ADVERTISEMENT
Kalau Ketua MUI, Ketua NU, Ketua Muhammadiyyah disebut pembela aliran sesat Syi’ah, lalu yang benar siapa? Ulama Salafi Wahabi?
Menurut Habib Rizieq, Syi’ah itu terbagi
3: Ghulat yg menTuhankan Ali (Sesat), Rafidhoh yg mencaci Khalifah/para
Sahabat (Sesat), dan Mu’tazilah (tidak sesat).
Syi’ah golongan inilah yang disebut oleh Prof. DR. Muhammad Sa’id
Al-Buthi, Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti
Mesir Syeikh Ali Jum’ah dan lainnya, sebagai salah satu Madzhab Islam
yang diakui dan mesti dihormati. Syi’ah golongan ketiga ini mesti
dihadapi dengan Da’wah dan Dialog bukan dimusuhi.
Mereka semua ulama. Kalau mereka semua dianggap sesat, lalu yang benar siapa?
Inilah Tokoh Para Pembela Paham Sesat Syiah
Jakarta (Voa-Islam) – Rupanya, ada banyak
tokoh yang mengklaim dirinya sebagai tokoh Islam yang membela paham
sesat Syiah. Mulai dari Ketua MUI Umar Syihab, Ketua Umum PP
Muhammadiyah Din Syamsudin, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, dan
sebagainya. Berikut Voa-Islam tampilkan pendapat mereka mengenai ajaran
Syiah:
Umar Syihab (Ketua MUI)
Menurut Umar Syihab, ia tak sependapat
dengan MUI Jawa Timur yang menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan
bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai
aliran sesat.
Mengenai insiden pembakaran pesantren
Syiah di Sampang, Madura beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden
hanyalah ditumpangi pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam
dengan kedok ajaran Syiah yang dituding sesat.
Kata Umar, MUI tidak pernah menyatakan, bahwa Syiah itu sesat. Syiah
dianggap salah satu mazhab yang benar, sama halnya dengan ahli sunnah
wal jama’ah. Kendati pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam tidak
pernah menghalalkan kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan
majelis taklim seperti terjadi di Sampang.
Ajaran Syiah, kata Umar, sudah diakui di
dunia islam sebagai mazhab yang benar sampai saat ini. “Karena itu
jangan kita membuat peryataan yang bisa mengeluapkan gejolak di
tengah-tengah masyarakat kita dan bisa menyebabkan korban.”
Said Aqil Siraj (Ketua NU)
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj,
ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di
Sampang, Madura. Tak mungkin peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang
membuatnya. Padahal kerukunan hidup beragama di sana sebelumnya
baik-baik saja.
Said meminta pemerintah dan aparat
keamanan bekerja lebih keras, mencegah aksi serupa terulang di kemudian
hari. “Ini pasti ada big design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak
suasana damai di Indonesia,” kata Said.
Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya
dijadikan alat seolah-olah memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka
dari dulu sampai sekarang hidup damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu
meminta semua pihak bisa menahan diri dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan anarkis. “Pihak ketiga itu selalu melancarkan
provokasi supaya konflik terus terjadi. Dan bukan tidak mungkin kasus
serupa akan terjadi di kemudian hari,” katanya.
Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan, di
sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan
Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin
Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh
kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa
terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon.
Bahkan di Libanon Selatan, lanjut Said,
Hizbullah dari kelompok Syiah didukung juga oleh kelompok Suni.
Dikatakan Said, sepanjang sejarah, perbedaan yang terjadi antara Suni
dan Syiah sebenarnya, terkait soal kekuasaan atau lazim disebut imamah.
Karena itu, kelompok Syiah memasukkan masalah imamah ke dalam rukun
agama dan sejak dini anak-anak mereka diajarkan pengetahuan tentang
imamah. “Dalam perkembangan Islam, kedua kelompok Suni dan Syiah
sama-sama memberikan andil dan peran yang sangat besar dalam peradaban
Islam,” tegas kyai Siraj.
Said menyebut sejumlah tokoh Syiah yang
memberikan andil besar bagi kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu
Sina, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin
Hayyan yang dikenal sebagai penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan
seorang sufi Abu Yazid al Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini
telah menyumbangkan ilmunya bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok
ini adalah aset yang sangat berharga bagi umat Islam.”
Syafii Maarif (Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah)
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad
Syafii Maarif mengutuk keras aksi pembakaran terhadap pondok pesantren
Syiah di Kecamatan Karang Penang, Sampang. Terlebih jika aksi pembakaran
tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan keagamaan.
Menurutnya, kebenaran bukanlah milik
individu apalagi kelompok. Syafii mengatakan, Syiah telah diakui sebagai
mazhab kelima dalam Islam. Dia pun menyatakan bahwa setiap orang,
sekalipun atheis berhak hidup. Terpenting, katanya, bisa hidup rukun dan
toleran.
Din Syamsudin (Ketua Muhammadiyah)
Pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia
yang berlangsung 4-6 Mei 2008 di Teheran, Iran, Din Syamsuddin pernah
mengatakan, bahwa Sunni dan Syi’ah ada perbedaan, tapi hanya pada
wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah).
Menurut Din, Sunni dan Syi’ah berpegang pada akidah Islamiyah yang sama,
walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap sahabat sekaligus
menantu Nabi Muhammad, yakni Ali bin Abi Thalib.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
ini juga mengatakan, sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni
dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu
kemiskinan dan keterbelakangan. (Detikcom 5 Mei 2008)
Dikatakan Din, seandainya tidak dicapai
titik temu, maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh
elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama”
(kalimatun sawa) dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.
Pandangan FPI terhadap Syi’ah
Mengenai status aliran Syi’ah, FPI membagi Syi’ah dengan semua sektenya menjadi tiga Golongan:
Pertama, SYI’AH GHULAT yaitu Syi’ah yang
menuhankan maupun menabikan Ali ibn Abi Thalib RA dan meyakini Al-Qur’an
sudah ditahrif (dirubah, ditambah dan dikurangi), dan sebagainya dari
berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari Ushuluddin yang disepakati
semua Madzhab Islam. Syi’ah golongan ini adalah Kafir dan wajib
diperangi.
Kedua, SYI’AH RAFIDHOH yaitu Syi’ah yang
tidak berkeyakinan seperti Ghulat, tapi melakukan
penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun
tulisan terhadap para Sahabat Nabi Saw seperti Abu Bakar ra dan Umar ra
atau terhadap para isteri Nabi Saw seperti ‘Aisyah ra dan Hafshah ra.
Syi’ah golongan ini Sesat, wajib dilawan dan diluruskan.
Ketiga, SYI’AH MU’TADILAH yaitu Syi’ah
yang tidak berkeyakinan Ghulat dan tidak bersikap Rafidhah, mereka hanya
mengutamakan Ali ra di atas sahabat yang lain, dan lebih mengedapankan
riwayat Ahlul Bait daripada riwayat yang lain, secara zhohir mereka
tetap menghormati para sahabat Nabi Saw, sedang Bathinnya hanya Allah
Swt Yang Maha Tahu, hanya saja mereka tidak segan-segan mengajukan
kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan.
Syi’ah golongan inilah yang disebut oleh
Prof. DR. Muhammad Sa’id Al-Buthi, Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR.
Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syeikh Ali Jum’ah dan lainnya, sebagai
salah satu Madzhab Islam yang diakui dan mesti dihormati. Syi’ah
golongan ketiga ini mesti dihadapi dengan Da’wah dan Dialog bukan
dimusuhi.
Beda Syi’ah dengan Alawiy
Hidayatullah.com.
Adanya sebagian dari kalangan alawiyin (Arab keturunan sayyid yang
menisbatkan diri sebagai keturuan Rasulullah SAW dari jalur Fatimah Ra)
yang menganut Syi’ah, menimbulkan persepsi sebagian masyarakat, bahwa
kaum alawiyin atau habaib identik dengan Syi’ah.
Namun, anggapan ini dibantah oleh
Rabithah Alawiyah, satu-satunya organisasi resmi kalangan alawiyyin di
Indonesia yang berdiri sejak tahun 1928 di Jakarta. Salah seorang ketua
Rabithah yang juga Ketua Umum Front Pembela Islam, Habib Muhammad Rizieq
Shihab menjelaskannya secara singkat saat Suara Hidayatullah
mengunjunginya di rumah tahanan Polda Metro Jaya, awal Maret lalu.
“Jangan samakan alawiyyin dengan Syi’ah. Itu menyinggung semua habaib,
karena tidak semua habaib itu Syi’ah. Ana (saya) bukan Syi’ah,” jawab
Rizieq.
Memang, ada sebagian habaib yang menganut
Syi’ah, tapi prosentasenya sangat kecil, tidak sampai sepuluh persen.
Pengurus Rabithah sendiri, kata Rizieq, bebas dari Syi’ah. Semuanya
Sunni.
Rizieq menjelaskan, alawiyyin terbagi menjadi dua, yakni alawiyyin
nasaban dan alawiyyin madzhaban. Alawiyyin madzhaban itu yang Syiah.
Mereka bermadzhab Alawiy. Sedang alawiyyin nasaban, yakni nasabnya atau
silsilahnya dari Ali bin Abi Thalib Ra. yang bermadzhab Syafi’i. Yang
berasal dari Hadramaut, Yaman, termasuk alawiyyin nasaban.
Meski demikian, kata Rizieq, secara nasab
sebagian pengikut Syi’ah tadi memang alawiy. Mereka memang berasal dari
Hadramaut tapi tidak secara langsung hijrah ke Indonesia. Sebagian
mereka hijrah dahulu ke Irak ataupun Iran sebelum berlabuh di Indonesia.
Rizieq melanjutkan, pada awalnya
alawiyyin Syi’ah yang minoritas ini punya pergaulan yang bagus dengan
kalangan Sunni. Namun, setelah revolusi Iran mereka mulai berani pasang
aksi. Hal tersebut akhirnya menyulut pertentangan umat Islam di beberapa
daerah di Jawa Timur seperti di Bondowoso, Situbondo, Bangil, Malang ,
hingga Madura.
Begitu peliknya masalah yang timbul
hingga membuat Direktorat Intelkam Polda Jawa Timur merasa perlu menulis
buku khusus tentang Syi’ah. Buku tersebut berjudul Paham Syiah: Ikatan
Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Permasalahannya di Jawa Timur,
terbitan Dit Intelkam Polda Jatim bersama Lembaga Penelitian dan
Penerbitan Provinsi Jawa Timur, yang dicetak oleh PT Bina Ilmu Surabaya.
Menurut Rizieq, Rabithah mengambil sikap
dialogis menanggapi para alawiyyin Syi’ah tersebut. Tidak konfrontif.
Hal ini dikarenakan para alawiyyin Syi’ah tersebut termasuk keluarga
besar alawyyin di bawah naungan Rabithah. Sehingga mereka punya hak
untuk untuk diperhatikan, diajak dialog, dibina, dan diayomi. Laporam
mereka yang merasa diancam oleh kalangan Sunni juga ditampung Rabithah.
Meski demikian, kata Rizieq, Rabithah
juga meminta kalangan Syi’ah untuk introspeksi diri. “Adanya aksi
anarkis disebabkan aksi dari kalangan Syi’ah yang membuat selebaran,
buku, yang menyinggung hal yang sangat sensitif bagi Ahlus Sunnah.
Seperti soal Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, juga tentang
istri-istri nabi, Aisyah dan Hafsah.”
Sebagai ketua FPI, meski masih bersedia
dialog dengan kalangan Syi’ah, Rizieq punya garis tegas mengenai masalah
Syi’ah. Suatu hal yang katanya sering ia sampaikan kepada anggota FPI
dan di hadapan habaib Syi’ah sendiri. “Kalau ada dai-dai di atas mimbar
mencaci maki ahlul bait atau sahabat Nabi, turunkan! Bakar mimbarnya!
Ana nggak mau tahu, mau Syi’ah kek, wahabi kek. Caci maki sahabat, caci
maki ahlul bait, berarti musuh ana”. *Surya Fachrizal/Suara Hidayatullah
http://kabarislamia.com/2012/01/10/ulama-yang-menolak-syiah-dinyatakan-sesat/