Batas Wilayah NKRI
Penetapan Batas Darat Indonesia-Papua
Pulau Papua yang oleh bangsa Eropa lebih
dikenal Papua New Guinea sejak tahun 1866 berada dalam penjajahan
3(tiga) negera eropa, Belanda, Inggeris dan Jerman.. Berdasarkan negara
yang menguasainya, maka sejak tahun tersebut kita mengenal, Netherland
New Guinea, yang dahulu dikenal dengan nama Irian Jaya dan berubah
menjadi Papua; German New Guinea dan British New Guinea, setelah
melalui Trustee PBB (Trust Territory of new Guinea) kedua wilayah
tersebut dipercayakan kepada Australia dan Administrasinya dijadikan
satu dalam Territory of Papua New Guinea.
Batas antara German New Guinea dan
British New Guinea adalah 05 00’00” LS sementara perbatasan Netherland
New Guinea dan German New Guinea dengan batas sebagai berikut; Sesuai
dengan Proklamasi Van Dellen, pada tanggal 24 Agustus 1828 pemerintah
Belanda menyatakan berkuasa atas wilayah New Guinea dari titik batas
141° Bujur Timur pada pantai sebelah Selatan, dari tempat tersebut
ditarik garis ke sebelah utara. Pada masa tersebut dengan pernyataan
Proklamasi ini dan juga karena tidak ada yang keberatan maka statusnya
sebagai milik Belanda syah serta tidak perlu menunggu pengakuan dari
siapapun, sebab pemerintahan (established government) Jerman baru
datang pada tahun 1882 sedangkan Inggris resminya juga baru berkuasa
pada tahun 1884.
Kaiserlicher Schutzbref fur die New
Guinea Compagnie. New Guinea Compagnie, sejak tanggal 27 Nopember 1882
menguasai kepulauan Bismarch dan daratan New Guinea disepanjang pantai
utara. Penguasaan ini kemudian disusul dengan suatu surat keputusan dari
Kaisar Wilhelm yang berisi selain perlindungan kepada wilayah New
Guinea yang belum dikuasai oleh siapapun. Surat keputusan tersebut
dibuat di Berlin pada tanggal 17 Mei 1885, ditandatangani oleh Kaiser
Wilhelm dan perdana mentri Von Bismarch. Deklarasi raja Prusia 2 Mei
1885.
Pemerintah Belanda pada tanggal 6
Desember 1866 (Lembaran negara 1886 No. 139) menyatakan bahwa perbatasan
wilayah kekuasaan Belanda di Utara Irian meridien 140 47’00”.Pemerintah
Kolonial Jerman yang menguasai wilayah bagian timur Irian sebelah utara
segera mengeluarkan suatu deklarasi sepihak (schutzbrief) pada tanggal
22 Mei 1885 yang menyatakan bahwa perbatasan antara wilayah kekuasaan
Jerman dan Belanda di Utara Irian adalah meridian 141° 0 00’ (bukan 140°
47’00 berarti memberi keuntungan keapda Belanda 13 mil atau kurang
lebih 24.000 meter), dari pantai utara Irian sampai 5° 00 0’00 Lintang
selatan yaitu perbatasan antara wilayah Jerman dan Inggris.
Memorandum German office 1902. Konvensi
perbatasan antara Belanda dan Inggris mendorong pemerintah Belanda untuk
mendesak pemerintah Jerman mengadakan ekpesidsi bersama guna
menetapkan perbatasan antara kedua daerah mereka. Ekpedisi terlaksana
mulai tanggal 11 Juli 1910. Setelah perang dunia ke 2 berakhir, dengan
Jerman sebagai pihak yang kalah. Peace treaty of versailles yang ditandatangani pada tanggal 28 Juni 1919 telah menghasilkan kesepakatan sebanyak 15 bab atau 440 pasal.
Berdasarkan treaty tersebut German new guinea diserahkan kepada League of nations, organisasi dunia yang juga baru dibentuk dengan treaty of Versailles II. Selanjutnya berdasarkan pasal 22 Convenant of the league of nations,
badan dunia ini meyerahkan kepada Commonwealth of Australia, seluruh
wilayah German new guinea dan semua pulau-pulau yang terletak disebelah
selatan garis equator kecuali German Samoa dan Nauru, sebagai
daerah mandat (trust). Secara administrative bagian utara bernama
Trust territory of Papua New Guinea dibawah Commonwealth of Australia.
Perbatasan Netherland New Guinea dan British New Guinea; Proklamasi Erskine. Sejak tahun 1855 secara de facto
negara-negara bagian Australia seperti Queensland, New South Wales dan
Victoria dengan melalui Gubernur Qeensland, tetapi baru pada tanggal 6
Nopember 1884 dengan proklamasi Erskine pemerintah krajaan Inggris telah
diikut sertakan mengurus dan membiayaa British New Guinea. Pada
tanggal 16 Mei 1895 di Den Haag telah ditandatangani suatau traktat
mengenai perbatasan wilayah antara kedua negara di Irian, masing-masing
oleh duta besar luar biasa dan berkuasa penuh pemerintah Inggris di
Negeri Belanda (Sir Horace Rumbold) dan menteri luar negeri Belanda
(jokheer Jaan Roell), serta disaksikan dan tandatangani juga oleh
menteri urusan jajahanan Belanda (James Henry Bergsma). Traktat tersebut
kemudian diratifikasi oleh masing-masing negara dengan UU, kemudian
pertukaran piagam ratifikasi dilakukan pada tanggal 20 Juli 1895.
Sesuai dengan Schutzbrief diatas, maka
traktat 1895 itupun hanya mengatur perbatasan antara kedua negra mulai
dari pantai selatan Irian sampai 5° 00’00 LS. Dimana batasnya dimulai
ditengah muara sungai Bensbach di pantai selatan kira-kira 141°
01’47,9”BT, kemudian dari titik tersebut diteruskan keutara sampai
memotong S Fly, mengikuti alur pelayaran (Thalweg( S. Fly sampai
mencapai 141o 00’00’BT dan akhirnya keutara sampai 5° 00’00” LS
tersebut. Perpindahan kekuasaan atas New Guinea dari Inggris kepada
Australia secara resmi barulah semenjak berdirinya negara Federal
Australia pada tanggal, 18 Maret 1902. Pada tahun 1905 Parlemen
Australia mengeluarkan “Papua Act” dimana daerah bekas British New
Guinea tersebut kemudian diberinama secara resmi “Papua” dan Pemerintah
Federal Australia memegang kekuasaan langsung atas daerah tersebut.
Secara administrative bagian utara bernama Trust Territory of Papua new
Guinea dan bagian selatan bernama Territory of Papua new guinea.
Dasar Hukum bagi Penegasan Batas RI-PNG
Deklarasi raja Prusia tanggal, 22 Mei
1885 tentang perbatasan antara wilayah Jerman dan Belanda dan antara
Jerman dan Inggris di Irian. Konvensi antra Inggris dan Belanda tanggal
16 Mei 1895 tentang penentuan garis batas antara Irian dan Papua New
Guinea. Persetujuan ketelitian hasil ovservasi dan traverse kegiatan
lapangan antara RI-Australia tanggal, 4 Agustus 1964 guna melaksanakan
kegiatan tahun 1966/1967.
Persetujuan antara Pemerintah
RI-Pemerintah Commenwealth Australia ttg penetapan batas-batas dasar
laut tertentu, yang ditandatangani di Camberra tanggal, 18 Mei 1971 dan
disyahkan dengan Keppres No. 42 tahun 1971. Persetujuan antra RI dan
pemerintah Commonweath Australia tentang penetapan batas dasar laut
tertentu didaerah laut Timor dan laut Arafuru, sebagai tambahan pada
persetujuan tanggal 18 Mei 1971 yang ditandatangani di Jakarta tanggal, 9
Oktober 1972 dan disyahkan dengan Keppres No. 66 tahun 1972.
Perjanjian antara RI-Australia mengenai
garis-garis batas tertentu antara RI danPapua New Guineayang
ditandatangani diJakartatanggal, 12 Pebruari 1973. Perjanjian ini
masing-masing ditanddatangani oleh meneteri luar negeri RI Bapak Adam
Malik dan dari Papua New guinea Mr. Michael T. Samore atas
nama Australia karna pada saat itu PNG belum berpemerintahan sendiri.
Perjanjian ini telah diratifikasi olehIndonesiadengan UU No. 6 tahun
1973 tanggal 8 Desember 1973.
Persetujuan antara Pemerintah
RI-Pemerintah Australia (bertindak atas nama sendiri dan atas nama
pemerintah Papua New Guinea) tentang pengaturan-pengaturan administratip
mengenai perbatasan antara RI-PNG yang ditandatangani di Port Moresby
pada tanggal 13 Nopember 1973 dan disyahkan dengan Keppres No. 27 tahun
1974 dan diganti dengan persetujuan dasar antara Pemerintah Indonesia
dan Pemerintah Papua New Guinea ttg pengaturan-pengaturan perbatasan
yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1979 yang
disyahkan dengan Keppres No.6 tahun 1980, yang diperbaharui di Port
Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, yang disyahkan dengan Keppres
No.66 tahun 1984, yang kemudian diperbaharui di Port Moresby pada
tanggal 11 April 1990 dan disyahkan dengan Keppres No.39 tahun 1990.
Basic Agreement between the government
of the Republic of Indonesia and the government of Papua New Guinea
concerning maritime boundares between the republic of Indonesia and
Papua New guinea and cooperation on related matters ditandatangani
tanggal, 13 Desember 1980.
Keputusan Presiden No. 2 tahun 1982
tentang Panitia penyelesaian masalah wilayah perbatasan Ri-PNG, yang
diubah dengan Keppres 10 tahun 1985 dan terakhir dirubah dengan Keppres
No. 57 tahun 1985. Basic agreement between the govermant of the Republik
Indonesia and the government of Papua New Guinea on the arrangements
for survey and demarcation of the boundary and mapping of the border
areas between the two countries, yang ditandatangani di Port Moresby
pada tanggal 4 Agustus 1982 dan diperbaharui kembali di Rbaul pada
tanggal 26 September 1985, yang diperbaharui di Port Moresby pada
tanggal 11 April 1990.
Memorandum of understanding (MOU)
between the government of the Republik of Indonesia and the government
of Papua New Guinea on the Arrangements for survey and demarcation of
the boundary and mapping oe the border areas between the two countries,
Port Moresby on 4 August 1982, yang diperbaharui di Rabaul 26 September
1985, diperbaharui kembali di Rabaul pada tanggal, 15 Nopember 1993.
Treaty of Mutual Respect, friendship and
cooperation between the Republik of Indonesia and the independent state
of Papua New Guinea, Port Moresby 27 Oktober 1986. Laporan-laporan
Joint Border Committee ke I s/d XV dan Joint technical sub committee on
border survey, demarcation and mapping ke I s/d ke XVI. Surat Keputusan
Mentri dalam negeri selaku Panitia penyelesaian masalah wilayah
perbatasan RI –PNG Nomor 185.505-904 tanggal 8 Juli 1985 ttg pengankatan
ketua Bakosurtanal sebagai Ketua sub Panitia Teknis penetapan batas
wilayah antara RI-PNG.
Surat Keputusan Menteri dalam Negeri
selaku Panitia Penyelesaian masalah wialyah perbatasan RI – PNG No.
185.05-604 tanggal 1 September 1994 tentang Perubbahan sub Panitia
Teknis penetapan batas wilayah antara RI-PNG. Surat Keputusan Menteri
dalam Negeri selaku panitia penyuelesaian masalah wilayah perbatasan
RI-PNG No. 126.05-446 tanggal 23 Agustus 1995 ttg pengangkatan kepala
pusat survei dan pemetaan ABRI sebagai sub panitia teknis penetapan
batas wilayah antara RI-PNG.
Apa Kata Media Tentang Perbatasan,Diplomasi Ala Lapo Tuak; Diplomasi Tumpul
Tudingan, cacian, bahkan makian
bertubi-tubi dilemparkan pada wajah diplomasi kita yang dinilai lemah,
menyusul kasus dengan Malaysia.Kasus ditukarnya tiga petugas Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang ditangkap polisi Malaysia—yang menurut
versi kita sedang bertugas di wilayah perairan nasional—dengan tujuh
nelayan Malaysia yang ditangkap karena mencuri ikan di wilayah laut
teritorial kita kemudian menimbulkan gelombang demonstrasi massa di
kedua negara, disusul ketegangan diplomatik.
Secara historis, dengan Malaysia sudah
sering terjadi sengketa diplomatik, terutama menyangkut masalah
perbatasan, antara lain kasus Sipadan-Ligitan dan kasus Ambalat, serta
klaim Malaysia atas kekayaan budaya kita sebagai milik mereka. Terkait
ini, telah dilayangkan nota protes, tetapi tidak pernah ada respons
diplomasi memadai.
Kasus diplomatik aktual lain terjadi
dengan Australia menyangkut pencemaran Laut Timor. Dalam kasus ini pun
telah dilayangkan nota protes, tetapi tampaknya tidak digubris sama
sekali. Dengan demikian, cukup beralasan kalau publik menganggap
diplomasi kita lemah atau tumpul. Sebagai bangsa besar, kita tak lagi
punya pengaruh kuat di bidang diplomasi, bahkan kita telah kehilangan
dignity. Dibandingkan era Pak Harto, apalagi Bung Karno, telah terjadi
kemerosotan kemampuan diplomasi.
Masalah fundamental
Ada kaitan erat antara kekuatan
diplomasi dan situasi di dalam negeri, terutama dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan negara. Kuatnya fungsi pertahanan akan
memberikan kesempatan buat pengembangan fungsi kesejahteraan dan
diplomasi, demikian sebaliknya. Kita dapat menakar bagaimana potret
aktual kekuatan pertahanan dan kesejahteraan atau ekonomi kita, apakah
cukup memiliki daya topang buat kuatnya diplomasi?
Dunia diplomatik sebenarnya hanya
mencerminkan realitas aktual di dalam negeri. Sehebat apa pun kemampuan
menteri luar negeri dan para diplomat, ketajaman daya diplomasinya akan
sulit diwujudkan manakala situasi dalam negeri lemah. Harus jujur
diakui, sesungguhnya kondisi dalam negeri kita amat memprihatinkan.
Indonesia bangsa besar, tetapi ke dalam kita keropos karena kemiskinan,
korupsi, tidak disiplin, etos kerja rendah, masyarakatnya rentan
konflik, anarki, dan sebagainya. Karena itu, keluar citra kita sebagai
bangsa menjadi buram, sering dilecehkan bangsa lain.
Dalam keadaan
seperti ini, sulit bagi Indonesia untuk memiliki kekuatan diplomasi.
Masalah fundamental lain yang mampu
menopang kuatnya diplomasi adalah ”kepemimpinan”. Pada era Bung Karno,
fundamental ekonomi kita dapat dikatakan jauh lebih lemah daripada
sekarang. Namun, pada saat itu kita memiliki kekuatan pertahanan yang
diperhitungkan di kawasan. Dari perspektif balance of power, postur
militer kita yang terkuat di Asia Tenggara. Namun, lebih dari itu,
kepemimpinan Bung Karno yang tegas berkarakter merupakan faktor kunci
bagi kuatnya diplomasi.
Pak Harto pun memiliki kepemimpinan andal, beliau tampil menjadi pemimpin yang disegani di kawasan ASEAN, bahkan di dunia internasional. Suksesnya pemerintah memelihara stabilitas dalam negeri, terutama dalam mendongkrak kemampuan ekonomi pada saat itu, turut mendorong kuatnya diplomasi kita.
Pak Harto pun memiliki kepemimpinan andal, beliau tampil menjadi pemimpin yang disegani di kawasan ASEAN, bahkan di dunia internasional. Suksesnya pemerintah memelihara stabilitas dalam negeri, terutama dalam mendongkrak kemampuan ekonomi pada saat itu, turut mendorong kuatnya diplomasi kita.
Langkah Cari solusi
Pertama, dalam penyelesaian masalah
diplomatik aktual dengan Malaysia, Pemerintah Indonesia harus mengambil
langkah tegas dan konkret. Presiden harus mengambil alih kepemimpinan
dan mengambil posisi terdepan dalam diplomasi. Dalam dunia militer
masalah ini ibarat ”menghadapi situasi kritis”, di mana kehadiran
komandan di depan merupakan solusinya. Dalam kasus aktual dengan
Malaysia, tidak bisa lagi kebijakan dan langkah penanganan diserahkan
kepada para pejabat kementerian yang justru saling menampik dan
menyalahkan. Lemahnya koordinasi antarpejabat tinggi justru menguak
kelemahan bangsa dan negara keluar. Saatnya Presiden sebagai kepala
negara tampil menunjukkan kewibawaan bangsa, menunjukkan sikap dengan
tak sekadar mengedepankan kesantunan berkata- kata, tetapi juga penuh
ketegasan, kejelasan, ketajaman, dan kekuatan karakter.
Kedua, perlu dipertimbangkan pembentukan
Komite Khusus Penanganan Masalah Perbatasan. Alasannya, ke depan, akan
lebih banyak lagi masalah perbatasan terkait potensi ekonomi. Kita tidak
hanya menghadapi Malaysia dalam klaim teritorial, tetapi juga Filipina,
Vietnam, Singapura, Australia, dan Timor Leste.
Ketiga, perlu
sungguh-sungguh melakukan pembenahan di dalam negeri, terutama
peningkatan kekuatan pertahanan, setidaknya pemerkuatan pengamanan di
wilayah perbatasan dengan Malaysia. Perlu percepatan untuk memodernisasi
alutsista militer kita karena sudah tertinggal jauh dibandingkan negara
tetangga sehingga tidak lagi memancarkan deterrent power.
(Sumber : Kompas, 30 agustus 2010, Kiki Syahnakri Ketua Bidang Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat)
Saudara sekalian, karena terbatasnya
informasi tentang wilayah Perbatasan, maka ada baiknya kita paparkan
pada Web ini, Untuk kali ini akan diuraikan masalah perbatasan negara
kita dengan negara tetangga. Untuk membuatnya seimbang maka tulisan ini
akan kita buat tiga baian, agar anda tidak bosan membacanya. Kalau anda
punya komentar, selahkan beri komentar;
MASALAH PERBATASAN NKRI, YANG PERLU ANDA TAHU(1)
Oleh : Harmen Batubara. Gambaran umum wilayah Perbatasan lebih kurang demikian :
a. Wilayah Darat
1) Perbatasan RI – Malaysia.
Panjang garis batas ? 2004 km, terdiri
dari sektor barat sepanjang 966 km (Kalimantan Barat – Sarawak) dan
sektor timur sepanjang 1038 km (Kalimantan Timur – Sabah). Penegasan
batas bersama dimulai sejak tahun 1975 (MOU 1973). Jumlah tugu batas ada
19.328 buah terdiri dari tipe A,B,C dan D lengkap dgn koordinatnya.
Kemudinan terdapat field plan, traverse hight plan (skala 1 : 5.000 dan 1
: 2.500) masing-masing 1.318 MLP( Model Lembar Peta). Pada tahun 2000
pekerjaan demarkasi dan delienasi dan penggambarannya telah selesai,
akan tetapi masih terdapat sepuluh lokasi yang bermasalah atau kedua
negara belum sepakat tentang batas negara di lokasi tersebut. Malaysia
hanya mengakui sembilan permasalahan saja, sementara Indonesia
menghendaki ada sepuluh. Perbedaan ini menyangkut lokasi Tanjung Datu.
2) Batas RI – PNG.
Panjang garis batas ? 770 km, darat 663
km, S. Fly ? 107 km, penegasan batas dimulai tahun 1966. jumlah tugu MM
sebanyak 52 buah, jumlah perapatan tugu batas 1.600 tugu, peta wilayah
perbatasan dengan kedar 1 : 50.000. sebanyak 25 MLP dari 27 MLP.
Penentuan batas berdasarkan koordinat astronomis :
1410 00’ 00” BT mulai dari Tugu MM1 – MM10,
Kemudian batas mengikuti Thalweg Sungai Flay dan kemudian, 1410 01’ 10” BT dari MM11 – MM14 di pantai Selatan Merauke.
1410 00’ 00” BT mulai dari Tugu MM1 – MM10,
Kemudian batas mengikuti Thalweg Sungai Flay dan kemudian, 1410 01’ 10” BT dari MM11 – MM14 di pantai Selatan Merauke.
Permasalahan batas antara RI – PNG,
secara hukum berjalan atas kesepakatan bersama, dan semua proses
penegasan batas mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan
penggambarannya dilakukan secara bersama, tetapi pada kenyataannya
pekerjaan di lapangan belum pernah dilakukan secara bersama-sama.
Artinya kedua belah pihak bekerja secara sendiri-sendiri, meski hasil
ahirnya tetap ditanda tangani oleh kedua negara. Kemudian di Desa Wara
Smoll, kabupaten Bintang meskipun desa tersebut adalah wilayah NKRI
tetapi telah dihuni, diolah dan dimanfaatkan secara ekonomis,
administratif serta sosial oleh warga PNG yang sejak dahulu dilayani
oleh pemerintah PNG. Namun demikian pemerintah PNG sendiri mengakui
bahwa desa itu wilayah RI.
3) Batas RI – Timor Leste.
Panjang batas ? 268,8 km, terdiri dari
sektor Timur ? 149,1 km dan sektor Barat ? 119,7 km. Penyelesaian
penegasan batas RI-RDTL sampai saat ini masih menyisakan 3 % wilayah,
meliputi wilayah “unsurveyed segments” dan “unresolved segments”. Pihak
Timor Leste pada dasarnya menghendaki agar kedua belah pihak tetap
berpegang pada Treaty 1904. Pihak Indonesia percaya kalau hanya
berpedoman pada treaty 1904 saja, masalah yang tersisa (3%) tidak akan
dapat diselesaikan. Untuk itu pihak Indonesia menyarankan agar Timor
Leste berkenan untuk mempertimbangkan penerapan Provisional Agreement
(PA) yang telah disepakati oleh kedua Negara pada tahun 2005, khususnya
pasal 6, yang isinya antara lain agar dalam penegasan batas
mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat yang tinggal di sekitar
perbatasan.
b. Wilayah Laut.
Masalah Batas laut RI dengan negara
tetangga menggunakan dasar hukum UNCLOS ’82; boleh jadi secara defakto
wilayah itu masih masuk dan menjadi kepemilikan RI akan tetapi secara
budaya dan ekonomi mereka lebih dekat dengan negara tetangga dengan
permasalahannya sebagai berikut :
1) Perbatasan Laut RI – India. Garis
batas Landas Kontinen RI –India terletak dilaut Andaman, Samudera Hindia
antara perairan Sumatera dan Pulau Nikobar. Perjanjian ini
ditandatangani di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974. Garis batas
Landas Kontinen RI – India – Thailand. Garis batas Landas Kontinen ini
terletak dilaut Andaman dan disetujui oleh ketiga negara pada tanggal 22
Juni 1978 di New Delhi. Garis batas ZEE antar kedua negara belum
dirundingkan, ditetapkan dan disetujui.
2) Perbatasan laut RI – Thailand. Garis
batas Landas Kontinen RI – Thailand terletak di utara selat Malaka dan
Laut Andaman. Perjanjian ini telah disetujui pada tanggal 17 Desember
1971 di Bangkok. Garis batas ZEE antar kedua negara, telah mulai
dirundingkan namun belum ada kesepakatan oleh kedua negara. Garis batas
Landas Kontinen RI – Thailand – Malaysia terletak dibagian utara Selat
Malaka dan telah disepakati pada tanggal 21 Desember 1971.
MASALAH PERBATASAN NKRI, YANG PERLU ANDA TAHU(2)
Oleh : Harmen Batubara
3) Perbatasan Laut RI – Malaysia. Batas
wilayah maritim RI – Malaysia meliputi garis batas laut Teritorial,
Batas Landas Kontinen dan Batas ZEE yang terletak di Selat Malaka, di
laut Cina Selatan dan Laut Sulawesi. Batas wilayah maritim RI – Malaysia
yang telah disepakati meliputi batas laut wilayah/laut teritorial dan
Batas Landas Kontinen, sebagai berikut :
a). Garis Batas Laut Wilayah yang
terletak di Selat Malaka antara Indonesia – Malaysia, terutama pada
bagian yang sempit sebagai implementasi dari penentuan batas wilayah
laut masing-masing negara sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis
dasar sesuai dengan konvensi Hukum laut Internasional 1982. Kesepakatan
ini disetujui oleh kedua negara pada tanggal 17 Maret 1970 di Kuala
Lumpur.
b). . Garis Batas Landas Kontinen di Laut Sulawesi ( khususnya Blok Ambalat) meski sudah dirundingkan tapi belum ada kesepakatannya, bahkan pada akhir-akhir ini telah timbul ketegangan hubungan antara kedua negara (RI – Malaysia), khususnya yang menyangkut masalah Karang Unarang dan Blok Ambalat, masalah ini masih dirundingkan secara berkala oleh kedua belah pihak.
c). Garis Batas ZEE antara RI – Malaysia terletak di Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan di perairan Laut Sulawesi yang mana sampai dengan saat ini masih dalam taraf perundingan, Malaysia secara sepihak tetap beranggapan bahwa Landas Kontinen yang berada di selat Malaka sekaligus sebagai batas ZEE kedua negara. Dilain pihak, Indonesia beranggapan bahwa Batas Landas Kontinen tidak harus sama dengan Batas ZEE, hal ini mengingat Rezim Hukumnya berbeda.
Garis Batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan telah ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur.
b). . Garis Batas Landas Kontinen di Laut Sulawesi ( khususnya Blok Ambalat) meski sudah dirundingkan tapi belum ada kesepakatannya, bahkan pada akhir-akhir ini telah timbul ketegangan hubungan antara kedua negara (RI – Malaysia), khususnya yang menyangkut masalah Karang Unarang dan Blok Ambalat, masalah ini masih dirundingkan secara berkala oleh kedua belah pihak.
c). Garis Batas ZEE antara RI – Malaysia terletak di Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan di perairan Laut Sulawesi yang mana sampai dengan saat ini masih dalam taraf perundingan, Malaysia secara sepihak tetap beranggapan bahwa Landas Kontinen yang berada di selat Malaka sekaligus sebagai batas ZEE kedua negara. Dilain pihak, Indonesia beranggapan bahwa Batas Landas Kontinen tidak harus sama dengan Batas ZEE, hal ini mengingat Rezim Hukumnya berbeda.
Garis Batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan telah ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969 di Kuala Lumpur.
4). Perbatasan Laut RI – Singapura.
Garis batas Laut Wilayah antara RI – Singapura di Selat Singapura,
disetujui di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973, berdasarkan prinsip sama
jarak antara 2 (dua) pulau yang berdekatan karena lebar laut antara
kedua negara kurang dari 24 mil laut. Perjanjian diatas belum
menyelesaikan seluruh batas wilayah maritim kedua negara, karena masih
ada wilayah-wilayah yang belum diselesaikan, yaitu : Wilayah laut di
utara P.Karimun Besar (dari Titik 1 sejauh 18 mil kearah barat) dan
wilayah laut disebelah utara P.Bintan (dari Titik 6 sejauh 28,8 mil
kearah timur), kerena merupakan wilayah batas antar negara dari ketiga
negara, yaitu RI, Singapura dan Malaysia.
Perundingan terakhir dilaksanakan tanggal 12 Juni 2008 di Singapura. Hasil perundingan adalah disepakatinya secara teknis usulan garis batas laut teritorial di segmen wilayah Barat, dan ini secara resmi telah disetujui oleh kedua negara.,hal ini sudah sesuai dengan keinginan pihak Indonesia.
Perundingan batas maritim selanjutnya, adalah di segmen sebelah Timur Singapura hingga ke perairan sebelah Utara P. Bintan. Jalannya perundingan dipercaya akan lebih rumit, karena berkaitan dengan implementasi hasil keputusan ICJ (International Court Of Justice) bulan Mei 2008, dimana ICJ telah memutuskan Pedra Branca/Batu Puteh menjadi milik Singapura dan Middle Rock dinyatakan milik Malaysia, selanjutnya harus dirundingkan siapa yang berhak memiliki karang South Ledge.
Perundingan terakhir dilaksanakan tanggal 12 Juni 2008 di Singapura. Hasil perundingan adalah disepakatinya secara teknis usulan garis batas laut teritorial di segmen wilayah Barat, dan ini secara resmi telah disetujui oleh kedua negara.,hal ini sudah sesuai dengan keinginan pihak Indonesia.
Perundingan batas maritim selanjutnya, adalah di segmen sebelah Timur Singapura hingga ke perairan sebelah Utara P. Bintan. Jalannya perundingan dipercaya akan lebih rumit, karena berkaitan dengan implementasi hasil keputusan ICJ (International Court Of Justice) bulan Mei 2008, dimana ICJ telah memutuskan Pedra Branca/Batu Puteh menjadi milik Singapura dan Middle Rock dinyatakan milik Malaysia, selanjutnya harus dirundingkan siapa yang berhak memiliki karang South Ledge.
Indonesia perlu melakukan Entete
Cordiale (kesepakatan dengan mengesampingkan perbedaan) dengan pihak
Malaysia dalam menghadapi secara bersama pihak Singapura di wilayah
perairan tersebut karena pihak Singapura menginginkan perluasan wilayah
perairan maritimnya di sekitar Pedra Branca dengan melakukan klaim zone
ekonomi ekslusife (ZEE) Singapura ke arah Timur hingga ke Laut Cina
Selatan (batas maritim RI – Malaysia
5) Batas Maritim Indonesia – Vietnam.
Garis Batas Landas Kontinen. Garis Batas Landas Kontinen antara
Indonesia – Vietnam terletak di Laut Cina Selatan. Perjanjian ini telah
disepakati dan ditandatangani oleh Menteri Luar Negara kedua negara pada
tanggal 26 Juni 2003 di Hanoi, Vietnam, namun demikian sampai dengan
saat ini, perjanjian ini belum di Ratifikasi oleh pemerintah RI. Garis
Batas ZEE. Garis Batas ZEE antara Indonesia dengan Vietnam, perlu dikaji
lebih mendalam dan dirundingkan untuk mendapat kesepakatan.
6) Batas Maritim Indonesia – Philipina.
Pemerintah RI – Philipina telah beberapa kali melakukan
perundingan-perundingan untuk menyelesaikan batas maritim kedua negara
dilaut Sulawesi dan perairan selatan P.Mindanao yang dimulai sejak tahun
1973 sampai sekarang, namun belum dapat diselesaikan. Permasalahan yang
sulit untuk diselesaikan pada waktu itu adalah keberadaan P.Miangas.
Philipina berdasarkan ”Treaty Of Paris 1898”, sedangkan Indonesia
berdasarkan ”Wawasan Nusantara” dan ”UNCLOS’82”. Namun saat ini
keberadaan P.Miangas sebagai milik Indonesia telah diakui oleh Philipina
sedangkan perairan atau laut sekelilingnya masih perlu dirundingkan
untuk mendapatkan kesepakatan atau pengakuan bersama.
MASALAH PERBATASAN NKRI, YANG PERLU ANDA TAHU(3)
Oleh : Harmen Batubara
7) Batas Maritim Indonesia – Palau.
Palau adalah negara kepulauan yang terletak di sebelah timur laut NKRI,
berjarak lebih kurang 380 Km dan yang berkaitan dengan batas-batas
maritim kedua negara sampai dengan saat ini belum pernah dirundingkan.
Penarikan Zona Perikanan yang diperluas sampai dengan 200 mil laut
sesuai rezim ZEE oleh Palau akan tumpang tindih dengan ZEE Indonesia,
sehingga perlu adanya perundingan garis batas ZEE oleh kedua negara,
juga termasuk kandungan peninggalan benda-benda sejarah yang di yakini
banyak terdapat di wilayah tersebut.
8) Batas Maritim Indonesia – Australia.
Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi daerah yang sangat
luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai
perairan P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia
dengan Australia yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi menarik
untuk dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut
dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi
Genewa 1958) maupun sesudahnya. Perjanjian yang telah ditetapkan juga
menarik karena adanya negara Timor Leste yang telah merdeka sehingga ada
perjanjian (Timor Gap Treaty) yang menjadi batal dan batas-batas laut
yang ada harus dirundingkan kembali secara trilateral antara RI – Timor
Leste – Australia.
9) RI – PNG. UNCLOS 1982, perjanjian
garis batas tertentu (1973) dan persetujuan batas maritim (1982), UU No.
6/73 dan Keppres No. 21/82. Meskipun masalah penangkapan ikan di
wilayah hukum tradisional tidak mempunyai masalah akan tetapi luas
wilayah daerah hukum tradisional nelayan dan bentuk/sifat kegiatannya
belum ditetapkan secara tuntas, sehingga sering terjadi salah komunikasi
yang mengakibatkan berbagai kendala kepada kedua belah pihak.
10) Batas Maritim Indonesia Timor Leste.
Sebagai negara merdeka Timor Leste mempunyai batas maritim dengan RI,
namun sampai dengan saat ini perundingan mengenai batas maritim belum
dilakukan atau diselesaikan, mereka baru mau membicarakan masalah
perbatasan laut kalau perbatasan darat sudah selesai.
c. Permasalahan Batas Udara.
Wilayah perbatasan udara nasional
meskipun atas kesepakatan bersama, sebagian masih dikontrol oleh ATC
(Air Traffic Control) Singapura, sehingga secara fakta sebenarnya
merugikan sistem pertahanan udara nasional serta perekonomian negara
Indonesia karena akan mempermudah penggunaan ruang udara oleh
penerbangan asing yang melalui FIR (Flight Information Regional)
tersebut tanpa izin pemerintah Indonesia. Radar Sipil yang digunakan
untuk mengontrol penerbangan belum semuanya terintegrasi dengan radar
militer, sehingga tidak dapat digunakan dalam sistem pertahanan udara
terutama di wilayah perbatasan.
Pangkalan udara yang tersebar di seluruh wilayah perbatasan tidak semuanya ditempatkan Detasemen atau Pangkalan Udara TNI-AU yang dapat digunakan sebagai “deterrent power” dalam pengendalian wilayah perbatasan udara. Ratifikasi hukum udara internasional dalam menegakkan kedaulatan dan hukum di udara terutama penggunaan ruang udara di atas ALKI terhadap penerbangan pesawat negara masih menimbulkan kerancuan sehingga perlu ditinjau kembali. Belum adanya kesepahaman/kesepakatan antara negara maju dan berkembang termasuk Indonesia tentang pemanfaatan ruang udara dan antariksa.
Pangkalan udara yang tersebar di seluruh wilayah perbatasan tidak semuanya ditempatkan Detasemen atau Pangkalan Udara TNI-AU yang dapat digunakan sebagai “deterrent power” dalam pengendalian wilayah perbatasan udara. Ratifikasi hukum udara internasional dalam menegakkan kedaulatan dan hukum di udara terutama penggunaan ruang udara di atas ALKI terhadap penerbangan pesawat negara masih menimbulkan kerancuan sehingga perlu ditinjau kembali. Belum adanya kesepahaman/kesepakatan antara negara maju dan berkembang termasuk Indonesia tentang pemanfaatan ruang udara dan antariksa.
d. Permasalahan Perbatasan di sekitar Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Dari sebanyak 17.504 pulau yang ada,
terdapat 92 Pulau terluar yang dinilai sangat strategis, karena menjadi
garis terdepan Nusantara, juga berbatasan langsung dengan Negara
tetangga atau laut Internasional. Dari 92 Pulau tersebut terdapat 13
Pulau yang membutuhkan perhatian khusus, yakni Pulau Rondo (Sabang,NAD).
Pulau Sekatung (Natuna,Kepri). Pulau Nipa (Batam, Kepri). Pulau Berhala
(Deli Serdang,Sumut). Pulau Sebatik (Nunukan, Kaltim), Pulau Marore
(Sangihe,Sulut), Pulau Miangas (Kep.Talaud,Sulut), Pulau Marampit
(Kep.Talaud,Sulut), Pulau Batek (Kupang, NTT), Pulau Dana ( Kupang,
NTT), Pulau Fani (Raja Ampat, Papua), Pulau Fanildo (Biak Numfor, Papua)
dan Pulau Brass ( Biak Numfor,Papua).
Sebagaimana diketahui, Pulau-Pulau Kecil Terluar umumnya memiliki
karakteristik yang khas dan sekaligus menjadi sumber permasalahan yang
membutuhkan perhatian :
1). Lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar
pada umumnya terpencil, jauh dari pusat kegiatan ekonomi. Pulau-Pulau
Kecil Terluar merupakan kawasan sangat sulit dijangkau, demikian pula
dengan kondisi alamnya ada yang sama sekali tidak berpenghuni dan tidak
mempunyai sumber air tawar.
2) Minimnya sarana dan prasarana. Hal
ini dapat dilihat mulai dari belum adanya apa-apa sama sekali, tidak ada
sarana jalan, belum ada terminal, tidak punya pelabuhan laut dan sarana
angkutan. Demikian pula dengan jangkauan pelayanan lainnya seperti
sarana listrik dan telekomunikasi.
3) Kesejahteraan masyarakat masih sangat
rendah. Kondisi masyarakat umumnya masih tergolong sangat sederhana
atau dibawah garis kemiskinan. Karena kondisi wilayahnya menyebabkan
mereka belum dapat memanfaatkan peluang. Malah pada umumnya mereka lebih
mengandalkan negara tetangga. Penduduk merasa lebih dekat dengan negara
tetangga. Secara geografis Pulau-Pulau Kecil Terluar berjarak lebih
dekat dengan negara tetangga, karena lebih mudah mendapatkan pekerjaan,
misalnya penduduk P. Miangas, ( Batas dgn Pilifina). P. Sebatik (Batas
dgn Malaysia), dll.
http://www.wilayahperbatasan.com/member-home-batas/modul-satu/batas-nkri/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.