11 Oct 03:11 2011
Kedaulatan Itu Ternoda di Camar Bulan dan Tanjung Datu
Note : Menurut Wakil Penerangan Kodam Tanjungpura, Camar Bulan
masuk wilayah Malaysia. Tapi menurut mantan kepala BIN Hendropriyono
Camar Bulan & Tanjung Datu masuk wilayah RI. Bagaimana kok mengenai
persoalan yg begitu krusial bisa ada dua pendapat yg berbeda ? Mnrt
wakil Penerangan Kodam tsb memang berdsrkan Traktat London 1824 Camar
Bulan msk wilyah RI, tapi kmdn berdasrkan pertemuan di Semarang thn
1978, diputuskan Camar Bulan msk wilayah Malaysia. Pertanyaannya mengapa
RI bgt mudah melepas Camar Bulan kpd Malaysia pdhl menrt traktat 1824
sdh disepakati Camar Bulan msk wilayah RI. Mengapa Pemerintah RI bgt
lemah & bodoh melepas Camar Bulan ?
Kedaulatan Itu Ternoda di Camar Bulan dan Tanjung Datu
Sengketa
perbatasan Indonesia dengan Malaysia kembali memanas. Kabarnya,
Malaysia kembali mencaplok wilayah Indonesia di kawasan Camar Bulan dan
Tanjung Datu, Kalimantan Barat.
WAKIL Ketua Komisi
Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI, TB Hasanuddin mengungkapkan, ada
indikasi Malaysia akan mencaplok dua wilayah Indonesia di Kalimantan
Barat. “Patok perbatasan di wilayah ini telah mundur sekitar 3,3
kilometer. Saya dapat informasi intelijen bahwa ada patroli Polisi
Diraja Malaysia yang masuk wilayah diklaim itu wilayah Malaysia.
Sekarang disebut Dusun Camar Bulan Kabupaten Sambas,” kata Hasanuddin di
gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/10/2011).
Bergesernya patok
tanda batas wilayah Indonesia sejauh 3,3 kilometer, menyebabkan
Indonesia kehilangan wilayah seluas 1.500 hektare lebih. “Jadi, di satu
sisi kita hilang hampir
1.500 hektare, di satu sisi garis pantai,” jelas politisi asal PDIP
ini.
TB Hasanuddin juga mengatakan, berdasarkan tiga peta
peninggalan zaman kolonial, wilayah Tanjung Datu dan Camar Bulan
merupakan wilayah Indonesia.
“Di Camar Bulan sudah jelas acuan
dasar hukumnya peta Belanda Van Doorn tahun 1906. Ada peta Samba Borneo
buatan Belanda. Termasuk patok-patoknya. Ada peta buatan pemerintah
Inggris, peta Federal Malay State tahun 1935. Itu ada titik-titik,
patok-patok. Itu dibuat antara Belanda dan Inggris. Ternyata sekarang
patok itu kok bisa berubah dengan kurang lebih 3,3 kilometer,” paparnya.
Selain
ketiga peta itu, Hasanuddin mengatakan terdapat dua perjanjian
perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Namun keduanya belum
diratifikasi oleh pemerintah Malaysia.
“Ada MoU Border Committee
1976 lalu dilanjutkan MOU antar-pemerintah Indonesia dan Malaysia, yaitu
Border Commitee 1978 Semarang. Selesai itu tidak ada,”
katanya. Hasanuddin mengatakan sampai saat ini, Malaysia sudah membuat
tempat di Tanjung Datu sebagai kawasan konservasi penyu. Selain itu, ada
juga taman nasional yang dijadikan sebagai daerah wisata bertaraf
internasional, serta dua buah mercusuar.
“Saya mencoba
investigasi dari temuan-temuan itu, kelihatannya ada kesalahan besar
pada tim border committee. Dia tidak mengikuti peta-peta itu atau ada
kelalaian atau ada kesengajaan. Itu perlu kita perdalam karena tidak
boleh menggadaikan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Hasanuddin
memperkirakan bangunan-bangunan itu sudah berdiri sekitar lima tahun.
Dia menyesalkan hal itu. “Saya sudah telepon beberapa lembaga. Sangat
disesalkan karena Bakorsurtanal juga tidak jeli. Deplu akan
mengidentifikasi hal ini,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur
Kalimantan Barat, Cornelis mengaku mendapat informasi jika Badan Survei
dan Pemetaan Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Bulan
ke dalam wilayah Malaysia. Karenanya, Cornelis meminta pemerintah pusat
tidak menandatanganinya karena sangat merugikan Indonesia, khususnya
wilayah administrasi Kalbar.
Menurut Cornelis, pemerintah wajib
melakukan diplomasi karena pemda Kalbar memiliki peta wilayah
berdasarkan kesepakatan 1824. Selain itu, dia juga telah meminta Bupati
Sambas, Juliarti Djuhardi, untuk melakukan pengecekan di lapangan. Dalam
peta wilayah Malaysia berdasarkan kesepakatan 1975, di Kinabalu, dan
1978 di Semarang, area seluas 1.499 hektare di Camar Wulan dan 8.000
hektare di Tanjung Datok, Kalimantan Barat masuk dalam wilayah Sarawak,
Malaysia.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53565
Patok Nomor 104 Bergeser ke Malaysia
Menteri
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan
tidak ada wilayah Indonesia yang dicaplok Malaysia di perbatasan
Kalimantan Barat. Kabar bahwa penanda perbatasan pada patok bernomor
104 sudah bergeser tengah ditelusuri kebenarannya.
“PEGANGAN kami
itu perjanjian perbatasan RI-Malaysia tahun 1978. Di situ sudah
ditetapkan koordinatnya. Tidak berubah. Saya tidak tahu di mana
dicaploknya,” kata Djoko Suyanto di kantornya, Jakarta, Senin
(10/10/2011).
Djoko mengakui bahwa ada beberapa titik-titik
penanda perbatasan RI-Malaysia yang sudah hilang terkena abrasi. Tetapi,
kata Djoko, itu tidak menjadi masalah karena kedua negara berpatokan
pada koordinat-koordinat berdasarkan perjanjian 1978 itu. “Pegangan kami
sementara ini. Tidak ada pegangan lain,” kata Djoko.
Djoko
mendapat kabar bahwa penanda perbatasan pada patok bernomor 104 sudah
bergeser. Djoko sudah memerintahkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (Bakosurtanal) untuk melihat lokasi patok perbatasan. Hasil
dari peninjauan langsung Bakosurtanal di lokasi, kata Djoko, tidak
ada patok yang bergeser.
Djoko melanjutkan, memang patok
perbatasan bernomor 101 terkena abrasi pantai. Akibatnya, penanda
perbatasan kedua negara itu sudah tidak terlihat lagi karena terendam
permukaan air laut. “Tetapi itu tidak menjadi masalah. Karena
koordinatnya masih ada berdasarkan perjanjian tahun 1978,” kata mantan
Panglima TNI ini. Djoko menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan
merelakan teritorialnya diambil negara lain.
“Indonesia tidak
akan memberikan sejengkal pun tanah kepada siapapun,” tegas Djoko.
“Tidak ada seorang pun yang membiarkan tanah kita dicaplok orang lain.”
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro juga membantah dua
wilayah Indonesia tersebut telah dicaplok oleh Malaysia. Dua wilayah
tersebut masih dalam status status quo dan akan dibahas dalam
perundingan Indonesia-Malaysia akhir tahun ini.
“Sebetulnya deerah itu masih dalam status quo. Yang sedang dirundingkan antara pihak
Malaysia dan Indonesia. Jadi tidak benar daerah itu dicaplok oleh Malaysia,” kata Purnomo, Minggu (9/10/2011).
Menurut
Purnomo, jika daerah ber-status quo, maka tidak boleh dilakukan
kegiatan-kegiatan fisik yang dilakukan oleh salah satu negara. “Kita
menunggu perundingan itu yang akan dilangsungkan akhir tahun ini. Tapi
perundingan itu bisa lama, bisa cepat. Karena ini menyangkut
prinsip-prinsip yang dianut negara. Seperti pengalaman kita dengan
perbatasan Vietnam pada waktu itu,” jelasnya.
Dikatakan Purnomo,
pangkal masalah kasus ini muncul karena Indonesia dan Malaysia
menggunakan alat bukti perbatasan yang berbeda. Jika Indonesia
menggunakan Trakta
t London, maka Malaysia memggunakan batas alur sungai.
“Saya
kira untuk wilayah NKRI kita mempunyai dasar daerah yang dulunya negara
jajahan Hindia-Belanda yang kini jadi NKRI merupakan suatu konsep yang
sah untuk diakui negara lain. Kita menggunakan Traktat London, sedangkan
mereka menggunakan pengukuran batas yang menggunakan alur sungai yang
digunakan dan diklaim batas tertentu. Tapi kita tolak karena kita
menggunakan Traktat yang dibuat pada 1900 an,” papar Purnomo.
Sementara
Staf Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah
menyatakan, pihak istana belum bisa menanggapinya. “Kami belum bisa
mengomentari hal-hal semacam ini. Saya sendiri belum kordinasi dengan
Kementerian Luar Negeri,” kata Faizasyah, Minggu (9/10/2011).
Faizasyah
mengaku belum mengetahui
apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendengar dan menerima laporan pencaplokan wilayah tersebut. Namun, menurutnya informasi itu harus dipastikan dulu kebenarannya.
“Dalam
posisi saya, informasi itu harus diverifikasi untuk memastikan
kebenarannya. Kita masih ingat soal helikopter Malaysia yang dikabarkan
berulah diperbatasan kita, ternyata setelah diklarifikasi kejadiannya
tidak benar. Yang ingin saya tegaskan,
informasi semacam ini harus disahihkan di lapangan,” katanya.
Batas
wilayah Indonesia dengan Malaysia itu sangat panjang dan kompleks, kata
Faizasyah, dan hal tersebut sangat sulit untuk menentukannya. “Makanya
ada tim teknis yang secara khusus membahas perbatasan kita dengan
Malaysia secara rutin,” katanya. Menanggapi sengketa perbatasan ini,
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, membantah jika wilayah
tersebut telah dicaplok oleh Malaysia karena masih daerah status quo.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53568
Meneruskan Perundingan yang Mangkrak Sejak Tahun
2005
Pemerintah
Indonesia dan Malaysia kembali membahas masalah perbatasan kedua
negara. Salah satu agenda yang akan dibicarakan adalah wilayah
perbatasan di perairan Kalimantan Barat.
JURU Bicara
Kementerian Luar
Negeri, Michele Tene mengatakan, pertemuan tersebut akan membahas batas
di wilayah Tanjung Datu yang dikabarkan dicaplok oleh Malaysia. “Batas
wilayah akan kembali dibahas pada 16 Oktober mendatang,” kata Tene.
Menurut
Tene, ada tiga komponen batas wilayah yang dibahas, yaitu batas landas
kontinen, batas laut wilayah, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Untuk batas laut wilayah dan ZEE masih dirundingkan dengan Malaysia.
Untuk batas landas kontinen telah selesai dibahas pada 1969,” katanya.
Dia
menambahkan, terkait batas wilayah perairan di Kalimantan Barat itu,
Indonesia telah memiliki klaim tersendiri. Namun, klaim Indonesia itu
belum diakui oleh Malaysia. Sementara terkait perbatasan darat di Camar
Bulan, Tene mengatakan telah ada kesepakatan antara Indonesia dan
Malaysia. Jika ada informasi pelanggaran batas wilayah oleh Malaysia,
Kemenlu akan menindaklanjutinya.
“Kami menunggu hasil verifikasi
dari instansi
terkait. Jika ada bukti nyata, kami akan ajukan protes ke Malaysia.
Namun, jika hasil verifikasi itu tidak menemukan pelanggaran, protes itu
tidak akan dilakukan,” katanya.
Pada bagian lain, Direktur
Jenderal Perjanjian Hukum Internasional Kementerian Luar Negeri,
Linggawati mengatakan, meski sejak 2005 Indonesia dan Malaysia telah
beberapa kali melakukan pertemuan dan pembicaraan soal perbatasan laut.
Namun sejauh ini, kedua negara serumpun itu belum punya kesepakatan.
“Kita
sudah mulai membicarakannya sejak 2005, tapi sejauh ini belum mencapai
kesepakatan karena memang permasalahannya tidak sesederhana bila
dibicarakan,” kata Linggawati di Kuala Lumpur di sela-sela ‘The 11th
meeting of the Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC)
Indonesia-Malaysia’ yang berlangsung di Kuala Lumpur pada 10-11 Oktober,
Senin (10/10/2011).
Namun demikian, kata Linggawati, Pemerintah Indonesia selalu mendorong pihak Malaysia
bahwa sekarang ini sudah ada konvensi hukum laut pada 1982 yang bisa dijadikan prinsip-prinsip untuk dipegang bersama.
“Walaupun
ada ketentuan hukum internasional lainnya, tapi konvensi hukum laut
yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia harus menjadi
pedoman utama,” paparnya. Dengan belum jelasnya soal perbatasan laut
antara Indonesia-Malaysia, tentulah banyak klaim yang menjadi tumpang
tindih dan banyak insiden yang bisa terjadi. Contohnya bila terjadi
insiden di salah satu segmen, tentu Indonesia bilang itu areanya,
sebaliknya Malaysia juga bisa klaim itu areanya.
“Kalau bicara
batas wilayah laut itu sangat kompleks sebab masing-masing ingin
melakukan klaim sementara kalau mau menyelesaikannya mau gunakan
perjanjiannya yang mana,” katanya. Political will yang sangat kuat dari
kedua belah pihak sangat perlu untuk mencapai kesepakatan di semua
segmen. Sehingga tidak ada lagi insiden-insiden yang bisa merenggangkan
hubungan dua negara bertetangga ini.
Dikatakannya, ada lima
segmen perbatasan laut yang sampai sekarang yang masih mengganjal kedua
belah pihak seperti Selat Melaka, Selat Sulawesi, Selat Singapura,
Tanjung Datu dan perbatasan di Laut China Selatan.
Seperti halnya
persoalan di Tanjung Datu, yang belakangan ini agak ramai di dalam
negeri yang menurut dia sebetulnya masing -masing punya pemahaman yang
berbeda. “Kalau bicara kedaulatan, itu laut adalah wilayah Indonesia.
Kita punya landas kontinen tahun 1969 dengan Malaysia yang di Laut China
Selatan arah ke Tanjung Datu yang sudah berlaku, tapi itu landas
kontinen bukan wilayah,” tuturnya.
Linggawati menejelaskan,
landas kontinen artinya hak setiap negara untuk berdaulat. Hak berdaulat
berbeda dengan kedaulatan. Hak berdaulat artinya negara bisa
memanfaatkan sumber daya alam di bawah laut.
Sedangkan kalau
perbatasan laut menganut zona ekonomi eksklusif (ZEE) terkait
nelayan, ikan dan sebagainya, Indonesia belum punya dengan Malaysia.
“Batas laut wilayah saja belum ada. Kita belum punya batas laut
teritorial dan ZEE dengan Malaysia. Jadi kalau ada klaim dari pihak kita
sebanyak 80 ribu meter persegi hilang dicaplok, ‘in what way?” katanya.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53571
Malaysia Bangun Taman Negara di Tanjung Datu
Isu perbatasan Indonesia dan Malaysia kembali mencuat. Kali ini soal perbatasan darat di Tanjung Datu dan Camar Bulan.
MENANGGAPI
soal itu, Menkopolhukam, Djoko Suyanto langsung menggelar rapat dengan
para menteri terkait. Salah satunya, Menteri Luar Negeri, Marty
Natalegawa. “Khusus mengenai perbatasan darat, sebenarnya dapat
dikatakan tingkat kompleksitas tidak sekompleks batas laut,” kata Marty,
Senin
(10/10/2011).
Dia menjelaskan, tak ada pertentangan soal batas
darat, baik dari sisi Indonesia maupun Malaysia. “Karena rujukan
agreement adalah pada konvensi pemerintah kolonial Belanda dan Inggris
Raya tahun 1891, 1915,dan 1928. Ketiga konvensi ini— antara Belanda dan
Inggris yang mengatur batas Indonesia dan Malaysia setelah merdeka,”
tambah Marty.
Perjanjian antara dua negara kolonial itu
dituliskan dalam dokumen, tak ada yang mempertentangkannya. “Tugas kita,
khususnya di Kalimantan adalah menegaskan demarkasinya. Titik-titiknya,
pilar perbatasan itu,” tambah Marty. Perjanjian RI-Malaysia 1978,
lanjut dia harus selalu dikelola dan dipastikan tingkat kepatuhannya.
“Pada masalah yang diberitakan, kalau tak bijak bisa mengakibatkan
polemik luas.”
Adalah Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin
yang menemukan fakta bahwa Malaysia mencaplok sebagian wilayah Indonesia
di perbatasan Kalimantan Barat. Dia menjelaskan,
Indonesia kehilangan 1.400 hektare tanah di Camar Bulan dan 80 ribu
meter persegi di pantai Tanjung Datu.
Dia menjelaskan, Indonesia
kehilangan 1.400 hektare tanah di Camar Bulan dan 80 ribu meter persegi
di pantai Tanjung Datu. “Untuk pantai mungkin kecil. Tapi, kalau kita
hitung batas teritorial pantai 3 kilometer ke lepas pantai. Di sana ada
sumber minyak dan gas,” jelas Hasanuddin.
Indonesia dan Malaysia
kembali berurusan dengan masalah perbatasan bilateral. Kali ini
persoalan terjadi di titik batas di wilayah Camar Bulan dan Tanjung
Datu, Kalimantan Barat. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin,
menyatakan jika mengacu pada garis batas Peta Belanda Van Doorn tahun
1906, peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated
Malay States Survey tahun 1935, sebenarnya perbatasan tersebut tidak
ada masalah.
Permasalahan baru muncul saat MoU antara tim Border
Committee Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas
itu diubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan
peta tua tersebut di atas. “Dan akibat kelalaian tim ini indonesia akan
kehilangan 1490 ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 m garis pantai di
Tanjung Datu,” ujar Hasanuddin.
Akibatnya, dengan hilangnya garis
pantai tersebut, Indonesia kehilangan wilayah teritorial laut. Dan
diprediksi di laut itu terdapat kandungan timah, minyak, dan gas.
“Sekarang MoU itu belum diratifikasi, jadi pemerintah perlu
membatalkannya dan melakukan perundingan ulang,” kata Hasanuddin.
Malaysia kini sudah bertindak lebih cepat. Meski belum diratifikasi,
Pemerintah Malaysia telah membuat tempat wisata di Tanjung Datu bernama
Taman Negara Tanjung Datu.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53574
Sebagai Ketua ASEAN, SBY Tidak Tegas Soal Perbatasan
Indonesia
kembali terancam kehilangan lagi satu wilayahnya. Malaysia mengklaim
wilayah Camar Bulan di Kalimantan Barat adalah bagian dari wilayahnya.
PENGAMAT
militer dan pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Jaleswari Pramodhawardani menegaskan, pemerintah Indonesia harus
memanfaatkan posisinya sebagai Ketua ASEAN untuk mempertegas batas
wilayah dengan negara tetangga.
“Pemerintah harus memanfaatkan
posisi sebagai Ketua ASEAN untuk memasukkan masalah perbatasan dalam
agenda utama pertemuan ASEAN Community 2015. Negara-negara lain itu
sedang agresif memperluas wilayah mereka, seperti China dan Amerika
Serikat. Lha, kita masih saja sibuk menghadapi persoalan pencolongan
wilayah,” kata Jaleswari.
Menurut Jaleswari, Indonesia harus
mengikuti jejak China dan Amerika Serikat untuk jangka panjang karena
banyak wilayah-wilayah di sekitar Indonesia yang belum bertuan. “Jangan
malah
sibuk menyelesaikan masalah yang ini-ini terus. Bahkan China mau
mengklaim wilayah Laut China Selatan,” katanya.
Dalam
penilaiannya, persoalan perbatasan yang terus mendera Indonesia bermuara
pada satu persoalan, yakni minimnya kesadaran. Menurut Jaleswari,
politisi dan pengambil kebijakan belum sampai tahap untuk memikirkan
Indonesia sebagai bangsa yang harus sejahtera di seluruh wilayahnya.
“Kita
mengatakan NKRI harga mati. Artinya tidak boleh sejengkal pun dikuasai
negara lain. Jika dijabarkan, daerah-daerah perbatasan di perkuat. Tapi,
kita? Sibuk dengan bereaksi dan kebijakan jangka pendek,” katanya.
Sebelumnya,
Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI, TB Hasanuddin
mengungkapkan, Malaysia kembali mencaplok wilayah Indonesia di kawasan
Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat.
“Patok perbatasan
di wilayah ini telah mundur sekitar 3,3 kilometer. Saya dapat informasi
intelijen bahwa ada patroli
Polisi Diraja Malaysia yang masuk wilayah diklaim itu wilayah Malaysia.
Sekarang disebut Dusun Camar Bulan Kabupaten Sambas,” kata Hasanuddin
di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/10/2011).
Bergesernya patok
tanda batas wilayah Indonesia sejauh 3,3 kilometer, menyebabkan
Indonesia kehilangan wilayah seluas 1.500 hektare lebih. “Jadi, di satu
sisi kita hilang hampir 1.500 hektare, di satu sisi garis pantai,” jelas
politisi asal PDIP ini.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar
Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana,
meminta pemerintah Indonesia bertindak cepat menyikapi temuan komisi I
DPR mengenai klaim Malaysia terhadap kawasan Camar Bulan, Kalimantan
Barat.
“Bila benar demikian, tentu pemerintah harus segera
melakukan verifikasi atas temuan anggota DPR TB Hassanuddin, mengapa
patok yang telah ditetapkan bergeser,” kata Himahanto. Verifikasi
dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonfirmasi peta dan
kesepakatan Indonesia-Malaysia terkait perbatasan darat di Kalimantan.
Bila benar patok tersebut bergeser, maka perlu dilakukan notifikasi,
agar patok dipindahkan ke posisi semula.
Tapi, agar tidak
memunculkan kehebohan hubungan kedua Negara, Indonesia bisa
berkoordinasi terlebih dahulu dengan Malaysia. Namun, kata Hikmahanto,
sebelum berkoordinasi, pemerintah Indonesia perlu melakukan penyelidikan
mengapa patok bergeser.
Selain melalukan verifikasi, pemerintah
juga harus menerjunkan militer untuk menjaga kawasan itu. “Meski belum
jelas statusnya, pemerintah tetap harus menerjunkan TNI untuk terus
menjaga kedaulatan perbatasan,” kata Hikmahanto, Senin (10/10/2010).
Jangan
sampai tanah darat yang belum jelas milik siapa dimanfaatkan untuk
kegiatan dan aktivitas warga. Untuk itu, Hikmahanto meminta pemerintah
untuk memberikan insentif khusus bagi pasukan TNI yang bertugas di
perbatasan.
Menanggapi hal itu, Pangdam XII
Tanjungpura, Mayjen TNI Geerhan Lantara mengatakan, TNI akan tegas
menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Di mana
yang ada patok sekarang, di situ saya jaga. Terkecuali dia (Malaysia)
yang duluan masuk,” kata Geerhan.
Geerhan mengatakan, Traktat
London 1824 itu hanya membicarakan watershead. Pada 1978, ada
kesepakatan kedua negara setelah dua tahun dilakukan observasi. Sebagai
TNI, kata Geerhan, pihaknya akan berada pada posisi sesuai hasil
pertemuan Semarang 1978 itu. “Ada etika antarnegara. Silakan saja
orang-orang berbicara. Kalau tentara kita masuk, bisa perang. Kalau
mereka yang masuk menyerang, pasti kita sikat,” tegasnya.
Sementara
Wakil Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura, Letkol Inf Totok, juga
menegaskan, meski ada Traktat London, TNI bertugas menjaga perbatasan
berdasarkan keputusan 1978 di Semarang. Diungkapkan Totok, kasus Camar
Bulan bukan satu-satunya ancaman pencaplokan kawasan di
perbatasan Kalbar. Ada empat wilayah lain yang juga terancam. Empat
wilayah tersebut adalah Sungai Buan, Titik D 400, Gunung Raya, dan
Sungai Aum.
Langkah yang saat ini diambil TNI, kata Totok, adalah
menyiagakan 30 pos sepanjang 966 km di sepanjang perbatasan
Indonesia-Malaysia yang berada di wilayah Kalimantan Barat. “TNI
melakukan penjagaan secara patroli di 30 pos tersebut,” terangnya.
■ Indra Maliara
http://monitorindonesia.com/?p=53577
__._,_.___
Mailing list:
Blog:
http://permalink.gmane.org/gmane.culture.media.mediacare/80538
PERTANYAAN PENULIS :
APAKAH INDONESIA DITAKDIRKN SELALU KALAH SOAL PERBATASAN?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.