biarawan
Ø  Dr.Ignas Kleden, Sosiolog UI,
Ø  P. Dr. Leo Kleden, SVD, Filsuf, Sastrawan, Dosen STFK Ledalero
Ø  Dr. Gabriel Faimau, akademisi, sosiolog
Ø  Gerson Poyk (Sastrawan)
Ø  Julius Syaranamual (Sastrawan)
Ø  Prof.Dr. Willy Toisuta (Rektor UKSW)
Ø  Prof.Frans Likaja Mantan Rektor Undana
Ø  Prof.Toelihere Mantan Rektor Undana
Ø  Prof Agus Benu Mantan Rektor Undana
Ø  Prof Niko l.Kana.... UKSW
Ø  Prof Yosias Kana dari ITB
Ø  Prof Wayan Matius ....IPB Bogor
Ø  Prof. Frans Umbu Datta, mantan Rektor Undana
Ø  Prof. Fred Benu, Rektor Undana saat ini

Menteri dan Pejabat Tinggi Negara

Ø  Adrianus Mooy, Gubernur BI, Ekonom
Ø  Frans Seda, Menteri Indonesia, Pejuang
Ø  Jacob Nuwa Wea, Menteri Indonesia
Ø  Sonny Keraf, Menteri Indonesia
Ø  Ny. dr. Nafsiah Mboy Menteri Kesehatan RI (saat ini)
Ø  Ir.Alfred Rohimone mantan Direktur Keuangan Pertamina

Militer dan Kepolisian

Ø  El Tari, mantan Gubernur NTT, Mayor Jenderal (Anumerta) TNI AD ,Pejuang Kemerdekaan dan sempat terluka dalam pertempuran di Purwakarta
Ø  Ben Mboi, Brigjen TNI AD (Kopasus), mantan Gubernur NTT
Ø  LetJen TNI AD Julius Henuhili mantan Danjen Akabri
Ø  Komjen (pol) Drs Gories Mere, mantan Kepala BNN, pernah menjabat Presiden Anti Narkotika se dunia
Ø  May Jend TNI-AD Herman Musakabe, Mantan Gubernur NTT
Ø  Aleksander Abineno, Termasuk Pendiri TNI AL (beliau NRP: 6, RE Martadinata NRP:10), Aleksander Abineno yang merebut kapal perang Jepang Sugi Maru berbobot 1.000 ton mengubah namanya menjadi MERDEKA. Kemudian hari kapal perang itu memakai code RI-1, sebagai kapal perang RI yang pertama
Ø  Mayjend (marinir) Benny Balukh, mantan Wadan Korps Marinir TNI AL
Ø  Mayjen TNI AD Wiliam Dacosta, Mantan Pangdam Udayana
Ø  Kombes (Pol) Drs.Titus Uly (1920-1989), Kepala Kepolisian NTT yang pertama (1950-1952),mantan Anggota MPR-GR dan MPR_RI
Ø  Irjen (pol) Drs. Y.Jacki Uly, SH,MH mantan Kapolda NTT,Mantan Kapolda Sulawesi Utara, Mantan Komandan Resimen Gegana Korps Brimob , Anggota Legiun Veteran RI, Ketua Partai Nasdem NTT
Ø  Brigjen Pol Drs P.W.Daeng mantan Kapolda Riau
Ø  Brigjen (Pol) Drs Zwingli Manu mantan Dir Identikasi Mabes Polri
Ø  Brigjen (pol) Dra Harnoldi Ratta-Messakh mantan Ka. Seswan (Sekolah Polwan)
Ø  Brigjen (Pol) Drs Yesaya Salean
Ø  Brigjen (pol) Drs Anthon Tifaona mantan Kapolda Sulutteng
Ø  Brigjen (pol) Drs J.C.Huwagunas
Ø  Brigjen TNI AD Eduard Frans, mantan Komandan BIN di Papua
Ø  Brigjen TNI AD Nehemia Tode

Pahlawan Nasional

Ø  Herman Johannes, Pahlawan Nasional, Menteri Indonesia, Rektor
Ø  Izaak Huru Doko, Pahlawan Nasional, Organisator, Guru
Ø  Wilhelmus Zakaria Johannes, Pahlawan Nasional, Ahli Kesehatan

Politisi

Ø  W.J. Lala Mentik, Gubernur NTT Pertama
Ø  Frans Lebu Raya, Gubernur NTT
Ø  Hendrik Fernandez, Gubernur NTT
Ø  Herman Yosef Loli Wutun, Politisi, Tokoh Koperasi
Ø  Melchias Markus Mekeng, Politisi, Parlemen Indonesia
Ø  Piet Alexander Tallo, Gubernur NTT
Ø  Raymundus Sau Fernandes, Bupati TTU
Ø  Dr. Benny K. Harman (anggota DPR_RI)
Ø  Ny.L.V. Uly-Tanya > legislator wanita pertama di DPRD Prop NTT (1971-1982)
Ø  Victor Laiskodat SH, mantan anggota DPR RI, salah satu pendiri Partai Nasdem (salah satu ketua DPP partai Nasional Demokrat)

Wartawan

Ø  Helmi Johannes, Jurnalis TV VOA Indonesia
Ø  WILIBRODUS MARIANUS dikenal juga dengan nama Willy Maribata, Jurnalis TV (Lentera Indonesia - NET.), Alumni Pengajar Muda Indonesia Mengajar
Ø  Sandro Dandara, Jurnalis Radio dan Televisi, Anggota KPID Prop. NTT 2013-2016
Ø  [{Alex Japalatu}], jurnalis koran/majalah (Majalah INSPIRASI-Indonesia, Jakarta)
Ø  Agustinus Gusti Tetiro, Jurnalis/ Wartawan Ekonomi (Investor Daily)
Ø  Kornelis Kewa Ama, Wartawan KOMPAS
Ø  Pieter Gero, Dewan Redaksi KOMPAS Gramedia
Ø  Mea Sonbay, Jurnalis Suara Pembaharuan
Ø  Peter Aplonius Rohi (Wartawan Senior tiga jaman serta Wartawan Perang)
Ø  Aco Manafe (Wartawan Senior tiga jaman serta Wartawan Perang)
Ø  Tony Kleden, jurnalis koran dan tv
Ø  Ir.Petrus Christian Mbuik, mantan waPemred Suara Pembaharuan, Pemred Victory News

Jumat, 08 Oktober 2010

Dr. Yusuf Merukh, MPA., 

Pengusaha Tambang nan Sederhana, Berani & Tegas


Jusuf Merukh, pria kelahiran 10 Juni 1936 di Pulau Rote, NTT. Dia dibesarkan di Ujungpandang. Jusuf adalah anak dari pasangan Yunus Merukh (pegawai pemerintah Belanda di Maros yang kemudian bekerja di perusahaan swasta milik Belanda), dan Esther Merukh. Seluruh pendidikan dari SD sampai tingkat menengah dilalui Jusuf di Ujungpandang (Makassar). S-1 di Texas Agricultural and Mechanical University, AS. Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada1981, berdasarkan Pemilu 1973. Pada 1992, Jusuf dicopot dari Komisi VI DPR.
Jika diurut ke belakang, ia termasuk orang yang dekat dengan kekuasaan Orde
 sekaligus Orde Baru. Di masa Bung Karno, misalnya. Jusuf termasuk salah seorang yang sering dipanggil ke istana. Mas Jusuf, demikian Bung Karno dan keluarganya memanggil, tak cuma terlibat dalam soal urusan negara. Tapi juga kepentingan keluarga Presiden. Sebagai Ketua PNI Jakarta Selatan, dialah yang mencarikan lahan untuk tempat tinggal Guntur dan Megawati, di kawasan Kebayoran. Begitu pula ketika Dewi Soekarno ingin membuat sertifikat tanahnya. Ibu negara ini tak segan-segan meminta
bantuan Jusuf. Bukan cuma untuk mengurus sertifikat, karena Jusuf menjabat sebagai Pembantu Utama Kementerian Agraria. Lebih dari itu, Ibu Dewi juga meminta agar mobilnya dijualkan untuk biaya pembuatan sertifikat tersebut. Saking seringnya dipanggil Presiden, sampai-sampai banyak orang menduga saya ini mau dijadikan menteri ke-101, katanya mengenang.
Yusuf Kemudian menjadi pengusaha, sejak 1969 setelah berhenti memangku jabatan sebagai Deputi Menteri Agraria, dengan pangkat golongan F-6. Pada waktu itu Pak Amir
Machmoed (Mendagri waktu itu) mengeluarkan Permendagri, bahwa pegawai negeri, pegawai tinggi, harus memilih, apakah melanjutkan menjadi anggota partai, atau menjadi pegawai negeri. "Lho, saya sudah F-6 tunggu-tunggu di sini mau jadi apa? Padahal, umur saya waktu itu baru 28 tahun," katanya.

Diceritakannya, sejak kembali dari Amerika, dia langsung menjadi pegawai negeri dengan golongan F-2, pada l960. Setelah dua tahun, naik pangkat, terus, sehingga pada 1963 sudah F-6. Jadi, dia mengatakan kepada Amir Machmoed untuk berhenti sebagai pegawai negeri. Waktu itu dia telah menjadi ketua PNI Jakarta. Lalu partai mencalonkannya pada Pemilu 1973.

Di era 70-an, Jusuf mengaku, sebagai kader PDI, saat itu ia kesusahan mencari uang. Ia berpikir, alangkah bagusnya kalau bekerja dengan kerja keras, berkeringat, dan dengan sistematis. "Dan kalau saya menemukan tambang, akan dihargai orang luar, sehingga mudah membawa orang luar ke dalam untuk kerja sama," katanya.

Dia mencontohkan di Sumbawa, yang sekarang menjadi lokasi penambangan emas
yang besar. Waktu itu, tuturnya, ketika melakukan survei dia memakai sepeda motor. Di suatu tebing, dia terjatuh. Tiba-tiba, seperti ada suara yang menyuruhnya untuk menengok ke suatu arah. Dia menuju ke arah tersebut, dan tepat di tempat yang ditunjuk oleh "suara" tersebut, dia mulai menggali. Akhirnya, dia menemukan, di balik permukaan tanah tersebut ternyata mengandung emas.

Pada 1983, ketika Menteri Prof. Soebroto menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, ia menyampaikan "Pak, ini 'kan suatu waktu kita harus bisa mengurus tambang-tambang ini. Masa' terus-menerus ditangani asing. Kalau kita tidak belajar, kapan lagi kita bisa?" Walaupun waktu itu, banyak pejabat pertambangan menentang. Mereka berdalih bahwa usaha pertambangan itu tidak bisa ditangani orang Indonesia, hanya bisa oleh orang asing. Tetapi akhirnya Pak Broto memutuskan, dan usul Jusuf di DPR itu disetujui, yaitu, usaha pertambangan harus bermitra antara pihak asing dan Indonesia. Ia mengusulkan demikian, karena sebelumnya, Jusuf melakukan studi di Filipina. Di kawasan ASEAN, Filipina adalah satu-satunya negara yang memiliki sejarah pertambangan yang lama, di mana orang Filipina ikut serta. "Kita punya sejarah pertambangan yang lama, tetapi lamanya itu karena Belanda, yang mengusahakan. Pribumi tidak ada," jelasnya. Jadi, ketika mengusulkan hal itu kepada Soebroto, ia membandingkan, dengan Filipina. Tahun 1983 di Filipina, sudah ada ketentuan bahwa orang asing, pengusaha asing, setinggi-tingginya (memiliki) saham 40 persen saham. Dia

bisa menjadi 60 persen, dengan memperoleh 20 persen tambahan management fee,
tapi share holding 40 persen. Singkatnya, Soebroto setuju. Ketika kran PMA dibuka, maka masuklah 103 perusahaan asing, yang harus mencari mitra orang Indonesia. "Nyarinya susah, karena pada waktu itu belum ada pengusaha pertambangan. Wong saya dapat 34 kontrak karya. Karena mereka nyerbu masuk, kita tidak siap. Sekarang,
tinggal sedikit, tetapi sama seperti dulu, lisensi istimewa toh?" katanya. (Antara tahun 1952-1953, di masa kabinet Wilopo, ketika diputuskan hendak melaksanakan pembangunan ekonomi, dikeluarkan 2.000 lisensi istimewa kepada pengusaha pribumi. Impor apa saja boleh, supaya mereka menjadi pengusaha. Tetapi, dari jumlah itu, yang mampu bertahan dan berkembang, bisa dihitung dengan jari. Di antaranya: Hasjim Ning, TD Pardede, Sudarpo, Bakrie. Yang lainnya, berguguran, --Red.). Demikian halnya dalam bidang pertambangan emas. Jusuf, yang pengusaha dan juga Wakil Ketua Komisi VI saat itu (membidangi pertambangan, --Red.) di DPR, turut terlibat dalam pembuatan draft kontrak karya.

Ia mengusulkan dua hal penting. Pertama, pemilikan Indonesia itu, tidak perlu dimulai dengan besar, karena kita baru belajar. Bisa mulai 10, 20, 30 persen, tergantung negosiasi, sehingga waktu itu, pada umumnya pengusaha Indonesia yang bermitra dengan pihak asing, rata-rata memiliki saham 10 persen. Hanya sedikit yang memiliki saham lebih dari 10 persen. Tetapi, ada ketentuan: setelah lima tahun berproduksi, perusahaan asing itu berangsur-angsur harus menjual sahamnya kepada mitranya, Indonesia, sampai Indonesia memiliki 51 persen, dan asing 49 persen. "Itu usul saya di Dewan," ujar Jusuf.

Kedua, kalau mitra asing itu mau menjual sahamnya kepada siapa pun, harus minta persetujuan kepada mitra Indonesianya, dan mendapatkan pengesahan persetujuan dari pemerintah Indonesia. Mengapa? Waktu itu, Jusuf mendapat inspirasi ketika perusahaan Mercedez Jerman, dibeli oleh perusahaan Arab. Dan ternyata pengusaha Arab sekarang itu menjadi mayoritas pemegang saham perusahaan Mercedez Jerman.

Tahun 70-an, ketika ia mulai terjun di pertambangan emas, harga emas 100 dolar per ounce, sedang ongkos produksinya 110 dolar. Maka, tidak ada orang yang mau menambang emas. "Saya pikir-pikir, apa betul begitu? Suatu ketika harga emas mesti naik dong?" ujar Jusuf. Maka, Jusuf bersama perusahaan Amerika AMEX (American Metal Exploration), mencari chrome (waktu itu terjadi perang di Rhodesia, sedangkan konsumsi chrome dunia 80 persen berasal dari sana) hampir di seluruh wilayah
Indonesia.

Mereka mencari chrome mulai dari Aceh, Kalimantan, Irian, bahkan juga di Halmahera dan Jawa, namun yang ditemukan malah emas. Teman dari Amex pun pulang ke AS. Tapi, Jusuf berpikir, suatu ketika harga emas pasti naik. Maka, ia pun mulai terjun ke dunia pertambangan emas. Ia mulai mencari, dan, antara lain, ia menemukan Busang.
 Pada 1985, sudah bisa diketahui prospek Busang. Setelah membuat KK dengan Pemerintah pada 1987, maka pada 7 Oktober 1988, RD Chuck, geologist dari Australia, melakukan penelitian secara mendalam, yang menunjukkan bahwa Busang mempunyai potensi besar sebagai tambang emas. Waktu itu penggalian (yang dilakukan bersamaan dengan penelitian) sudah masuk ke studi kelayakan (feasibility study). Penemuan pada 1988 itu, sudah diumumkan di Australia. "Jadi,bukannya Bre-X yang menemukan," kata Jusuf.

Cikal Bakal Kekayaan Merukh
Dengan bermodal gelar insinyur, kalau mau, Jusuf sebenarnya bisa menjadi pejabat setingkat menteri. Itu terlihat dari lonjakan kariernya ketika di Kementerian Agraria. Ketika itu, hanya dalam waktu dua tahun, ia mengalami kenaikan golongan sampai empat kali, sehingga di awal tahun 1965 ia sudah mengantungi surat pengangkatan untuk golongan F6. Itu bisa dimaklumi, karena pada waktu itu (zaman Orla) yang namanya insinyur pertanian baru ada tiga orang. Kalau sekarang, golongan itu sama dengan pangkat Jaksa Agung. Sebab gubernur saja golongannya cuma F5, kata bekas Ketua Pemuda
Demokrat Sulawesi itu. Tapi, rupanya, dorongan untuk menjadi pekerja politik lebih besar ketimbang naluri jadi pegawai negeri. Maka, ketika Menteri Dalam Negeri Amir Machmud menyuruhnya memilih, jadi pegawai negeri atau anggota partai politik, Jusuf lebih suka tetap menjadi anggota PNI. Ia rela mengorbankan masa depannya tanpa mendapatkan uang pensiun seperser pun. Maklum, masa kerjanya belum sampai 10 tahun. Perhitungan Jusuf ketika itu, kendati ke luar dari pegawai negeri ia tetap akan hidup
berkecukupan. Soalnya, ketika menjadi pejabat, ada seorang pengusaha yang berjanji akan memberi jatah usaha. Begini ceritanya. Suatu hari, ia dipanggil Ali Sastroamidjojo. Tokoh PNI ini meminta agar Jusuf membantu perizinan usaha perkebunan yang akan dibuka oleh seorang pengusaha Arab bernama Jusuf Bahrun, di Aceh. Ia membantu bukan cuma karena si Bahrun ini getol membantu keuangan partai, tapi juga menjanjikan saham sebanyak 30%. Pokoknya kalau Bapak pensiun, saham ini boleh diambil, kata Bahrun kepada Merukh. Makanya, selepas dari pegawai negeri, Merukh bersama istrinya menemui Bahrun di Medan. Tapi entah kenapa, selama dua pekan tinggal di sana, pengurusan saham yang dijanjikan di notaris tak kunjung tuntas.
Akhirnya, Merukh disarankan pulang ke Jakarta denga n janji akan dipanggil lagi jika urusan pembagian saham di notaris selesai. Tapi apa yang terjadi? Saham belum dibagi, pengusaha keturunan Arab itu keburu tewas lantaran pesawat helikopter yang ditumpanginya jatuh. Akibatnya, Ya, saya jadi tidak dapat apa-apa, ujar Jusuf.

Tak habis akal, Jusuf pun menghadap Menteri Kehutanan, yang ketika itu dijabat Sudjarwo. Dari departemen inilah ia mem-peroleh ratusan ribu hektare HPH di Kalimantan, Halmahera, dan Sulawesi. Ia bisa dengan mudah memperoleh konsesi. Sebab, dulunya, sebag i kepala kabinet menteri, Jusuf terhitung bos Sudjarwo. di sinilah ia menjadi kaya raya. HPH-nya dikontrakkan pada pengusaha Jepang, sementara Jusuf sendiri ongkang-ongkang kaki mengantungi royalti. Kalau you ketemu saya waktu itu, you bisa lihat betapa kayanya saya, katanya mengenang. Pendapatan dari HPH itu sebagian ditabung Jusuf di sebuah Bank Hongkong.

Karir Di Dunia Tambang Terus Meroket
Dalam satu kesempatan, Yusuf  Merukh pernah masuk dalam ranking no 76 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia. Perjalanan Jusuf Merukh dalam meraih sukses tergolong mulus. Sepulang dari Texas, ia disambut bukan cuma oleh PNI, tapi juga pemerintah. Dalam konteks ini, Yusuf menjadi salah satu orang terkaya dengan usia yang relative muda. Dengan 500 kuasa tambangnya, Jusuf menguasai sejumlah tambang emas. Menurut Merukh, suatu hari, tahun 1970, datang ajakan dari Tony Branco (temannya dari Amerika) untuk terjun ke bisnis pertambangan. Dengan modal tabungan sebanyak US$ 5 juta, Jusuf membeli tak kurang dari 500 hak kuasa pertambangan (KP). Tujuannya hanya satu , mencari chrom. Tapi sial, yang
ketemu selalu emas. Padahal, waktu itu harga emas sedang jatuh-jatuhnya: US$ 100 per ounces alias US$ 10 di bawah biaya produksi. Kendati ditinggal mitra asingnya, di beberapa lokasi Jusuf terus melakukan penambangan. Hasilnya, selain emas, ia juga menemukan mangaan dari Pulau Halmahera. Ekspor mangaan itu merupakan hasil pertama saya dari pertambangan, katanya. Saking tertariknya pada pertambangan, ia tak bosan-bosan mendesak pemerintah agar segera membuka bidang usaha ini bagi
investor asing. Usulan itu makin gencar diajukan ketika Menteri Pertambangan dijabat Soebroto. Tidak sia-sia, pemerintah akhirnya menyetujui usulan Merukh. Bahkan, bekas Ketua DPRD DKI ini ikut menyusun aturan main yang harus dipenuhi kontrak karya (KK) yang melibatkan investasi asing. Salah satu dari aturan main itu: pengalihan saham asing harus dilakukan sepengetahuan Pemerintah Indonesia dan mitra lokal. Nah, itulah sebabnya, kenapa Merukh tidak mengakui kepemilikan Bre-X di Busang.
Dan ia tetap menganggap Westralian Atan Minerals sebagai mitranya.

Kini Yusuf Merukh terus berekspansi. Kerajaan bisnisnya terus menjelma di bawah payung holding company yakni Merukh Enterprises. Dalam beberapa catatan, Merukh Enterprises kini membawahi beberapa perusahaan seperti PT. Pukuafu Indah (menguasai 20 persen saham di PT Newmont Nusa Tenggara yang beroperasi di Sumbawa Barat), PT Lebong Tandai (mengusai 100 persen saham Avocet Mining Plc-Malaysia), Sabang Merauke Raya Air Charter (SMAC) dan Dirgantara Air Services (DAS) – dengan kepemilikan 100 persen, PT Sumba Prima Iron, dan lainnya. Selain itu, Merukh Enterprises Corp kini membangun komunikasi dan mitra bisnis dengan berbagai perusahaan kelas dunia seperti; Newmont Mining Corporation (USA), Sumitomo Corporation (Japan), Avocet Mining (UK), ThyssenKrupp (Germany), International Mining Corporation Pty Ltd (Australia), Kopex SA (Poland), KGHM Polska Miedz (Poland), MAN Takraf (Germany),  Thiess Contractor (Australia), Roberts Schaefer Soros (USA),  SIG Manzini (Italy), China Metallugical Corp (China), Sino Steel (China), Sinnaker Capital Group.
 Lainnnya Meruk Enterprises juga pernah membangun mitra dan hubungan bisnis dengan Lehman Brothers dan Merrill Lynch International Bank Limited.
Dalam suatu kesempatan, Yusuf berkomentar singkat, “hidup ini harus dilakoni dengan kerja keras. Keberanian untuk bertindak dan mengambil keputusan adalah salah satu hal penting untuk dilakukan. Lebih dari itu, kesederhanaan dalam meladeni hidup adalah motivasi untuk berjuang lebih keras. Saya ini puluhan tahun hanya menggunakan kijang sebagai kendaraan pribadi, baru-baru ini saja diganti, tak enak dengan kawan-kawan”, ungkap Yusuf menyudahi cerita hidupnya. Inilah salah satu bukti kesederhanaan Yusuf Merukh, di tengah assetnya yang bajibun.
http://www.roabaca.com/profil/dr-yusuf-merukh-mpa-pengusaha-tambang-nan-sederhana-berani-tegas.html
 Rizka Audi Pradita  
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob