PERAN KOPERASI DALAM PENGENTASAN
KEMISKINAN DI INDONESIA
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Pendahuluan
Penulis melihat
bahwa sebenarnya koperasi memiliki potensi untuk bisa menaikkan taraf hidup
rakyat, sehingga perlu diberikan kesempatan lebih luas lagi dalam meningkatkan
taraf hidup rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa dimana
sekitar 37,9 juta (2007) masih berada dibawah garis kemiskinan.
Adapun yang disebut rakyat miskin,
menurut Mubiyarto,
adalah,
---mereka yang
mengkonsumsi kurang dari 2100 kalori per hari untuk makan,
---ditambah
dengan, kebutuhan minimum non-makan
seperti,
---perumahan,
bahan bakar,
---sandang,
---pendidikan,
---kesehatan dan
transportasi atau,
---pendapatan
setara atau kurang dari Rp.450,00 per orang per hari.(1990)
Sementara
menurut Sayogyo, criteria miskin adalah mereka yang
berpendapatan per
kapita setara atau kurang dari 250 kg beras/tahun.
Model ini
kemudian disempurnakan oleh BPS dengan menambah 10 persen.
Bagaimanakah peran koperasi dalam
usahanya untuk memerangi kemiskinan di Indonesia dalam kurun waktu dua dasa
warsa terakhir?
Pembahasan Masalah
Pada tahun 1995, Bank Dunia telah menerbitkan laporan mengenai :
- “Kemiskinan di Vietnam” yang menyebutkan bahwa jumlah kemiskinan di Negara itu adalah 51 %,
- Cina
7%,
- Indonesia
15%,
- Pilipina
21%,
- Thailand
16%.
Namun apalah artinya angka-angka itu
bila dibandingkan dengan indicator-indikator ekonomi lainnya? Apalagi kalau pengertiannya hanya
dihubung-hubungkan dengan indicator ekonomi semata, melupakan factor-faktor
social lain yang menyebabkan seseorang dapat di sebut miskin. Bagi Indonesia,
pengertian kemiskinan lebih dari sekedar angka dan perhitungan ekonomi. Melalui
Inpres No.3/l996 yang diterbitkan tepat pada tanggal 11 Maret 1996, bersamaan
dengan 30 tahun Supersemar, pemerintah menegaskan kembali komitmen tentang
pegentasan penduduk dari garis batas kemiskinan.Melalui tahapan ‘Keluarga
Sejahtera’, seluruh lapisan masyarakat diminta untuk mengangkat
keluarga-keluarga yang tergolong dalam
tahapan :
- Keluarga
Pra Sejahtera,
- Keluarga
Sejahtera I (KS I),
yang merupakan tahapan-tahapan
terendah dari lima Tahapan Keluarga Sejahtera (KS). Dengan Inpres tersebut, upaya untuk
mengentaskan terpusat pada 4
(empat) sasaran utama, yaitu : Penanggulangan kemiskinan
dilakukan melalui bantuan-bantuan terhadap masyarakat desa, baik yang
tertinggal maupun tidak melalui pemerintah, yang dikelola melalui APBN.
Upaya kemitraan ditujukan melalui
kepedulian dari masyarakat yang lebih beruntung, baik dari masyarakat pengusaha
besar yang tergabung dalam kelompok Jimbaran, ataupun masyarakat yang peduli
(kelompok Keppres 90). Dana yang terkumpul jelas merupakan dana diluar dana
pemerintah.Perluasan lapangan kerja yang merupakan suatu gerakan yang dinamakan sebagai “Bangga Suka Desa” yang merupakan singkatan dari : “Pembangunan Keluarga Modern dalam Suasana Kota di daerah Pedesaan” yang
dicanangkan oleh Presiden Soeharto dalam hari Keluarga Nasional, 29 Juni l995
di Yogyakarta.
Melalui
gerakan ini dikembangkan berbagai kegiatan
seperti,
“Keluarga
Pelaju” = (Petik, Olah, Jual
dan Untung),
yang menggerakkan masyarakat desa untuk, bekerja secara produktif dan mengenal
pemasaran. Dengan
ditunjang oleh pengadaan Kukesra = (Kredit Usaha Keluarga Sejahtera),
sebagai modal bagi keluarga “Pelaju” dan “Pemaju” tersebut. Lalu
dimanakah peran Koperasi yang telah digaungkan sebagai “Soko Guru” perekonomian
nasional dalam upaya untuk memerangi kemiskinan? Berdasar
Statistik Indonesia dari tahun 1981 sampai 1992, jumlah koperasi primer dan
sekunder serta KUD di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tahun Koperasi KUD
Primer & Sekunder
1981 21.484 6.541
1982 23.325 9.612
1983 25.161 10.074
1984 26.439 6.539
1985 28.103 6.629
1986 30.466 7.350
1987 30.870 7.394
1989 32.488 7.955
1990 36.147 8.276
1991 37.281 8.490
1992 38.361 8.679
Dari data yang
kami sajikan diatas, dapat kita ketahui bahwa ternyata, secara kuantitas,
koperasi sudah cukup berkembang. Itu sudah jelas “dikatakan” oleh angka-angka
dari (BPS) di atas. Namun sebelum kita menginjak lebih jauh mengenai Koperasi
dan peranannya dalam memerangi kemiskinan, alangkah baiknya kita juga melihat
angka-angka lain dari BPS mengenai data penduduk miskin di Indonesia, yaitu
menjadi 27 juta jiwa di tahun 1990.
Pada kurun waktu
yang sama (1976 – 1990), persentase penduduk miskin juga turun dari 40,8%
menjadi 15,08 %, yang terjadi baik di kota maupun di pedesaan. Kemudian masih
dalam kurun waktu yang sama (1976 – 1990),
jumlah penduduk miskin di kota turun dari 10,2 juta menjadi 9,4 juta jiwa, atau
dalam persentase, turun dari 38,79% menjadi 16,75%.
Di pedesaan hal
tersebut juga terjadi, yaitu jumlah penduduk miskin turun dari 44,2 juta jiwa
menjadi 17,8 juta jiwa, atau dalam persentase turun dari 40,37% menjadi 14,33%.
Dari data tersebut nampak bahwa jumlah penduduk miskin turun lebih cepat di desa
dari pada di perkotaan. Dan menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) tahun 1993, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berada
di bawah garis kemiskinan tinggal 25,9 juta jiwa atau 13.67 % dari total jumlah
penduduk Indonesia. Itu tentu saja menggembirakan, namun apakah koperasi
memiliki andil dalam memerangi kemiskinan, yang telah terbukti bahwa kemiskinan
di Indonesia sudah turun?
Adakah baiknya kita bahas dalam uraian dibawah ini.
Koperasi sebagai
wadah perekonomian rakyat yang berwatak social dan soko guru/tulang punggung
perekonomian nasional akan mampu mengentaskan kemiskinan, jika diberi peran
yang benar-benar mantap dan sesuai dengan jiwa koperasi itu sendiri. Untuk itu,
melalui Kabinet Pembangunan VI, koperasi perlu diberikan kesempatan yang lebih
luas lagi dalam meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia yang lebih dari 200
juta jiwa, dimana 37,9 juta (2007) masih berada dibawah garis kemiskinan.
Tentu
saja sebelum itu, diperbaiki terlebih dahulu mekanisme perekonomian kita sesuai
dengan jiwa dan amanat konstitusi seperti tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Dasar
demokrasi ekonomi Indonesia, dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua
dibawah pimpinan dan pengawasan anggota–anggota masyarakat. Dalam hal ini
kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran perseorangan. Oleh
sebab itu perekonomian disusun atas dasar kekeluargaan. Bentuk
perekonomian yang sesuai dengan itu adalah “Koperasi.”
Menurut kami ada lima cara untuk berhasilnya koperasi dalam
menjalankan
peranannya dalam mengentaskan kemiskinan.
Koperasi
dipedesaan yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa) diberi wewenang penuh
menangani perekonomian di desa-desa yang berada dalam wilayah kerja KUD
bersangkutan. Ini berarti, usaha untuk meningkatkan pendapatan, dikelola
oleh KUD melalui musyawarah dan mufakat sebagai landasan demokrasi ekonomi
rakyat agar penduduk desa bersedia menjadi anggota koperasi.
Bila KUD telah
benar-benar menjalankan fungsinya sebagai wadah perekonomian masyarakat desa,
maka mulailah ditawarkan apakah hasil produksi dan kebutuhan hidupnya bisa
ditangani oleh KUD. Kalau koperasi telah benar-benar berjalan atas landasan
perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya, pengurus mendahulukan kepentingan
anggota-anggotanya, maka tawaran menjual hasil produksi dan membeli kebutuhan
hidupnya tentu akan dipilih melalui KUD.
Jika ada unsur
luar dalam kegiatan perekonomian,
hendaknya melalui KUD, baik jual-beli hasil dan kebutuhan masyarakat
desa, atau menanam modalnya sendiri
untuk mendirikan usaha industri kerajinan, pengelolaan hasil bumi di desa
bersangkutan. Disini kita harapkan setiap kerja sama ekonomi dipedesaan itu
harus dengan syarat saling menguntungkan.
Kepada KUD
diwajibkan mengetahui dan sekaligus mendata penduduk miskin dan dibawah garis
kemiskinan wilayah kerja atau usahanya.
Terhadap penduduk
ini, pengurus tidak perlu menyuruh atau memintanya menjadi anggota koperasi,
akan tetapi mencarikan lapangan kerja, baik dalam menangani kegiatan koperasi,
maupn menyalurkan kemitraan usaha KUD bersangkutan.
Unsur Pembina
apakah itu dari pemerintah (Departemen Koperasi dan PKK) maupun Dewan Koperasi
Indonesia (Dekopin) secara terus-menerus melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap KUD-KUD serta koperasi lainnya. Bila ada unsur perusak
koperasi, maupun tingkah laku oknum pedesaan termasuk tengkulak dan pengijon
yang merugikan penduduk desa terutama petani, maka perlu segera diambil
tindakan tegas. Setelah kita melihat lima cara diatas, kita akan mulai melihat
dari sisi kemanusiaan.
Seperti kita
ketahui bahwa Fokus dari mekanisme perekonomian pedesaan, hendaknya diletakkan
diatas dasar perikeadilan dan perikemanusiaan. Ini sesuai dengan makna yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945.
Bahwa
sesunggungnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemerdekaan di sini tentu tidak
merupakan penjajahan fisik, tapi termasuk penjajahan dalam perekonomian oleh
siapa saja, baik antar cabang-cabang
produksi penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
harus dikuasai Negara.
Kalau tidak,
tampuk produksi akan dikuasai oleh seseorang atau oleh perusahaan luar negeri
dan rakyat akan banyak ditindasnya. Jalur dasar kemanusiaan dan keadilan
yang menjadi dasar pembangunan perekonomian rakyat, maka kita yakin akan banyak
pihak yang tergugah. Ini terbukti dari kerja sama antara koperasi Kanada dan
koperasi Indonesia yang diikuti dengan bantuan hibah sebesar Rp.21 Miliar (14 juta
dollar Kanada).
Langkah kerja sama
itu juga dilakukan dengan Australia karena beberapa waktu lalu terjadi gangguan
terhadap hubungan Indonesia-Australia, juga dengan Jepang dan Denmark. Peran
Koperasi adalah sangat penting dalam usaha meningkatkan kondisi social dan
ekonomi kedua Negara dan dalam menetralisir dan memperbaiki hubungan kedua
Negara dimasa mendatang.
Kerja sama yang
terjadi adalah meliputi upaya pengembangan luas dalam
berbagai keterkaitan antara koperasi
kedua Negara seperti,
- pengembangan
modal,
- pelatihan,
- alih
ketrampilan dan teknologi,
- pertukaran kunjungan belajar studi kelayakan bisnis
koperasi dan
- kerja
sama perdagangan.
Bila kita ikuti kehidupan
perkoperasian di Indonesia, maka kemajuan koperasi tidak luput dari perjuangan
memperbaiki perekonomian secara bersama, rasa senasib, sepenanggungan. Tuntutan
anggota dan masyarakat tidak lain adalah bagaimana mereka bisa memenuhi pangan,
sandang, dan papan.
Bidang lainnya adalah kesehatan, pendidikan
serta kehidupan yang tenteram dalam mencapai kebahagiaan lahir bathin.
Dengan cara kerja yang terprogram
serta dukungan pemerintah, maka dapat dientaskan kemiskinan di pedesaan melalui
KUD baik sendirian maupun bekerja bersama dengan pihak luar. Dalam pengentasan
kemiskinan yang bersifat structural di pedesaan atau pun di perkotaan, maka
diperlukan, pengurus koperasi yang jujur dan memiliki semangat perjuangan. Para
pengurus harus tahu cara-cara mengangkat taraf hidup anggota dan masyarakat di
wilayah kerja dan usaha hingga, suatu ketika kemiskinan di lingkungannya
berkurang.
Dan pemerintah sebagai badan yang
paling bertanggung jawab atas kehidupan rakyat, hendaknya menjadikan koperasi
sebagai jembatan dalam aktivitas perekonomian dalam meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan pamong desa, yang merupakan
perpanjangan tangan pemerintah, dituntut untuk menyuseskan program koperasi
dalam memajukan warga desanya. Dari uraian diatas, sebenarnya kita sudah bisa
memiliki gambaran tentang koperasi dan peranannya dalam memerangi kemiskinan,
namun alangkah baiknya kita juga melihat uraian berikut ini yang mungkin bisa
memperjelas gambaran kita menganai peran koperasi dalam mengurangi kemiskinan.
Setelah PJPT (Pembangunan Jangka
Panjang Tahap) ke-II, masyarakat pedesaan tampaknya semakin banyak menghadapi
masalah dan tantangan. Dengan lahan pertanian yang terus menurun menyempit
akibat pembangunan perumahan dan industri, masyarakat desa juga, terdesak oleh
arus informasi yang cenderung membuat
mereka menjadi “konsumen” dari pembangunan. Ekonomi pasar dan industrialisasi
juga merebak memasuki plosok-plosok desa.
Maka menjadi suatu keharusan bagi
mereka untuk ikut pula dalam proses perubahan yang terus menerus itu. Profil
desa tidak bisa lagi di identikkan dengan struktur okupasi homogin pertanian. Kini
kawasan desa mulai bergerak dalam usaha non-pertanian, seperti perdagangan,
kerajinan dan sebagainya.
Model ekonomi
subsisten yang telah berjalan cukup lama di pedesaan, bergeser ke model ekonomi komersial dimana produksi tidak lagi
hanya sekedar pemenuhan kebutuhan rumah
tangga, tetapi telah berubah untuk memperoleh laba melalui pasar. Dalam kondisi
demikian, terjadilah perubahan nilai-nilai kemasyarakatan di desa dimana solidaritas
mekanis berubah menjadi solidaritas organis.
Ciri masyarakat
gotong-royong didesa juga sudah mulai bergeser dengan adanya imbalan jasa.
Sayangnya perubahan yang terjadi di desa tersebut masih kurang diikuti oleh
kemampuan masyarakat pedesaan dalam mengembangkan sumber daya manusia mereka.
Ini adalah awal dari munculnya kekalahan masyarakat desa dalam menghadapi
modernisasi. Dan akibatnya, kemiskinan
masih terus menggelayut pada mereka. Maka salah satu kemungkinan untuk mengubah
kondisi perekonomian mereka adalah dengan menghadirkan koperasi sebagai agen
perubahan.
Bila KUD bisa
dipercaya sebagai perubahan penumbuhan kesadaran masyarakat itu sendiri untuk
berkoperasi. Selama ini proses
pembentukan koperasi desa masih terkesan sebagai “proyek dari atas”. Hal
ini menyebabkan kesadaran masyarakat dalam berkoperasi masih rendah.
Sesungguhnya masyarakat desa sangat mengharapkan koperasi untuk menjadi pilar ekonomi pedesaan.
Mengingat koperasi adalah satu-satunya yang bisa menampung hasil-hasil produksi
mereka seperti kerajinan, hasil pertanian dan sebaginya.. Namun pada kenyataannya koperasi desa belum
beroriantasi pada kegiatan yang mampu menampung hasil-hasil produksi masyarakat pedesaan. Kiranya dalam
jangka waktu panjang, koperasi bisa diharapkan untuk bisa seirama dengan model
ekonomi pedesaan.
Untuk menjadikan koperasi benar-benar
terintegrasi dengan model
ekonomi pedesaan, diperlukan sejumlah syarat :
Diperlukan adanya kemandirian atau
otonomi. Yakni koperasi janganlah hanya dijadikan sebagai kepanjangan tangan
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan. Bila hal ini tetap dipertahankanm
sebagai pola pembinaan pemerintah
terhadap koperasi, maka lama-kelamaan koperasi akan mandul. Karena selamanya
pengurus koperasi akan mengharapkan uluran tangan
dari atas untuk mendapatkan proyek atau modal dan mematikan kreativitas mereka
sendiri. Diperlukan perlindungan model “gelang karet”.
Meskipun
pasal 63 UU perkoperasian yang baru membuka peluang kepada koperasi untuk
berkembang seluas-luasnya, namun pemberian peluang tersebut tidak harus membuat
koperasi menjadi manja. Maksudnya adalah bagaimana mengupayakan “tarik ulur”
ala “gelang karet” dalam perlindungan terhadap koperasi semata-mata demi memacu
kearah kemandirian. Dan pada pasal tersebut tercantum bahwa dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap koperasi,
pemerintah dapat :
(1) Menetapkan
bidang-bidang kegitan ekonomi yang hanya boleh dilakukan oleh koperasi,
(2). Menetapkan
bidang kegiatan ekonomi disuatu wilayah yang telah berhasil diusahakan
koperasi, untuk tidak dilakukan oleh badan usaha lainnya.
Bila model
koperasi tersebut dapat benar-benar dijalankan, dan bisa sesuai dengan dinamika
ekonomi masyarakat pedesaan, maka tidak berlebihan bila koperasi akan
mampu menjadi agen perubahan di
pedesaan. Dan dengan menjadikan koperasi
sebagai agen perubahan pedesaan, berarti telah membantu usaha pengentasan
kemiskinan di pedesaan.
Sebab salah satu upaya untuk
memberantas kemiskinan adalah dengan memperbaiki ekonomi dan pendapatan rakyat.
Terutama menyangkut,
- terjaminnya
kelangsungan produksi,
- kelancaran
pemasaran,
- mudahnya
memperoleh modal,
- tersedianya
informasi yang cukup, dan
- kemudahan
pemasaran, yang semuanya itu ada pada koperasi.
Setelah melihat uraian-uraian diatas,
nampaklah bahwa sebenarnya koperasi bisa dan mampu untuk menjadi salah satu
alat untuk memerangi kemiskinan.
Namun bagaimanakah realitasnya? Kita akan melihat melalui contoh keberadaan
koperasi dalam
masyarakat, yang kami sajikan berikut ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.