Tugas Telematika
MAKALAH
PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM
(SEMESTER 1)
DOSEN: Bpk SYAIFUL AMRI,ST
OLEH
SRI WAHYUONO
NIM:111.11.084
STT TELEMATIKA
2011/2012
DAFTAR ISI
PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA DI LIHAT DARI SEGI HUKUM
BAB I PENDAHULULAN……………………………………………………………………………1
BAB II DEVENISI TELEMATIKA………………………………………………………………2
Pemahaman dan Pemahaman………………………………………………………………………..2
BAB III PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA……………………..3
A.Periode Rintisan…………………………………………………………………………………………4
B.Periode Pengenalan…………………………………………………………………………………….5
C.Periode Aplikasi………………………………………………………………………………………….7
BAB IV TELEMATIKA DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL……………….9
A.Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITE……………………………………………..11
B.UU ITE dalam Sistem Hukum Nasional………………………………………………………14
C.Jenis-jenis Ancaman (Threats) yang dilakukan Akibat Menggunakan
Melalui TI…………………………………………………………………………………………………15
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA DAN REFERENSI
PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM
BAB I. PENDAHULUAN
Zaman informasi ini, menegaskan bahwa jarak geografis tidak lagi menjadi
faktor penghambat dalam hubungan antara manusia atau antar lembaga
usaha. Berbagai informasi dapat diakses dengan mudah sekaligus cepat.
Setiap perkembangan dapat diikuti dimanapun berada. Istilah “jarak sudah
mati” atau “distance is dead” makin lama makin nyata kebenarannya.
Zaman informasi menyebabkan jagad ini menjadi suatu “dusun semesta” atau
“global village”.
Zaman informasi yang sudah berkembang sedemikian rupa seperti sekarng
ini, hanya mungkin dengan adanya dukungan teknologi. Teknologi inilah
yang menyampaikan beragam dan banyak informasi. Teknologi telematika
(selama beberapa dasawarsa ini) telah berkembang sehingga mampu
menyampaikan (mentransfer) sejumlah besar informasi
Sementara itu, di Indonesia, perkembangan telematika masih tertinggal
apabila dibandingkan dengan negara lain. Cina misalnya, kini sudah dapat
mendahului republik ini dalam hal aplikasi komputer dan internet,
begitupula Singapura, Malaysia, dan India yang jauh meninggalkan
Indonesia. Tampaknya masalah political will pemerintah yang belum
serius, serta belum beresnya aturan fundamental adalah penyebab
kekurangan tersebut. Contoh nyatanya ialah penutupan situs porno dan
situs yang menyajikan film fitnah menyusul dengan disetujuinya
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik pada medio 2007 dan
awal tahun 2008, oleh Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo)
Keadaan ini merupakan realitas objektif yang terjadi di Indonesia
sekarang, tidak termasuk wilayah yang belum tersentuh teknologi
telematika, semisal Indonesia Timur yang masih terbatas pasokan listrik.
Amat mungkin, beberapa bagian dari wilayah tersebut belum mengenal
telematika.
Seperti apa wujud Indonesia di masa depan yang terkait dengan
telematika, bergantung pada kenyataan sekarang. Selanjutnya masa
sekarang ini, dibangun oleh hasil dari perjalanan masa lalu. Untuk yang
disebutkan terakhir inilah, makalah ini dihidangkan. Sebagai usaha
membuat tulisan sejarah, yang lebih cocok dikategorikan sebagai sebuah
tulisan rintisan, boleh jadi akan bersifat subyektif. Dengan demikian,
undangan untuk mengembangkan gagasan baru yag lebih segar (up to date)
adalah suatu keniscayaan.
BAB II . DEFINISI TELEMATIKA
Pemahaman dan Pemanfaatan
Telematika berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang
berarti bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi
informasi. Yang pertama kali memperkenalkan kata ini adalah penulis buku
berjudul “L’informatisation de la Societe” yaitu Simon Nora dan Alain
Minc pada tahun 1978. Istilah telematika dari segi hukum adalah
perkembangan sistem elektronik berbasis digital antara teknologi
informasi dan media yang awalnya masing – masing berkembang secara
terpisah.
Telematika terintegrasi dari kata Telekomunikasi dan Informatika,
Telematika juga dikenal dengan istilah ICT (Information and
Communications Technology), atau yang kita kenal dengan Teknologi
Informasi dan Komunikasi. ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan
pengiriman, penerimaan, dan penyimpanan informasi dengan menggunakan
peralatan telekomunikasi. Secara umum istilah Telematika dipakai juga
untuk teknologi Sistem Navigasi / Penempatan Global atau GPS (Global
Positioning System) sebagai integral dari komputer dan teknologi
komunikasi berpindah (Mobile Communication Technology). Istilah
Telematika juga dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (Road
Vehicles dan Vehicle Telematics).
BAB III . PERKEMBANGAN TELEMATIKA DI INDONESIA
Pada jaman Pra Sejarah manusia berkomunikasi dengan lingkungannya
secara verbal satu sama lain, tapi seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya teknologi, manusia dapat berkomunikasi menggunakan
media-media yang canggih seperti internet, bahkan dengan adanya
teknologi jarak pun tidak menjadi kendala untuk mendapat berbagi
informasi.
Di Indonesia perkembangan telematika mengalami tiga periode berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu :
A.Periode Rintisan
Aneksasi Indonesia terhadap Timor Portugis, peristiwa Malari, Pemilu
tahun 1977, pengaruh Revolusi Iran, dan ekonomi yang baru ditata pada
awal pemerintahan Orde Baru, melahirkan akhir tahun 1970-an penuh dengan
pembicaraan politik serta himpitan ekonomi. Sementara itu sejarah
telematika mulai ditegaskan dengan digariskannya arti telematika pada
tahun 1978 oleh warga Prancis.
Mulai tahun 1970-an inilah Toffler menyebutnya sebagai zaman informasi.
Namun demikian, dengan perhatian yang minim dan pasokan listrik yang
terbatas, Indonesia tidak cukup mengindahkan perkembangan telematika.
Memasuki tahun 1980-an, perubahan secara signifikanpun jauh dari
harapan. Walaupun demikian, selama satu dasawarsa, learn to use
teknologi informasi, telekomunikasi, multimedia, mulai dilakukan.
Jaringan telpon, saluran televisi nasional, stasiun radio nasional dan
internasional, dan komputer mulai dikenal di Indonesia, walaupun
penggunanya masih terbatas. Kemampuan ini dilatarbelakangi oleh
kepemilikan satelit dan perekonomian yang meningkat dengan diberikannya
penghargaan tentang swasembada pangan dari Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) kepada Indonesia pada tahun 1984.
Penggunaan teknologi telematika oleh masyarakat Indonesia masih
terbatas. Sarana kirim pesan seperti yang sekarang dikenal sebagi email
dalam suatu group, dirintis pada tahun 1980-an. Mailinglist (milis)
tertua di Indonesia dibuat olehJhhny Moningka dan Jos Lukuhay, yang
mengembangkan perangkat “pesan” berbasis “unix”, “ethernet”, pada tahun
1983, persis bersamaan dengan berdirinya internet sebagai protokol resmi
di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun tersebut, istilah “unix”, “email”,
“PC”, “modem”, “BBS”, “ethernet”, masih merupakan kata-kata yang sangat
langka.
B.Periode Pengenalan
Periode satu dasawarsa ini, tahun 1990-an, teknologi telematika sudah
banyak digunakan dan masyarakat mengenalnya. Jaringan radio amatir yang
jangkauannya sampai ke luar negeri marak pada awal tahun 1990. hal ini
juga merupakan efek kreativitas anak muda ketika itu, setelah
dipinggirkan dari panggung politik, yang kemudian disediakan wadah baru
dan dikenal sebagai Karang Taruna. Pada sisi lain, milis yang mulai
digagas sejak tahun 1980-an, terus berkembang.
Internet masuk ke Indonesia pada tahun 1994, dan milis adalah salah satu
bagian dari sebuah web. Penggunanya tidak terbatas pada kalangan
akademisi, akan tetapi sampai ke meja kantor. ISP (Internet Service
Provider) pertama di Indonesia adalah IPTEKnet, dan dalam tahun yang
sama, beroperasi ISP komersil pertama, yaitu INDOnet.
Dua tahun keterbukaan informasi ini, salah satu dampaknya adalah
mendorong kesadaran politik dan usaha dagang. Hal ini juga didukung
dengan hadirnya televise swasta nasional, seperti RCTI (Rajawali Citra
Televisi) dan SCTV (Surya Citra Televisi) pada tahun 1995-1996.
Teknologi telematika, seperti computer, internet, pager, handphone,
teleconference, siaran radio dan televise internasional – tv kabel
Indonesia, mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia. Periode pengenalan
telematika ini mengalami lonjakan pasca kerusuhan Mei 1998.
Masa krisis ekonomi ternyata menggairahkan telematika di Indonesia.
Disaat keterbukaan yang diusung gerakan moral reformasi, stasiun
televise yang syarat informasi seperti kantor berita CNN dan BBC, yakni
Metro Tv, hadir pada tahun 1998. Sementara itu, kapasitas hardware
mengalami peningkatan, ragam teknologi software terus menghasilkan yang
baru, dan juga dilanjutkan mulai bergairahnya usaha pelayanan komunikasi
(wartel), rental computer, dan warnet (warung internet). Kebutuhan
informasi yang cepat dan gegap gempita dalam menyongsong tahun 2000,
abad 21, menarik banyak masyarakat Indonesia untuk tidak mengalami
kesenjangan digital (digital divide).
Pemerintah yang masih sibuk dengan gejolak politik yang kemudian
diteruskan dengan upaya demokrasi pada Pemilu 1999, tidak
menghasilkansuatu keputusan terkait perkembangan telematika di
Indonesia. Dunia pendidikan juga masih sibuk tambal sulam kurikulum
sebagai dampak perkembangan politik terbaru, bahkan proses pembelajaran
masih menggunakan cara-cara konvensional. Walaupun demikian, pada
tanggal 15 Juli 1999, arsip pertama milis Telematika dikirim oleh Paulus
Bambang Wirawan, yakni sebuah permulaan mailinglist internet terbesar
di Indonesia.
C.Periode Aplikasi
Reformasi yang banyak disalahartikan, melahirkan gejala yang serba
bebas, seakan tanpa aturan. Pembajakan software, Hp illegal,
perkembangan teknologi computer, internet, dan alat komunikasi lainnya,
dapat denganb mudah diperoleh, bahkan dipinggir jalan atau kios-kios
kecil. Tentunya, dengan harga murah.
Keterjangkauan secara financial yang ditawarkan, dan gairah dunia
digital di era millennium ini, bukan hanya mampu memperkenalkannya
kepada masyarakat luas, akan tetapi juga mualai dilaksanakan,
diaplikasikan. Pada pihak lain, semua itu dapat berlangsung lancar,
dengan tersedianya sarana transportasi, kota-kota yang saling terhubung,
dan industri telematika dalam negeri yang terus berkembang.
BAB III . TELEMATIKA DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah
membawa dampak kepada tingkat peradaban manusia yang membawa suatu
perubahan besar dalam membentuk pola dan perilaku masyarakat.Kemajuan
ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada
bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan
terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan komputer.
Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya sebagai
revolusi teknologi informasi.
Istilah teknologi informasi sebenarnya telah mulai dipergunakan secara
luas pada awal tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari
teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi.
Teknologi informasi sendiri diartikan sebagai suatu teknologi yang
berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses
penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.
Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah mengindikasikan
bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat
gelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujud peradaban yang
diuraikan oleh Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya.
Toffler menguraikan bahwa peradaban yang pernah dan sedang dijalani oleh
umat manusia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terentang
dari tahun 8000 sebelum Masehi sampai sekitar tahun 1700. Pada tahapan
ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban agraris dan pemanfaatan
energi yang terbarukan (renewable). Gelombang kedua berlangsung antara
tahun 1700 hingga 1970-an yang dimulai dengan munculnya revolusi
industri.
Selanjutnya adalah peradaban gelombang ketiga yang kini mulai jelas
bentuknya. Peradaban ini ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi
dan Informasi (pengolahan data). Dampak yang ditimbulkan dari peradaban
tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen tidak
mungkin lagi dapat dibatasi. Oleh Marshall MacLuhan disebut sebagai
Global Village. Disini terlihat bahwa ungkapan Latin yang mengatakan
“tempora mutantur, nos et mutamur in Illis (artinya zaman berubah dan
kita juga berubah bersamanya)” terasa sangat relevan dalam era teknologi
informasi global ini. Gambaran tentang fenomena yang sama juga
dilukiskan oleh John Naisbitt yang dikatakan bahwa kita telah menapaki
zaman baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi (Information
Explosion) beserta sepuluh kecenderungan pokok yang sesungguhnya
menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat industrial.
A.Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITE/Cyber Law
Hasil konvergensi di bidang telematika salah satunya adalah aktivitas
dalam dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek
kehidupan. Persoalan yang muncul adalah bagaimana untuk penggunaannya
tidak terjadi singgungan-singgungan yang menimbulkan persoalan hukum.
Pastinya ini tidak mungkin, karena pada kenyataannya kegiatan siber
tidak lagi sesederhana itu. Kegiatan siber tidak lagi bisa dibatasi oleh
teritori suatu negara dan aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari
belahan dunia manapun, karena itu kerugian dapat terjadi baik pada
pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan
sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui
pembelanjaan di internet.
Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan manfaat atas
hasil konvergensi itu, namun bukan hal yang mustahil dalam berbagai
penggunaannya terdapat berbagai permasalahan hukum. Hal itu dirasakan
dengan adanya berbagai penggunaan yang menyimpang atas berbagai bentuk
teknologi informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi
digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, atau sebaliknya
pengguna teknologi informasi dijadikan sasaran kejahatan. Sebagai contoh
misalnya, dari suatu konvergensi didalamnya terdapat data yang harus
diolah, padahal masalah data elektronik ternyata sangat rentan untuk
diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam
waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian cepat, bahkan sangat dahsyat. Pesatnya perkembangan teknologi
digital yang hingga pada akhirnya menyulitkan pemisahan teknologi
informasi, baik antara telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi
merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi teknologi tersebut
menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai
aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis
layanan, misalnya VoIP yang merupakan layanan turunan dari Internet,
Broadcasting via Internet (Radio Internet dan TV Internet) dsb.
Dengan
semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, maka pengaturan
teknologi informasi tidak cukup hanya dengan peraturan
perundang-undangan yang konvensional, namun dibutuhkan pengaturan khusus
yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi masyarakat, sehingga
tidak ada jurang antara substansi peraturan hukum dengan realitas yang
berkembang dalam masyarakat. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan siber.
Meskipun bersifat virtual, kegiatan siber dapat dikategorikan sebagai
tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis untuk ruang
siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu
dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan
objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu
banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata.
Aplikasi yang sangat banyak dipakai dari kegiatan siber adalah
transaksi-transaksi elektronik, sehingga transaksi secara online saat
ini menjadi issu yang paling aktual. Dan, sebenarnya hal ini menjadi
persoalan hukum semenjak transaksi elektronik mulai diperkenalkan,
disamping persoalan pengamanan dalam sistem informasi itu sendiri. Tanpa
pengamanan yang ketat dan canggih, perkembangan teknologi informasi
tidak memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat. Teknologi
digital memungkinkan penyalahgunaan informasi secara mudah, sehingga
masalah keamanan sistem informasi menjadi sangat penting.
Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena
itu terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia
maya, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial
budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi gangguan
keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa
suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, dintersepsi, atau
diakses secara ilegal dan tanpa hak.
Satu langkah yang dianggap penting untuk menanggulangi itu adalah telah
diwujudkannya rambu-rambu hukum yang tertuang dalam Undang-undang
Transaksi dan Informasi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008 yang disebut
sebagai UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE ini sesungguhnya
merupakan upaya mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum (peraturan)
dalam kerangka kepastian hukum.
Dengan UU ITE diharapkan seluruh persoalan terkini berkaitan dengan
aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi
persengketaan dan pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan
korban atas aktivitas di dunia maya. Oleh karena itu UU ITE ini
merupakan bentuk perlindungan kepada seluruh masyarakat dalam rangka
menjamin kepastian hukum, dimana sebelumnya hal ini menjadi kerisauan
semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai kegiatan
berbasis elektronik.
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ITE meskipun secara umum
pengaturannya tetapi cukup komprihensif dan mengakomodir semua hal
terkait dunia siber. Materi yang diatur dalam UU ITE umumnya merupakan
hal baru dalam sistem hukum kita, hal tersebut meliputi : masalah
pengakuan transaksi dan alat bukti elektronik, penyelesaian sengketa,
perlindungan data, nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual, serta
bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang beserta sanksi-sanksinya.
Bila dilihat dari sudut pandang keilmuan, UU ITE memiliki berbagai aspek
hukum, sehingga dikatakan sebagai UU multi aspek, karena banyak
memiliki aspek, dan hampir seluruh aspek hukum diatur. Aspek hukum
transnasional, karena jelas-jelas UU ini mengatur lingkup yang tidak
saja di Indonesia tetapi melewati batas negara. Aspek hukum pidana,
mengatur Crime (kejahatan), Aspek Hukum Perdata yang mengatur
transaksi-transaksi di bidang bisnis. Aspek Hukum Administrasi, karena
menyangkut adanya pemberian izin oleh pemerintah dan aspek hukum acara
baik Pidana maupun Perdata.
Kita harus akui bahwa kritikan yang bertubi-tubi juga terjadi pada UU
ITE. Beberapa persoalan tersebut menyangkut kepada : pertama, apakah
transaksaksi dapat berjalan, karena banyak persoalan teknis yang harus
disiapkan khususnya menyangkut pada transaksi dan penyelenggaraan sistem
elektronik; kedua, masalah berkaitan dengan hak asasi manusia dalam
menyampaikan pendapat; dan ketiga, masalah ketentuan sanksi (pidana),
yang dianggap terlalu berlebihan dan memberatkan. Masalah ini perlu kita
perhatikan karena implementasi peraturan (hukum) setidaknya harus dapat
memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat.
Di samping segala kelebihan dan manfaat dari Internet, penggunaan
jaringan global maya tersebut berpotensi memiliki dampak hukum yang
serius dan diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah
yang timbul sekaligus mengantisipasi berbagai masalah hukum di masa yang
akan datang. Dengan pendekatan hukum yang saat ini telah berdasar atas
UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, maka UU ITE merupakan bentuk upaya
perlindungan kepada masyarakat. Dan, setidaknya UU ITE mengatur dua hal
yang amat penting, Pertama : pengakuan transaksi elektronik dan dokumen
elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga
kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin. Kedua:
diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi
pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya
termasuk untuk tindakan carding, hacking dan cracking.
Beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi
informasi adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan informasi
rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya pidana.
Kejadian-kejadian tersebut sering terjadi tanpa dapat diselesaikan
secara memuaskan melalui hukum dan prosedur penyidikan yang ada saat
ini. Tentunya ini merupakan tantangan bagi penegak hukum. UU ITE telah
sangat tegas mengatur secara tegas baik dari tata cara penyidikannya
hingga perluasan alat bukti. Namun bagian terpenting adalah implementasi
di lapangan untuk penegakan hukum dalam kaitannya beraktivitas di dunia
maya.
Dalam hukum perdata dan bisnis, urusan yang diatur dalam UU ITE adalah
didasarkan pada urusan transaksi elektronik yang meliputi transaksi
bisnis dan kontrak elektronik. Masalah yang mengemuka dan diatur dalam
UU ITE tersebut adalah hal yang berkaitan dengan masalah kekuatan dalam
sistem pembuktian dari Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik.
Pengaturan Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Juga secara
umum dikatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia.
Demikian halnya dengan Tanda Tangan
Elektronik, memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Disamping
itu Pasal 5 ayat 1 s/d ayat 3, secara tegas menyebutkan : Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Namun dalam
ayat (4) ada pengecualian yang menyebutkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta
dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta
notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem
Elektronik, kewajiban Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik menjadi
hal yang penting diatur dalam UU ini, misalnya Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti
kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi: a. metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi Penanda Tangan; b. hal yang dapat digunakan untuk
mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan c. hal yang
dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan
Elektronik. Sedang, bagi Penyelenggaraan Sistem Elektronik,
Penyelenggara harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan
aman agar Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya Dan, untuk
memberikan perlindungan bagi masyarakat, maka dalam UU ITE diatur
masalah berkenaan dengan transaksi secara elektronik. Hal ini untuk
menjaga hubungan antar pihak dalam menentukan rambu-rambu dalam
melaksanakan transaksi
Urusan transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal 5 s/d 22 UU ITE
merupakan inti dari masalah keperdataaan dan bisnis. Urusan ini dalam
peraturan pelaksanaan dan peraturan teknisnya harus jelas dan detail,
khususnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya
konsumen. Karena peluang pelanggaran melalui tele-marketing, seperti
pemberian informasi yang benar; perlindungan untuk memperoleh produk
sesuai dengan yang dijanjikan atau ditawarkan; perlindungan untuk
memperoleh kompensasi akibat produk seringkali tidak sesuai dengan yang
ditawarkan atau dijanjikan.
B.UU ITE/Cyber Law Dalam Sistem Hukum Nasional
Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law.yang
ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber
atau maya. bisa diartikan cybercrime itu merupakan kejahatan dalam
dunia internet.
Cyberlaw juga merupakan hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber.
Di Indonesia saat ini sudah ada dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang
berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Beberapa orang menyebutnya Cybercrime “kejahatan komputer.” The
Encyclopaedia Britannica komputer mendefinisikan kejahatan sebagai
kejahatan apapun yang dilakukan oleh sarana pengetahuan khusus atau ahli
penggunaan teknologi komputer.
UU ITE (hukum siber/Cyber Law) menjadi bagian penting dalam sistem
hukum positif secara keseluruhan. Adanya bentuk hukum baru sebagai
akibat pengaruh perkembangan teknologi dan globalisasi merupakan
pengayaan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral. Hal ini tentunya
akan menjadi suatu dinamika hukum tersendiri yang akan menjadi bagian
sistem hukum nasional.
Hukum nasional sesungguhnya merupakan suatu sistem. Menurut subekti
sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan
yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun
menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk
mencapai suatu tujuan. Dalam pola pikir yang disampaikan oleh Sunaryati
Hartono, Sistem terdiri dari sejumlah unsur atau komponen atau
fungsi/variabel yang selalu pengaruh-mempengaruhi, terkait satu sama
lain oleh satu atau beberapa asas dan berinteraksi. Semua
unsur/komponen/fungsi/ variabel itu terpaut dan terorganisasi menurut
suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga senantiasa saling
pengaruh mempengaruhi dan berinteraksi. Asas utama yang mengaitkan semua
unsur atau komponen hukum nasional itu ialah Pancasila dan UUD 1945, di
samping sejumlah asas-asas hukum yang lain seperti asas kenusantaraan,
kebangsaan, dan kebhinekaan.
Sistem hukum nasional pada dasarnya tidak hanya terdiri dari
kaidah-kaidah atau norma-norma hukum belaka, tetapi juga mencakup
seluruh lembaga aparatur dan organisasi, mekanisme dan prosedur hukum,
falsafah dan budaya hukum, termasuk juga perilaku hukum pemerintah dan
masyarakat. Dan, pembangunan Sistem Hukum Nasional menurut Prof.
Sunaryati sesungguhnya diarahkan untuk menggantikan hukum-hukum kolonial
Belanda disamping menciptakan bidang-bidang hukum baru yang lebih
sesuai sebagai dasar Bangsa Indonesia untuk membangun. Gambaran Sistem
Hukum Nasional yang mengutip dari Sumber: Sunaryati Hartono mengenai
Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia,
yang disampaikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1991,
adalah seperti tertuang dalam gambar berikut :
Berdasarkan pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup
berbagai sub bidang-bidang hukum dan berbagai bentuk hukum yang berlaku
yang semuanya bersumber pada Pancasila. Keragaman hukum yang sebelumnya
terjadi di Indonesia (pluralisme hukum) diusahakan dapat
ditransformasikan dalam bidang-bidang hukum yang akan berkembang dan
dikembangkan (ius constituendum).
Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan fokus perhatian perkembangan
dan pengembangan Hukum Nasional menuju pada tatanan Hukum Modern
Indonesia yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan (lingkaran terakhir),
yurisprudensi (lingkaran keempat), peraturan perundang-undangan
(lingkaran ketiga), UUD 1945 (lingkaran kedua), dan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
Bila dilihat dari gambar di atas, khususnya pada lingkaran kelima, akan
muncul berbagai bidang hukum baru. Oleh karena itu Prof. Sunaryati
mengantisipasinya dengan menuliskan bidang hukum lainnya.
Mengutip atas pandangan yang disampaikan oleh Prof. Sunaryati, tepat
sekali apabila saat ini telah benar terjadi dan hadirnya teknologi
informasi merupakan hasil konvergensi telekomunikasi, media dan komputer
sehingga muncul suatu media yang dikenal dengan internet. Atas itu
lahirlah suatu rejim hukum baru yang dinamakan dengan hukum siber. Dan,
ini merupakan suatu dinamika dari suatu konvergensi yang melahirkan
hukum baru. Untuk pembangunan hukum siber dari sisi substansi tentu
harus pula mengantisipasi berbagai bentuk perkembangan teknologi.
C. Jenis-jenis Ancaman (threats) yang Dapat dilakukan Akibat menggunakan IT :
1. Unauthorized Access to Computer System and
Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam
suatusistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase
ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga
yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba
keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi.
Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi
Internet/intranet. Kita tentu belum lupa ketika masalah Timor Timur
sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa
website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999).
Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam
data base berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah
perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang ecommerce yang
memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000).
Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari
serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini
beberapa waktu lamanya.
2. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi
ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat
dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai
contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang
berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan
pemerintahan yang sah dan sebagainya.
3. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scripless document
melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen
e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada
akhirnya akan menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data
pribadi dan nomor kartu kredit yang dapat saja disalah gunakan
4. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet
untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki
sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen
ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang
computerized (tersambung dalam jaringan komputer)
5. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan
atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem
jaringan komputer yang terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini
dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun
suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem
jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana
mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
6. Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan
intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh,
peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara
ilegal, penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan
rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
7.Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi
seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu
kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Penutup
Dengan diundangkannya UU ITE, bukan berarti seluruh permasalahan yang
terjadi di bidang telematika sudah selesai, masih banyak persoalan yang
harus juga diantisipasi, terutama atas hasil konvergensi yang pastinya
menimbulkan berbagai bentuk layanan virtual baru dan berbagai persoalan
teknis yang pastinya terus berkembang.
Perkembangan hukum yang sifatnya sektoral sesungguhnya menjadi suatu
bagian yang perlu mendapat perhatian kita semua. Dan, sesungguhnya tidak
dapat dihindari bahwa perkembangan hukum yang sektoral telah menjadi
kenyataan. Bila kita lihat beberapa produk hukum yang ada saat ini,
kekentalan anutan sektoral nampak sering terlihat, sifat sektoral
tersebut karena pengaturannya yang teknis dan spesifik. Sesuatu yang
sektoral umumnya sering berjalan tanpa melihat kepentingan sektor-sektor
lain. Untuk mengantisipasi dan menghindari pertentangan yang sifatnya
tarik menarik antar sektor, sinkronisasi dan harmonisasi dalam tahapan
pra legislasi, mulai dari kajian dan penyusunan naskah akademik untuk
menunjang dasar pengajuan legislasi menjadi sesuatu yang penting untuk
dilakukan.
Untuk lebih memberikan pemahaman terhadap hukum, khususnya terhadap
produk-produk hukum yang sifatnya teknis seperti UU ITE, disamping
harus dilakukan diskusi-diskusi ilmiah, juga perlu dilakukan pembudayaan
hukum melalui sosialisasi yang intens yang ditujukan terhadap seluruh
lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum.
Untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional yang ditujukan untuk
pembentukan sistem hukum nasional, kajian-kajian terhadap berbagai
persoalan yang merupakan bagian dari tugas pembinaan hukum terus
diupayakan agar hukum dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks UU ITE,
kajian-kajian yang menyangkut persoalan teknis terus dilakukan mengingat
UU ITE memerlukan beberapa peraturan pelaksanaan yang sifatnya teknis
seperti : persoalan yang menyangkut sertifikasi keandalan, tanda tangan
elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, penyelenggaraan transaksi
elektronik, penyelenggaraan agen elektronik, pengelolaan nama domain,
masalah intersepsi, pengelolaan data strategis dsb.
Daftar Pustaka dan Referensi
[1] Dimitri Mahayana, Menjemput Masa Depan, (Futuristik Dan Rekayasa
Masyarakat Menuju Era Global), Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999, hal.
11.
[2] BPHN, Pengkajian Hukum tentang Konvergensi Telekomunikasi,
Informasi, dan Komputer, 1998, hal. 3. Dalam hasil kajian BPHN mengenai
Konvergensi antara Telekomunikasi Informasi dan Komputer tahun 1998,
teriventarisir berbagai permasalahan berkaitan dengan konvergensi
tersebut, antara lain : masalah aspek pembuktian hukum dalam kerangka
transaksi elektronis, masalah pembajakan terhadap hak kekayaan
intelektual yang terkait dengan kegiatan telematika.
[3]Masyarakat sering juga menyebut istilah ini dengan telematika yang artinya telekomunikasi dan informatika.
[4] Richardus Eko Indrajit, Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Elex Media Komputindo, Jakarta: Gramedia, 2000, hal. 12.
[5] Jonathan Parapak mengatakan bahwa maraknya penggunaan teknologi
informasi berupa internet digunakan dalam berbagai kegiatan seperti
e-commerce baik untuk kegiatan business to bussines (B2B), ataupun
Bussines to Customer (B2C), Kompas, Rabu, 28 Juni 2000, hal 49.
[6] Marshal Macluhan dalam Dimitri Mahanaya, Menjemput Masa Depan
(Futuristik dan Rekayasa Masyarakat Menuju Era Global), Bandung, Remaja
Rosda Karya, 1999, hal. 49.
[7] Barita Saragih, Tantangan Hukum atas Aktivitas Internet, Kompas, Minggu, 9 Juli 2000, hal 8.
[8] Lihat : Ahmad M. Ramli, Prinsip-Prinsip Cyber Law Dan Kendala Hukum
Positif Dalam Menanggulangi Cyber Crime, Modul I e-learning, Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran.
[9] Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Refika Aditama, 2004, hal.3.
[10] Sudikno Mertokusumo, dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum,
Citra Adtya Bakti, Yogyakarta, 1993, hal 1. Agar kepentingan manusia
terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Dan, hukum yang terlanggar
tersebut tentunya harus ditegakkan. Hanya melalui penegakkan hukum
inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga
unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu : kepastian hukum
(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweck-massigkeit) dan keadilan
(gerechtigkeit)
[11] UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
terdiri dari I3 Bab dan 54 Pasal, yang meliputi : Bab I Ketentuan Umum,
Bab IIAsas Dan Tujuan , Bab Iii Informasi, Dokumen dan Tanda Tangan
Elektronik, Bab IV Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, Bab V
Transaksi Elektronik, Bab VI Nama Domain, HKI dan Perlindungan Hak
Pribadi, Bab VII Perbuatan Yang Dilarang, Bab VIII Penyelesaian Sengketa
, Bab IX Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat, Bab X Penyidikan,
BabXI Ketentuan Pidana, Bab XII Ketentuan Peralihan, dan Bab XIII
Ketentuan Penutup.
[12] Bila dilihat dari batang tubuh UU ITE, maka pengaturannya dapat
dikelompokan menjadi 5 (lima) urusan, seperti : 1). urusan transaksi
elektronik (17 pasal) Pasal 5-22; 2). urusan domain name & hak cipta
(3 pasal) Pasal 23-26; 3). urusan perbuatan tidak baik (10 pasal) Pasal
27-37; 4). urusan pemerintah, penyidik, sengketa (6 pasal) Pasal 38-44;
5). urusan pidana/hukuman (7 pasal) Pasal 45-52.
[13] Pandangan ini pernah saya kemukakan pada Pendidikan Hukum Lanjutan
(CLE) di BPHN, Mei 2008. Bandingkan dengan buku : Ahmad Ramli, Cyber
Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Refika Aditama, 2004,
hal.5.
[14] Lihat UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 42 s/d 43.
[15]Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 5 s/d 22 yang secara umum mengatur Transaksi elektronik dan dan kontrak elektronik.
[16] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 5 s/d 12.
[17]Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 13 s/d 14.
[18] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 15 s/d 16.
[19] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 17 s/d 22.
[20]Subekti,Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional, makalah disampaikan pada Seminar Hukum Nasional IV tahun 1979.
[21] BPHN, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana
Pembangunan Hukum Jangka Panjang, (Jakarta: BPHN, 1995/1996) hal.19.
[22] Sumber: CFG Sunaryati Hartono, Pembinaan Hukum Nasional dalam
Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia. Pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Bandung, 1991.
https://sevencovich.wordpress.com/2011/12/14/tugas-telematika/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.