Korporasi dan Hak atas Pangan
Oleh :Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tema “Hari Pangan Sedunia” (16-10-2007), adalah “The Rigth for Food” Tema ini dipilih (lagi) FAO karena banyak
Negara peneken Komitmen global Millennium
Development Goals (MDGs) abai. Akibatnya, penduduk yang kelaparan meningkat
menjadi 850 juta. Padahal, sudah menjadi komitmen dunia, tiap warga berhak atas
kecukupan pangan, baik kuantitas maupun kualitas (gizi). Kini, 1,3 miliar penduduk
dunia bekerja di pertanian, dan 2,5 miliar jiwa
menggantungkan hidupnya pada sector ini. Di negara
berkembang, 50 persen lebih penduduk bekerja di pertanian, bahkan di negara
miskin porsinya 85 persen.
Di negara-negara
itu pertanian menjadi gantungan hidup dan penyedia pangan. Pertanian
berperan penting dalam menekan kelaparan dan kemiskinan. Saat ini sector
pertanian ditandai munculnya rantai pangan (agrifood
chain). Sistem
ini menghubungkan mata rantai dari sejak gen sampai rak-rak di supermarket tanpa ada titik penjualan.
Maka, tidak ada price discovery
(penentuan harga). Ayam misalnya, mulai
dari pembiakan hingga pemrosesan, tidak melibatkan penjualan. Ayam ini hanya
ditukar uang saat muncul di supermarket. Artinya, sector ini---produksi, perdagangan,
pengolahan, dan ritel---tidak hanya teridustrialisasi dan menglobal, tetapi
juga terkonsentrasi.
Perusahaan
transnasional
South Center (2005)
memperkirakan,
- 85 – 90 persen perdagangan pangan dunia dikontrol 5 perusahaan
transnasional (TNCs);
- 75 persen perdagangan serial dikuasai 2 TNCs,
- 50 persen perdagangan dan produksi pisang dikuasai 2
TNCs.
- 83 persen perdagangan kakao, dikuasai 3 TNCs,
- 70 persen produksi tembakau dikuasai 5 TNCs,
- 83 persen produksi dan perdagangan gula dikuasai 7 TNCs,
- Empat
TNCs menguasai hampir dua pertiga (2/3) pasar pestisida, seperempat (1/4) bibit (termasuk paten) dan menguasai,
- 100
persen pasar global bibit transgenic.
Maka TNCs bisa,
- mengontrol
harga input pertanian,
- mempraktikan
perjanjian jual-beli yang tidak fair,
- membentuk
harga kartel,
- mendepak
perusahaan local dari pasar, dan
- membeli
komoditi petani dengan harga super
murah.
Wal-Mart di AS, misalnya,
Memanfaatkan suplai berlebih untuk,
mendepak suplayer lama dan menekan harga
pisang. Akibatnya, petani pisang di Kostarika
sebagai suplayer merugi dan tidak bisa membayar buruh dengan upah
minimum. Soalnya, denda akibat praktik curang tak membuat TNCs jera. Sekitar 85
persen denda yang dijatuhkan akibat praktik kartel dibayar TNCs. Korporasi Tate & Lyle,
Cargill, dan ADM menyediakan 1 miliar dollar AS guna bayar denda (Action Aid, 2005).
Dengan penguasaan pasar monopolis
dan kartel, TNCs meraup untung besar. Nestle, misalnya , pada 2002 meraih
untung lebih besar ketimbang GDP Ghana tahun yang sama. Untung Unilever (2003)
lebih tinggi daripada GDP Mozambique. Untung besar diraih dengan memeras
petani melalui 2 cara; mematok harga
input dan olahan dengan harga tinggi serta, menekan harga beli komoditas petani
serendah mungkin.
Akibatnya,
harga-harga komoditas primer di pasar dunia terus merosot. Tahun 1960 – 2000,
- Harga
gula turun dari 0,33 dollar AS/kg menjadi 0,18 dollar AS/kg,
- Harga
kopi robusta dari 2,70 dollar As/kg menjadi 0,90 dollar AS/kg
- Hampir
semua harga komoditas primer pertanian menurun,
- Begitu
juga indeks pertanian dari 208 (tahun 1960) menjadi 87 di tahun 2000
(Pakpahan, 2004).
Artinya, pendapatan petani menurun,
hidupnya kian susah.
Pelebar
gap
Atas keadaan itu, globalisasi dengan
TNCs sebagai jantungnya, merugikan petani dan konsumen. Ini ditandai kian
melebarnya gap harga komoditas petani di lahan (farmgate) dengan di
supermarket. Bank Dunia memperkirakan, gap mencapai 100 miliar dollar AS per
tahun. TNCs berpeluang mendesain aturan (dagang dan investasi)
yang menguntungkan.
Mereka menyewa
lobbyist, memasang penguasa, diplomat atau mantan diplomat di puncak korporasi,
TNCs punya akses pada keputusan politik negara, bahkan kelembaga multilateral
(WTO), Bank Dunia, IMF). Di UE, misalnya ada 15.000 lobbyist bermarkas di Brussels, 70 persen representasi
kepentingan bisnis. Belanja tahunan korporasi untuk membiayai mereka 750 juta-1
miliar dollar AS (Action Aid, 2006).
Perkembangan ini membuat pertanian di
negara berkembang mengalami transfrormasi
besar, pertanian yang menjadi gantungan hidup dan sumber pangan tak lagi
memadai ditekuni.
·
Petani
terlempar dari lahan.
·
Pengangguran
dan kemiskinan meningkat.
·
Kelaparan
dan gizi buruk meruyak.
·
Urbanisasi tak terbendung. Ini akan membiakkan kerawanan
social dan masalah baru.
·
Pertanian
bukan lagi sumber devisa.
Untuk mencegahnya, tabiat korporasi
harus diatur, baik di level nasional (negara) maupun global (WTO+PBB). (KHUDORI, Alumnus Fakultas Pertanian
Universitas
Jember, Kompas, 16 – 10-2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.