alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Jumat, 30 Januari 2015

TANAH YANG TERSEROBOT KEMISKINAN DAN KELAPARAN

Tanah Yang Terserobot Kemiskinan dan Kelaparan
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Menurut ideology pasar bebas, cara terbaik untuk memerangi kelaparan global dan memperbaiki kondisi ekonomi para petani di negara-negara sedang berkembang, adalah melalui,

  1. liberalisme perdagangan dan investasi,
  2. produksi untuk kepentingan ekspor, dan
  3. memotong dukungan domistik (dalam negeri).
 Akan tetapi, berbagai perubahan kebijakan tersebut, sangat menggoncang ketahanan pangan dan, mata pencaharian para petani gurem di, negara-negara sedang berkembang. Di India, menurut perkiraan pemerintah, di setiap tahun lebih dari 2 juta petani gurem dan marginal, kini kehilangan tanah atau menjadi terasing dan tercerabut dari tanah mereka sendiri. Jumlah petani yang tidak memiliki lahan di wilayah pedesaan, berlipat ganda selama beberapa  dekade lalu dari 27,9 juta pada l951 menjadi lebih dari 50 juta pada 1990-an. Banyak dari petani yang tercerabut dari tanahnya akhirnya menjadi buruh dengan upah harian. Mereka bekerja untuk Departemen Pekerjaan Umum (Public Works Department).

Mereka terpaksa bekerja di jalan-jalan tol nasional, menderita karena asap beracun, panas dan debu, dan bahkan menerima upah kurang  dari 1 dolar.
Ini tentunya sangat tidak setimpal dengan kerja keras mereka selama 1 hari penuh, setelah selang sekian lama mereka menjual murah ternak mereka yang sangat berharga. Ratusan  ribu petani lainnya yang tergusur dari lahan mereka berusaha mencari tempat pengungsian di kota-kota besar, seperti New Delhi dan Bombay.

Dengan bercucuran keringat-penderitaan dan jauh dari sanak saudara di desa, mereka mengadu nasib ke kota-kota besar. Di sana, mereka bekerja secara serabutan dan sungguh tidak menentu. Sebagian dari mereka  mengirimkan, anak-anaknya yang masih muda untuk bekerja di pabrik-pabrik.
·         Ada juga yang menjual anak mereka sebagai “pengemis-pengemis kecil”.
·         Bahkan, ada yang menjual tubuh mereka sendiri, demi tercukupinya kebutuhan hidup.
·         Dari hari-ke-hari, situasi mereka kian bertambah buruk.
Menurut proyeksi Bank Dunia, jumlah penduduk yang berpindah dari desa ke kota akan segera melampaui jumlah gabungan penduduk Inggris, Jerman, dan Perancis.

Kecenderungan tersebut bisa dilacak dari kuatnya pengaruh berbagai aktivitas impor.   Pada Agustus 1999, misalnya, kebijakan leberalisasi impor biji kedelai yang mendapat subsidi itu membanjiri pasar India. Total keseluruhan impor itu berjumlah 3 juta ton dalam 1 tahun (meningkat 60 persen dari tahun-tahun sebelumnya) dan harganya pun mencapai hampir 1 miliar dolar. Selama  1 masa tanam saja, harga-harga langsung merosot drastis, lebih dari dua pertiganya.

Ini membuat jutaan petani produsen  biji kacang-kacangan untuk minyak, kehilangan pasar mereka. Dengan demikian, praktis, mereka tidak mampu menutup seluruh biaya yang telah mereka keluarkan selama masa tanam. Sementara seluruh industri penghasil dan pengelola minyak untuk konsumsi – pangan (edible oil)  turut dihancurkan. Dan jutaan pabrik kecil pun terpaksa tutup..Sebab lain, mengapa petani dalam jumlah yang teramat besar tergusur dari tanah mereka. Adalah karena  Lahan tanaman pangan milik mereka diambil alih oleh elit pengusaha korporasi-korporasi besar.

Lahan tersebut kemudian digunakan untuk memproduksi berbagai tanaman yang memiliki daya jual di pasaran, seperti misalnya bunga, atau barang komoditas mewah seperti misalnya udang ekspor.  Bagi para petani  yang tetap tinggal di tanah mereka sendiri, proses korporasi pertanian  itu jelas-jelas telah memperbesar dan memperparah kemiskinan.

Dengan memasung mereka dalam bentuk baru perbudakan melalui berbagai kontrak, yang tidak adil dan timpang, korporasi-korporasi besar itu  berhasil meraup  sebagian besar keuntungan yang dihasilkan dari ekspor-ekspor tersebut.  Misalnya saja, petani-petani di Punjab yang di kontrak oleh Pepsico untuk menanam tomat, hanya menerima 0,75 rupee untuk 1 kilogramnya, padahal harga tomat itu dipasaran mencapai 2.00 rupee/kg. 

Di lain tempat, keadaan bahkan lebih buruk lagi. Untuk setiap dolar yang dibayarkan seorang konsumen Amerika Serikat untuk sebuah melon dari El Savador, para petani hanya memperoleh kurang dari 1 penny (sen dolar). Praktis, dengan demikian, para pengirim, pedagang perantara, pedagang grosir, dan pedagang eceran yang berbasis di Amerika Serikat adalah sebagai pemenangnya.

Lebih jauh, penghapusan berbagai subsidi pupuk yang dilakukan setahap---sebagaimana terdapat dalam persyaratan IMF---dan melonjaknya harga sejumlah asupan pertanian telah mencekik sebagian besar petani kecil dan menengah di India. Mereka terperosok hingga ke jurang kebangkrutan.
Salah satu akibatnya, adalah menjalarnya wabah bunuh diri di kalangan petani kecil di India. Wabah tersebut disebabkan lantaran mereka dalam membebaskan diri dari kesengsaraan.

Keputusasaan itu muncul bersamaan dengan kebangkrutan dan jerat hutang yang mencekik (leher) mereka. Pada 1990 misalnya, lebih dari 500 petani kapas di Andhra Pradesh, Maharashtra, Karnataka, Punjab, dan Haryana, berkeras hati mengorbankan hidup mereka. Sementara itu, penghapusan atas sejumlah subsidi pangan di India mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah pangan yang dibeli dari system distribusi public.

Alhasil, jumlah beras yang terjual pun merosot dari 10,1 metrik ton pada 1991-1992 menjadi 6,9 metrik ton pada l996-l996. Demikian pula, jumlah gandum yang terjual merosot  dari 8,8 metrik ton menjadi 3,8 metrik ton.  Kemerosotan itu terjadi ketika ekspor biji-bijian (sereal) meningkat dari 1,4 persen menjadi 3,4 persen. Korban-korban dari dogma pasar bebas bisa ditemukan di seluruh Negara sedang berkembang.

Diperkirakan, 43 persen dari penduduk pedesaan di Thailand, kini hidup di bawah garis kemiskinan, kendati ekspor pertaniannya meningkat secara menakjubkan, yakni sebesar 65 persen antara 1985-l995. Di Bolivia, menjelang 1990,  setengah decade  setelah terjadinya pertumbuhan ekspor pertanian yang paling spektakuler dalam sejarahnya, 95 persen dari penduduknya yang tinggal dipedesaan berpenghasilan kurang dari 1 dolar per hari.

Di Filipina, semenjak luas lahan (dalam are, satuan luas)  untuk tanaman padi dan jagung berkurang dan luas lahan untuk “bunga potong” bertambah, diperkirakan sebanyak 350.000 mata pencaharian di pedesaan musnah. Demikian halnya, di Brazil selama 1970-an. Ekspor pertanian, khususnya kedelai (yang hampir seluruhnya diekspor untuk pakan ternak di Jepang dan Eropa) melonjak luar biasa  Kendati demikian, pada waktu yang sama, kelaparan di Brazil meluas; dari sepertiga jumlah penduduk pada 1960-an menjadi dua pertiga pada awal l980-an.

Bahkan pada 1990-an, ketika Brazil menjadi eksportir pertanian terbesar ketiga di dunia---dimana luas lahan yang ditanam kedelai meningkat 37 persen dari (1980-l995)---produksi beras per kapita merosot sebesar 18 persen. Beras merupakan salah satu makanan pokok penduduk Brazil. Sementara proses menanami lahan dengan kedelai ditempuh dengan cara mengunduli hutan-hutan dan menggusur petani-petani kecil.

Sementara itu, dengan diizinkannya sejumlah impor jagung dari Amerika Serikat yang bahkan disubsidi secara besar-besaran, pemerintah Meksiko telah memperburuk usaha 2 juta lebih petani jagung selama beberapa tahun lalu. Banjir beras impor murah di Kosta Rika juga menyebabkan petani-petani local terpelanting dari usaha mereka. Dari l984-l989, jumlah petani yang menanam jagung, buncis, dan padi sebagai bahan makanan pokok setempat, merosot dari 70.000 menjadi 27.000.

Itu berarti sebanyak 42.000 mata pencaharian hilang. Hal serupa juga terjadi di Haiti. Pada awalnya, IMF memaksa Haiti untuk membuka diri terhadap impor-impor beras Amerika Serikat yang disubsidi secara besar-besaran. Akan tetapi, pada waktu yang sama, Amerika Serikat melarang Haiti untuk mensubsidi para petaninya sendiri Antara 1980-1997, impor beras pun meningkat pesat, dari nol menjadi 200.000 ton setiap tahun.

Peningkatan tersebut rupanya ditempuh dengan cara menyingkirkan berbagai bahan makanan pokok yang diproduksi oleh petani-petani local.  Akibatnya, para petani di Haiti terpaksa meninggalkan sawah ladang mereka dan mencari penghidupan di tempat lain di mana mereka harus bekerja mati-matian, sementara gaji yang mereka terima sangat rendah. Kehidupan rakyat pun kian bertambah buruk di banding hari-hari sebelumnya. Menurut data yang disodorkan IMF, di Haiti setidaknya 50 persen dari anak-anak di bawah usia 5 tahun menderita kekurangan gizi.

Sementara pendapatan per kapita merosot; dari 600 dolar pada l980 menjadi 369 dolar pada saat ini (tahun 2001-edt,). Tidak kalah ironisnya dengan Haiti, adalah; Kenya, negara yang telah berswasembada pangan hingga l980-an, saat ini mengimpor bahan pangan sebesar 80 persen dari total kebutuhan pangannya. Dan anehnya 80 persen dari ekspor–ekspornya berasal dari pertanian. 

Pada 1992, gandum dari Uni Eropa yang dijual di Kenya, harganya 39 persen lebih murah daripada harga yang dibayarkan Uni Eropa kepada para petani di Eropa. Pada 1993, harga tersebut  menjadi 50 persen lebih murah. Akibatnya, impor gandum dari Uni Eropa melonjak. Dan pada l995, harga gandum dari  Kenya terbanting. Ini lantaran persediaan gandum mereka sangat berlimpah, bahkan hingga menghancurkan produksi local dan menciptakan kemiskinan. Jauh dari upaya memberantas kelaparan dan mengangkat kedaulatan ekonomi para petani kecil, liberalisasi pertanian justru menciptakan suatu system pangan global yang terstruktur.


Sistem itu melayani berbagai kepentingan para penguasa semata, selain juga menindas petani miskin di seluruh dunia. (Sumber :Anuradha Mittal, yang dikutip I Wibowo, dalam bukunya “Globalisasi Kemiskinan & Ketimpangan, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, Jogjakarta, 2003 : 121-126). 9). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.