Kenapa Abbas Bersikeras Agar Hamas Mau Akui ‘Israel’?

Posted on September 25, 2006



COMES: –Pengumuman Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk menghentikan perundingan soal pembentukan pemerintah persatuan nasional, karena PM Palestina, Ismail Haneya tidak mengakui adanya entitas Zionis Israel. Pengumuman ini adalah bentuk ungkapan yang menunjukkan kegamangan politik Otoritas Palestina (OP) yang dipimpin oleh Mahmud ‘Abu Mazen’ Abbas. Hal itu seperti sikap seorang pedagang yang membeli ikan di dalam air. ‘Lelucon’ ini seperti orang menjual prinsip-prinsip utama dibayar dengan ‘angin kosong’ sementara dia sendiri sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab atas masa depan persoalan Palestina.

Kenapa OP selalu mendorong Hamas untuk mengakui ‘Israel’? kenapa tidak dibalik saja, dimana pihak OP yang terus menjaga agar ‘rivalnya di dalam pemerintahan’ ini tidak mengakui ‘Israel’ selama negara Yahudi itu tetap mempertahankan sikapnya selama ini, yang tak pernah bosan untuk menjajah wilayah Palestina, mencaploknya dan membangun permukiman-permukiman Yahudi. Sikap ini bukan hanya sekedar isapan jempol saja, sebab itu sudah direncanakan sebelum kesepakatan Oslo (1993) dan sebelum mereka menduduki tampuk kepemimpinan OP di tanah Palestina yang terjajah!!


Partai Likud dengan kepimpinan dua tokoh sebelumnya, Binyamin Netanyahu dan Ariel Sharon, tidak mengakui kesepakatan Oslo itu sendiri. Tapi walaupun begitu keduanya tetap menguasai ‘Israel’ sejak tahun 1996 dan secara kontinyu menguasai negara Yahudi selama lima tahun terakhir ini. Sejak saat itu juga, tak ada satupun orang yang ada di dunia ini, termasuk tim kwartet (AS, Rusia, Uni Eropa dan PBB) yang memaksa Sharon untuk mengakui OP dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Sesuatu yang ‘lucu’ dari pernyataan OP tentang pembekuan perundingan dengan Hamas ini adalah, muncul setelah beberapa hari saja pertemuan para menlu Uni Eropa. Dalam pertemuan itu, mereka setuju penghentian blokade terhadap pemerintah Palestina jika formatnya dirubah dan dibentuk dengan sistem koalisi nasional.

Sekedar informasi saja, blokade dana dan politik dari ‘Israel’ atas OP ini ada sejak dulu di masa mendiang Presiden Yaser Arafat hingga semasa Mahmud Abbas sendiri saat menjabat perdana menteri. Pembekuan pajak bea dan cukai Palestina oleh pihak ‘Israel’ sejak lama sudah ada sebelum pembentukan pemerintah Hamas. Sampai AS dan Uni Eropa sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk membebaskan OP dan pemimpinnya, Yaser Arafat dari blokade kala itu. Juga tak bisa berbuat apa-apa ketika Sharon menghancurkan ‘lembaga-lembaga OP’ dan menjebloskan kadernya ke balik jeruji penjara.
Semua ini terjadi sudah sejak lama, bahkan sebelum pembentukan pemerintahan Hamas sendiri. Oleh karena itu, dunia sekarang, terutama negara-negara Arab, tahu bahwa aksi perundingan damai gagal karena Arab dan orang Palestina nasibnya di tangan AS yang kemudian diserahkan kepada ‘Israel’. Sebagaimana yang disampaikan Sekjen Liga Arab, Amr Mousa.

Semua bentuk penderitaan yang dialami oleh bangsa Palestina, baik berupa blokade, pembunuhan, penghancuran dan pelaparan sejak enam tahun terakhir ini adalah bukan dikarenakan adanya pemerintahan Hamas dan bukan penolakannya untuk mengakui entitas ‘Israel’. Karena usia pemerintahan ini masih kurang dari satu tahun. Apa yang sedang terjadi di Palestina dan rakyatnya sejak dulu adalah disebabkan tidak adanya pengakuan ‘Israel’ atas hak bangsa Palestina untuk memiliki negara sendiri dan sebagai bangsa yang berdaulat!! Permintaan yang semestinya adalah dari ‘Israel’ bukan pengakuan dari Hamas!!

Jika Hamas mengakui ‘Israel’, maka mereka melakukan kesalahan telak. Karena apa yang semestinya dilakukan pada sekarang ini, dari Arab dan Palestina, adalah mengembalikan apa yang sudah dilakukan secara kompromis menjadi penciptaan perdamaian yang adil dan komprehensif. Karena perdamaian ini belum pernah terwujud, tapi digantikan oleh peperangan demi peperangan, pembangunan permukiman Yahudi, pembantaian, pembunuhan, pengisolasian dan upaya untuk melaparkan bangsa Palestina.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh OP, sebelum orang lain, adalah terus berusaha untuk tidak mendesak Hamas mengakui entitas ‘Israel’. Sebab tak ada kartu yang tersisa di tangan OP selain kartu ‘kuat’ ini (Hamas) yang mendapat dukungan penuh dari rakyat Palestina. Karena pemilihan Hamas adalah hasil upaya rakyat yang berhasil mengambil kartu penting Palestina yang telah ditelantarkan di bawah meja-meja perundingan damai ‘yang gagal total’.

Sampai negara-negara Arab, yang sekarang ini sedang berupaya menciptakan perdamaian, harus merubah basis-basis permainan dalam perundingan damai. Karena tak ada dihadapan mereka selain mencabut kertas-kertas yang disampaikan kepada ‘Israel’ tanpa ada imbalan konkrit. Imbalan yang paling utama adalah menutup dan menarik para duta besar dan mengefektifkan kembali aksi boikot ekonomi seperti apa yang telah dilakukan Uni Eropa, India dan Thailand yang menghentikan import barang-barang dari ‘Israel’.

Tekanan AS
Harian ‘Israel’ Yediot Aharonot menukil dari sumber-sumber tinggi Palestina di Ramallah, Tepi Barat bahwa Presiden AS, George W. Bush mengancam Presiden Mahmud Abbas, nanti dalam pertemuan antara keduanya di Washington, saat benar-benar terbentuk pemerintahan persatuan nasional Palestina. Dalam ancaman tersebut, Washington tidak akan segan-segan memperlakukan Abbas seperti memperlakukan PM Palestina, Ismail Haneya, selama ini dengan menekan dan mengisolasinya.
Masih lanjut harian tersebut menukil sumber-sumber yang sama, mengatakan bahwa Bush tidak akan mengundang Abbas ke Gedung Putih sebagai tamu. Melainkan akan meminta Abbas hadir untuk bertemu Bush membahas akan sikapnya yang ‘berbahaya’ tersebut. 

Bush juga menyampaikan kemarahannya terkait upaya Abbas membentuk pemerintahan persatuan nasional bergabung dengan Hamas selama kelompok ini tidak merubah sikap penentangannya kepada ‘Israel’. Sumber-sumber tersebut melihat, seperti dikutip harian ‘Israel’ tersebut, bahwa sikap keras AS dilatarbelakangi pengumuman Presiden Palestina Mahmud Abbas yang menunda pembicaraan soal pembentukan pemerintah persatuan nasional hingga nanti setelah pulang dari AS. Sikap ini juga yang memicu buruknya hubungan antara Abbas dengan Hamas beberapa hari terakhir ini. 

 Harian ‘Israel’ tersebut masih melanjutkan bahwa konsuler AS di Al-Quds (Jerusalem) terjajah, Jack Walas, Sabtu lalu (16/9) memperlihatkan kepada Abbas tentang sikap AS dari pemerintahan nasional Palestina. Dalam sikap itu dijelaskan bahwa Washington tidak akan mengakui pemerintahan tersebut selama Hamas tidak mau mengakui ‘Israel’, menghentikan kekerasan dan mengakui semua kesepakatan yang sudah ditanda-tangani oleh OP.

Konsuler tersebut menjelaskan kepada Abbas bahwa Presiden Bush dan Menlu AS, Condoleezza Rice, keduanya menginginkan agar sikap ini secara resmi diakui saat Abbas berkunjung ke Washington. Bahkan keduanya mengancam Abbas akan dampak ‘buruk’ dari pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina. Masih tambah harian ‘Israel’ tersebut, bahwa Washington berhasil ‘menolak’ draft soal kesepakatan pembentukan pemerintahan nasional yang baru, yang dikirim dari Gaza ke Damaskus via faksimil. Menurut sumber-sumber Palestina yang berbicara kepada harian ‘Israel’ itu, menyebutkan bahwa PM Palestina, Ismail Haneya tidak akan bisa melangkah satu langkah tanpa adanya persetujuan dari Kepala Biro Politik Hamas, Ustadz Khalid Mish’al.

Menukil dari sumber-sumber politik ‘Israel’, harian Yediot Aharonot mengatakan bahwa Tel Aviv berada di balik permintaan Washington untuk memainkan tekanannya kepada Abbas. Menurut sumber-sumber ‘Israel’ tersebut, Washington juga menjelaskan kepada Abbas bahwa ‘Israel’ tidak akan mau berunding atau berkompromi dari sekecilpun syarat-syarat internasional untuk mau mengakui pemerintahan yang dipimpin oleh Hamas. Sumber-sumber itu menambahkan bahwa Abbas akan mendengarkan pendapat Bush yang mengatakan akan menyiapkan ‘barang-barang jualannya’ kepada pihak yang mau menekan Hamas menerima syarat-syarat tersebut.

Tapi walaupun begitu kerasnya sikap AS, beberapa sumber AS sendiri mengatakan kepada harian ‘Israel’ bahwa Washington tidak bertekad untuk memutus hubungannya dengan Abbas ‘yang dinilainya sebagai pihak moderat dan sebagai presiden terpilih yang mau menerima syarat-syarat tim kwartet’. Menurut sumber-sumber ini, pemerintah AS sangat berkepentingan untuk melanjutkan dialog dengan Abbas karena dua alasan; 1) menutup pintu dialog dengan Abbas, itu berarti menutup jaringan-jaringan dialog antara AS dengan ‘Israel’ di satu pihak dan dengan OP di sisi yang lain, 2) AS membutuhkan pengokohan diri dihadapan Uni Eropa dan negara-negara Arab yang moderat bahwa dirinya sedang berusaha keras untuk mendorong dialog Palestina-‘Israel’. Hal ini dilakukan dalam rangkaian merangkul negara-negara tersebut ikut bergabung dengan AS dalam koalisi menentang Iran. Akhbaruna.com (AMRais)
https://adakabarapa.wordpress.com/2006/09/25/kenapa-abbas-bersikeras-agar-hamas-mau-akui-israel/

Penulis : Drs.simon Arnold Julian Jacob