Tanah Yang Terserobot Kemiskinan dan
Kelaparan
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Menurut ideology
pasar bebas, cara terbaik untuk memerangi kelaparan global dan memperbaiki
kondisi ekonomi para petani di negara-negara sedang berkembang, adalah melalui,
- liberalisme
perdagangan dan investasi,
- produksi
untuk kepentingan ekspor, dan
- memotong dukungan domistik (dalam negeri).
Akan tetapi,
berbagai perubahan kebijakan tersebut, sangat menggoncang ketahanan pangan dan,
mata pencaharian para petani gurem di, negara-negara sedang berkembang. Di
India, menurut perkiraan pemerintah, di setiap tahun lebih dari 2 juta petani
gurem dan marginal, kini kehilangan tanah atau menjadi terasing dan tercerabut
dari tanah mereka sendiri. Jumlah petani yang tidak memiliki lahan di wilayah
pedesaan, berlipat ganda selama beberapa
dekade lalu dari 27,9 juta pada l951 menjadi lebih dari 50 juta pada
1990-an. Banyak dari petani yang tercerabut dari tanahnya akhirnya menjadi
buruh dengan upah harian. Mereka bekerja untuk Departemen Pekerjaan Umum (Public Works Department).
Mereka terpaksa bekerja di jalan-jalan
tol nasional, menderita karena asap beracun, panas dan debu, dan bahkan menerima
upah kurang dari 1 dolar.
Ini tentunya sangat tidak setimpal
dengan kerja keras mereka selama 1 hari penuh, setelah selang sekian lama
mereka menjual murah ternak mereka yang sangat berharga. Ratusan ribu petani lainnya yang tergusur dari lahan
mereka berusaha mencari tempat pengungsian di kota-kota besar, seperti New
Delhi dan Bombay.
Dengan bercucuran keringat-penderitaan
dan jauh dari sanak saudara di desa, mereka mengadu nasib ke kota-kota besar. Di
sana, mereka bekerja secara serabutan dan sungguh tidak menentu. Sebagian dari
mereka mengirimkan, anak-anaknya yang
masih muda untuk bekerja di pabrik-pabrik.
·
Ada
juga yang menjual anak mereka sebagai “pengemis-pengemis kecil”.
·
Bahkan,
ada yang menjual tubuh mereka sendiri, demi tercukupinya kebutuhan hidup.
·
Dari hari-ke-hari, situasi mereka kian bertambah buruk.
Menurut proyeksi
Bank Dunia, jumlah penduduk yang berpindah dari desa ke kota akan segera
melampaui jumlah gabungan penduduk Inggris, Jerman, dan Perancis.
Kecenderungan
tersebut bisa dilacak dari kuatnya pengaruh berbagai aktivitas impor. Pada Agustus 1999, misalnya, kebijakan
leberalisasi impor biji kedelai yang mendapat subsidi itu membanjiri pasar
India. Total keseluruhan impor itu berjumlah 3 juta ton dalam 1 tahun
(meningkat 60 persen dari tahun-tahun sebelumnya) dan harganya pun mencapai
hampir 1 miliar dolar. Selama 1 masa
tanam saja, harga-harga langsung merosot drastis, lebih dari dua pertiganya.
Ini membuat
jutaan petani produsen biji
kacang-kacangan untuk minyak, kehilangan pasar mereka. Dengan demikian,
praktis, mereka tidak mampu menutup seluruh biaya yang telah mereka keluarkan
selama masa tanam. Sementara seluruh industri penghasil dan pengelola
minyak untuk konsumsi – pangan (edible
oil) turut dihancurkan. Dan jutaan
pabrik kecil pun terpaksa tutup..Sebab lain, mengapa petani dalam jumlah yang
teramat besar tergusur dari tanah mereka. Adalah karena Lahan tanaman pangan milik mereka diambil alih
oleh elit pengusaha korporasi-korporasi besar.
Lahan tersebut
kemudian digunakan untuk memproduksi berbagai tanaman yang memiliki daya jual
di pasaran, seperti misalnya bunga, atau barang komoditas mewah seperti
misalnya udang ekspor. Bagi para
petani yang tetap tinggal di tanah
mereka sendiri, proses korporasi pertanian
itu jelas-jelas telah memperbesar dan memperparah kemiskinan.
Dengan memasung
mereka dalam bentuk baru perbudakan melalui berbagai kontrak, yang tidak
adil dan timpang, korporasi-korporasi besar itu
berhasil meraup sebagian besar keuntungan
yang dihasilkan dari ekspor-ekspor tersebut. Misalnya saja, petani-petani di
Punjab yang di kontrak oleh Pepsico untuk menanam tomat, hanya menerima 0,75
rupee untuk 1 kilogramnya, padahal harga tomat itu dipasaran mencapai 2.00
rupee/kg.
Di lain tempat,
keadaan bahkan lebih buruk lagi. Untuk setiap
dolar yang dibayarkan seorang konsumen Amerika Serikat untuk sebuah melon
dari El Savador, para petani hanya memperoleh kurang dari 1 penny (sen dolar). Praktis, dengan
demikian, para pengirim, pedagang perantara, pedagang grosir, dan pedagang
eceran yang berbasis di Amerika Serikat adalah sebagai pemenangnya.
Lebih jauh,
penghapusan berbagai subsidi pupuk yang dilakukan setahap---sebagaimana
terdapat dalam persyaratan IMF---dan melonjaknya harga sejumlah asupan
pertanian telah mencekik sebagian besar petani kecil dan menengah di India.
Mereka terperosok hingga ke jurang kebangkrutan.
Salah satu
akibatnya, adalah menjalarnya wabah bunuh
diri di kalangan petani kecil di India. Wabah tersebut disebabkan lantaran
mereka dalam membebaskan diri dari kesengsaraan.
Keputusasaan itu
muncul bersamaan dengan kebangkrutan dan jerat hutang yang mencekik (leher)
mereka. Pada 1990 misalnya, lebih dari 500 petani kapas di Andhra Pradesh,
Maharashtra, Karnataka, Punjab, dan Haryana, berkeras hati mengorbankan hidup
mereka. Sementara itu, penghapusan atas sejumlah subsidi pangan di India
mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah pangan yang dibeli dari system distribusi public.
Alhasil, jumlah
beras yang terjual pun merosot dari 10,1 metrik ton pada 1991-1992 menjadi 6,9
metrik ton pada l996-l996. Demikian pula, jumlah gandum yang
terjual merosot dari 8,8 metrik ton
menjadi 3,8 metrik ton. Kemerosotan
itu terjadi ketika ekspor biji-bijian (sereal) meningkat dari 1,4 persen
menjadi 3,4 persen. Korban-korban dari dogma pasar bebas bisa ditemukan di
seluruh Negara sedang berkembang.
Diperkirakan, 43
persen dari penduduk pedesaan di Thailand,
kini hidup di bawah garis kemiskinan, kendati ekspor pertaniannya meningkat
secara menakjubkan, yakni sebesar 65 persen antara 1985-l995. Di Bolivia, menjelang 1990, setengah decade setelah terjadinya pertumbuhan ekspor
pertanian yang paling spektakuler dalam sejarahnya, 95 persen dari penduduknya
yang tinggal dipedesaan berpenghasilan kurang dari 1 dolar per hari.
Di Filipina, semenjak luas lahan (dalam are, satuan luas) untuk tanaman padi dan jagung berkurang dan
luas lahan untuk “bunga potong” bertambah, diperkirakan sebanyak 350.000 mata
pencaharian di pedesaan musnah. Demikian halnya, di Brazil selama 1970-an. Ekspor pertanian, khususnya kedelai (yang
hampir seluruhnya diekspor untuk pakan ternak di Jepang dan Eropa) melonjak
luar biasa Kendati demikian, pada
waktu yang sama, kelaparan di Brazil meluas;
dari sepertiga jumlah penduduk pada 1960-an menjadi dua pertiga pada awal l980-an.
Bahkan pada 1990-an,
ketika Brazil menjadi eksportir
pertanian terbesar ketiga di dunia---dimana luas lahan yang ditanam kedelai
meningkat 37 persen dari (1980-l995)---produksi beras per kapita merosot
sebesar 18 persen. Beras merupakan salah satu makanan pokok penduduk Brazil.
Sementara proses menanami lahan dengan kedelai ditempuh dengan cara mengunduli
hutan-hutan dan menggusur petani-petani kecil.
Sementara itu,
dengan diizinkannya sejumlah impor jagung dari Amerika Serikat yang bahkan
disubsidi secara besar-besaran, pemerintah Meksiko
telah memperburuk usaha 2 juta lebih petani jagung selama beberapa tahun lalu.
Banjir beras impor murah di Kosta Rika
juga menyebabkan petani-petani local terpelanting dari usaha mereka. Dari l984-l989, jumlah
petani yang menanam jagung, buncis, dan padi sebagai bahan makanan pokok
setempat, merosot dari 70.000 menjadi 27.000.
Itu berarti sebanyak 42.000 mata
pencaharian hilang. Hal serupa juga terjadi di
Haiti. Pada awalnya, IMF memaksa Haiti
untuk membuka diri terhadap impor-impor beras Amerika Serikat yang
disubsidi secara besar-besaran. Akan tetapi, pada waktu yang sama, Amerika
Serikat melarang Haiti untuk mensubsidi para petaninya sendiri Antara 1980-1997, impor
beras pun meningkat pesat, dari nol menjadi 200.000 ton setiap tahun.
Peningkatan tersebut rupanya ditempuh
dengan cara menyingkirkan berbagai bahan makanan pokok yang diproduksi oleh
petani-petani local. Akibatnya, para
petani di Haiti terpaksa meninggalkan
sawah ladang mereka dan mencari penghidupan di tempat lain di mana mereka harus
bekerja mati-matian, sementara gaji yang mereka terima sangat rendah. Kehidupan
rakyat pun kian bertambah buruk di banding hari-hari sebelumnya. Menurut data
yang disodorkan IMF, di Haiti setidaknya 50 persen dari anak-anak di bawah usia
5 tahun menderita kekurangan gizi.
Sementara pendapatan per kapita
merosot; dari 600 dolar pada l980 menjadi 369 dolar pada saat ini (tahun 2001-edt,).
Tidak kalah ironisnya dengan Haiti,
adalah; Kenya, negara yang telah
berswasembada pangan hingga l980-an, saat ini mengimpor bahan pangan sebesar 80
persen dari total kebutuhan pangannya. Dan anehnya 80 persen dari
ekspor–ekspornya berasal dari pertanian.
Pada 1992, gandum dari Uni Eropa yang dijual di Kenya, harganya 39 persen lebih murah
daripada harga yang dibayarkan Uni Eropa kepada para petani di Eropa. Pada 1993,
harga tersebut menjadi 50 persen lebih
murah. Akibatnya, impor gandum dari Uni Eropa melonjak. Dan pada l995, harga
gandum dari Kenya terbanting. Ini lantaran persediaan gandum mereka sangat
berlimpah, bahkan hingga menghancurkan produksi local dan menciptakan
kemiskinan. Jauh dari upaya memberantas kelaparan dan mengangkat kedaulatan
ekonomi para petani kecil, liberalisasi pertanian justru menciptakan suatu
system pangan global yang terstruktur.
Sistem itu
melayani berbagai kepentingan para penguasa semata, selain juga menindas petani
miskin di seluruh dunia. (Sumber
:Anuradha Mittal, yang dikutip I Wibowo, dalam bukunya “Globalisasi Kemiskinan
& Ketimpangan, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Jogjakarta, 2003 :
121-126). 9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.