Resesi
Ekonomi Belum Perlu Dikhawatirkan
Oleh
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Inflasi bulan Oktober yang mencapai 8,7
persen memang cukup mengejutkan.
Biasanya angka inflasi 8 persen itu untuk
satu tahun dan itu pun sudah dinilai tinggi. Inflasi 2 digit menjadi momok
perekonomian kita. Sekarang inflasi Januari-Oktober sudah di atas 17 persen.
Begitu juga inflasi year on year.
Wajar bila orang mulai khawatir terhadap
situasi ekonomi, bila masih belum terkendali pada bulan November dan Desember
sehingga laju inflasi selama tahun 2005 mencapai lebih 20 persen. Kekhawatiran
itu sempat berlebihan, karena orang sudah membayangkan akan terjadi
hiperinflasi akibat efek spiral.
Maklumlah, terkadang kalangan pakar dan
politikus yang memicunya.
Rasanya kekhawatiran seperti itu belum perlu,
meskipun kewaspadaan sangat diperlukan. Mungkinkah
ini tanda-tanda awal resesi ekonomi ataukah kita akan kembali mengalami krisis
seperti tahun 1997? Pertanyaan seperti itu sering dilontarkan.
Yang penting jangan sampai komentar-komentar
yang muncul semua bernada negatif sehingga malah memperkeruh suasana. Menimbulkan spekulasi dan mengurangi tingkat
kepercayaan pasar.
Beberapa ekonom senior mencoba memberikan
penjelasan, agar masyarakat tak terlalu resah. Benar, inflasi tinggi
mengguncang ekonomi, namun guncangan itu tidak harus terjadi terus-menerus. Bisa jadi hanya guncangan sesaat, yakni
selama Oktober dan setelah itu kembali mereda.
Apa yang akan terjadi pada dua bulan terakhir
tahun 2005 ini sangatlah menentukan perjalanan atau kinerja tahun berikutnya.
Haruslah disadari, inflasi sangat tinggi pada Oktober adalah akibat kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM) rata-rata di atas 100 persen. Mengapa kenaikan
harga minyak setinggi itu? Jawabannya, karena itulah yang dipilih. Pemerintah
bisa menaikkan harga BBM dalam dua atau tiga tahap, agar tidak setinggi itu
sehingga membuat shock pasar.
Namun tidak ada yang menjamin dampak
inflatoarnya lebih terkendali.
Karena kenaikan bertahap justru bisa
menimbulkan spekulasi atau ketidakpastian pasar. Dampak psikologis sulit diperkirakan. Maka,
yang dipilih adalah kenaikan sekaligus dalam persentase tinggi dan setelah itu
bisa segera tenang. Istilah ekonominya, once
over atau sekali pukul.
Dengan logika itu, inflasi tinggi hanya akan
ada di Oktober. Setelah itu berangsur turun kembali. Kalau perkiraan dan asumsi
itu benar, kita tak perlu mencemaskan keadaan ini sampai-sampai membayangkan
terjadi resesi. Istilah resesi dalam ekonomi tidak bisa dijadikan sesuatu yang
sekadar untuk mendramatisasi keadaan. Sebab, resesi itu berarti pertumbuhan nol
atau negatif. Sekarang fundamen pertumbuhan masih relatif baik. Kendati angka
6,2 persen seperti diinginkan mungkin sulit dicapai, namun 5 persen masih akan
didapat. Jadi, bagaimana mungkin akan terjadi resesi.
Di samping itu, indikator ekonomi lain masih
relatif tenang, kendati tetap ada gejolak. Kurs rupiah masih relatif stabil pada kisaran Rp
10.000/dolar AS, sedangkan kinerja ekspor dan cadangan devisa masih cukup baik.
Inflasi
bukan segala-galanya. Hanya kita tak boleh menganggap enteng. Karena
bagaimanapun situasi di pasar terkait dengan
inflasi sering sulit diduga.
Dengan kata lain masih sangat dibutuhkan
instrumen-instrumen moneter yang perlu dipergunakan untuk mengendalikan
situasi. Kebijakan uang ketat dan suku bunga tinggi tentu akan jadi pilihan
seperti yang sudah dilakukan sekarang. Inilah yang harus dibayar dengan
melambannya gerak dan pertumbuhan ekonomi. Tidak jadi soal asalkan kestabilan
terjaga.
Sebab, apa artinya pertumbuhan tinggi kalau
inflasi dan suku bunga bank naik terus? Kalau pun tahun ini dan tahun depan
bisa tumbuh 5 persen, itu bukanlah sesuatu yang buruk. Karena di sisi lain kita
telah menyelamatkan kebangkrutan anggaran dengan menaikkan harga BBM. Pernyataan dan kekhawatiran di
sekitar resesi hendaknya ditangkap sebagai sebuah peringatan.
Bagaimanapun kita perlu diingatkan tentang
gangguan kestabilan yang dipicu oleh kenaikan harga BBM. Namun jangan sampai
hal itu menimbulkan pesimisme. Justru optimisme ke depan yang lebih perlu
dimunculkan. Pemerintah perlu mengambil inisiatif dan berusaha meyakinkan pasar
tentang hal ini.
Kemampuannya mengendalikan keadaan akan
menjadi penentu, apakah situasi akan bisa membaik atau bertambah buruk. Pilihan
yang ada sama-sama buruk, namun kita tetap memilih yang baik di antara yang
buruk. Bagaimana perkembangan
November dan Desember serta satu tahun ke depan, kita akan cermati bersama. Internet Sumber: Seputar Indonesia, Jumat 25 Januari
2008
tajuk rencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.