Kemiskinan Global & Ketimpangan
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Globalisasi Ekonomi Membantu Kaum Miskin?
Dalam beberapa tahun lalu, kita
sungguh disesaki oleh sekian pernyataan yang digembar-gembor para penganjur
globalisasi ekonomi maupun pemimpin lembaga-lembaga Bretton Woods (dalam hal ini Bank Dunia, IMF, WTO dan lain
sebagainya). Bahwa tujuan utama mereka mendesakkan globalisasi ekonomi,
katanya untuk membantu kaum miskin di
dunia.
Mereka berpendirian bahwa dengan
menghilangkan sejumlah hambatan terhadap perdagangan perusahan besar dan
berbagai investasi keuangan, maka itulah gagasan terbaik menuju pertumbuhan.
Dan jalan terbaik untuk keluar dari kemiskinan. Mereka juga
berpendapat bahwa berjuta-juta orang yang secara terang-terangan menentang
model globalisasi ekonomi akan merugikan kaum miskin sendiri.
Setiap orang
dipersilahkan minggir dan “menyerahkan” seluruh persoalan itu kepada
“perusahaan-perusahaan besar, bankir-bankir, dan birokrasi-birokrasi global”
untuk, melakukan perencanaan dan pemecahan atas berbagai persoalan global. Klaim-klaim tadi secara
rutin dan berulang muncul di media. Seorang kolumnis nasional terkemuka,
misalnya mengungkapkan, “ para pemrotes tengah memblokade satu-satunya jalan
bagi orang-orang miskin di dunia untuk bisa keluar dari kemiskinan”. Dengan
kata lain, jika protes-protes tersebut berhenti, maka IMF, Bank Dunia, WTO,
Nike, dan Monsanto akan membawa “berkah keselamatan bagi kaum miskin”.
Siapa Yang
Beruntung?
Sejauh ini, hampir seluruh fakta dalam
beberapa decade lalu (l973—2000)—masa pengaruh tercepat dari globalisasi ekonomi—menunjukkan
bahwa ‘globalisasi ekonomi’ justru menciptakan
kondisi ‘sebaliknya’ dari klaim para penganjurnya. Pada saat ini,
bukti-bukti tentang ‘kegagalan globalisasi’ yang dimunculkan oleh para tokoh
pendukungnya ternyata tidak kalah gaungnya dengan yang diteriakkan oleh para ‘tokoh oposisinya’. Nampak jelas sekali di sana, betapa
kemiskinan dan ketimpangan melaju dengan pesat dan sesaat kemudian menyebar ke
seluruh penjuru dunia.
Sebuah laporan PBB (UNDP, 1999) menemukan ‘bukti’ bahwa :
Ketimpangan
antara orang kaya dan orang miskin di dalam negara maupun antar negara
dengan sangat cepat meluas. Adalah
system perdagangan dan system keuangan global yang menjadi salah satu penyebab
utamanya, tulis laporan itu. Bahkan CIA
(Dinas Intelijen Amerika Serikat) menegaskan kesimpulan laporan PBB tersebut : ‘globalisasi’ nyata-nyata telah menciptakan
‘ketimpangan yang teramat besar’. Manfaat globalisasi tidak menyentuh
kalangan kaum miskin, demikian ungkap CIA.
Dan proses itu secara tak terelakkan
telah menimbulkan ‘protes dan kekacauan (chaos) global’ yang semakin besar. Robert Wade dari London School of Economics
dalam The Economiist (2001), menulis
: “Ketimpangan global dengan cepatnya menjadi kian memburuk….Perubahan
teknologi dan ‘liberalisasi keuangan’ mengakibatkan pesatnya peningkatan jumlah
rumah tangga secara tidak proporsional pada tingkatan yang ‘sangat kaya di satu
sisi’ tanpa berpengaruh pada ‘penyusutan jumlah rumah tangga miskin’ di
sisi lain……
Dari 1988-1993, bagian pendapatan
dunia yang diterima oleh 10 persen penduduk termiskin dari penduduk dunia,
menyusut lebih dari seperempatnya, sementara bagian yang diterima oleh 10
persen penduduk terkaya meningkat 8 persen.Berbagai idiologi dan aturan
globalisasi ekonomi—termasuk perdagangan bebas, deregulasi, privatisasi,
dan penyesuaian struktural----telah menghancurkan penghidupan
berjuta-juta orang.
Bahkan, tak sedikit dari mereka menjadi :
- Gelandangan,
tidak mempunyai tanah, dan hidup
dalam gelimang kelaparan.
- Mereka
pun tidak memiliki akses lagi, terhadap pelayanan public yang paling
pokok, seperti kesehatan dan perawatan medis, pendidikan, sanitasi, air bersih, angkutan umum, pelatihan
kerja dan sebagainya.
- Sebuah
catatan menunjukkan bahwa ‘globalisasi
ekonomi’ membuat segala sesuatu menjadi ‘lebih buruk’, dan bukannya ‘lebih baik’, bagi orang–orang
miskin.
Terlebih, jika
perundingan dalam GATS (General Agreement
on Trade in Services)–WTO akhirnya
ditandatangani—
Maka pelayanan public yang paling
minimal yang pernah ada sekalipun akan benar-benar lenyap. Ada beberpa contoh
khusus di mana sejumlah perbaikan bisa dicapai di negara Dunia Ketiga, dalam
jangka waktu yang singkat. Lembaga-lembaga Bretton Woods suka sekali
‘mengembar-gemborkan’ berbagai contoh perbaikan tersebut kendati dalam kenyataannya,
sejumlah keuntungan dari “pertumbuhan” itu teramat pendek umurnya.
Bagaimanapun juga, semua keuntungan :
telah jatuh ke tangan kaum elit di negara-negara itu dan, para eksekutif
korporasi global yang berada di pusat proses itu; yang pada saat ini,
penghasilan tahunan dari para eksekutif itu teramat besar, bahkan hingga mencapai
berpuluh-puluh atau beratus-ratus juta dollar. Seluruh angka itu ingin
menunjukkan bahwa ‘jurang perbedaan’ antara para eksekutif papan atas dengan
para pekerja serta orang biasa semakin bertambah besar. Bahkan di antara yang
disebut “poster childen” perdagangan bebas.
“Macan-macan Asia” (seperti Taiwan, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia),
perbaikan yang terjadi disana sesungguhnya bukanlah hasil kemauan mereka mengikuti dengan tekun
berbagai aturan rezim Bretton Woods (Bank Bunia, IMF, WTO), dan lain
sebagainya, melainkan dari kemauan mereka sendiri untuk melakukan “kebalikan” dari apa yang diperintahkan oleh
lembaga-lembaga tersebut”.
Sebagai contoh,
negara-negara Asia yang telah mengalami sejumlah keberhasilan dalam
mengembangkan perekonomiannya. Mereka tidak memotong semua tarif seperti yang dimintakan
oleh lembaga-lembaga globalisasi. Mereka juga tidak
memperbolehkan masuknya perusahaan asing tanpa control, dan tidak menghapuskan dukungan kepada bisnis
dalam negeri, perekonomian local, maupun pertanian local.
Ahli-ahli, negara-negara itu justru
lebih memilih menerapkan, “penggantian
impor” dengan cara mengembangkan kemampuan mengelola berbagai kebutuhan
pokok mereka secara internal, ketimbang mengubah system mereka secara total, ke
dalam system produksi berbasis ekspor. Proses yang disebut terakhir ini, yang
dipromosikan dengan sangat gencar oleh IMF dan Bank Dunia Telah mengakibatkan
begitu banyaknya negara mengekspor sebagian besar produksi pangan mereka ke
luar negeri.
Padahal, rakyat di dalam negeri
sendiri megalami kelaparan atau, bahkan,
yang lebih tragis lagi, mati karena dililit kelaparan. Bermula dari upaya
menentang model ekonomi yang dipaksakan oleh lembaga-lembaga Bretton Woods.
Sejumlah negara
berhasil mengelola dirinya untuk tetap bebas dari volatilitas pasar-pasar
ekspor.
Namun, ketika
akhirnya mereka tunduk dan menurut
kepada tekanan-tekanan berat IMF dan Bank Dunia, mereka merasakan bahwa hari-hari
kejayaan mereka seketika itu juga lenyap, berganti menjadi krisis keuangan Asia
yang teramat memilukan (l997-l998). Adalah aturan-aturan baru perdagangan bebas
bagi keuangan dan korporasi global yang telah menjadi biang kerok itu semua. Bagaimanapun juga, sebagian besar
negara miskin tidak banyak menikmati keuntungan dari globalisasi.
Setelah 3 decade
menerima “pil-pil keras” dari IMF dan
Bank Dunia, dan kurang dari 1 decade menerima kebijakan-kebijakan WTO, mereka
akhirnya paham dan sadar betapa globalisasi menjual
janji palsu. Seluruh kebijakan lembaga-lembaga Bretton Woods tidak dirancang untuk memberi keuntungan kepada
negara-negara miskin, melainkan kepada negara-negara industri kaya dan berbagai
korporasi global mereka. Itulah sebabnya
mengapa begitu banyak negara miskin di
dunia berusaha untuk bertahan dan bersatu padu menentang WTO di Seattle pada 1999..
(Baca Tulisan-tulisan mengenai: “Dampak-dampak globalisasi bagi
negara-negara Selatan”, oleh Walden Bello, Vandana Shiva, Martin Khor, dan
Victoria Tauli-corpuz-I.Wibowo, 2003)
Pertanyaannya
sekarang adalah :
Apakah
lembaga-lembaga globalisasi itu benar-benar memahami apa yang telah mereka
perbuat? Ataukah mereka hanya semata-mata secara membabi buta mengikuti model idiologi yang telah gagal itu?
Kesimpulan terburuk dari pertanyaan
tersebut---dan itu kini banyak dipercaya---adalah bahwa lembaga-lembaga itu
pasti mengetahui apa yang tengah dan telah mereka perbuat. Mereka bertugas melenyapkan segala bentuk
rintangan yang menghalangi aliran bebas dari
modal global, seperti halnya ketika modal global itu berusaha untuk membuka
dengan paksa kantong-kantong sumber daya alam terakhir dunia, pasar-pasar, dan
tenaga kerja murah (dan selalu berusaha
agar tenaga itu tetap murah). Dengan
mengatakan bahwa mereka melakukan semuanya itu untuk membantu kaum miskin, itu,
adalah sebuah “sinisme tingkat tinggi”.
Boleh jadi, ungkapan paling jelas
mengenai kesenjangan antar klaim-klaim Bank Dunia dan IMF dengan kenyataan di
lapangan, dalam kaitannya dengan negara-negara termiskin di dunia, muncul di
tengah pertemuan Bank Dunia/IMF pada April 2000 di Wasington D.C. Dalam
konferensi pers tersebut, mereka mencela para domonstran sebagai “telah menghalangi”.
Setiap hari, para pemimpin Bank Dunia dan IMF menggelar konferensi pers
yang diliput secara luas. membat upaya dan kemampuan Bank Dunia dan IMF untuk
membantu kaum miskin”.
Kemiskinan, kata mereka adalah buah dari
kesalahan para domonstran. Akan tetapi, pada hari yang sama, ketika sejumlah
bank tengah melancarkan klaim tersebut, negara-negara yang tergabung dalam G-77
(Negara-negara termiskin di dunia) mengadakan pertemuan. Mereka pun mengeluarkan pernyataan bersama
yang isinya mengutuk IMF dan Bank Dunia seraya melayangkan pujian dan
dukungan yang kuat kepada para demonstran.
( I.Wibowo,
2003, :3-8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.