Kiprah Spion Melayu: dari BRANI hingga BIN
RUDY ADHARY
Banyak sudah buku tentang kiprah badan intelijen top dunia, seperti CIA,
KGB, Mossad, dan MI6. Namun sangat sedikit buku tentang kiprah badan
intelijen dari negara berkembang. Entah karena reputasinya dianggap "kurang
mumpuni" atau karena minimnya sumber-sumber, baik lisan maupun tertulis,
tentang kiprah lembaga-lembaga tersebut. Faktanya, tak banyak buku yang
Management Advisory, ini bisa menjawab keingintahuan pembaca mengenai badan
ditulis khusus mengenai intelijen dari negara berkembang. Buku yang ditulis Ken Conboy, seorang konsultan keamanan dari Risk intelijen Indonesia. Di dalam buku ini, Ken memaparkan dua hal penting,
atas kisah lengkap tentang Badan Intelijen Negara (BIN) dan badan-badan
yakni sejarah badan intelijen Indonesia dan operasi-operasi intelijen yang dilakukan selama ini. Dalam istilah Ken, dia mencoba membuat kronik secara mendalam dan obyektif pendahulunya (hal x). Dia juga menegaskan bahwa buku ini adalah sejarah tak
menjadi cikal bakal badan intelijen Indonesia. Usia BRANI tidak berumur
resmi dan tidak berarti mencerminkan pendapat-pendapat dari dalam tubuh BIN (hal xi). Ken memulai buku ini dengan paparan tentang sejarah berdirinya Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), yang didirikan Zulkifli Lubis pada 7 Mei 1946, dan panjang karena Zulkifli Lubis sendiri terlibat rivalitas dengan
10 November 1959.
petinggi-petinggi militer. BRANI sempat berganti nama menjadi Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Dua belas tahun kemudian, tepatnya 5 Desember 1958, rezim Soekarno membentuk organisasi intelijen baru bernama Badan Koordinasi Intelijen (BKI). Nama BKI kemudian berganti menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) pada
Dalam kiprahnya, BPI melakukan beberapa operasi intelijen dengan sasaran
BPI, yang dipimpin Menteri Luar Negeri Dr Subandrio, bertindak sebagai badan koordinasi yang bertugas menampung semua informasi intelijen sukarela, yang didapat dari jaringan yang telah ada dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, kepolisian, dan Kejaksaan Agung. negara tetangga yang terlibat konfrontasi dengan Indonesia serta infiltrasi
memutuskan membatalkan "proyek Timor" dan membuka pos BPI di Kamboja.
ke Irian Barat (Papua), Kalimantan Utara, dan Timor Portugis/Timor Timur (sekarang Timor Leste). Jadi, niat "mencaplok" Timor Timur sudah ada sejak zaman Orde Lama. Menurut Ken, pada pertengahan 1963, Subandrio mengizinkan BPI memulai suatu proyek rahasia untuk membawa seluruh Timor ke dalam kekuasaan Jakarta (hal 30). Namun operasi intelijen di Timor Timur ini tidak berlangsung lama karena BPI
Meski sudah ada KIN, Soeharto tetap mempertahankan unit Operasi Khusus
Dalam sejarahnya, badan intelijen Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perubahan rezim. Runtuhnya rezim Orde Lama berdampak pula pada BPI. Perubahan rezim ke Orde Baru menamatkan riwayat BPI. Rezim baru mulai menata badan intelijen dan melakukan sejumlah pembersihan. Pada 22 Agustus 1966, Soeharto membentuk suatu badan intelijen strategis yang disebut Komando Intelijen Negara (KIN). (Opsus) yang dipimpin Ali Moertopo. Opsus sudah berkiprah sejak masa
dekade 60-an, atau empat dekade sebelum terbunuhnya aktivis HAM Munir dalam
konfrontasi dengan Malaysia pada dekade 60-an, dan Soeharto puas dengan kinerjanya karena banyak penugasan yang berhasil. Kelak riwayat Opsus pudar setelah Ali Moertopo tidak lagi menjadi Wakil Kepala Bakin dan diangkat menjadi Menteri Penerangan pada 1978. Ada satu hal menarik dari kiprah Opsus. Ternyata intelijen Indonesia sudah memanfaatkan flag carrier Garuda Indonesia untuk operasi intelijen sejak penerbangan Garuda Jakarta-Amsterdam pada 2004, yang konon melibatkan tangan-tangan intelijen.
Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto beberapa kali mengganti Kepala Bakin.
Ceritanya, ketika itu agen-agen Opsus menyamar sebagai eksekutif Garuda yang bertugas di Bangkok dan Hongkong. Tujuan operasi ini adalah untuk menyerang Malaysia dari arah tak terduga, walau kemudian setelah mencoba selama lebih dari satu tahun operasi ini tidak menunjukkan hasil (hal 44). Nama KIN berganti menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) pada 22 Mei 1967. Badan tersebut dipimpin Mayor Jenderal Soedirgo, yang bertanggung jawab langsung kepada Soeharto. Soedirgo hanya berkuasa satu tahun. Pada 21 November 1968, dia dicopot
intelijen dengan sasaran kedutaan besar negara-negara komunis di Jakarta.
dengan tuduhan bersimpati kepada Soekarno. Pengganti Soedirgo adalah Mayor
Jenderal Sutopo Juwono. Pada era Sutopo, Bakin melakukan beberapa operasi
http://www.mail-archive.com/forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com/msg16151.html

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob