alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 28 April 2015

PULAU PASIR (ASHMORE REEF) MASUK WILAYAH HINDIA BELANDA BERDASARKAN PETA ASLI HINDIA BELANDA DAN PETA ASLI AMERIKA SERIKAT

AUSTRALIA
Dibawah ini beberapa judul tentang Pulau Pasir (Ashmore Reef)  hubungannya dengan Australia

Pulau Pasir (Ashmore Reef) Masuk Wilayah Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta Asli Amerika Serikat
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Faktor Jarak

Berdasarkan data-data yang ada memperlihatkan, bahwa jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Indonesia  - Australia dapat dikethui sebagai berikut :
1). Jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Darwin di wilayah Australia utara adalah 840 km.
2).Jarak antara Pulau Pasir dengan Pantai Utara Australia Barat  (Broome) adalah 610 Km, sedang,
3). Jarak Pulau Pasir dengan Pulau Rote adalah 170 Km. 
Luas Pulau Pasir 583 km2.

Orang Barat Pertama Yang Menemuka Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur
Orang Barat Pertama yang menemukan Pulau Rote/Roti, di Provinsi Nusa Tenggara Timur  pada tahun 1522, adalah Pelaut Portugis, Antonio Pigafetta, salah seorang rombongan Magelhans Pengeliling Dunia, Dialah yang menamakan Pulau itu dengan sebutan Rotty, sesuai nama seorang nelayan tradisional yang ditemuinya  di Pelabuhan Papela Rote Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 1778, atau 256 tahun kemudian dari tahun 1522, Kapten Cook baru menemukan Pantai Timur Australia. Sedang Kapten Ashmore pada tahun 1811 atau  289 tahun kemudian dari tahun 1522 baru menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef).  Namun Masyarakat Adat Suku Rote, Nusa Tenggara Timur  telah lebih dahulu menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) jauh sebelum tahun 1522 oleh  seorang Tokoh Masyarakat Rote bernama Dato, yang kemudian pulau-pulau tersebut diberi nama sesuai namanya, yaitu Pulau Dato I, Pulau Dato II, dan Pulau Dato III. Tetapi kemudian pulau-pulau tersebut lebih dikenal dengan sebutan Solokaek dan terakhir bernama Pulau Pasir.

Gugusan pulau-pulau itu dijadikan sebagai ladang perikanan mereka sepanjang tahun secara turun temurun, dan bukan sebagai pulau hunian, melainkan sebagai tempat beristirahat dan tempat berlindung jika terjadi badai. Bahwa Pulau Pasir ini sudah sejak dulukala  telah dilayari oleh hampir semua nelayan tradisional di Indonesia Bagian  Timur, khususnya, para nelayan yang berasal dari Pulau Rote, Bugis- Makassar, Madura, dan Buton, Alor, dan Flores secara turun-temurun hingga masuknya Penjajah Belanda di Nusantara ini.
Dalam Atlas Semesta Dunia “Jambatan – Jakarta, 1952 : 150.  terdapat uraian penjelasannya dalam peta (Atlas) tersebut menyebutkan dengan  ejaan lama  dikutip sebagai berikut :

”Bahwa sebeloem kedatangan orang-orang Barat ke Benua Australia, sudah banjak kali dikundjungi pedagang--pedagan Indonesia.
Pelajar-pelajar/pelaut Bugis menamakan benua (pulau) ini, dengan sebutan “MARAGE” = (hitam pekat).

Dengan demikian menurut sejarah, sebenarnya yang menemukan Benua Australia pertama kali, adalah orang atau para nelayan tradisional Bangsa Indonesia, dan bukan orang atau Bangsa Barat. Jika Ingris atau sekarang Australia menyatakan pertama kali menemukan Australia dan Gugusan Pulau Pasir sehingga mengklaim sebagai miliknya, adalah tidak benar, apabila kita bandingkan dengan tahun-tahun penemuan pertama seperti yang disebutkan di atas. Perlu diketahui pula bahwa VOC pada tahun 1613, telah menguasai  wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Rote.
Adapun Perjanjian Dagang antara VOC dengan Raja-raja Pulau Rote sudah berlangsung sejak tahun 1662, 1690, 1700, dan tahun 1756 khusus dalam perdagangan kopra. Oleh karena kerjasama yang baik antara VOC dengan Raja-raja di Pulau Rote, maka, salah seorang raja dari kerajaan Tie, bernama  Poura Messa dianugrahi sebuah Tongkat kebesaran tanda jasanya, yang bertuliskan VOC bertahun 1720 (lihat Gambar di bawah ini).
Pada tahun-tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sudah menguasai Gugusan Pulau Pasir.
Foto : Raja kerajaan Tie-Rote, NTT, yang buta Jerimias Mesakh, sedang memegang tongkat Jabatan yang bertuliskan nama Raja Poura Messa – bertahun 1720 dengan lambang VOC sebagai tanda kebesaran–yang diberikan VOC--Hindia Belanda, ,  kepada leluhur Raja Poura Messa. Pada tahun-tahun sebelum 1720 Nelayan tradisional asal Pulau Rote telah menguasai Pulau Pasir dan merupakan wilayah Hindia Belanda. Pada tahun 1720, Kapten Cook belum menemukan Australia  dan baru tahun 1788.
Sumber : “TIMOR BOOK” 1744 hal.96-103  yang dikutip oleh  Geoffrey Parker dalam bukunya The World an Illustrated History, hal.148, seperti terlihat pada foto. Ia adalah Raja Rote pertama yang dibabtis menjadi Kristen di Betawi  (sekarang Jakarta) l743.
 Repro : Drs.Simon Arnold Julian Jacob.(Penulis).


Sejak tahun-tahun tersebut di atas, setiap nelayan tradisional yang hendak mencari biota laut di Pulau Pasir, diberikan Surat Izin Berlayar oleh Pemerintah Hindia Belanda yang berkedudukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang oleh nelayan setempat lebih dikenal dengan sebutan “Surat Pas Berlayar”. Tujuannya adalah, bila terjadi badai atau  angin topan, sehingga terdampar hingga Australia, maka diharapkan mendapat bantuan seperlunya dari pihak Keamanan Pantai Australia dan bukan sebagai pelanggar batas ilegal.  Ijin berlayar ke Pulau Pasir (Ashmore Reef) tersebut masih dijalankan hingga tahun 1950-an. Sebelum tahun 1950-an, pencarian ikan, teripang oleh para nelayan tradisional Indonesia di sekitar Pulau Pasir tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak Australia. Itu membuktikan bahwa Pulau Pasir adalah milik Pemerintah Hindia Belanda dan sekarang setelah Indonesia Merdeka adalah milik Indonesia. (berdasarkan “Sejarah Perolehannhya”)  Pulau Pasir adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao paling Selatan yang berbatasan langsung dengan Australia. Oleh karena itu Batas Perairan Indonesia Paling Selatan, bukan di Pulau  Ndana seperti tertera di Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2002, melainkan di Pulau Pasir (Ashmore Reef) perlu ditinjau kembali.

PETA ZAMAN HINDIA BELANDA DAN PETA AMERIKA SERIKAT

Berikut ini kami memuat Peta-peta zaman Hindia Belanda doeloe dan Peta-peta buatan Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah milik Hindia Belanda, seperti pernyataan Ferdi Tanoni  sbb :
Tanoni states, that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was part of the Netherlands during the colonial era (see Nederlands Map—sources - Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ) sebagai berikut :

Peta 1. (Peta Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao).



Perhatikan Garis Pembatas territorial Indonesia dan Australia berwarna MERAH, menunjukkan Pulau Pasir (Ashmore Reef) terletak jauh di Utara garis Merah, masuk wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia). Peta ini sebelum Indonesia Merdeka 17 – 8 -1945, adalah wilayah Kolonial Hindia Belanda. Jadi semua argumentasi Australia, yang mengatakan milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia  adalah tidak benar Jarak Pulau Rote dengan Pulau Pasir hanya 140 Km.
Dengan adanya Peta Asli ini sekaligus menggugurkan semua argumentasi Australia yang mengatakan adalah milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia. Dengan adanya Peta-peta Asli  ini merupakan  bukti Austentik  yang lebih dipercaya keabsahannya, hingga ke Mahkamah Internasional sekalipun. 
(Sumber Peta : Insklopesi Khusus Buku 4 hal.2403)

  
Peta 2. Peta Provinsi NTT, dan sebagian Australia Utara, memperlihatkan  Gugusan Pulau Pasir (Ashmote Reef) milik Indonesia.  Lihat Garis Pembatas Berwarna Merah Letaknya di Selatan Pulau Pasir.


(Sumber Peta  :  Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).


Peta 3



Peta 4. Peta Gugusan Pulau Ashmore Reef (P.Pasir) dan P.Cartier di Selatan P.Roti (Rote)  adalah cuplikan dari peta-peta tersebut diatas dan dibuat lebih besar agar nampak lebih jelas Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef, adalah Wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia) yang terletak di Atas/Utara  Garis Batas   Warna Merah (sebagai pembatas perairan teritorial Indonesia – Australia)  seperti pada peta 1 dan Peta 2,
 (Sumber Peta  :  Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).


Pulau Pasir (Ashmore Reef)

(Lihat dalam Lingkaran Hitam (Gugusan Pulau Pasir) adalah wilayah Hindia Belanda dulu (Peta 4)
Letak Pulau Pasir 140 Km di Selatan Pulau Rote, NTT.





Pulau Pasir (Ashmore Reef) is located in the Timor Sea about 840 kilometres west of Darwin and 610 kilometres north of Broome. It is part of the Australian External Territory of Ashmore and Cartier Islands and comprises a shelf-edge reef system of approximately 583 square kilometres, rising from the westward limit of the Sahul Shelf. Three small islands and a number of shifting sand cays lie within the reef rim. The combined area of the islands is 112 hectares, the largest being about one kilometre long. The plant communities are mainly shrubland and herbland, and the luxuriant growth of the wet season is in sharp contrast to the dry season when there is a layer of dead plant material over much of the islands.
The Ashmore islands and the sand cay on Cartier reef are the only permanently dry land areas in the north-eastern Indian Ocean.
Its location and range of habitats makes Ashmore Reef of great conservation significance, lying as it does in the path of the Indonesian Throughflow. This is a westerly current transporting an immense volume of water from the Pacific Ocean, which passes along the northern coast of New Guinea and then moves down through the Indonesian archipelago and into the Indian Ocean. Ashmore materially benefits from these low-salinity waters bathing the reef, through larval recruitment from reef systems to the north contributing to the maintenance of gene diversity. The reefal waters are also enriched by the South-east Trade winds, which generate a surface current from the Arafura and Timor Seas, thereby transporting marine organisms to Ashmore from eastern waters.


These influences have brought about an unusually high species diversity in and around the reef. Of these, perhaps most interesting is the presence of fourteen varieties of sea snake in the waters of Ashmore, two of which may be endemic to the Ashmore/Scott Reef area. This is the greatest number of species ever recorded for any one area. Over 255 varieties of coral, 433 species of mollusc and 70 fish species have been identified, and further research is expected to increase these figures. The islands are significant marine turtle nesting areas, while dugong, various cetacions and whale sharks are sighted regularly around the reef.
It is not surprising that the Australian Government sought to protect this significant reef by declaring it to be a National Nature Reserve in 1983.
Ashmore's extensive tidal sand flats provide a major staging and feeding habitat for migratory birds, and the three islands provide sites for a high concentration of nesting seabirds. A total of 88 bird species have been recorded from the Ashmore Reef, including a number of Indonesian species not found elsewhere in Australia. A total of twenty bird species breed on the islands, an unusually high figure in comparison with other off-shore seabird nesting islands.
Many Indonesian fishermen from islands to the immediate north, call in at Ashmore each year under the provisions of a Memorandum of Understanding signed by the Australian and Indonesian Governments. This agreement allows the fishermen to utilise areas of the sea which they have accessed traditionally for centuries, although there are now restrictions placed on all fishing and access by the general public within the Nature Reserve. These are aimed at the protection and preservation of the wide range of wildlife resident on this outstanding reef.

Much of the reef including East and Middle Islands has been closed to visitors, in order to protect the seabird breeding colonies and the environment within the reef rim. Visiting vessels may access the West Island lagoon for shelter, and may go ashore on West Island in order to obtain water, but it is not considered to be potable and may become brackish towards the end of the dry season. The access restrictions apply to Indonesian fishermen and all other visitors.

Views

Peta 5. Peta yang dibuat Australia






Ashmore and Cartier Islands



Hibernia Reef (NASA satellite image

The Territory of Ashmore and Cartier Islands are two groups of small low-lying uninhabited tropical islands in the Indian Ocean situated on the edge of the continental shelf north-west of Australia and south of the Indonesian island of Roti at 12°14′S 123°5′E / -12.233, 123.083.
[edit] Geography





Ashmore Reef in satellite-image (NASA)
The territory includes Ashmore Reef (West, Middle, and East Islets) and Cartier Island (70 km east) with, a total area of 199.45 km² within the reefs and including the lagoons, and 114,400 m² of dry land. While they have a total of 74.1 km of shoreline, measured along the outer edge of the reef, there are no ports or harbors, only offshore anchorage. Nearby Hibernia Reef, 42 km Northeast of Pulau Pasir (Ashmore Reef), is not part of the territory. It has no permanently dry land area, although large parts of the reef become exposed during low tide.
Ashmore Reef 155.40 km² area within reef (including lagoon)
West Islet, 51,200 m² land area;
Middle Islet, 21,200 m² land area;
East Islet, 25,000 m² land area;
Cartier Reef (44.03 km² area within reef (including lagoon)
Cartier Island, 17,000 m² land area;
There is an automatic weather station on West Islet.(Sumber : Google – Internet).
Catatan Penulis : Australia menjadikan Pulau Pasir (Ashmore Reef)  sebagai National Nature Reserve in 1983, setelah ditandatanganinya MOU 1974. antara Indonesia dan Australia, padahal Nelayan Indonesia telah menguasai Pulau Pasir jauh sebelum tahun 1522. ketika Antonio Pigafetta menemukan Pulau Rote, di Nusa Tenggara Timur. Dalam pelayarannya dari Pulau Rote kembali ke Eropa, melalui Tangjung Harapan di Afrika Selatan.
(Lihat Peta, Rute Pelayarannya pada halaman lainnya).


Peta 6. Peta Asli Australia dizaman Hindia Belanda, Tidak Termasuk Pulau Pasir yang letaknya jauh di Utara dan Tidak Tampak Dalam Peta ini.



Peta Asli Auistralia dalam Peta Dunia Buatan Hindia Belanda.
Dalam Peta ini, Perabatasan Australia paling Uatara,  tidak termasuk Pulau Pasir (Ashmore Reef). Pulau-pulau kecil paling Utara  milik Australia, adalah hanya beberapa gugusan pulau-pulau kecil yang letaknya disekitar : Tanjung Bougainville, di Tanjung Londonderrry, dan  Pulau Melville 
(Sumber Peta Dunia ini, yang dibuat oleh Belanda pada zaman Hindia Belanda yaitu oleh:  NV.Cartografisch Instituut Bootsma—Falkplan di ‘s-Gravenhage---N.V.Boek–En Kunstdrukkerij V/H Mouton & Co di ‘sGravenhage—Belanda, yang di kutip oleh (Atlas Semesta Dunia “Jambatan-Jakarta, 1952 :150).
 Dengan peta ini, Australia tidak dapat menyatakan lagi bahwa Pulau Pasir adalah masuk wilayah Inggris sejak tahun 1878 yang diwariskan ke Australia adalah tidak benar. Dan lihat pula Peta Dunia buatan AS, di bawah ini, yang berjudul :
Coral Sea Islands Territory, tidak terdapat nama Pulau Pasir (Ashmoro Reef). Dengan demikian jelas Pulau Pasir adalah wilayah Hindia Belanda, sekarang Indonesia adalah wilayah Pulau Rote paling Selatan berbatasan langsung dengan Australia.

Penjelasan Peta :

Pulau-pulau kecil milik Australia paling utara dalam peta asli tersebut diatas, adalah hanya beberapa gugusan pulau-pulau kecil yang letaknya disekitar : Tanjung Bougainville, di Tanjung Londonderry, dan  Pulau Melville (lihat peta) Peta Asli Australia ini harus tetap dipegang  sebagai bukti autentik oleh Pemerintah Indonesia, dalam memperjuangkan kembali Pulau Pasir ke Wilayah Indonesia. Apakah Menlu RI dan Instansi terkait lainnya memiliki Peta ini atau tidak, sebagai dasar pembuatan Perjanjian MOU 1974? Saat itu Mantan Menlu RI Ali Alatas membuat MOU 1974 hanya dari Belakang Meja saja, atau karena mendapat tekanan dan di dikte oleh Australia? Perlu dipertanyakan.

Mengapa hingga saat ini Pemerintah Pusat cq Menteri Luar Negeri RI diam saja? Inilah kesalahan fatal yang dilakukan oleh Mantan Menlu RI Ali Alatas sehingga akhirnya Pulau Pasir beralih menjadi milik Australia.Namun sekarang Pemerintah Pusat  harus segera mengambil inisiatif berdasarkan data Peta-peta   Lama ini, sebagai dasar membuka kembali perundingan RI – Australia membicarakan kembali kepemilikan Indonesia atas Pulau Pasir (Ashmore Reef). Di peta ini  Pulau Pasir (Ashmore Reef)  tidak nampak, oleh karena masih sangat jauh jaraknya dari  Australia Utara, oleh karena pada saat itu memang  Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT, Indonesia, dan  tidak termasuk wilayah Australia.

Coral Sea Islands Territory Coral Sea Islands Territory

Pulau Pasir (Ashmore Reef) Dalam Peta Dunia (Amerika Serikat),
Terletak Diluar Teritorial  Australia. Pulau-pulau pulau karang milik Australia, di Peta dengan Judul : “Coral See Islands Territory”(Lihat Peta 8)

Kalau kita memperhatikan Peta Australia, dalam Peta Dunia, khususnya Australia Barat (Western Australia, Luasnya = 975.920 sq.ml) dan,  Australia Utara (Northen Terittory, Luasnya = 520.280 sq ml), pada Peta Dunia terbitan  “HAMMOND Standard World Attalas, Copyright  MCMLXXIX By Hammond Incoporated Maplewood, New Jersey, Printed In USA”, ternyata, Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) tidak termasuk  wilayah teritorial Australia.
Pulau-pulau karang (Reef) paling Utara yang masuk wilayah Australia, disebutkan dengan sangat jelas pada peta tersebut  dihalaman 88 secara terperinci, dibawah   judul :
  
Peta 7. Peta Pulau-Pulau Karang  milik  Australia, berjudul : “Coral See Islands Territory” tidak tercantum Pulau Pasir (Ashmore Reef). Lihat Panah.


(Sumber Peta : “HAMMOND Standard World Attalas, Copyright  MCMLXXIX By Hammond Incoporated Maplewood, New Jersey, Printed In USA).
Pulau-pulau karang milik Australia  dengan judul : “Coral Sea Islands Territory”,  tidak ternapat nama Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Dengan demikian benar sejak Hindia Belnada Pulau Pasir milik Hindia Benlda dan bukan milik Australia.
  

“Coral Sea Islands Territory :
Bougainvile (reef),…H3
Cato (isl.)……………K4
Coral (sea)…………..H2
Coringa (islets)…     H3
Great Barrier (reef)   H3
Holmes (reef)……   ..H3
Lihou (reef andcay ).J3
Magdelaine (cays)     J3
Saumares (reef)… .   J4
Willis (islets)……  ...  H3
Demikian pula pada peta Australia Barat (Westen Australia, hal.92 )  maupun Northen Territory, hal.93), ternyata Pulau Pasir (Ashmore Reef) tidak termasuk dalam daftar  peta (atau terletak diluar batas teritorial Australia). Ini berarti, memang benar Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef)  dan Cartier Island (Reef),Scot Reef,  termasuk Ex wilayah Jajahan Hindia Belanda, yaitu bagian dari   wilayah Pulau Rote, Provinsi NTT ( Indonesia).

Peta 8. Australia Dalam Peta Dunia, Terbitan Amerika Serikat . (Peta Lama).



Peta 9




Peta 10. Peta Rekayasa Australia
Ini adalah Peta Rekayasa Australia secara sepihak  setelah MOU 1974 Yang  bertentangan dengan Garis Batas Perairan RI – Australia seperti pada Peta-peta Asli Hindia Belanda dan AS di atas dianggap Tidak Syah.
Garis Batas Perairannya Tidak Lurus  ketika sampai di Pulau Pasir (Ashmore Reef) dibuat setengah lingkaran kearah Utara untuk memblok Pulau Pasir menjadi milik Australia dan  bertentangan dengan UNCLOS 1982 Tentang Garis Batas Perairan antarnegara. Lihat Peta Terbaru Rekayasa Australia Sepihak seperti tertera dibawah ini.


Peta Baru hasil rekayasa sepihak oleh Australia, yaitu Peta 9 setelah 1974 (sangat berbeda jauh dengan  Peta Asli  Buatan Hindia Belanda yaitu  (Peta 2 -  5 dan Peta Dunia buatan Amerika Serikat yaitu peta  6 – 7 -8). Apabila garis merah putus-putus tersebut ditarik lurus dan menyatu, maka jelas Gugusan Pulau Pasir tetap masuk Indonesia, tetapi karena garis tersebut dibuat setengah lingkaran ke utara, untuk memblok pulau Pasir supaya masuk wilayah Australia dan hal tidak syah perlu diperjuangkan kembali oleh Indonesia. Harus menerapkan Batas sesuai UNCLOS 1982.
Sumber Peta : MOU BOX . Dalam membuat peta Perbatasan RI – Asustralia yang baru, maka Peta Rekayasa Australia ini TIDAK BERLAKU. (Penulis).

Dalam Peta baru (1974) Rekayasa Australi  secara sepihak, terdapat  3 jenis Petunjuk Garis Pembastasan masing-masing adalah :
1). Garis-garis Miring dalam Kotak (Area of fishing);
2). Garis-garis merah putus-putus (Provisional Fisheries Line);
3). Gais Merah horizontal  (Indonesia/Australia Seabed Boundary.

 Penjelasan
1).Garis-garis miring merah dalam kotak, menunjukkan  zona yang memperbolehkan nelayan tradisinal Indonesia mencari ikan dan biota laut.
2). Garis-garis putus merah  ketika sampai di pulau Pasir (Ashmore Reef), dibuat setengah lingkaran ke Utara, guna memblokir Pulau Pasir menjadi milik Australia.. Jika garis-garis merah tersebut  dibuat Lurus, maka Pulau Pasir masuk Indonesia. Pembuatan garis setengah lingkaran ini bertentangan dengan UNCLOS 1982.
3). Gais Merah sebagai garis pembatas perairan Indonesia – Australia  bertentangan dengan Garis merah pembatas Indonesia – Australia pada peta Hindia Belanda dan Peta AS seperti tertera di Peta 2 - peta 8 tersebut di atas.
Peta buatan sepihak Australia ini dianggap tidak syah  perlu dibicarakan kembali batas-batas Indonesia – Australia dikembalikan seperti pada Peta Hindia Belanda dan Peta AS

Tujuan rekayasa peta buatan Australia ini  adalah karena ingin  mencaplok dan menguasai sendiri secara paksa Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) dan Laut serta Celah Timor yang kaya cadangan MIGAS Sedang pada peta Hindia Belanda dan AS Pulau Pasir adalah jelas-jelas masuk wilayah Kabupaten Rore Ndao, NTT (Indonesia) lihat Batas Garis Merah di Peta Belanda dan Garis Batas Warna Merah  di Peta Australia yang telah digeser makin ke Utara memasuki Laut Timor dan Laut Arafuru sehingga Indonesia kehilangan wilayah laut seluas 85 persen. Oleh karena itu dari peta-peta  2 – 8, ini menjadi bukti asli dan autentik  sebagai Dasar Perjuangan Indonesia mengembalikan Gugusan Pulau Pasir ke Indonesia.
Peta Lama  Asli Belanda dan AS tersebut di atas, mungkin tidak dimiliki oleh Departemen Luar Negeri RI, sehingga saat pembuatan MOU 1974, hanya berdasarkan keterangan dan argumentasi sepihak dari Australia saja.
Ini adalah kesalahan besar dari Mantan Menlu RI, Ali Alatas dalam pembuatan MOU 1974 hanya dari belakang meja saja, tanpa berkonsultasi lebih dahulu dengan Pemerintah Provinsi NTT maupun dengan Masyarakat Adat Suku Rote tentang Status Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang sebenarnya.
(Sumber Peta : MOU BOX). 
Dengan demikian Persoalan Pulau Pasir  “BELUM TUTUP BUKU”.
Dari MOU BOX dikutip sebuah kalimat sbb : From a historic point of view, it is true that the ancestors of the Timorese people had been coming to Pulau Pasir (Ashmore Reef) since the 1630s.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Alamat : Jln.Jambon I No.414J, RT/RW :10/03 – Kricak – Jatimulyo – Jogjakarta. Telp. 0274.588160 – HP. 082135680644  - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id

Penjelasan :
Di Pulau Pasir (Ashmoro Reef)  ini, terdapat :
1). 2 sumur yang digali oleh Nelayan Tradisional  asal Pulau Rote, untuk sumber air minum mereka,dan hingga saat ini sumur tersebut masih ada, bukan buatan Australia.
2). juga terdapat pohon kelapa  dan pohon asam yang ditanam disana oleh nelayan tradisional asal Indonesia, bukan ditanam oleh Australia
3).Terdapat pula sekitar 600 kuburan nenek moyang mereka sudah sejak berabat-abat yang lalu, yang mati selama pencarian hasil laut, oleh karena terkena angin topan menyebabkan perahunya tenggelam dan meninggal di perairan Pulau Pasir.
4). Juga terdapa Harak, yaitu semacam ladang perikanan di sekitar pantai.
5). Terdapat pula berbagai hasil peninggalan sejarah  berupa pecahan gerabah, tungku, dll, yaitu hasil suatu penelitian oleh seorang antropolog asal Australia, yang mengidentifikasi sebagai hasil peninggalan nelayan asal Indonesia.

Semua data-data ini membuktikan bahwa sebelum Kapten Cook menemukan Benua Australia pada Tahun 1778 dan sebelum Kapten Ashmoro menemukan Gugusan Pulau Pasir pada Tahun 1811, para nelayan tradisional  asal Indonesia telah menguasai Pulau Pasir (Ashmore Reef), bahkan sebelum  Pelaut Portugis Antonio Pigafetta menemukan Pulau Rote pada Tahun 1522 dan sebelum VOC menguasai Pulau Rote pada Tahun 1613 dan tahun-tahun sesudahnya.
Dengan demikian diharapkan semua data-data ini  perlu diangkat ke Forum-forum Resmi dalam berbagai Seminar Nasional baik oleh Lembaga DPR RI, pakar-pakar  politik , Universitas, maupun dibahas oleh berbagai Media Massa dalam memperjuangkan kembalinya Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) ke Indonesia.Namun saat ini terkesan seolah-oleh Presiden SBY dan Menlu RI, maupun pakar lainnya,  tidak bersemangat lagi membicarakan Status Pulau Pasir dengan Australia. Mantan Menlu RI, Hassan Wirayudha, pernah menyatakan bahwa Persoalan Pulau Pasir sudah “TUTUP BUKU?”.

Karena Takut PERANG?
Kalau Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan bisa diperkarakan hingga ke Mahkamah Internasional, mengapa persoalan Pulau Pasir Tidak Bisa? 
Nyali dan keberanian Diplomasi Polilitik Luar Negeri  dari Presiden SBY dan Menlu RI, diuji keseriusannya dalam penyelesaian SENGKETA Pulau Pasir.
Istilah Hukum dalam kata-kata, Indonesia, “Menyerahkan Pulau Pasir” kepada Australia, mengandung pengertian bahwa benar Gugusan Pulau Pasir adalah semula  milik Indonesia. Suatu penyerahan wilayah Indonesia kepada negara manapun adalah bertentangan dengan kedaulatan Indonesia dan UUD 1945. Soeharto dan Ali Alatas yang paling bertanggung jawab atas penyerahan Gugusan Pulau Pasir ke Australia, merupakan suatu penghianatan kenegaraan  yang tidak dapat ditolirir oleh hukum dan undang-undang yang berlaku di Indonesia.  Penyerahan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) kepada Australia semula bukan karena berdasarkan Landas Kontinen melainkan  sebagai Konpensasi Politik  Timor Timur. Penyerahan Pulau Pasir ke Australia, tidak lain sebagai suatu konpensasi politik atas pengakuan Australia terhadap integrasinya Timor-Timur kedalam wilayah Indonesia. Tetapi justru akhirnya Australia juga merupakan salah satu bidan yang melahirkan dan membantu Timor Timur memperoleh kemerdekaannya. Timur Timur saat ini telah memperoleh kemerdekaannya, maka telah terjadi suatu perubahan politik, yang mengharuskan segala MOU yang ditandatangi RI—Australia, sudah saatnya ditinjau kembali dan MOU tersebut batal dengan sendirinya.  Sayangnya Deplu RI dianggap sangat lemah dalam politik luar negeri sehubungan dengan masalah perbatasan, terutama menyangkut Pulau Pasir. Malahan berkeras membela kepentingan Australia terhadap Pulau Pasir. Mungkin karena tidak mengetahui sejarah dan Peta Pulau Pasir?

Lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan merupakan Tragedi Politik Luar Negari RI dalam hal perbatasan. Jika seandainya saat itu  Indonesia berkeyakinan bahwa pulau Ligitan dan Pulau Sipadan milik Indonesia maka, seharusnya segera menerjunkan pasukan TNI  kelokasi tersebut dan mempertahankannya dari tuntutan Malaysia. Namun Presiden Soeharto diam saja dan tidak berbuat sesuatu tindakan keamanan atas kedua pulau tersebut dan hanya mengandalkan meja perundingan yang hasil akhirnya Indonesia dikalahkan oleh Mahkamah Internasional.

Oleh karena penyerahan gugusan Pulau Pasir tidak memiliki dasar hukum yang syah menurut UUD 1945, maka semua MOU yang telah ditandatangani harus batal dengan sendirinya dan kembali ke Indonesia secara otomatis tanpa bersyarat apapun.Penyerahan gugusan Pulau Pasir kepada Australia adalah suatu bentuk “Penghianatan Bangsa” dari pemerintahan Orde Baru, pimpinan Soeharto melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas tanpa persetujuan dan ratifikasi DPR/MPR. MOU 1974, hanya ditandatangani Pegawai Rendahan Australia dan bukan oleh Pejabat Tinggi Australia yang berwewenang, sehingga dianggap Tidak Syah  dan belum berlaku dan mengikat bagi RI – Australia dan juga belum diratufikasi kedua Negara.

Kini 250 juta rakyat menuntut Australia segera mengembalikan Gugusan Pulau Pasir ke Indonesia secara damai, dengan berpatokan pada berbagai sejarah kepemilikan Pulau Pasir oleh masyarakat Adat Suku Rote yang kami jelaskan di atas, maupun peta Auastralia di zaman Hindia Belanda. Jika tidak, maka seluruh rakyat Indonesia akan menempuh langkah-langkah lain dengan resiko apapun dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia dan amat UUD 1945. Keabsahan pemilikan Indonesia atas Pulau Pasir, berdasarkan sejarah dan Hukum Adat masyarakat suku Rote dan pulau-pulaunya perlu dicermati dengan sungguh-sungguh yang disajikan dalam buku ini serta meneliti peta Asli Australia tersebut di atas, tidak akan membohongi siapapun.
Jika,-Pemerintahan SBY-YK—Menlu RI,  tidak memperjuangkan kembalinya gugusan Pulau Pasir, maka mereka dapat di tuntut dimuka Pengadilan karena menyerahkan sebagian dari wilayah Indonesia kepada negara lain (Australia)  yang  bertentangan dengan UUD 1945. Hukum Laut PBB 1982, juga tidak berhak merubah Wilayah suatu Negara yang diperolehnya berdasarkan “SEJARAH  PEROLEHANNYA” yaitu meliputi seluruh wilayah  Ex Jajahan Hindia Belanda yang didalamnya mencakup Pulau Pasir (Ashmoro Reef)..
Apalagi seperti kami utarakan diatas tentang gugusan Pulau Pasir,, adalah  masalah politik, dimana Indonesia didorong untuk memasuki Timor Timur, dan sebaliknya Indonesia menukarnya dengan gugusan Pulau Pasir  kepada Australia. Namun Timor Timur kini telah menjadi Negara merdeka yang notabene didukung Australia, maka semua MOU yang ditandatangani gugur secara otomais. Oleh karena itu perlu dilakukan perjanjian baru Indonesia – Australia guna membicarakan kembali cadangan minyak dan gas bumi di Laut dan Celah Timor, serta status Pulau Pasir.

Jadi sejarah perpindahan hak pemilikan Pulau Pasir, dari Indonesia kepada Australian pada awalnya bukannya  karena alasan dasar kontinen semata, melainkan  sebagai hasil konpensasi politik agar Australia secara de fakto dan de jure mengakui integrasi Timor Timur ke Indonesia.
Tidak ada satu negara di dunia yang dengan begitu mudahnya  menghadiahkan sebagian wilayahnya ke negara tetangganya. Apabila pemerintah Indonesia cq Menteri Luar Negeri Indonesia, tetap tidak memperjuangkan kembalinya gugusan Pulau Pasir ke Indonesia, maka membuka peluang untuk memperkarakannya ke depan Pengadilan dengan alasan  tanpa hak
menghadiakan gugusan Pulau Pasir ke Australia. DPR RI perlu mempergunakan Hak Angketnya untuk mempertanyakan mengapa lepasnya Gugusan Pulau Pasir ke Australia?
Mengapa Menlu RI sekarang ini enggan memperjuangkan kembali Pulau Pasir, karena kemungkinan takut kehilangan muka, oleh kesalahan atasnya dulu yaitu Menlu Ali Alatas yang buru-buru menanda tangani MOU 1974 tanpa dasar hukum yang kuat. Hingga kinipun Perjanjian tersebut belum dirativikasi oleh DPR RI maupun Australia sedang MOU 1974 itu hanya ditandatangani oleh seorang pegawai rendahan sehingga belum memiliki dasar hukum yang kuat.
(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob—Asal Pulau Rote-NTT,
Tinggal di Jln.Jambon I, No.414 J, RT/RW.10/03-Kricak, Jogjakarta-
Telp.0274.588160—HP.082135680644.

E-Mail  :  saj_jacob1940@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.