AS, Inggris & Australia Sadap Presiden SBY (Snowden Part-4)
Posted on Juli 29, 2013 by spedaonthel
Intelijen AS & Inggris Sadap Presiden SBY saat KTT G20 di London, Sedangkan Australia 4 Tahun Sadap SBY, JK, Ani Yudhoyono dan Pejabat Lainnya (Snowden Part-4)
Rombongan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dikabarkan telah disadap saat menghadiri KTT G20 di London,
Inggris, pada April lalu. Hal itu seperti diberitakan Jumat (26/7) oleh
dua media Australia bernama Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald.
Dalam berita itu, disebutkan, yang
melakukan penyadapan adalah Badan Intelijen dari Amerika Serikat dan
Inggris. Namun, pemerintah Australia ikut menerima keuntungan dari hasil
sadapan itu.
“Perdana Menteri Australia Kevin Rudd
menyebut mendapat keuntungan dari penyadapan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono saat menghadiri KTT G20 di London,” ujar salah satu sumber
intelijen negeri kanguru tersebut.
Sumber itu mengatakan Kevin Rudd memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para pemimpin di Asia, termasuk SBY.
“Perdana
Menteri Kevin Rudd memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap para
pemimpin, khususnya pemimpin di Asia Pasifik, yakni Yudhoyono, Manmoham
Singh (PM India) dan Hu Jintao (Mantan Presiden Cina),” ujar salah satu
sumber anonim intelijen Australia.
Menurut sumber itu, penyadapan itu dapat
mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk pula dukungan untuk
memenangkan kursi jabatan di dewan keamanan PBB. “Tanpa dukungan
intelijen (hasil sadapan) Amerika, kami tidak dapat memenangkan kursi
itu,” ujar pejabat di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan itu.
“Dari kabar yang
beredar, salah satu tujuan dari penyadapan tersebut agar Australia
mendapatkan dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di lingkup DK PBB.”
Diketahui,
dokumen yang dikeluarkan oleh Fairfax Media menuliskan mantan PM
Australia Julia Gillard sebelumnya diberi tahu oleh Kepala Divisi
Intelejen Bagian Informasi Richard Sadleir, bahwa ada kebocoran dokumen
intelijen yang dilakukan oleh Edward Snowden.
Hal itu diketahui setelah media The Guardian
melaporkan Snowden membocorkan dokumen intelejen AS dan Inggris, bahwa
keduanya menargetkan penyadapan kepada para pemimpin dunia saat
menghadiri KTT G20 di London.
Kemudian Kepala Divisi Intelejen Bagian
Informasi Richard Sadleir juga memberitahukan kepada Julia Gillard pada
17 Juni lalu, bahwa intelijen Inggris mempekerjakan seorang intelijen
yang memiliki kemampuan menyadap komunikasi.
Kantor pusat
komunikasi pemerintah mengungkapkan perangkat yang disadap salah satunya
termasuk ponsel BlackBerry, password email dan panggilan keluar maupun
masuk para delegasi dunia.
Tertulis dalam media The Guardian, Snowden mengungkapkan kantor pusat komunikasi pemerintahan mampu menghadirkan rekaman secara langsung pembicaraan telepon.
Rekaman percakapan itu secara otomotis
dapat muncul dan konstan. Dan hasilnya nanti akan digunakan oleh pejabat
Inggris untuk dapat mempengaruhi peristiwa yang terjadi ke depan.
Dalam sebuah dokumen NSA yang dibocorkan oleh Edward Snowden dengan judul, “Komunikasi Kepemimpinan Rusia untuk mendukung Presiden Dmitry Medvedev di pertemuan G20 di London”,
terungkap bahwa memang benar pihak intelijen Inggris dan Amerika
Serikat (CIA dan NSA), mengawasi segala hal yang terjadi pada saat
dihelatnya KTT G20 tersebut.
Walaupun belum ada bukti konkrit, namun
apabila ternyata rumor yang beredar benar, pihak Istana melalui Staf
Khusus Kepresidenan menjelaskan bahwa hal tersebut adalah tidak etis
apalagi menyangkut hubungan antar negara.
Legalkan Penyadapan oleh Intelijen Inggris terhadap SBY?
Kembali memunculkan sebuah pengandaian,
apabila aksi penyadapan tersebut benar, apakah Indonesia dan
negara-negara yang ikut dalam KTT G20 tersebut dapat menuntut Inggris,
Amerika Serikat dan negara-negara lain yang ikut meraih keuntungan akan
aksi itu?
Sedikit dikerucutkan ke Indonesia saja,
apabila penyadapan dilakukan di Indonesia, maka akan ada tindakan yang
serius untuk dapat diambil karena menurut penjelasan di sebuah account
Facebook dengan nama Badan Intelijen Negara membeberkan bahwa penyadapan
adalah salah satu pelanggaran hukum.
Namun, yang perlu dicatat adalah ada dua jenis penyadapan, yaitu penyadapan yang diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan.
Yang tidak diperbolehkan adalah
penyadapan yang dilakukan atas nama pribadi dan yang diperbolehkan
adalah penyadapan yang dilakukan oleh pihak berwajib untuk mendapatkan
penemuan penting seperti sepak terjang para koruptor sampai teroris.
Walaupun dilakukan oleh pihak berwajib
namun pemberian wewenang penyadapan benar-benar dibatasi dan hanya dapat
dilakukan oleh pihak yang berkepentingan saja untuk menghindari
penggunaan untuk tujuan pribadi.
Nah, bagaimana dengan penyadapan yang terjadi di negara lain seperti halnya penyadapan di KTT G20 ini? Dikutip dari Policymic (29/05/13), pihak Amerika Serikat mengatakan bahwa segala aksi yang disebut dengan tapping atau penyadapan ini adalah legal.
Hal tersebut didukung dengan keputusan kongres seperti dikutip dari Privacyrights.org. Dalam kongres yang berjudul Communications Assistance for Law Enforcement Act atau disebut juga dengan Digital Telephony Act (18 USC 2510-2522) menyatakan:
“Bahwa untuk menghindari segala hal yang tidak diinginkan, maka pihak berwenang di suatu daerah, atau:
negara berhak
melakukan aksi penyadapan baik dengan mengakses konten dari transmisi
telepon atau juga yang dalam format digital.”
Mengutip dari dua pernyataan tersebut,
apakah penyadapan terhadap para pemimpin negara-negara yang ikut dalam
KTT G20 tersebut legal?
Satu pemikiran adalah, para pemimpin
negara di KTT G20 sedang tidak membahas upaya untuk menjadi teroris atau
tindakan jahat lain, kenapa harus dimata-matai?
Dikutip dari Press TV (17/06),
para intelijen yang melakukan aksi penyadapan tersebut kabarnya
mendapatkan perintah langsung dari seorang pejabat senior pemerintah
Inggris atas intruksi Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown.
Tertulis dalam media The Guardian,
Snowden juga ungkapkan bahwa kantor pusat komunikasi pemerintahan mampu
menghadirkan rekaman secara langsung pembicaraan telepon.
Rekaman percakapan itu secara otomatis
dapat muncul dan konstan. Hasilnya nanti akan digunakan oleh pejabat
Inggris untuk dapat mempengaruhi peristiwa yang terjadi ke depan.
Dalam media itu tertulis fokus penyadapan adalah Turki dan Afrika Selatan, bukan Indonesia. Namun, sumber anonim mengatakan:
“Tidak menutup
kemungkinan Indonesia juga menjadi target penyadapan selanjutnya. Selalu
ada prioritas bagi kita,” ujar sumber itu.
Sayangnya, sampai sekarang belum ada pernyataan baik dari pihak Inggris atau juga Amerika Serikat terkait aksi penyadapan ini.
Pemerintah Indonesia belum menentukan
langkah apa yang harus diambil, karena segala sesuatunya belum tentu
benar dan yang memberitakan hal tersebut adalah media bukan konfirmasi
langsung dari pihak yang bersangkutan.
Istana akan selidiki kerugian negara terkait penyadapan SBY
Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri
Teuku Faizasyah menyayangkan apabila penyadapan itu benar-benar
dilakukan oleh pihak Australia. “Kita melihat bahwa masalah pengelolaan
informasi menjadi semakin penting yang mana tentunya kita menduga ada
pihak-pihak yang ingin mengetahui informasi yang sifatnya berangkat dari
sinyalemen seperti ini, kita terus meningkatkan pengamanan informasi,”
kata Faizasyah di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/7/13).
Faizasyah menegaskan tindakan penyadapan dari satu negara ke negara
lain tanpa izin, apalagi menyadap presiden, tentunya bukan hal yang baik
dalam hubungan bernegara. Namun sejauh ini SBY belum bereaksi apa-apa
terkait kabar penyadapan ini.
“Yang
saya ketahui beliau mengetahui (kabar penyadapan), apa reaksinya belum
kami ketahui. Saya rasa di mana pun tidak ada yang mengkonfirmasi bahwa
tindakan penyadapan dilakukan. Kita melihat dari segi etika hubungan
antar negara tindakan penyadapan itu suatu yang harus dihindari,”
ujarnya.
Dia pun akan menyelidiki berapa kerugian negara akibat penyadapan tersebut melalui para intelijen.
“Nanti kita akan melihat sejauh mana
derajat kerugian informasi ini memang nanti aparat kita juga memiliki
institusi intelijen dan mereka tentunya juga akan mencoba mencaritahu
melalui mitranya walaupun secara keniscayaan sulit suatu negara yang
melakukan tindakan penyadapan mengakui bahwa mereka melakukan,”
imbuhnya.
Sadap Indonesia Saat Konferensi Iklim PBB di Bali tahun 2007
Australia dan Amerika Serikat (AS), juga
melancarkan operasi mata-mata terhadap Pemerintah Indonesia, selama
konferensi perubahan iklim PBB di Bali pada tahun 2007.
Surat kabar Australia, The Guardian
mengutip dokumen yang dibocorkan oleh whistleblower AS, Edward Snowden,
menyebutkan petugas Direktorat Pertahanan Sinyal Australia bekerja
bersama dengan Badan Keamanan Nasional Amerika (NSA) mengumpulkan nomor
telepon dari pejabat keamanan Indonesia.
Hal itu untuk memonitor panggilan telepon para pejabat kemanan Indonesia, dan mengumpulkan data intelijen lainnya.
Guardian, seperti dikutip dari Asiaone.com,
Minggu (3/11/2013) mengatakan bahwa operasi mata-mata di tahun 2007
tidak berlangsung sukses, di mana keberhasilan yang nyata hanya menyadap
nomor ponsel kepala polisi Bali.
“Upaya mengungkapkan jaringan komunikasi
Indonesia yang sebelumnya tidak diketahui dan untuk mengetahui struktur
jaringan dalam keadaan krisis,” dikutip dari The Guardian. Operasi itu terjadi saat Kevin Rudd baru terpilih menjadi Perdana Menteri Australia.
Intelijen Amerika Serikat Sudah Terlibat Sejak Indonesia Merdeka
Politisi PDI Perjuangan, Eva Kusuma
Sundari mengaku tidak kaget dengan isu tersebut. Sebab, AS diketahui
telah menyadap negara-negara sekutunya seperti Jerman, Perancis dan
Eropa yang tidak memiliki ketergantungan besar kepada negara adidaya
itu.
“Yang tidak ada ketergantungan AS berani
melakukannya kenapa tidak ke negara satelit seperti Indonesia yang
ketergantungan kita tinggi melalui segala bantuan-bantuan yang
diberikan,” kata Eva ketika dihubungi, Rabu (30/10/2013).
Eva mengutip studi Cornel University
dimana keterlibatan Amerika sejak RI merdeka sudah besar. Studi
tersebut memperlihatkan data-data yang disimpan oleh intelijen termasuk
pelengseran Presiden RI Soekarno.
“Jadi sekarang hanya kelanjutan saja,
dari keterlibatan sejak dulu. Jangan lupa, ada kerjasama dengan
pejabat-pejabat kita lho,” imbuhnya.
Ia mencontohkan dalam buku yang ditulis Kwik Kian Gie terkait proses pengambilan keputusan untuk penjualan BCA dan BLBI.
Para birokrat tingkat tinggi di Kemenkeu dan BI, ujar Eva, selalu berhubungan dengan Washington DC.
“Artinya, beda dengan di Eropa yang merasa dicurangi, di sini kasat mata. Tegasnya, kita membiarkan dan malah bekerjasama dengan intelijen asing. Jadi ada problem mental kolaborator di kita,” tutur Anggota Komisi III itu.
Ia menduga penyadapan tidak saja
dilakukan oleh Amerika Serikat tetapi negara lainnya. “Ada info kok,
mereka biasa beli informasi A1 dari aparat kita kok. Gampang disuap katanya,” tukasnya.
Indonesia protes fasilitas penyadapan AS
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa menyatakan, Indonesia tidak dapat menerima dan memprotes
keberadaaan fasilitas penyadapan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di
Jakarta, seperti yang diberitakan surat kabar terbitan Australia, Sydney
Morning Herald.
“Indonesia tidak dapat menerima dan
mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas
penyadapan di Kedubes AS di Jakarta,” ucap Menteri Luar Negeri, Marty M.
Natalegawa, melalui email yang diterima BBC Indonesia, Rabu (29/10/13)
siang.
Marty Natalegawa menyatakan hal ini menanggapi pemberitaan surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 29 Oktober 2013 tentang keberadaan dan penggunaan fasilitas penyadapan di Kedutaan AS di Jakarta.
Menurut Marty, dia telah berbicara dengan
perwakilan Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk menuntut penjelasan resmi
terhadap pemberitaan tersebut.
“Perlu ditegaskan bahwa jika
terkonfirmasi, tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran
keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik
dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar
negara,” tambah Menteri Luar Negeri.
Informasi tentang dugaan bahwa Kedutaan
Besar AS di Jakarta menjadi salah-satu dari 90 pos yang memiliki
fasilitas penyadapan intelijen AS, didasarkan kesaksian Edward Snowden,
yang kemudian dikutip Sydney Herald Tribune dan beberapa media lainnya.
Koran tersebut memberitakan peta rahasia
yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia. Di wilayah
Asia, menurut koran tersebut, fasilitas penyadapan itu antara lain
terdapat di kedubes AS di Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur dan Yangoon.
Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari
Kedutaan Besar AS di Jakarta atas pemberitaan seputar fasilitas
penyadapan. Namun demikian, Kepala badan intelijen AS James Clapper
mengatakan di dalam keterangan kepada parlemen AS bahwa mengetahui niat
pemimpin dunia adalah tujuan utama operasi penyadapan.
Pernyataan Clapper adalah respon terhadap
polemik internasional menyusul laporan bahwa AS melakukan penyadapan
terhadap para sekutu asing mereka, seperti Perancis, Jerman, serta
Spanyol.
SBY dan sejumlah menteri sudah 4 tahun disadap Australia
Kabar itu disampaikan pakar digital
forensik Ruby Alamsyah, bahwa Presiden SBY dan para menteri sudah
disadap pihak Australia sejak empat tahun yang lalu.
“Saya sudah ngomong di mana-mana dan
memberikan penjelasan ke sejumlah instansi sejak 2009. Ini sebenarnya
isu lama, cuma dokumennya baru terungkap sekarang oleh sejumlah media
Inggris,” ujarnya Senin (18/11/a3).
Menurut dia, parahnya intelijen Indonesia
yang baru tahu kalau disadap setelah empat tahun berlalu. Namun, Ruby
belum menjelaskan secara detail mengenai metode penyadapan.
Alat-alat komunikasi para petinggi negara
ini terungkap saat pihak intelijen Australia empat tahun lalu menyadap
telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama istrinya, Ibu
Ani Yudhoyono. Kabar ini berdasarkan dokumen Badan Keamanan Nasional
Amerika Serikat (NSA) dibocorkan Edward Snowden.
Komunikasi Presiden SBY menggunakan
telepon seluler Nokia Communicator. Dokumen berasal dari badan intelijen
Australia (DSD) soal penyadapan SBY dan pejabat Indonesia lainnya.
Tak hanya Presiden, namun Ibu Negara,
sejumlah menteri bahkan Jusuf Kalla mantan wakil presiden RI, juga
disadap Australia. Jenis telepon saat disadap JK menggunakan Samsung
SGH-Z370.
Sementara itu, Menpora Roy Suryo yang juga pengamat multimedia mengatakan masalah isu penyadapan sudah lama beredar.
“Bukankah semua negara sudah tahu bahwa
kehadiran Kedubes yang biasanya di atapnya bertebaran berbagai antena
adalah memang sarana untuk melakukan monitoringer,” ungkapnya secara
tertulis.
Menurut Roy, meski praktik pengawasan
(monitoring) adalah keniscayaan yang mesti selalu bisa terjadi. Walau
sudah dipakai teknologi enkripsi atau persandian secanggih apapun, dan
selama semua komunikasi tersebut masih ditransmisikan melalui ranah
publik atau jejaring yang bisa diakses oleh teknologi buatan manusia,
maka tetap akan bisa dimonitor pihak lain dengan menggunakan teknologi
setara.
Sebelumnya, Citizen Lab menemukan FinFisher
pada jaringan protocol internet milik Telkom dan Biznet namun belum
merupakan bukti bahwa Indonesia telah mengoperasikan Fin Fisher. (baca
artikel lama: Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan! )
FinFisher atau dikenal juga
dengan FinSpy, adalah perangkat lunak pengintai yang dipasarkan oleh
Gamma International, sebuah perusahaan software dengan Gamma cabang
International Ltd yang berbasis di Inggris di Andover, Inggris.
Gamma International adalah anak
perusahaan dari Grup Gamma, yang mengkhususkan diri dalam pengawasan dan
pemantauan, termasuk peralatan, perangkat lunak dan pelatihan.
“Citizen Lab justru mengaku ingin
menanyakan kepada Indonesia, khususnya Telkom dan Biznet mengapa
FinFisher ada di mereka dan untuk apa software tersebut diletakkan di
kedua internet service provider (ISP) tersebut,” ujar Masashi Crete,
Researcher Manager Citizen Lab.
Masashi mengungkapkan FinFisher tersebut
bisa diletakkan oleh pihak Indonesia sendiri, juga bisa oleh pihak luar
negeri tanpa sepengetahuan Biznet dan Telkom.
Disadap, Indonesia evaluasi seluruh kerja sama dengan Australia
Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan melalui Kementerian Luar Negeri akan menindaklanjuti
kabar yang beredar terkait penyadapan oleh pihak intelejen Australia.
Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan
ada 4 poin yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap isu
penyadapan pihak intelejen Australia kepada Presiden dan sejumlah
pejabat di Indonesia.
Empat Point yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia tersebut adalah:
Pertama, pemerintah
Indonesia akan menghubungi Menlu Australia Julie Isabel Bishop untuk
meminta klarifikasi soal penyadapan kepada Presiden dan sejumlah pejabat
di Indonesia.
“Menghubungi Menlu Australia Julie Isabel
Bishop menyampaikan bahwa isu ini adalah hal yang akan membawa dampak
tidak baik terhadap hubungan bilateral. Indonesia dan Australia,”
ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (18/11).
Kedua,
Djoko mengatakan Pemerintah Indonesia juga akan meminta Australia
menyampaikan official and public explanation. Pemerintah Indonesia juga
akan meminta pernyataan komitmen dari Australia untuk tidak akan
mengulangi perbuatan penyadapan tersebut jika memang benar terbukti.
Ketiga, lanjut Djoko, Pemerintah Indonesia akan memanggil Dubes RI di Canberra untuk konsultasi terkait penyadapan tersebut.
“Memanggil Dubes RI di Canberra ke
jakarta untuk konsultasi. Serta, akan mengkaji kerja sama pertukaran
informasi antara pemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat
Australia di Kedubes Australia di Jakarta,” paparnya.
Keempat, Djoko
mengatakan, Pemerintah Indonesia akan mereview seluruh kerjasama dengan
Australia. “Mereview seluruh kerja sama pertukaran informasi dan kerja
sama lainnya dengan Australia,” ujarnya.
Australia serius tanggapi tuduhan penyadapan Indonesia
Menteri Luar Negeri Australia, Julie
Bishop, mengatakan pemerintahnya menanggapi serius kekhawatiran
Indonesia atas laporan media bahwa Kedutaan Besar Australia di Jakarta
digunakan oleh AS untuk program pengumpulan data elektronik rahasia.
Tuduhan tersebut ditanyakan Menteri Luar
Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, kepada Bishop saat keduanya bertemu
di Perth, Jumat (01/11/13).
Kantor berita AP melaporkan bahwa Marty
mengatakan kepada Bishop bahwa tuduhan penyadapan sangat mengkhawatirkan
dan tidak bisa diterima.
“Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa telah menyampaikan kekhawatirannya atas tuduhan yang dimuat
di media kepada saya, dan saya menanggapi tuduhan tersebut dengan
serius,” kata Bishop, seperti dilkutip AP.
Namun ia menolak mengomentari tuduhan tersebut dan mengatakan “pemerintah Australia tidak akan menanggapi masalah intelijen.”
“Menlu Natalegawa dan saya bekerja sama secara konstruktif dalam masalah ini dan sejumlah masalah lain,” kata Bishop.
Dugaan penyadapan berasal dari dokumen
yang dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan kontraktor untuk Badan
Keamanan Nasional AS (NSA).
Dokumen tersebut diterbitkan oleh majalah Jerman, Der Spiegel, yang membahas secara rinci program intelijen sinyal bernama Stateroom, tempat Kedubes AS, Inggris, Australia dan Kanada menyimpan perangkat penyadapan untuk mengumpulkan komunikasi elektronik.
Negara-negara itu, bersama Selandia Baru, memiliki perjanjian berbagi intelijen yang dikenal dengan Five Eyes.
Kedubes Australia di Jakarta diklaim sebagai salah satu kedubes yang terlibat seperti dilaporkan media Fairfax Australia.
Selain itu kedubes
Australia di Bangkok, Hanoi, Beijing dan Dili serta Komisi Tinggi di
Kuala Lumpur serta Port Moresby, Papua Nugini, juga disebut terlibat.
Laporan itu memicu kemarahan dari
pemerintah negara-negara Asia dan para pemimpin negara meminta AS serta
para sekutunya untuk menjelaskan tuduhan tersebut.
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, hanya mengatakan bahwa pemerintahnya tidak melanggar hukum apa pun.
Des Ball, pakar intelijen terkemuka
Australia, mengatakan kepada AP bahwa ia telah melihat antena
tersembunyi di lima kedutaan besar yang disebutkan dalam laporan
tersebut.
Sementara itu, Duta Besar Australia, Greg
Moriarty, usai pertemuan dengan Sekjen Kemenlu di Jakarta Jumat
mengatakan pertemuan berjalan dengan baik dan akan memberikan laporan
kepada Canberra.
Klaim ini menyusul tuduhan bahwa AS
melakukan kegiatan mata-mata dan penyadapan di 35 negara, termasuk
menyadap ponsel milik Kanselir Jerman Angela Merkel.
(Sumber: AP, merdeka, Guardian, Sydney Morning Herald, Rbth.ru, Presstv, Privacyrights.org, Ssd.eff.org, Asiaone, Wikipedia.org, Der Spiegel, Policymic)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.