Pengelolaan Energi Belum Maksimal

Masih ada tumpang tindih regulasi.
Share
Antara / dok
JAKARTA - Pokja Energi Kantor Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla menyebutkan pengelolaan energi di Indonesia selama ini belum mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Namun, Pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen menjalankan politik energi sebagai komoditas strategis yang dikuasai oleh negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanah pasal 33 ayat 3 UUD 1945," kata Deputi Kantor Tim Transisi Pemerintahan Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (23/9).

Hasto mengatakan bahwa banyak pakar yang datang dan menyampaikan gagasan-gagasan mereka untuk mendukung program pemerintahan Jokowi-JK.

"Tim Transisi mengapresiasi berbagai masukan itu dan kita memang memerlukannya. Masukan para pakar itu niat ikut untuk membangun negeri," kata Hasto.

Berdasarkan diskusi dengan pakar, Pokja Energi menyebutkan masih ada tumpang tindih regulasi, lemahnya tata kelola dan kurangnya kehadiran negara beserta kelembagaannya sebagai regulator energi. Bahkan, persoalan fundamental dalam policy energi seperti revisi UU Migas yang menuntut perbaikan segera.

Berdasarkan masukan para pakar dan kajian Pokja Energi, Hasto menyampaikan beberapa rencana aksi yang dapat dilakukan pemerintahan Jokowi-JK, antara lain memastikan kehadiran negara untuk menjadi panglima dalam pengambilan keputusan tepat, cepat dan tegas dengan reformasi tata kelola sektor energi; pemberantasan mafia seluruh sektor energi yang mengganggu perekonomian negara; dan mereformasi SKK migas dilakukan melalui revisi UU migas sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi.

Rencana aksi lainnya yang bisa dilakukan yakni menjadikan BUMN sebagai motor penggerak ketahanan energi untuk membangun industri energi yang maju dan tangguh yang dapat menjadi daya tarik para diaspora energi agar mau bekerja kembali di tanah air.

Selain itu, lanjut Hasto, membangun kembali kepercayaan investor dengan menjamin iklim investasi energi yang menarik dan kondusif; menghormati kontrak migas berjalan; meninjau kembali dan memperbaiki sistem insentif fiskal migas (pajak, bagi hasil, dan lain-lain); memberi kepastian hukum; kecepatan dan kemudahan birokrasi perijinan satu atap; dan mengatasi ancaman krisis listrik yang di depan mata.

Perbaikan dan penguatan infrastruktur minyak bumi, kata dia, dengan memodernisasi kilang minyak yang ada dan membangun baru, menggunakan minyak mentah bagian negara untuk diolah di kilang dalam negeri dan membeli bagian kontraktor, memperbesar dan menambah tangki-tangki penyimpan untuk memperpanjang cadangan BBM, dan menemukan sumur-sumur minyak baru untuk meningkatkan reserve replacement ratio baik di dalam maupun di luar negeri.

Menurut Wakil Sekjen PDI Perjuangan ini, selama masih menjadi nett importer migas, pemerintah melalui skema 'G to G' akan bekerja sama dengan negara-negara produsen minyak untuk mengamankan impor migas kita. Pertamina juga didorong untuk melakukan kerjasama B to B dengan pemain minyak dunia. "Pertamina akan bertransformasi menjadi 'non listed public company' untuk meningkatkan kemampuan manajerial, finansial korporasi dan SDM nasional," ujar Hasto.

Pertamina juga diminta mengambil alih pengelolaan terhadap kontrak-kontrak yang akan habis dan melakukan ekplorasi dan ekploitasi migas.

"Ini semua menuntut manajemen agar Pertamina bekerja secara lebih profesional dan berkelas dunia di bawah pimpinan kalangan profesional yang memiliki integritas dan kapasitas tinggi serta siap bekerja keras. Revolusi mental bagi pegawai BUMN migas untuk memperbaiki etos kerja. Pertamina harus bebas dari campur tangan politik praktis," paparnya.

Sumber : Antara    
http://sinarharapan.co/news/read/140923089/pengelolaan-energi-belum-maksimal-span-span-

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob