Perang Korea | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Dingin | |||||||||
Marinir Amerika Serikat menyerbu pantai di Incheon. |
|||||||||
|
|||||||||
Pihak yang terlibat | |||||||||
PBB: Korea Selatan Australia Belgia Kanada Kolombia Ethiopia Perancis Yunani Belanda Selandia Baru Filipina Afrika Selatan Thailand Turki Britania Raya Amerika Serikat |
Negara komunis: Korea Utara Tiongkok Uni Soviet |
||||||||
Komandan | |||||||||
Syngman Rhee Chung Il Kwon Douglas MacArthur Mark W. Clark Matthew Ridgway |
Josef Stalin Kim Il-sung Choi Yong-kun Van Len Kim Chaek Mao Zedong Peng Dehuai |
||||||||
Kekuatan | |||||||||
Korea Selatan: 590.911 Amerika Serikat: 480.000 Britania Raya: 63.000[1] Kanada: 26.791[2] Australia: 17.000 Filipina: 7.000 Turki: 5.455[3] Kolombia: 4.314 Belanda: 3.972 Perancis: 3.421[4] Selandia Baru: 1.389 Thailand: 1.294 Ethiopia: 1.271 Yunani: 1.263 Belgia: 900 Afrika Selatan: 826 Luksemburg: 44 Total: 941.356–1.139,518 |
Korea Utara: 260.000 RRT: 780.000 Uni Soviet: 26.000 Total: 1.066.000 |
||||||||
Korban | |||||||||
Korban tewas: AS: 50.000 Korsel: 673.000 Korban luka: AS: 103.000 Total: 1.271.244–1.818.410 |
Korban tewas: RRT: 145.000 Uni Soviet: 315 Korban luka: RRT: 260.000 Total: 1.858.000–3.822.000 |
||||||||
Sipil tewas atau terluka (seluruh Korea) = jutaan |
Perang Korea (bahasa Korea: 한국전쟁) adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris: proxy war) antara Amerika Serikat bersama sekutu PBB-nya dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang bekerjasam dengan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya,
meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok menyediakan
kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang, pilot pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara.
Daftar isi
- 1 Latar belakang
- 2 Jalannya perang
- 2.1 Peran Joseph Stalin dan Mao Zedong
- 2.2 Korea Utara menyerang (Juni 1950)
- 2.3 Aksi Polisional: Intervensi Amerika Serikat
- 2.4 Eskalasi
- 2.5 Pertempuran Incheon
- 2.6 Serangan PBB: Invasi ke Korea Utara (September–Oktober 1950)
- 2.7 Intervensi Tiongkok
- 2.8 Menyeberangi paralel: Penyerangan Musim Dingin China (awal 1951)
- 2.9 Kebuntuan (Juli 1951—Juli 1953)
- 2.10 Buntut Pertempuran Chosin: Operasi Glory
- 3 Korban perang
- 4 Akhir perang
- 5 Lihat pula
- 6 Referensi
- 7 Pranala luar
Latar belakang
Terminologi
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi perang resmi dari Kongres AS.
Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga sering disebut "perang yang
terlupakan" atau "perang yang tidak diketahui", karena dianggap sebagai
urusan PBB yang berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu penyebab perang ini bila dibandingkan dengan Perang Vietnam dan Perang Dunia II.[5][6]
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseon", Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Tiongkok. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara.
Istilah Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah gencatan senjata dilakukan.[7]
Pendudukan Jepang (1910–1945)
Setelah mengalahkan Dinasti Qing Cina pada Perang Sino-Jepang Pertama (1894–96), Kekaisaran Jepang menduduki Kekaisaran Korea (1897–1910) yang dipimpin oleh Kaisar Gojong.[8] Satu dekade kemudian, saat mengalahkan Kekaisaran Rusia pada Perang Rusia-Jepang (1904–05), Jepang menjadikan Korea sebagai protektorat-nya melalui Perjanjian Eulsa pada tahun 1905, kemudian menganeksasinya melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea pada tahun 1910.[9][10]
Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan diri. Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin oleh Syngman Rhee, di Shanghai
pada tahun 1919, dan menjadi pemerintahan dalam pengasingan yang hanya
diakui oleh sedikit negara. Antara tahun 1919 hingga 1925, kaum komunis Korea memulai pemberontakannya terhadap Jepang.[8][11]
Korea dianggap sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang bersama dengan Taiwan, yang merupakan bagian dari Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya; pada tahun 1937, Gubernur-Jenderal Minami Jiro memerintahkan dilakukannya asimilasi budaya
Jepang terhadap 23,5 juta penduduk koloni dengan melarang bahasa,
sastra, dan budaya Korea, dan menggantinya dengan budaya Jepang, serta
memerintahkan orang Korea mengganti nama mereka menjadi nama Jepang.
Pada tahun 1938, pemerintahan kolonial menjalankan sistem kerja paksa; hingga 1939, 2,6 juta orang Korea bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja paksa; pada tahun 1942, pria-pria di Korea dipaksa menjadi tentara Jepang.
Sementara itu di Cina, kelompok nasionalis Tentara Revolusi Nasional dan kelompok komunis Tentara Pembebasan Rakyat mengorganisir (sayap-kanan dan sayap-kiri) patriot Korea yang mengungsi. Kelompok Nasionalis yang dipimpin oleh Yi Pom-Sok bertempur di Pertempuran Burma (Desember 1941 — Agustus 1945). Kelompok komunis, berada dibawah pimpinan Kim Il-sung, bertempur melawan Jepang di Korea.
Selama Perang Dunia II,
tentara Jepang memanfaatkan makanan, ternak, dan logam dari Korea untuk
tujuan perang. Tentara Jepang di Korea meningkat dari 46.000 (1941) ke
300.000 personel (1945). Tentara Jepang juga merekrut paksa 2,6 juta
tenaga kerja yang dikontrol oleh polisi kolaborasionis
Korea; lebih dari 723.000 orang dikirim ke luar negeri dan juga ke
kota-kota di Jepang. Pada Januari 1945, 32% tenaga kerja Jepang adalah
orang Korea; pada Agustus 1945, ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima, 25% di antara mereka tewas.[11] Pendudukan Jepang di Korea dan Taiwan itu tidak diakui oleh negara kekuatan dunia pada akhir perang.
Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Soviet membuat perjanjian
untuk membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan pihak Korea. Korea
saat itu diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel.[12] Dua tahun sebelumnya, di Konferensi Kairo
(November 1943), Nasionalis Cina, Britania Raya, dan Amerika Serikat
memutuskan bahwa Korea harus menjadi negara merdeka, "pada waktunya";
Stallin pun setuju. Pada bulan Februari 1945, di Konferensi Yalta,
Sekutu gagal mendirikan perwalian Korea sebagaimana diwacanakan pada
tahun 1943 oleh presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri
Inggris Winston Churchill.
Sesuai perjanjian AS-Soviet, Uni Soviet mendeklarasikan perang
pembebasan Korea dari Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945, dan, pada
tanggal 10 Agustus, Tentara Merah berhasil menduduki Korea bagian utara, dengan pendaratan amfibi di bagian utara paralel ke-38. Soviet juga berhasil mengusir tentara Jepang dan masuk melalui Manchuria.[11][13] Tiga minggu kemudian, pada 8 September 1945, Letnan Jendral John R. Hodge dari Amerika Serikat tiba di Incheon untuk menerima penyerahan Jepang di wilayah Selatan paralel ke-38.[14]
Pemisahan Korea (1945)
Pada Konferensi Potsdam
(Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi
Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini
tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka.[8][14][15][16] Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun "zona penyangga" Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa[17] — sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang.[17]
Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan.[8] Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam "komisi bersama", perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III
membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat
setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.[14][18][19][20]
Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan,
Rusk mengatakan, "bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara
daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam
hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk
menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika,"
terutama ketika "dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang
tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya
pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai
terlebih dahulu.”[17] Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu.
Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48).[21]
Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan kekuasaan
administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi
kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea (Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea.[9] Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu.[14]
Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa
(Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut
memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di
bawah kepemimpinan dewan perwalian.[8][22] Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata;[9]
untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan
mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan
Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945.
Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam "Pemberontakan Daegu";
rakyat menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada
tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon,
membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat
lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang
pro-Jepang.[15] USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan.
Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee,
menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah
tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang
(pemerintah asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing
lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari
memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis
di Korea Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan
diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa.[8][23][24][25]
Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan
secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman
Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948.[26] Demikian juga di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara[8] yang dipimpin oleh Kim Il-sung.[7]
Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota
kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut
haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang
gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika
Serikat.[7]
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak.[8]
Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan
ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya
melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan terbatas
dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis
yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan
Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet.
Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949,[27]
meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain
pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak
ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.
Jalannya perang
Peran Joseph Stalin dan Mao Zedong
Professor Shen Zhihua,
yang menggunakan dana pribadinya untuk membeli arsip-arsip Uni Soviet,
banyak menemukan telegram-telegram antara Moskwa dengan Beijing sebelum
perang dimulai. Berikut ini adalah ikhtisar singkat dari sejumlah
telegram antara Mao dan Stalin.
- Pada 1 Oktober 1950 Kim Il-sung mengirim telegram ke Cina, meminta intervensi militer. Pada hari yang sama, Mao Zedong menerima telegram Stalin, yang juga meminta Cina mengirim pasukan ke Korea.
- Pada 5 Oktober 1950, di bawah tekanan Mao Zedong dan Peng Dehuai, Komite Pusat Komunis Cina memutuskan untuk melakukan intervensi militer di Korea.
- Pada 11 Oktober 1950 Stalin dan Zhou Enlai mengirim telegram yang ditandatangani bersama kepada Mao, yang menyatakan:
- Tentara Cina yang dikirimkan kurang persiapan dan tidak dilengkapi tank dan artileri; dibutuhkan waktu dua bulan sebelum bantuan perlindungan udara sampai di sana.
- Dalam jangka waktu satu bulan, tentara dengan perlengkapan memadai harus sudah siap di posisinya masing-masing; bila tidak, maka pasukan AS akan berjalan lebih jauh ke utara dan mengalahkan Korea Utara.
- Pasukan dengan perlengkapan yang memadai harus dikirim ke Korea dalam jangka waktu enam bulan, bila lebih, maka Korea Utara diperkirakan telah diduduki AS, sehingga bantuan tentara akan sia-sia.
- Pada 12 Oktober 1950, pukul 15:30 waktu Beijing, Mao mengirim telegram kepada Stalin melalui duta besarnya: Saya setuju dengan keputusan Anda (Stalin dan Zhou).
- Pada 12 Oktober 1950, pukul 22:12 waktu Beijing, Mao mengirim telegram lain: Saya setuju dengan telegram 10 Oktober, pasukan saya akan tetap di tempatnya, saya telah mengeluarkan perintah untuk menunda rencana ke Korea.
- Pada 12 Oktober 1950, Stalin mengirim telegram ke Kim Il-sung, mengatakan: tentara Rusia dan Cina tidak akan datang.
- Pada 13 Oktober, duta besar Rusia di Beijing mengirim telegram kepada Stalin, mengatakan: Mao Zedong telah memberitahu kepadanya bahwa Komite Pusat Komunis Cina telah menyetujui keputusan pengiriman pasukan ke Korea.[28]
Korea Utara menyerang (Juni 1950)
Meskipun PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahwa Korea Utara
akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal
tahun 1950, perwira CIA stasiun Cina Douglas Mackiernan menerima ramalan intelejen Cina dan Korea Utara yang meramalkan bahwa tentara Korut akan menyerang ke Selatan.
Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentara Korea Utara
(tentara Korut) menyebrangi paralel ke-38, dibantu tembakan artileri,
Minggu pagi tanggal 25 Juni 1950.[8] tentara Korut mengatakan bahwa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee.[14] Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.
Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari.[29]
Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan
laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan
masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan.[30]
Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data
intelejen tentara Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83
didapatkan dari intelejen AS; (ii) Korea Utara (Republik Demokratik
Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti
melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii) perang Korea berada di luar
lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan Utara-Selatan awalnya
dianggap sebagai perang saudara.
Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan
Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum
mengatakan bahwa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat
dari 5 anggota tetap DK PBB.[31][32]
Korea Utara memulai "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan
invasi darat dan udara dengan 231.000 tentara, yang berhasil menguasai
objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin, yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 tank T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.[14]
Sebagai tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat
tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang
berpangkalan di Korea Utara.[14] Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.
Di pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu
(1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara Korea Selatan memiliki
tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950. Tentara Korea
Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur, 33.000
tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri
dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu
tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun
terdapat pangkalan AS di Jepang.[14]
Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan —
yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau
malah berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara.[8]
Aksi Polisional: Intervensi Amerika Serikat
Meskipun terjadi demobilisasi besar-besaran pasca Perang Dunia II
di tubuh sekutu, ada sepasukan tentara AS di Jepang dengan jumlah yang
cukup besar di bawah pimpinan Jenderal MacArthur. Mereka bisa melawan
Korea Utara.[8] Selain AS, di sana, Inggris juga memiliki kekuatan tempur yang hampir sama besarnya.
Pada hari Sabtu, 24 Juni 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi tahu Presiden Harry S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea Selatan."[33][34]
Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan sebagai respon
yang akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan, yang setuju
bahwa Amerika Serikat harus mengusir agresi militer, lalu
menghubungkannya dengan agresi Adolf Hitler pada tahun 1930 (yang ketika
itu didiamkan AS). Kesalahan seperti itu tidak boleh terulang.[35] Presiden Truman mengakui bahwa pertempuran ini berkaitan dengan usaha Amerika mencegah komunisme yang semakin mengglobal:
-
"Komunisme sedang beraksi di Korea, sebagaimana yang dilakuan Hitler, Mussolini, dan Jepang lakukan sepuluh, lima belas, dan dua puluh tahun yang lalu. Saya merasa yakin bila Korea Selatan dibiarkan jatuh, pemimpin Komunis akan semakin melebarkan kekuasaannya hingga ke negara dekat pantai kita sendiri. Jika komunis dibiarkan memaksakan kehendak mereka di Republik Korea tanpa perlawanan dari dunia yang bebas, negara-negara kecil lainnya akan kehilangan keberanian untuk melawan ancaman dan agresi dari tetangga Komunisnya yang lebih kuat."[36]
Presiden Harry S. Truman mengumumkan bahwa AS akan melawan "agresi
yang tidak diprovokasi" dan "bersemangat mendukung upaya dewan keamanan
[PBB] untuk mengakhiri pelanggaran serius terhadap perdamaian.[37]
Pada Agustus 1950, Presiden dan Sekretaris Negara dengan mudah membujuk
Kongres mengegolkan $12 miliar untuk menambah anggaran militer di Asia
yang penting untuk mencapai tujuan National Security Council Report 68 (NSC-68), penahanan global AS terhadap komunisme.[37]
Atas rekomendasi Acheson, Presiden Truman memerintahkan Jenderal
MacArthur mengirim material kepada tentara Republik Korea dan memberikan
perlindungan udara pada evakuasi warga negara Amerika Serikat. Akan
tetapi, presiden menolak mengebom Korea Utara secara langsung. Selain
itu, presiden juga memerintahkan Armada ke-7 AS untuk melindungi Taiwan,
yang meminta untuk ikut bertempur di Korea. Akan tetapi presiden
menolak permintaan itu dengan alasan dapat memancing kemarahan Cina.[38]
Pertempuran Osan adalah pertempuran besar pertama antara AS dan Korea Utara di Perang Korea.[8] Pada 5 Juli 1950, Task Force Smith menyerang Korea Utara di Osan,
namun karena tidak membawa senjata yang mampu menghancurkan tank Korea
Utara, mereka gagal, dengan total 180 orang tewas, terluka, atau
tertangkap. Korea Utara maju ke Selatan, memaksa Divisi ke-24 AS mundur
ke Taejeon, yang di kemudian hari juga berhasil dikuasai Korea Utara pada Pertempuran Taejon;[8] Divisi ke-24 menderita 3.602 tewas atau terluka dan 2.962 ditangkap—termasuk komandan divisi Mayor Jendral William F. Dean.[8]
Di udara, Angkatan Udara Korea Utara menembak jatuh 18 pesawat tempur
dan 29 pengebom AS; sementara AS hanya menjatuhkan 5 pesawat tempur
Korea Utara.
Pada bulan Agustus, Korea Utara berhasil menekan Korea Selatan dan tentara AS ke kota Pusan, di Korea Tenggara.[8] Dalam serangan itu, Korea Utara menghabisi akademisi Korea Selatan dengan membunuh pegawai negeri dan kaum intelektual.[8]
Pada 20 Agustus, Jenderal MacArthur memperingatkan pemimpin Korea Utara
Kim Il-Sung bahwa ia bertanggung jawab terhadap kekejaman tentara Korea
Utara.[8][26] Hingga bulan September, tentara PBB hanya bisa mengontrol pinggiran kota Pusan, atau hanya 10% dari wilayah Korea.
Eskalasi
Dalam keputusasaan di Pertempuran Perimeter Pusan
(Agustus-September 1950), Angkatan Darat Amerika Serikat menahan
serangan tentara Korut yang bermaksud merebut kota. Tak lama kemudian,
USAF dapat menghambat logistik tentara Korut dengan menghancurkan 32
jembatan.[8].
USAF juga menghancurkan depot logistik, penyulingan minyak, dan
pelabuhan untuk menghambat pasokan material tentara Korut. Sebagai
akibatnya, tentara Korut di semenanjung Selatan tidak bisa mendapatkan
pasokan.
Di saat yang sama, garnisun AS di Jepang terus-menerus mengirim tentara dan bahan untuk memperkuat Perimeter Pusan.[8]
Batalion tank dikerahkan ke Korea dari San Francisco (di daratan
Amerika Serikat); pada akhir Agustus, Perimeter Pusan memiliki sekitar
500 tank.[8]
Pada awal September 1950, tentara Republik Korea dan pasukan komando
PBB menyerang balik 100.000 tentara Korut dengan 180.000 pasukan.[8][14]
Pertempuran Incheon
Keadaan di Pusan Perimeter telah berbalik; tentara Korut mulai
kekurangan orang dan pasokan sementara di sisi Republik Korea pasukan
telah mendapatkan tambahan senjata dan amunisi.[8] Untuk membantu pertahanan di Perimeter Pusan, Jenderal MacArthur merekomendasikan sebuah pendaratan amfibi di Incheon, di belakang garis pertahanan Korut.[8]
Pada 6 Juli, ia memerintahkan Mayor Jenderal Hobart Gay, komandan
Divisi Kavaleri pertama, untuk merencanakan pendaratan amfibi tersebut
pada 12—14 Juli, Divisi Kavaleri pertama berangkat dari Yokohama untuk
membantu Divisi Invantri ke-24.[39]
Operasi yang disebut sebagai Operasi Chromite ini dilaksanakan saat gelombang ombak mengganas.[8] Jenderal McArthur telah lama merencanakan penyerbuan ini, namun Pentagon selalu mencegahnya.[8]
Ketika mendapatkan otoritas, ia mengerahkan pasukannya yang terdiri
dari 70.000 infantri Divisi Marinir Pertama, Divisi Infantri ke-7, dan
8.600 tentara Republik Korea.[8]
Pada tanggal hari-h tanggal 15 September, tim penyerang menghadapi
sedikit—namun kuat—tentara Korut; intelijen militer, operasi psikologis,
pengintaian, dan pengeboman turut berperan dalam operasi ini.
Pengeboman itu sendiri menghancurkan sebagian besar kota Incheon.[8]
Pendaratan Incheon memungkinkan Divisi Kavaleri Pertama untuk mulai
menyerang ke bagian utara. Mereka maju 106.4 mil ke dalam wilayah musuh
dan kemudian bergabung dengan Divisi Infantri Ke-7 di Osan.[2] Perlahan-lahan mereka menghabisi tentara Korut, dan mengepung yang masih tersisa di wilayah Korea Selatan;[8] dengan cepat, Jenderal MacArthur merebut kembali Seoul;[8] namun tentara Korut yang nyaris terkepung berhasil kabur ke Utara dengan hanya 25.000 hinga 30.000 pasukan tersisa.[40]
Serangan PBB: Invasi ke Korea Utara (September–
Oktober 1950)
Pada tanggal 1 Oktober 1950,
Komando PBB mendorong tentara Korut hingga ke Utara, melewati paralel
ke-38, Republik Korea kemudian mengejar mereka masuk ke wilayah Korea
Utara.[8] Enam hari kemudian, pada 7 Oktober, dengan otorisasi dari PBB, pasukan Komando PBB mengikuti pasukan Republik Korea menyerang ke wilayah Utara.[8] Angkatan Darat AS kedepalam dan tentara Republik Korea menyerang ke bagian Barat Korea, dan berhasil merebut Pyongyang,
ibukota Korea Utara, pada 19 Oktober 1950. Di akhir bulan, pasukan PBB
menahan 135,000 tawanan perang; dan mereka melihat adanya perpecahan di
tentara Korea Utara.
Jenderal MacArthur dan beberapa politisi Amerika sempat mengusulkan
untuk menyerang Komunis Cina untuk menghancurkan depot Tentara Rakyat
China yang memasok kebutuhan perang Korea Utara, namun Presiden Truman
tidak setuju, dan memerintahkan Jenderal MacArthur tidak melewati
perbatasan Sino-Korea.[8]
Intervensi Tiongkok
Pada 27 Juni 1950, dua hari setelah invasi terhadap Korut dan tiga
bulan sebelum intervensi Tiongkok untuk Perang Korea, Presiden Truman
mengirimkan Armada 7 AS ke Selat Taiwan, untuk melindungi Republik
Nasionalis Cina dari ancaman Republik Rakyat China (RRT).[41]
Tanggal 4 Agustus 1950, Mao Zedong melapor kepada Politbiro bahwa ia
akan melakukan intervensi bila Tentara Relawan Rakyat (PVA) sudah siap
untuk dimobilisasi. Pada 20 Agustus 1950, Perdana Menteri Zhou Enlai
menginformasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa "Korea adalah
tetangga Cina... Rakyat Cina harus terlibat mencari solusi untuk masalah
Korea "-dengan demikian, melalui diplomat dari negara netral, Cina
memperingatkan AS, bahwa dalam menjaga keamanan nasional Cina, mereka akan melakukan intervensi terhadap Komando PBB di Korea.[8] Presiden Truman menafsirkan pesan ini sebagai "sebuah usaha untuk pemerasan terhadap PBB", dan mengabaikannya.[42]
Politbiro mengizinkan intervensi Cina di Korea pada tanggal 2 Oktober
1950-sehari setelah tentara Republik Korea menyeberangi perbatasan
38-paralel.[43]
Kemudian, Cina mengklaim bahwa pesawat-pesawat pembom AS telah
melanggar wilayah udara nasional RRT dalam perjalanannya menuju Korea
Utara-sebelum Cina melakukan invervensi di Korea Utara.[44]
Pada bulan September, di Moskow, Perdana Menteri RRT Zhou Enlai
menambahkan tekanan diplomatik dan personal dalam telegram Mao kepada
Stalin, meminta bantuan militer dan material. Stalin menundanya; Mao
dijadwalkan kembali meluncurkan "Perang Melawan Bala Bantuan Amerika dan
Korea" dari 13 ke 19 Oktober 1950. Uni Soviet hanya mau memberikan
bantuan serangan udara di bagian Utara Sungai Yalu. Namun Mao menganggap
bantuan itu tidak berguna karena pertempuran lebih banyak terjadi di
sisi Selatan sungai tersebut.[45] Soviet juga membatasi bantuannya dan hanya mau mengirimkan material berupa truk, senjata mesin, granat, dan sejenisnya.[46]
Pada 8 Oktober 1950, sehari setelah tentara AS menyebrang ke wilayah Korea Utara, Mao Zedong memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat Frontier Barat Laut direorganisasi ke dalam People's Volunteer Army (PVA),[47]
yang sedang bertempur dalam "Perang Melawan Amerika dan Membantu
Korea." Mao menjelaskan kepada Stalin: "Bila kita membiarkan Amerika
Serikat menduduki seluruh Korea, kekuatan revolusioner Korea akan
mendapatkan kekalahan telak, penjajah Amerika akan merajalela dan
memberikan efek negatif terhadap seluruh Timur Jauh."
Pengintaian udara AS mengalami kesulitan menemukan unit PVA di siang hari karena disiplin yang mereka miliki.[8]
PVA bergerak dari "malam-ke-malam" (19.00-03.00) dan membuat kamuflase
agar tak terlihat dari udara pada jam 05.30. Di siang hari, mereka
mengirim tim untuk mencari lokasi istirahat dan mendirikan bivak. Bila
pesawat melintas, mereka diharuskan untuk diam tak bergerak hingga
pesawat tersebut menghilang. Perwira PVA diperbolehkan menembak
pasukannya yang dianggap dapat mengancam keamanan pasukan.[14]
Disiplin yang keras seperti itu membuat tiga divisi pasukan berjalan
sejauh 286 mil (460 km) dari An-tung, Manchuria, ke medan pertempuran
dalam 19 hari; divisi lain yang melewati daerah pegunungan berliku mampu
berjalan rata 18 mil (29 km) setiap harinya selama 18 hari.
Pada 10 Oktober 1950, Batalion Tank ke-89 digabungkan dengan Divisi
Kavaleri Pertama, menambah jumlah kendaraan baja yang tersedia untuk
menyerang ke Utara. Pada 15 Oktober, setelah menghadapi perlawanan
Korut, Resimen Kavaleri ke-7 dan Charilie Company, Batalion Tank ke-70
berhasil menguasai kota Namchonjam. Pada 17 Oktober, mereka menyerang lewat arah kanan, menjauhi jalan utama, untuk menguasai Hwangju. Dua hari kemudian, Divisi Pertama Kavaleri menguasai Pyongyang, ibu kota Korea Utara, sehingga pada 19 Oktober 1950 tentara AS sepenuhnya menguasai Korea Utara.
Di tempat lain, 15 Oktober 1950, Presiden Truman dan Jen. MacArthur bertemu di Wake Island di tengah Samudera Pasifik.[8] Kepada Presiden Truman, Jen. MacArthur berspekulasi bahwa kecil risiko China akan mengintervensi di Korea;[8]
bahwa kesempatan tentara China membantu Korut telah hilang; bahwa China
memiliki 300.000 tentara di Manchuria, dan sekitar 100.000-125.000
tentara di Sungai Yalu; dan menyimpulkan bahwa meskipun setengah dari
seluruh tentara menyebrang ke Selatan, mereka dapat dengan mudah
dihancurkan karena tidak memiliki perlindungan udara.[40][48]
Setelah menghadapi dua pertempuran kecil pada 25 Oktober, pertempuran
besar pertama antara China-Amerika terjadi pada 1 November 1950; jauh
di wilayah Korea Utara, ribuan tentara China mengepung dan menyerang
unit Komando PBB dalam Pertempuran Unsan.[49] Di Barat, akhir November, di sepanjang Sungai Chongchon, tentara China menyerang dan mengalahkan beberapa divisi Korea Selatan, dan menghabisi tentara PBB yang tersisa.[8] Pasukan PBB dan tentara ke-8 AS berhasil bergerak mundur[50] karena mendapat dukungan Brigade Turki yang menahan serangan China selama 4 hari (26-30 November). Di Timur, pada Pertempuran Chosin Reservoir
, dan Regimental Combat Team Divisi Infantri ke-7 (3000 tentara) dan
divisi marinir (12.000—15.000 marinir) juga mundur setelah dikepung,
dengan total tewas secara keseluruhan 15.000 orang.[51]
Awalnya, infantri tentara China di garis depan tidak memiliki persenjataan berat maupun crew-served light infantry weapons, namun dengan cepat mereka menutupi kelemahan yang mereka miliki; dalam How Wars Are Won: The 13 Rules of War from Ancient Greece to the War on Terror (2003), Bevin Alexander melaporkan:
Metodenya adalah dengan menggabungkan unit-unit peleton yang terdiri dari 50 orang ke dalam kompi yang berisi 200 orang, yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa unit kecil. Satu tim memotong jalan lari tentara Amerika, yang lainnya menyerang baik dari arah depan maupun samping secara bersamaan. Penyerangan berlanjut dari segala arah hingga pasukan musuh dihancurkan atau terpaksa kabur.
Dalam South to the Naktong, North to the Yalu, R.E. Appleman menggambarkan taktik menyerang tentara China:
Dalam Serangan Fase Pertama, tentara infantri ringan menjalankan taktik penyerangan, umumnya tidak membawa senjata yang lebih besar dari mortar. Serangan mereka menggambarkan betapa pasukan China sangat terlatih, disiplin, dan sangat ahli dalam penyerangan di malam hari. Mereka ahli dalam seni kamuflase. Unit patroli ahli dalam menemukan posisi musuh. Mereka merencanakan serangan mereka dari sisi belakang musuh, memotong jalur mundur dan persediaan mereka, kemudian menyerang dari depan dan samping untuk mengendapkan pertempuran. Mereka juga melakukan taktik yang mereka sebut sebagai hachi Shiki, di mana mereka membentuk formasi-V dan membiarkan musuh masuk ke formasi itu, kemudian memerintahkan pasukan lain menunggu di formasi V untuk mencegat pasukan musuh lainnya yang berusaha menyelamatkan pasukan yang sedang terkepung. Taktik ini berhasil di Onjong, Unsan, dan Ch'osan, namun tidak sepenuhnya berhasil di Pakch'on dan Ch'ongch'on.[14]
Di akhir November, tentara China berhasil mengusir pasukan Komando
PBB dari timur laut Korea Utara, hingga melewati perbatasan paralel
ke-38. Pasukan PBB lari ke pantai timur dan membangun pertahanan di kota
pelabuhan Hungnam—dan menunggu bantuan di sana. Pada Desember 1950,[8]
193 kapal yang membawa 105.000 tentara, 98.000 penduduk sipil, 17.500
kendaraan, dan 350.000 ton suplai tiba di Pusan, di bagian selatan
tanjung korea.[8]
Sebelum kabur, pasukan Komando melakukan operasi untuk menghambat
pergerakan pasukan musuh dengan menghancurkan sebagian besar kota Hungam[40][52]
dan, pada 16 Desember 1950, Presiden Truman mendeklarasikan keadaan
kedaruratan nasional melalui Proklamasi Presidensial No. 2914, 3 C.F.R.
99 (1953),[53] yang berlaku hingga 14 September 1978.[54]
Menyeberangi paralel: Penyerangan Musim Dingin China (awal 1951)
Pada bulan Januari 1951, tentara Cina dan Korut melaksanakan Penyerangan Fase Ketiga
(atau dikenal pula dengan sebutan "Penyerangan Musim Dingin Cina")
menggunakan taktik serangan malam di mana tentara PBB secara diam-diam
dikepung kemudian diserang tiba-tiba. Penyerangan itu juga didukung oleh
bunyi-bunyi trompet dan gong dengan tujuan sebagai alat komunikasi
kepada pasukan yang menyerang sekaligus membuat pasukan musuh mengalami
disorientasi secara mental. Pasukan PBB tidak memiliki pengalaman
menghadapi taktik seperti ini dan sebagai hasilnya beberapa pasukan
langsung lari meninggalkan persenjataannya ke arah Selatan.[8]
Penyerangan Musim Dingin China ini berhasil membuat pasukan PBB
kewalahan. Tentara China dan Korut berhasil menguasai Seoul pada 4
Januari 1951.
Selain kekalahan itu, tentara AS juga mengalami pukulan telak setelah
Jendral Walker tewas akibat kecelakaan mobil, yang membuat moral
pasukan menurun.[8] Kejadian ini hampir memaksa Jendral MacArthur menggunakan bom atom untuk menyerang China dan Korut serta memotong jalur persediaan mereka.[55] Akan tetapi, dengan datangnya pengganti Walker, Letnan-Jendral Matthew Ridgway, moral pasukan kembali meningkat.[8]
Pasukan PBB di bagian barat mundur ke Suwon, di bagian tengah mundur ke Wonju, di bagian timur mundur ke Samchok, di mana garis depan distabilisasi dan dipertahankan.[8] Tentara China mulai kehabisan logistik dan terpaksa membatalkan rencananya menyerang lebih jauh;[8]
makanan, amunisi, dan material dibawa di malam hari, dengan berjalan
kaki atau sepeda, melewati Sungai Yalu. Pada akhir Januari, setelah
menemukan bahwa musuh telah meninggalkan garis pertempuran, Jendral
Ridgway memerintahkan operasi mata-mata yang dikenal sebagai Operasi Roundup (5 Februari 1951) yang berlangsung secara bertahap sambil mempertahankan superioritas udara tentara PBB.[8] Operasi ini sukses dan mengakibatkan tentara PBB mampu mencapai Sungai Han dan menguasai Wonju.[8] Pada pertengahan Februari, tentara China menyerang balik dengan Penyerangan Fase Keempat, yang dilancarkan dari Hoengsong menghadapi tentara AS di Chipyong-ni, di bagian tengah.[8]
Tentara AS dan Tentara Perancis berjuang menghadapi serangan itu dalam
sebuah pertempuran singkat namun cukup menghambat efektifitas serangan
China.[8]
Pada dua minggu terakhir Februari 1951, Operasi Roundup diikuti oleh Operasi Killer
(pertengahan Februari 1951) yang dilancarkan oleh Angkatan Bersenjata
ke-8. Operasi tersebut merupakan serangan berskala penuh untuk
menewaskan sebanyak mungkin tentara KPA dan PVA.[8] Operation Killer berakhir dengan I Corps menduduki kembali wilayah di sebelah selatan sungai Han, dan IX Corps merebut Hoengsong.[8] Pada 7 Maret 1951, Angkatan Bersenjata ke-8 melancarkan Operasi Ripper, dan berhasil mengusir PVA dan KPA dari ibukota Korea Selatan pada 14 Maret 1951.[8][56]
Pada tanggal 11 April 1951, Kepala Komando Truman membebastugaskan
Jendral MacArthur, Panglima Tertinggi di Korea, karena dianggap
melakukan pembangkangan[8] dan menunjuk Ridgway Jendral untuk menggantikannya.[8] Serangan-serangan berikutnya , antara lain operasi Courageous (23-28 Maret 1951) dan Tomahawk
(23 Maret 1951), berhasil mendorong mundur tentara China dan Korut.
Tentara PBB maju ke "Garis Kansas", bagian utara paralel ke-38.[8]
China melakukan serangan balasan pada bulan April 1951, dengan Penyerangan Fase Kelima (dikenal pula sebagai "Penyerangan Musim Semi China") dengan tiga tentara lapangan (field army) (sekitar 700.000 orang)[8] Serangan utama terjadi di Sungai Imjin (22-25 April 1951) dan Kapyong
(22-25 April 1951), yang dipertahankan mati-matian oleh tentara AS dan
menumpulkan daya dorong Penyerangan Fase Kelima dan akhirnya berenti di No-name Line di Utara Seoul.[8]
Pada tanggal 15 Mei 1951, tentara China di timur menyerang Tentara
Republik Korea dan Amerika Serikat, namun berhasil dihentikan tanggal 20
Mei.[8]
Pada akhir bulan, Angkatan Darat Amerika Serikat melakukan serangan
balasan dan merebut kembali "Line Kansas", tepat di bagian Utara paralel
38.[8] PBB kemudian menghentikan serangan dan bertahan di sana, mengakibatkan keadaan kebuntuan hingga gencatan senjata tahun 1953.
Kebuntuan (Juli 1951—Juli 1953)
Pada tahun-tahun berikutnya, tentara PBB dan China tetap berperang,
namun perubahan wilayah kekuasaan tidak banyak berubah dan terjadi
kebuntuan. Sementara pengeboman wilayah Korea Utara terus berlangsung,
perundingan gencatan senjata dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong.[8][8]
Pertempuran juga terus berlangsung meskipun perundingan tengah
berjalan; tujuan Korsel-PBB adalah untuk merebut kembali seluruh Korea
Selatan dan menghindari kehilangan wilayah.[8]
Tentara China dan Korut juga melakukan operasi serupa serta melakukan
operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama dalam fase
ini antar alain Pertempuran Bloody Ridge(18 Agustus—15 September 1951)[8] dan Pertempuran Heartbreak Ridge (13 September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26 Juni—4 Agustus 1952), Pertempuran White Horse (6–15 Oktober 1952), Pertempuran Triangle Hill (14 Oktober—25 November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21 Maret—21 Juni 1952), pengepungan Outpost Harry (10—18 Juni 1953), Pertempuran Hook (28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23 Maret—16 Juli 1953).
Negosiasi gencatan senjata berlanjut selama dua tahun;[8] di Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea).[8] Problem utama dari negosiasi ketika itu adalah repatriasi tawanan perang.[8]
China, Korea Utara, dan tentara PBB tidak bisa membuat kesepakatan
karena banyak tentara China dan Korea Utara yang menolak kembali ke
Utara.[57]
Dalam perjanjian gencatan senjata terakhir, sebuah Komisi Repatriasi
Negara-Negara Netral dibentuk untuk mengurusi masalah tersebut.[8][58]
Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November 1952, presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea.[8]
Pada 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh
Korea Utara, China, dan tentara PBB sehingga mereka sepakat untuk
melakukan gencatan senjata dengan batas di paralel ke-38. Dalam
persetujuan tersebut tertulis bahwa pihak-pihak yang terlibat
menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea.
Tentara PBB, yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan China
menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan
Syngman Rhee menolak untuk menandatangani perjanjian itu, karenanya
Republik Korea dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.[59]
Buntut Pertempuran Chosin: Operasi Glory
Setelah perang, pasukan PBB menguburkan pasukannya yang tewas di pemakaman sementara di Hŭngnam. Dengan Operasi Glory
(Juli-November 1954), masing-masing pihak saling bertukar mayat
pasukannya. Mayat 4.167 angkatan darat dan Korps Marinir AS ditukar
dengan 13.528 mayat tentara China dan Korut. Sebanyak 546 penduduk sipil
yang tewas di kamp tahanan perang PBB diserahkan kepada pemerintahan
Korsel.[60] Setelah Operasi Glory, 416 "prajurit tak dikenal" dimakamkan di Punchbowl Cemetery, Hawaii.[61][62]
Korban perang
Tentara PBB dan AS menghitung jumlah tentara China dan Korea Utara
yang tewas berdasarkan laporan korban-tewas di lapangan, interogasi
tahanan perang, dan intelejen militer (dokumen, mata-mata, dan
lain-lain).[63] Korban tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.000—1.500.000 terbunuh; kebanyakan sumber memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea Utara: 214,000–520,000; kebanyakan sumber memperkirakan 500.000 orang yang terbunuh. Korea Selatan:
Rakyat sipil: 245.000—415.000 terbunuh; Total rakyat sipil yang tewas
antara 1.500.000—3.000.000; kebanyakan sumber memperkirakan 2.000.000
orang tewas.[64]
Akhir perang
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee,
menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan
gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir
sampai dengan saat ini.
- ^ On This Day 29 August 1950 from The BBC
- ^ The Korean War at Veterans Affairs Canada
- ^ [1] at Korean-War.com
- ^ French Participation in the Korean War Embassy of France, Retrieved October 31, 2006
- ^ "Remembering the Forgotten War: Korea, 1950-1953". Naval Historical Center. Diakses 2007-08-16.
- ^ Halberstam, David (2007). The Coldest Winter: America and the Korean War. New York: Disney Hyperion. hlm. 2. ISBN 978-1-4013-0052-4. "Over half a century later, the war still remained largely outside American political and cultural consciousness. The Forgotten War was the apt title of one of the bestbooks on it. Korea was a war that sometimes seemed to have been orphaned by history."
- ^ a b c "The Korean War, 1950–1953 (an extract from American Military History, Volume 2—revised 2005)". Diakses 2007-08-20.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo Stokesbury, James L (1990). A Short History of the Korean War. New York: Harper Perennial. ISBN 0688095135.
- ^ a b c James F, Schnabel. "United States Army in the Korean War, Policy and Direction: The First Year". hlm. 3, 18. Diakses 2007-08-19.
- ^ "Treaty of Annexation (Annexation of Korea by Japan)". USC-UCLA Joint East Asian Studies Center. Diakses 2007-08-19.
- ^ a b c The Oxford Companion to World War II (1995) p. 516.
- ^ McCullough, David (1992). Truman. Simon & Schuster Paperbacks. hlm. 785, 786. ISBN 0671869205.
- ^ R. Whelan Drawing the Line: the Korean War 1950–53; London (1990) p. 22.
- ^ a b c d e f g h i j k Appleman, Roy E (1998). South to the Naktong, North to the Yalu. Dept. of the Army. hlm. 3, 15, 381, 545, 771, 719. ISBN 0160019184.
- ^ a b Cumings, Bruce (1981). Origins of the Korean War. Princeton University Press. chapter 4. ISBN 89-7696-612-0.
- ^ Becker, Jasper (2005). Rogue Regime: Kim Jong Il and the Looming Threat of North Korea. New York: Oxford University Press, USA. hlm. 52. ISBN 019517044X.
- ^ a b c Goulden, Joseph C (1983). Korea: The Untold Story of the War. McGraw-Hill. hlm. 17. ISBN 0070235805.
- ^ McCune, Shannon C (1946-05), "Physical Basis for Korean Boundaries", Far Eastern Quarterly, May 1946 (No. 5): 286–7
- ^ Grajdanzev, Andrew (1945-10), "Korean Divided", Far Eastern Survey XIV: 282.
- ^ Grajdanzev, Andrew, History of Occupation of Korea I (ch. 4), hlm. 16.
- ^ Halberstam, David (2007). The Coldest Winter: America and the Korean War. New York: Disney Hyperion. ISBN 978-1-4013-0052-4.
- ^ Becker, Jasper (2005). Rogue Regime: Kim Jong Il and the Looming Threat of North Korea. New York: Oxford University Press, USA. hlm. 53. ISBN 019517044X.
- ^ "For Freedom". TIME. 20 May 1946. Diakses 2008-12-10.
"Rightist groups in the American zone, loosely amalgamated in the
Representative Democratic Council under elder statesman Syngman Rhee,
protested heatedly ..." Unknown parameter
|curly=
ignored (help) - ^ "The Failure of Trusteeship". infoKorea. Diakses 2008-12-10.
- ^ "Korea Notes from Memoirs by Harry S. Truman". The US War Against Asia (notes). III Publishing. Diakses 2008-12-10. "U.S. proposed general elections (U.S. style) but Russia insisted on Moscow Agreement."
- ^ a b "The Korean War, The US and Soviet Union in Korea". MacroHistory. Diakses 2007-08-19.
- ^ Langill, Richard. "Korea 1949-1953". Diakses 7 November 2009.
- ^ Shen, Zhihua (2007年第05期). "斯大林、毛泽东与朝鲜战争再议". 《史学集刊》 (dalam bahasa Chinese) (吉林大学: 中华人民共和国教育部 吉林大学《史学集刊》编辑部) (2007年第05期). ISSN 0559-8095 ISSN 0559-8095.
- ^ Malkasian, Carter (2001). The Korean War: Essential Histories. Osprey Publishing. hlm. 16.
- ^ Statement by the Deputy Minister of Foreign Affairs of the USSR, July 4, 1950
- ^ Leo Gross, "Voting in the Security Council: Abstention from Voting and Absence from Meetings", The Yale Law Journal, Vol. 60, No. 2 (Feb., 1951), pp. 209–57.
- ^ F. B. Schick, "Videant Consules", The Western Political Quarterly, Vol. 3, No. 3 (Sep., 1950), pp. 311–25.
- ^ Korea: The Untold Story of the War, Joseph C. Goulden (1982) p. 48.
- ^ Hess, Gary R. Presidential Decisions for War : Korea, Vietnam and the Persian Gulf. New York: Johns Hopkins UP, 2001.
- ^ Graebner, Norman A. The Age of Global Power: The United States Since 1939. Vol. V3641. New York: John Wiley & Sons, 1979.
- ^ Truman, Harry S. The Autobiography of Harry S. Truman. Ed. Robert H. Ferrell. New York: University P of Colorado, 1981. 1955.
- ^ a b Hess, Gary R. Presidential Decisions for War: Korea, Vietnam and the Persian Gulf New York: Johns Hopkins UP, 2001.
- ^ Korea: The Limited War|Rees|David |1964|MacMillan|London|hal. 27.
- ^ http://www.first-team.us/journals/1stndx03.html
- ^ a b c Schnabel, James F (1992). United States Army In The Korean War: Policy And Direction: The First Year. Center of Military History. hlm. 155–92, 212, 283–4, 288–9, 304. ISBN 0-16-035955-4.
- ^ http://history.sandiego.edu/GEN/20th/korea.html
- ^ Another Such Victory: President Truman and the Cold War, 1945–1953, p. 390 (2002) Stanford University Press, ISBN 0-8047-4774-1.
- ^ Chen Jian, China’s Road to the Korean War, p. 184.
- ^ Communist China’s Changing Attitudes Toward the United Nations, International Organization, Vol. 20, No.4 (Autumn 1966), pp. 677–704.
- ^ Halberstam, David (2007). The Coldest Winter: America and the Korean War. New York: Hyperion. hlm. 361. ISBN 9781401300524.
- ^ Cumings, Bruce (2005). Korea's Place in the Sun : A Modern History. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 266. ISBN 0393327027.
- ^ Chinese Military Science Academy (Sept. 2000). History of War to Resist America and Aid Korea (抗美援朝战争史). Volume I. Beijing: Chinese Military Science Academy Publishing House. hlm. 160. ISBN 7-80137-390-1.
- ^ Donovan, Robert J (1996). Tumultuous Years: The Presidency of Harry S. Truman 1949-1953. University of Missouri Press. hlm. 285. ISBN 0826210856.
- ^ "The Korean War: The Chinese Intervention". US Army.
- ^ Cohen, Eliot A; Gooch, John (2005). Military Misfortunes: The Anatomy of Failure in War. Free Press. hlm. 165–195. ISBN 0743280822.
- ^ Hopkins, William (1986). One Bugle No Drums: The Marines at Chosin Reservoir. Algonquin.
- ^ Rear Admiral Doyle, James H; Mayer, Arthur J (April 1979), "December 1950 at Hungnam", U.S. Naval Institute Proceedings, vol. 105 (no. 4): 44–65.
- ^ Espinoza-Castro v. I.N.S., 242 F.3d 1181, 30 (2001).
- ^ See 50 U.S.C. S 1601: “All powers and authorities possessed by the President, any other officer or employee of the Federal Government, or any executive agency ... as a result of the existence of any declaration of national emergency in effect on September 14, 1976 are terminated two years from September 14, 1976.”; Jolley v. INS, 441 F.2d 1245, 1255 n.17 (5th Cir. 1971) (noting that Presidential Proclamation No. 2914 established a state of national emergency still valid in 1967).
- ^ Reminiscences- MacArthur, Douglas.
- ^ Korea Institute of Military History (2000). The Korean War: Korea Institute of Military History 3 Volume Set. Bison Books, University of Nebraska Press. vol. 1, p. 730, vol. 2, hal. 512–529. ISBN 0803277946.
- ^ Boose, Donald W., Jr. (Spring 2000). "Fighting While Talking: The Korean War Truce Talks". OAH Magazine of History. Organization of American Historians. Diakses 7 November 2009. "...the UNC advised that only 70,000 out of over 170,000 North Korean and Chinese prisoners desired repatriation."
- ^ Hamblen, A.L. "Korean War Educator: United Nations: Command Repatriation Group". Korean War Educator. Diakses 7 November 2009.
- ^ "Syngman Rhee Biography: Rhee Attacks Peace Proceedings". Korean War Commemoration Biographies. Diakses 2007-08-22.
- ^ "Operation Glory". Army Quartermaster Museum, US Army. Diakses 2007-12-16. Text "location:Fort Lee, Virginia" ignored (help)
- ^ DPMO White Paper - Punch Bowl 239.
- ^ JPAC Wars And Conflicts.
- ^ "North Korean Democide: Sources, Calculations and Estimates". Diakses 2009-04-25.
- ^ "U.S. death toll from Korean War revised downward, Time reports". CNN. 2000-06-04.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Korea
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.