AUSTRALIA
Dibawah ini beberapa judul tentang Pulau
Pasir (Ashmore Reef) hubungannya dengan
Australia
Pulau Pasir (Ashmore Reef) Masuk Wilayah
Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta
Asli Amerika Serikat
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Faktor Jarak
Berdasarkan
data-data yang ada memperlihatkan, bahwa jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef)
dengan Indonesia - Australia dapat
dikethui sebagai berikut :
1). Jarak
Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Darwin di wilayah Australia utara adalah 840
km.
2).Jarak
antara Pulau Pasir dengan Pantai Utara Australia Barat (Broome) adalah 610 Km, sedang,
3). Jarak
Pulau Pasir dengan Pulau Rote adalah 170 Km.
Luas Pulau
Pasir 583 km2.
Orang Barat
Pertama Yang Menemuka Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur
Orang Barat
Pertama yang menemukan Pulau Rote/Roti, di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1522, adalah Pelaut Portugis,
Antonio Pigafetta, salah seorang rombongan Magelhans Pengeliling Dunia, Dialah
yang menamakan Pulau itu dengan sebutan Rotty, sesuai nama seorang nelayan
tradisional yang ditemuinya di Pelabuhan
Papela Rote Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun
1778, atau 256 tahun kemudian dari tahun 1522, Kapten Cook baru menemukan
Pantai Timur Australia. Sedang Kapten Ashmore pada tahun 1811 atau 289 tahun kemudian dari tahun 1522 baru
menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Namun Masyarakat Adat Suku Rote, Nusa Tenggara Timur telah lebih dahulu menemukan Gugusan Pulau
Pasir (Ashmore Reef) jauh sebelum tahun 1522 oleh seorang Tokoh Masyarakat Rote bernama Dato,
yang kemudian pulau-pulau tersebut diberi nama sesuai namanya, yaitu Pulau Dato
I, Pulau Dato II, dan Pulau Dato III. Tetapi kemudian pulau-pulau tersebut
lebih dikenal dengan sebutan Solokaek dan terakhir bernama Pulau Pasir.
Gugusan
pulau-pulau itu dijadikan sebagai ladang perikanan mereka sepanjang tahun
secara turun temurun, dan bukan sebagai pulau hunian, melainkan sebagai tempat
beristirahat dan tempat berlindung jika terjadi badai. Bahwa Pulau Pasir ini
sudah sejak dulukala telah dilayari oleh
hampir semua nelayan tradisional di Indonesia Bagian Timur, khususnya, para nelayan yang berasal
dari Pulau Rote, Bugis- Makassar, Madura, dan Buton, Alor, dan Flores secara
turun-temurun hingga masuknya Penjajah Belanda di Nusantara ini.
Dalam Atlas
Semesta Dunia “Jambatan – Jakarta, 1952 : 150.
terdapat uraian penjelasannya dalam peta (Atlas) tersebut menyebutkan
dengan ejaan lama dikutip sebagai berikut :
”Bahwa
sebeloem kedatangan orang-orang Barat ke Benua Australia, sudah banjak kali
dikundjungi pedagang--pedagan Indonesia.
Pelajar-pelajar/pelaut
Bugis menamakan benua (pulau) ini, dengan sebutan “MARAGE” = (hitam pekat).
Dengan
demikian menurut sejarah, sebenarnya yang menemukan Benua Australia pertama
kali, adalah orang atau para nelayan tradisional Bangsa Indonesia, dan bukan
orang atau Bangsa Barat. Jika Ingris atau sekarang Australia menyatakan pertama
kali menemukan Australia dan Gugusan Pulau Pasir sehingga mengklaim sebagai
miliknya, adalah tidak benar, apabila kita bandingkan dengan tahun-tahun
penemuan pertama seperti yang disebutkan di atas. Perlu diketahui pula bahwa
VOC pada tahun 1613, telah menguasai
wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Rote.
Adapun
Perjanjian Dagang antara VOC dengan Raja-raja Pulau Rote sudah berlangsung
sejak tahun 1662, 1690, 1700, dan tahun 1756 khusus dalam perdagangan kopra.
Oleh karena kerjasama yang baik antara VOC dengan Raja-raja di Pulau Rote,
maka, salah seorang raja dari kerajaan Tie, bernama Poura Messa dianugrahi sebuah Tongkat
kebesaran tanda jasanya, yang bertuliskan VOC bertahun 1720 (lihat Gambar di
bawah ini).
Pada
tahun-tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sudah menguasai Gugusan Pulau
Pasir.
Foto : Raja
kerajaan Tie-Rote, NTT, yang buta Jerimias Mesakh, sedang memegang tongkat
Jabatan yang bertuliskan nama Raja Poura Messa – bertahun 1720 dengan lambang
VOC sebagai tanda kebesaran–yang diberikan VOC--Hindia Belanda, , kepada leluhur Raja Poura Messa. Pada
tahun-tahun sebelum 1720 Nelayan tradisional asal Pulau Rote telah menguasai
Pulau Pasir dan merupakan wilayah Hindia Belanda. Pada tahun 1720, Kapten Cook
belum menemukan Australia dan baru tahun
1788.
Sumber :
“TIMOR BOOK” 1744 hal.96-103 yang dikutip
oleh Geoffrey Parker dalam bukunya The
World an Illustrated History, hal.148, seperti terlihat pada foto. Ia adalah
Raja Rote pertama yang dibabtis menjadi Kristen di Betawi (sekarang Jakarta) l743.
Repro : Drs.Simon Arnold Julian Jacob.(Penulis).
Sejak
tahun-tahun tersebut di atas, setiap nelayan tradisional yang hendak mencari
biota laut di Pulau Pasir, diberikan Surat Izin Berlayar oleh Pemerintah Hindia
Belanda yang berkedudukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang oleh nelayan
setempat lebih dikenal dengan sebutan “Surat Pas Berlayar”. Tujuannya adalah,
bila terjadi badai atau angin topan,
sehingga terdampar hingga Australia, maka diharapkan mendapat bantuan
seperlunya dari pihak Keamanan Pantai Australia dan bukan sebagai pelanggar
batas ilegal. Ijin berlayar ke Pulau
Pasir (Ashmore Reef) tersebut masih dijalankan hingga tahun 1950-an. Sebelum
tahun 1950-an, pencarian ikan, teripang oleh para nelayan tradisional Indonesia
di sekitar Pulau Pasir tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak Australia. Itu
membuktikan bahwa Pulau Pasir adalah milik Pemerintah Hindia Belanda dan
sekarang setelah Indonesia Merdeka adalah milik Indonesia. (berdasarkan
“Sejarah Perolehannhya”) Pulau Pasir
adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao paling Selatan yang berbatasan langsung
dengan Australia. Oleh karena itu Batas Perairan Indonesia Paling Selatan,
bukan di Pulau Ndana seperti tertera di
Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2002, melainkan di Pulau Pasir (Ashmore Reef)
perlu ditinjau kembali.
PETA ZAMAN HINDIA BELANDA DAN PETA AMERIKA SERIKAT
Berikut ini
kami memuat Peta-peta zaman Hindia Belanda doeloe dan Peta-peta buatan Amerika
Serikat yang menunjukkan bahwa Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah milik Hindia
Belanda, seperti pernyataan Ferdi Tanoni
sbb :
Tanoni states,
that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was part of the
Netherlands during the colonial era (see Nederlands Map—sources - Insklopedi
Indonesia Edisi Khusus, yang diterbitkan
oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij
W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ) sebagai berikut :
Peta 1. (Peta Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao).
Peta 1. (Peta Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao).
Perhatikan
Garis Pembatas territorial Indonesia dan Australia berwarna MERAH, menunjukkan
Pulau Pasir (Ashmore Reef) terletak jauh di Utara garis Merah, masuk wilayah
Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia). Peta ini sebelum Indonesia Merdeka 17 – 8
-1945, adalah wilayah Kolonial Hindia Belanda. Jadi semua argumentasi
Australia, yang mengatakan milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada
Australia adalah tidak benar Jarak Pulau
Rote dengan Pulau Pasir hanya 140 Km.
Dengan adanya
Peta Asli ini sekaligus menggugurkan semua argumentasi Australia yang
mengatakan adalah milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia.
Dengan adanya Peta-peta Asli ini
merupakan bukti Austentik yang lebih dipercaya keabsahannya, hingga ke
Mahkamah Internasional sekalipun.
(Sumber Peta
: Insklopesi Khusus Buku 4 hal.2403)
Peta 2. Peta
Provinsi NTT, dan sebagian Australia Utara, memperlihatkan Gugusan Pulau Pasir (Ashmote Reef) milik
Indonesia. Lihat Garis Pembatas Berwarna
Merah Letaknya di Selatan Pulau Pasir.
(Sumber
Peta :
Insklopedi Indonesia Edisi
Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing
Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).
Peta 3
Peta 4. Peta
Gugusan Pulau Ashmore Reef (P.Pasir) dan P.Cartier di Selatan P.Roti
(Rote) adalah cuplikan dari peta-peta
tersebut diatas dan dibuat lebih besar agar nampak lebih jelas Gugusan Pulau
Pasir (Ashmore Reef, adalah Wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia) yang
terletak di Atas/Utara Garis Batas Warna Merah (sebagai pembatas perairan
teritorial Indonesia – Australia)
seperti pada peta 1 dan Peta 2,
(Sumber Peta
: Insklopedi Indonesia Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar
Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve
B.V. Buku 4 halaman 2402 ).
Pulau Pasir (Ashmore Reef)
(Lihat dalam
Lingkaran Hitam (Gugusan Pulau Pasir) adalah wilayah Hindia Belanda dulu (Peta 4)
Letak Pulau
Pasir 140 Km di Selatan Pulau Rote, NTT.
Pulau Pasir
(Ashmore Reef) is located in the Timor Sea about 840 kilometres west of Darwin
and 610 kilometres north of Broome. It is part of the Australian External
Territory of Ashmore and Cartier Islands and comprises a shelf-edge reef system
of approximately 583 square kilometres, rising from the westward limit of the
Sahul Shelf. Three small islands and a number of shifting sand cays lie within
the reef rim. The combined area of the islands is 112 hectares, the largest
being about one kilometre long. The plant communities are mainly shrubland and
herbland, and the luxuriant growth of the wet season is in sharp contrast to
the dry season when there is a layer of dead plant material over much of the
islands.
The Ashmore
islands and the sand cay on Cartier reef are the only permanently dry land
areas in the north-eastern Indian Ocean.
Its location
and range of habitats makes Ashmore Reef of great conservation significance,
lying as it does in the path of the Indonesian Throughflow. This is a westerly
current transporting an immense volume of water from the Pacific Ocean, which
passes along the northern coast of New Guinea and then moves down through the
Indonesian archipelago and into the Indian Ocean. Ashmore materially benefits
from these low-salinity waters bathing the reef, through larval recruitment
from reef systems to the north contributing to the maintenance of gene
diversity. The reefal waters are also enriched by the South-east Trade winds,
which generate a surface current from the Arafura and Timor Seas, thereby
transporting marine organisms to Ashmore from eastern waters.
These
influences have brought about an unusually high species diversity in and around
the reef. Of these, perhaps most interesting is the presence of fourteen
varieties of sea snake in the waters of Ashmore, two of which may be endemic to
the Ashmore/Scott Reef area. This is the greatest number of species ever
recorded for any one area. Over 255 varieties of coral, 433 species of mollusc
and 70 fish species have been identified, and further research is expected to
increase these figures. The islands are significant marine turtle nesting
areas, while dugong, various cetacions and whale sharks are sighted regularly
around the reef.
It is not
surprising that the Australian Government sought to protect this significant
reef by declaring it to be a National Nature Reserve in 1983.
Ashmore's
extensive tidal sand flats provide a major staging and feeding habitat for
migratory birds, and the three islands provide sites for a high concentration
of nesting seabirds. A total of 88 bird species have been recorded from the
Ashmore Reef, including a number of Indonesian species not found elsewhere in
Australia. A total of twenty bird species breed on the islands, an unusually high
figure in comparison with other off-shore seabird nesting islands.
Many
Indonesian fishermen from islands to the immediate north, call in at Ashmore
each year under the provisions of a Memorandum of Understanding signed by the
Australian and Indonesian Governments. This agreement allows the fishermen to
utilise areas of the sea which they have accessed traditionally for centuries,
although there are now restrictions placed on all fishing and access by the
general public within the Nature Reserve. These are aimed at the protection and
preservation of the wide range of wildlife resident on this outstanding reef.
Much of the
reef including East and Middle Islands has been closed to visitors, in order to
protect the seabird breeding colonies and the environment within the reef rim.
Visiting vessels may access the West Island lagoon for shelter, and may go
ashore on West Island in order to obtain water, but it is not considered to be
potable and may become brackish towards the end of the dry season. The access
restrictions apply to Indonesian fishermen and all other visitors.
Views
Peta 5. Peta yang dibuat Australia
Peta 5. Peta yang dibuat Australia
Ashmore and
Cartier Islands
Hibernia Reef
(NASA satellite
image
The Territory
of Ashmore and Cartier Islands are two groups of small low-lying uninhabited
tropical islands
in the Indian Ocean
situated on the edge of the continental
shelf north-west of Australia and south of the Indonesian
island of Roti
at 12°14′S
123°5′E / -12.233,
123.083.
[edit] Geography
Ashmore Reef
in satellite-image (NASA)
The territory
includes Ashmore Reef (West, Middle, and East Islets) and Cartier
Island (70 km east) with, a total area of 199.45 km² within the reefs and including the lagoons,
and 114,400 m² of dry land. While they have a total of 74.1 km of shoreline,
measured along the outer edge of the reef, there are no ports or harbors, only
offshore anchorage. Nearby Hibernia Reef, 42 km Northeast of Pulau Pasir
(Ashmore Reef), is not part of the territory. It has no permanently dry land
area, although large parts of the reef become exposed during low tide.
Ashmore Reef
155.40 km² area within reef (including lagoon)
West Islet,
51,200 m² land area;
Middle Islet,
21,200 m² land area;
East Islet,
25,000 m² land area;
Cartier Reef
(44.03 km² area within reef (including lagoon)
Cartier
Island, 17,000 m² land area;
There is an
automatic weather station on West Islet.(Sumber : Google – Internet).
Catatan
Penulis : Australia menjadikan Pulau Pasir (Ashmore Reef) sebagai National Nature Reserve in 1983,
setelah ditandatanganinya MOU 1974. antara Indonesia dan Australia, padahal
Nelayan Indonesia telah menguasai Pulau Pasir jauh sebelum tahun 1522. ketika
Antonio Pigafetta menemukan Pulau Rote, di Nusa Tenggara Timur. Dalam
pelayarannya dari Pulau Rote kembali ke Eropa, melalui Tangjung Harapan di
Afrika Selatan.
(Lihat Peta,
Rute Pelayarannya pada halaman lainnya).
Peta 6. Peta
Asli Australia dizaman Hindia Belanda, Tidak Termasuk Pulau Pasir yang letaknya
jauh di Utara dan Tidak Tampak Dalam Peta ini.
Peta Asli
Auistralia dalam Peta Dunia Buatan Hindia Belanda.
Dalam Peta
ini, Perabatasan Australia paling Uatara,
tidak termasuk Pulau Pasir (Ashmore Reef). Pulau-pulau kecil paling
Utara milik Australia, adalah hanya
beberapa gugusan pulau-pulau kecil yang letaknya disekitar : Tanjung
Bougainville, di Tanjung Londonderrry, dan
Pulau Melville
(Sumber Peta
Dunia ini, yang dibuat oleh Belanda pada zaman Hindia Belanda yaitu oleh: NV.Cartografisch Instituut Bootsma—Falkplan
di ‘s-Gravenhage---N.V.Boek–En Kunstdrukkerij V/H Mouton & Co di
‘sGravenhage—Belanda, yang di kutip oleh (Atlas Semesta Dunia
“Jambatan-Jakarta, 1952 :150).
Dengan peta ini, Australia tidak dapat
menyatakan lagi bahwa Pulau Pasir adalah masuk wilayah Inggris sejak tahun 1878
yang diwariskan ke Australia adalah tidak benar. Dan lihat pula Peta Dunia
buatan AS, di bawah ini, yang berjudul :
Coral Sea
Islands Territory, tidak terdapat nama Pulau Pasir (Ashmoro Reef). Dengan
demikian jelas Pulau Pasir adalah wilayah Hindia Belanda, sekarang Indonesia
adalah wilayah Pulau Rote paling Selatan berbatasan langsung dengan Australia.
Penjelasan
Peta :
Pulau-pulau
kecil milik Australia paling utara dalam peta asli tersebut diatas, adalah
hanya beberapa gugusan pulau-pulau kecil yang letaknya disekitar : Tanjung
Bougainville, di Tanjung Londonderry, dan
Pulau Melville (lihat peta) Peta Asli Australia ini harus tetap
dipegang sebagai bukti autentik oleh
Pemerintah Indonesia, dalam memperjuangkan kembali Pulau Pasir ke Wilayah
Indonesia. Apakah Menlu RI dan Instansi terkait lainnya memiliki Peta ini atau
tidak, sebagai dasar pembuatan Perjanjian MOU 1974? Saat itu Mantan Menlu RI
Ali Alatas membuat MOU 1974 hanya dari Belakang Meja saja, atau karena mendapat
tekanan dan di dikte oleh Australia? Perlu dipertanyakan.
Mengapa
hingga saat ini Pemerintah Pusat cq Menteri Luar Negeri RI diam saja? Inilah
kesalahan fatal yang dilakukan oleh Mantan Menlu RI Ali Alatas sehingga
akhirnya Pulau Pasir beralih menjadi milik Australia.Namun sekarang Pemerintah
Pusat harus segera mengambil inisiatif
berdasarkan data Peta-peta Lama ini,
sebagai dasar membuka kembali perundingan RI – Australia membicarakan kembali
kepemilikan Indonesia atas Pulau Pasir (Ashmore Reef). Di peta ini Pulau Pasir (Ashmore Reef) tidak nampak, oleh karena masih sangat jauh
jaraknya dari Australia Utara, oleh
karena pada saat itu memang Pulau Pasir
(Ashmore Reef) adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT, Indonesia, dan tidak termasuk wilayah Australia.
Coral Sea
Islands Territory Coral Sea Islands Territory
Pulau Pasir
(Ashmore Reef) Dalam Peta Dunia (Amerika Serikat),
Terletak
Diluar Teritorial Australia. Pulau-pulau
pulau karang milik Australia, di Peta dengan Judul : “Coral See Islands
Territory”(Lihat Peta 8)
Kalau kita
memperhatikan Peta Australia, dalam Peta Dunia, khususnya Australia Barat
(Western Australia, Luasnya = 975.920 sq.ml) dan, Australia Utara (Northen Terittory, Luasnya =
520.280 sq ml), pada Peta Dunia terbitan
“HAMMOND Standard World Attalas, Copyright MCMLXXIX By Hammond Incoporated Maplewood,
New Jersey, Printed In USA”, ternyata, Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) tidak
termasuk wilayah teritorial Australia.
Pulau-pulau
karang (Reef) paling Utara yang masuk wilayah Australia, disebutkan dengan
sangat jelas pada peta tersebut
dihalaman 88 secara terperinci, dibawah
judul :
Peta 7. Peta Pulau-Pulau Karang milik Australia, berjudul : “Coral See Islands Territory” tidak tercantum Pulau Pasir (Ashmore Reef). Lihat Panah.
(Sumber Peta : “HAMMOND Standard World Attalas, Copyright MCMLXXIX By Hammond Incoporated Maplewood, New Jersey, Printed In USA).
Pulau-pulau karang milik Australia dengan judul : “Coral Sea Islands Territory”, tidak ternapat nama Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Dengan demikian benar sejak Hindia Belnada Pulau Pasir milik Hindia Benlda dan bukan milik Australia.
“Coral Sea
Islands Territory :
Bougainvile
(reef),…H3
Cato
(isl.)……………K4
Coral
(sea)…………..H2
Coringa
(islets)… H3
Great Barrier
(reef) H3
Holmes
(reef)…… ..H3
Lihou (reef
andcay ).J3
Magdelaine
(cays) J3
Saumares
(reef)… . J4
Willis
(islets)…… ... H3
Demikian pula
pada peta Australia Barat (Westen Australia, hal.92 ) maupun Northen Territory, hal.93), ternyata
Pulau Pasir (Ashmore Reef) tidak termasuk dalam daftar peta (atau terletak diluar batas teritorial
Australia). Ini berarti, memang benar Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) dan Cartier Island (Reef),Scot Reef, termasuk Ex wilayah Jajahan Hindia Belanda,
yaitu bagian dari wilayah Pulau Rote,
Provinsi NTT ( Indonesia).
Peta 8.
Australia Dalam Peta Dunia, Terbitan Amerika Serikat . (Peta Lama).
Peta 9
Peta 10. Peta
Rekayasa Australia
Ini adalah
Peta Rekayasa Australia secara sepihak
setelah MOU 1974 Yang
bertentangan dengan Garis Batas Perairan RI – Australia seperti pada
Peta-peta Asli Hindia Belanda dan AS di atas dianggap Tidak Syah.
Garis Batas
Perairannya Tidak Lurus ketika sampai di
Pulau Pasir (Ashmore Reef) dibuat setengah lingkaran kearah Utara untuk memblok
Pulau Pasir menjadi milik Australia dan
bertentangan dengan UNCLOS 1982 Tentang Garis Batas Perairan
antarnegara. Lihat Peta Terbaru Rekayasa Australia Sepihak seperti tertera
dibawah ini.
Peta Baru
hasil rekayasa sepihak oleh Australia, yaitu Peta 9 setelah 1974 (sangat
berbeda jauh dengan Peta Asli Buatan Hindia Belanda yaitu (Peta 2 -
5 dan Peta Dunia buatan Amerika Serikat yaitu peta 6 – 7 -8). Apabila garis merah putus-putus
tersebut ditarik lurus dan menyatu, maka jelas Gugusan Pulau Pasir tetap masuk
Indonesia, tetapi karena garis tersebut dibuat setengah lingkaran ke utara,
untuk memblok pulau Pasir supaya masuk wilayah Australia dan hal tidak syah
perlu diperjuangkan kembali oleh Indonesia. Harus menerapkan Batas sesuai
UNCLOS 1982.
Sumber Peta :
MOU BOX . Dalam membuat peta Perbatasan RI – Asustralia yang baru, maka Peta
Rekayasa Australia ini TIDAK BERLAKU. (Penulis).
Dalam Peta
baru (1974) Rekayasa Australi secara
sepihak, terdapat 3 jenis Petunjuk Garis
Pembastasan masing-masing adalah :
1).
Garis-garis Miring dalam Kotak (Area of fishing);
2).
Garis-garis merah putus-putus (Provisional Fisheries Line);
3). Gais
Merah horizontal (Indonesia/Australia
Seabed Boundary.
Penjelasan
1).Garis-garis
miring merah dalam kotak, menunjukkan
zona yang memperbolehkan nelayan tradisinal Indonesia mencari ikan dan
biota laut.
2).
Garis-garis putus merah ketika sampai di
pulau Pasir (Ashmore Reef), dibuat setengah lingkaran ke Utara, guna memblokir
Pulau Pasir menjadi milik Australia.. Jika garis-garis merah tersebut dibuat Lurus, maka Pulau Pasir masuk
Indonesia. Pembuatan garis setengah lingkaran ini bertentangan dengan UNCLOS
1982.
3). Gais
Merah sebagai garis pembatas perairan Indonesia – Australia bertentangan dengan Garis merah pembatas
Indonesia – Australia pada peta Hindia Belanda dan Peta AS seperti tertera di
Peta 2 - peta 8 tersebut di atas.
Peta buatan
sepihak Australia ini dianggap tidak syah
perlu dibicarakan kembali batas-batas Indonesia – Australia dikembalikan
seperti pada Peta Hindia Belanda dan Peta AS
Tujuan
rekayasa peta buatan Australia ini
adalah karena ingin mencaplok dan
menguasai sendiri secara paksa Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) dan Laut
serta Celah Timor yang kaya cadangan MIGAS Sedang pada peta Hindia Belanda dan
AS Pulau Pasir adalah jelas-jelas masuk wilayah Kabupaten Rore Ndao, NTT
(Indonesia) lihat Batas Garis Merah di Peta Belanda dan Garis Batas Warna
Merah di Peta Australia yang telah digeser
makin ke Utara memasuki Laut Timor dan Laut Arafuru sehingga Indonesia
kehilangan wilayah laut seluas 85 persen. Oleh karena itu dari peta-peta 2 – 8, ini menjadi bukti asli dan
autentik sebagai Dasar Perjuangan
Indonesia mengembalikan Gugusan Pulau Pasir ke Indonesia.
Peta
Lama Asli Belanda dan AS tersebut di
atas, mungkin tidak dimiliki oleh Departemen Luar Negeri RI, sehingga saat
pembuatan MOU 1974, hanya berdasarkan keterangan dan argumentasi sepihak dari
Australia saja.
Ini adalah
kesalahan besar dari Mantan Menlu RI, Ali Alatas dalam pembuatan MOU 1974 hanya
dari belakang meja saja, tanpa berkonsultasi lebih dahulu dengan Pemerintah
Provinsi NTT maupun dengan Masyarakat Adat Suku Rote tentang Status Pulau Pasir
(Ashmore Reef) yang sebenarnya.
(Sumber Peta
: MOU BOX).
Dengan demikian
Persoalan Pulau Pasir “BELUM TUTUP
BUKU”.
Dari MOU BOX
dikutip sebuah kalimat sbb : From a historic point of view, it is true that the
ancestors of the Timorese people had been coming to Pulau Pasir (Ashmore Reef)
since the 1630s.
Penulis :
Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Alamat :
Jln.Jambon I No.414J, RT/RW :10/03 – Kricak – Jatimulyo – Jogjakarta. Telp.
0274.588160 – HP. 082135680644 - Email :
saj_jacob1940@yahoo.co.id
Penjelasan :
Di Pulau
Pasir (Ashmoro Reef) ini, terdapat :
1). 2 sumur
yang digali oleh Nelayan Tradisional
asal Pulau Rote, untuk sumber air minum mereka,dan hingga saat ini sumur
tersebut masih ada, bukan buatan Australia.
2). juga
terdapat pohon kelapa dan pohon asam
yang ditanam disana oleh nelayan tradisional asal Indonesia, bukan ditanam oleh
Australia
3).Terdapat
pula sekitar 600 kuburan nenek moyang mereka sudah sejak berabat-abat yang
lalu, yang mati selama pencarian hasil laut, oleh karena terkena angin topan
menyebabkan perahunya tenggelam dan meninggal di perairan Pulau Pasir.
4). Juga
terdapa Harak, yaitu semacam ladang perikanan di sekitar pantai.
5). Terdapat
pula berbagai hasil peninggalan sejarah
berupa pecahan gerabah, tungku, dll, yaitu hasil suatu penelitian oleh
seorang antropolog asal Australia, yang mengidentifikasi sebagai hasil
peninggalan nelayan asal Indonesia.
Semua
data-data ini membuktikan bahwa sebelum Kapten Cook menemukan Benua Australia
pada Tahun 1778 dan sebelum Kapten Ashmoro menemukan Gugusan Pulau Pasir pada
Tahun 1811, para nelayan tradisional
asal Indonesia telah menguasai Pulau Pasir (Ashmore Reef), bahkan
sebelum Pelaut Portugis Antonio
Pigafetta menemukan Pulau Rote pada Tahun 1522 dan sebelum VOC menguasai Pulau
Rote pada Tahun 1613 dan tahun-tahun sesudahnya.
Dengan
demikian diharapkan semua data-data ini
perlu diangkat ke Forum-forum Resmi dalam berbagai Seminar Nasional baik
oleh Lembaga DPR RI, pakar-pakar politik
, Universitas, maupun dibahas oleh berbagai Media Massa dalam memperjuangkan
kembalinya Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) ke Indonesia.Namun saat ini
terkesan seolah-oleh Presiden SBY dan Menlu RI, maupun pakar lainnya, tidak bersemangat lagi membicarakan Status
Pulau Pasir dengan Australia. Mantan Menlu RI, Hassan Wirayudha, pernah
menyatakan bahwa Persoalan Pulau Pasir sudah “TUTUP BUKU?”.
Karena Takut
PERANG?
Kalau Pulau
Sipadan dan Pulau Ligitan bisa diperkarakan hingga ke Mahkamah Internasional,
mengapa persoalan Pulau Pasir Tidak Bisa?
Nyali dan
keberanian Diplomasi Polilitik Luar Negeri
dari Presiden SBY dan Menlu RI, diuji keseriusannya dalam penyelesaian
SENGKETA Pulau Pasir.
Istilah Hukum
dalam kata-kata, Indonesia, “Menyerahkan Pulau Pasir” kepada Australia,
mengandung pengertian bahwa benar Gugusan Pulau Pasir adalah semula milik Indonesia. Suatu penyerahan wilayah
Indonesia kepada negara manapun adalah bertentangan dengan kedaulatan Indonesia
dan UUD 1945. Soeharto dan Ali Alatas yang paling bertanggung jawab atas
penyerahan Gugusan Pulau Pasir ke Australia, merupakan suatu penghianatan
kenegaraan yang tidak dapat ditolirir
oleh hukum dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Penyerahan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) kepada
Australia semula bukan karena berdasarkan Landas Kontinen melainkan sebagai Konpensasi Politik Timor Timur. Penyerahan Pulau Pasir ke
Australia, tidak lain sebagai suatu konpensasi politik atas pengakuan Australia
terhadap integrasinya Timor-Timur kedalam wilayah Indonesia. Tetapi justru
akhirnya Australia juga merupakan salah satu bidan yang melahirkan dan membantu
Timor Timur memperoleh kemerdekaannya. Timur Timur saat ini telah memperoleh
kemerdekaannya, maka telah terjadi suatu perubahan politik, yang mengharuskan
segala MOU yang ditandatangi RI—Australia, sudah saatnya ditinjau kembali dan
MOU tersebut batal dengan sendirinya.
Sayangnya Deplu RI dianggap sangat lemah dalam politik luar negeri
sehubungan dengan masalah perbatasan, terutama menyangkut Pulau Pasir. Malahan
berkeras membela kepentingan Australia terhadap Pulau Pasir. Mungkin karena
tidak mengetahui sejarah dan Peta Pulau Pasir?
Lepasnya
pulau Sipadan dan Ligitan merupakan Tragedi Politik Luar Negari RI dalam hal
perbatasan. Jika seandainya saat itu
Indonesia berkeyakinan bahwa pulau Ligitan dan Pulau Sipadan milik
Indonesia maka, seharusnya segera menerjunkan pasukan TNI kelokasi tersebut dan mempertahankannya dari
tuntutan Malaysia. Namun Presiden Soeharto diam saja dan tidak berbuat sesuatu
tindakan keamanan atas kedua pulau tersebut dan hanya mengandalkan meja perundingan
yang hasil akhirnya Indonesia dikalahkan oleh Mahkamah Internasional.
Oleh karena
penyerahan gugusan Pulau Pasir tidak memiliki dasar hukum yang syah menurut UUD
1945, maka semua MOU yang telah ditandatangani harus batal dengan sendirinya
dan kembali ke Indonesia secara otomatis tanpa bersyarat apapun.Penyerahan
gugusan Pulau Pasir kepada Australia adalah suatu bentuk “Penghianatan Bangsa”
dari pemerintahan Orde Baru, pimpinan Soeharto melalui Menteri Luar Negeri Ali
Alatas tanpa persetujuan dan ratifikasi DPR/MPR. MOU 1974, hanya ditandatangani
Pegawai Rendahan Australia dan bukan oleh Pejabat Tinggi Australia yang
berwewenang, sehingga dianggap Tidak Syah
dan belum berlaku dan mengikat bagi RI – Australia dan juga belum
diratufikasi kedua Negara.
Kini 250 juta
rakyat menuntut Australia segera mengembalikan Gugusan Pulau Pasir ke Indonesia
secara damai, dengan berpatokan pada berbagai sejarah kepemilikan Pulau Pasir
oleh masyarakat Adat Suku Rote yang kami jelaskan di atas, maupun peta
Auastralia di zaman Hindia Belanda. Jika tidak, maka seluruh rakyat Indonesia
akan menempuh langkah-langkah lain dengan resiko apapun dalam mempertahankan
kedaulatan Indonesia dan amat UUD 1945. Keabsahan pemilikan Indonesia atas
Pulau Pasir, berdasarkan sejarah dan Hukum Adat masyarakat suku Rote dan pulau-pulaunya
perlu dicermati dengan sungguh-sungguh yang disajikan dalam buku ini serta
meneliti peta Asli Australia tersebut di atas, tidak akan membohongi siapapun.
Jika,-Pemerintahan
SBY-YK—Menlu RI, tidak memperjuangkan
kembalinya gugusan Pulau Pasir, maka mereka dapat di tuntut dimuka Pengadilan
karena menyerahkan sebagian dari wilayah Indonesia kepada negara lain
(Australia) yang bertentangan dengan UUD 1945. Hukum Laut PBB
1982, juga tidak berhak merubah Wilayah suatu Negara yang diperolehnya berdasarkan
“SEJARAH PEROLEHANNYA” yaitu meliputi
seluruh wilayah Ex Jajahan Hindia
Belanda yang didalamnya mencakup Pulau Pasir (Ashmoro Reef)..
Apalagi
seperti kami utarakan diatas tentang gugusan Pulau Pasir,, adalah masalah politik, dimana Indonesia didorong
untuk memasuki Timor Timur, dan sebaliknya Indonesia menukarnya dengan gugusan
Pulau Pasir kepada Australia. Namun
Timor Timur kini telah menjadi Negara merdeka yang notabene didukung Australia,
maka semua MOU yang ditandatangani gugur secara otomais. Oleh karena itu perlu
dilakukan perjanjian baru Indonesia – Australia guna membicarakan kembali
cadangan minyak dan gas bumi di Laut dan Celah Timor, serta status Pulau Pasir.
Jadi sejarah
perpindahan hak pemilikan Pulau Pasir, dari Indonesia kepada Australian pada
awalnya bukannya karena alasan dasar
kontinen semata, melainkan sebagai hasil
konpensasi politik agar Australia secara de fakto dan de jure mengakui
integrasi Timor Timur ke Indonesia.
Tidak ada
satu negara di dunia yang dengan begitu mudahnya menghadiahkan sebagian wilayahnya ke negara
tetangganya. Apabila pemerintah Indonesia cq Menteri Luar Negeri Indonesia,
tetap tidak memperjuangkan kembalinya gugusan Pulau Pasir ke Indonesia, maka
membuka peluang untuk memperkarakannya ke depan Pengadilan dengan alasan tanpa hak
menghadiakan
gugusan Pulau Pasir ke Australia. DPR RI perlu mempergunakan Hak Angketnya
untuk mempertanyakan mengapa lepasnya Gugusan Pulau Pasir ke Australia?
Mengapa Menlu
RI sekarang ini enggan memperjuangkan kembali Pulau Pasir, karena kemungkinan
takut kehilangan muka, oleh kesalahan atasnya dulu yaitu Menlu Ali Alatas yang
buru-buru menanda tangani MOU 1974 tanpa dasar hukum yang kuat. Hingga kinipun
Perjanjian tersebut belum dirativikasi oleh DPR RI maupun Australia sedang MOU
1974 itu hanya ditandatangani oleh seorang pegawai rendahan sehingga belum
memiliki dasar hukum yang kuat.
(Penulis :
Drs.Simon Arnold Julian Jacob—Asal Pulau Rote-NTT,
Tinggal di
Jln.Jambon I, No.414 J, RT/RW.10/03-Kricak, Jogjakarta-
Telp.0274.588160—HP.082135680644.
E-Mail :
saj_jacob1940@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.