alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Rabu, 31 Desember 2014

SASANDO ROTE

“SASANDO ROTE  GENERASI KE-III TYPE TERBARU”
Ciptaan: Drs.Simon Arnold Julian Jacob & Eben Haezer Jacob.
Seperti disebutkan diatas bahwa pada tahun l994 di Yogyakarta, dua bersaudara yaitu, Drs.Simon Arnold Julian Jacob, dan Eben Haezer Jacob, yang berasal dari Pulau Rote (Roti) Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah membuat satu buah “Sasando Roteversi rekayasa terbaru, dan telah dipublikasikan lewat suatu Tabloid terbitan Jakarta  pada tanggal 23–29 Mei l995 yaitu Tabloid Mingguan “MUTIARA” oleh Wartawannya Effendy Soleman dengan judul :   

”SASANDO ROTE ”-- LISTRIK MENUJU

GO  INTERNASIONAL

Menarik Wisatawan”

Isi lengkap dari pemberitaan Tabloit Mutiara Jakarta tanggal 23 – 29 Mei 1995  dikutip  sbb:
Sosok alat musik hasil modifikasi itu memang lebih besar dan kurang menarik bila dibandingkan dengan yang tradisional, “Sasando Rote”.Tetapi terwujudnya alat musik itu merupakan usaha yang cukup baik,  jika kita memang ingin mengembangkan bidang kepariwisataan lewat jalur seni budaya. Selama ini orang mengenal  “Sasando Rote” sebagai alat musik petik Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, yang terbuat dari bambu, daun lontar, dan dawai dari kabel baja. Melalui kreativitas dua bersaudara, Drs.Simon Arnold Julian Jacob dan Eben Haezer Jacob, alat musik tersebut dikembangkan menjadi alat musik modern bertenaga listrik.
Ide Pengembangan  itu pertama kali datang dari si kakak, Simon Jacob, yang gemar  mendalami  seni budaya Indonesia. Ia melihat “Sasando Rote Tradisional” yang memang digemari  wisatawan mancanegara itu, dengan menerapkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat dikembangakan  menjadi alat musik yang bisa “Go Internasional” pada tahun 2000-an. Lalu mereka  membuat satu proto type “Sasando Rote” modern dari kayu jati muda, dengan panjang 112 cm. Panjang “Sasando Rote” tradisional hanya sekitar 50 cm Bentuk dasarnya tidak berbeda. Tubuhnya berbentuk Selinder tertutup bergaris tengah 21 cm. Pada sepanjang tubuhnya diberi dawai yang direntangkan vertikal. Kalau pada yang tradisional jumlah dawainya 30 – 42 buah, pada dawai “Sasando Rote” modern ini, tiga kali lipat, sebanyak 126 dawai. Sehingga suluruh tubuhnya seperti terbungkus dawai. Untuk segi praktisnya digunakan dawai gitar nomor l  sampai dengan nomor 6 yang memang siap pakai.
Susunan Dawai”
Keunikan “Sasando Rote” modern itu terletak pada penyusunan dawainya. Ke-126 dawai itu dibagi menjadi dua bagian yang mempunyai fungsi berbeda. Disebelah kanan, 56 dawai berfungsi  sebagai melodi, sedangkan  sisanya 70 dawai sebagai pengiring. Untuk memudahkan memainkannya, Eben menata semua dawai itu dalam bentuk akord (tiga nada atau lebih yang dibunyikan bersama-sama). Bambu pada “Sasando Rote” Tradisional berfungsi sebagai resonator, tempat menghasilkan suara. Daun lontarnya berfungsi sebagai  alat penangkap getaran gelombang suara itu sehingga menghasilkan bunyi yang nyaring. Pada “Sasando Rote”  karya dua  kakak beradik  tersebut, fungsi itu tidak ada.  Ruang berongga di dalam tabung kayu jati muda, dimaksudkan bukan untuk hal itu, tetapi sekedar untuk memperingan  bobot kayu jati tersebut. Oleh karena itu, agar bunyinya  lebih keras diperlukan  sound system. Tanpa alat bantu itu  suaranya memang terdengar, karena terdapat  beberapa lubang kecil bergaris tengah kira-kira 5 milimeter,  tetapi nyaris  tidak terdengar.
Sayang sekali, ketika “Mutiara” melihat alat itu dari dekat, tidak seorangpun  yang biasa memainkan alat tersebut, termasuk Simon dan Eben. Sehingga belum bisa dibuktikan  bagaimana keindahan  suaranya. Eben, yang sedikit-sedikit dapat bermain gitar, hanya memetik beberapa nadanya. Suaranya memang lebih mirip gitar listrik. Menurut Simon dan Eben, hasil kreativitas mereka itu mampu memainkan  semua jenis lagu, baik daerah, pop Barat, Pop Indonesia, termasuk karya-karya simfoni. “Kalau pemain  “Sasando Rotetradisional pasti akan mampu memainkan alat ini, tinggal menyesuaikan diri terhadap banyaknya senar ini saja. Dan suaranya bagus sekali”. Ujar Eben.

“Terang Bulan”

Sepanjang keberadaannya, “Sasando Rote” mengalami tiga kali perkembangan terpenting, akibat tuntutan kebutuhan. “Sasando Rote” Gong, yang adalah Embrio “Sasando Rote” tradisional yang sangat terkenal itu, terbuat dari bambu, daun lontar, dan dawai dari kabel kopling baja sepeda motor yang hanya berjumlah 9-10 buah  dari  jumlah nada Gong Rote, terbuat dari cungkilan kulit bambu dan kemudian dari irisan kulit hewan. Oleh karena jumlah dawainya sedikit, jenis lagu yang dimainkan pun terbatas. Pada waktu itu  “Sasando Rote” Gong digunakan hanya untuk mengiringi pesta-pesta adat seperti  kelahiran, perkawinan, kematian, dan lain sebagainya. Biasanya dimainkan di bawah  pohon lontar saat terang bulan, itu perlu bagi pemain pemula, karena akan lebih cepat pintar.
Pada tahun l826, ketika sekitar 10.000 penduduk Rote sudah menjadi orang Kristen, “Sasando Rote” kembali mengalami perubahan. Saat itu kebutuhannya  adalah untuk mengiringi lagu-lagu gereja, yang  beraneka ragam dan sudah jelas tidak bisa diperdengarkan dengan alat musik yang  hanya  berdawai sembilan dan tidak lengkap notasinya..
Maka dalam perkembangan selanjutnya diupayakan penyempurnaannya dengan memperbanyak  jumlah dawainya hingga  mencapai 30 sampai 42 buah sesuai kebutuhan kelengkapan nada-nada lagu gereja. Penduduk Rote menamakannya “Sasando Rote” Biola.
Sampai sekarang “Sasando Rote” Biola inilah yang popular di kalangan wisatawan mancanegara. “Sasando Rote” listrik itu bisa dikatakan sebagai “Sasando Rote” generasi ketiga. Simon dan Eben Jacob masih belum mau mempopulerkannya karena mereka sadar, setelah berulangkali  dicoba  dan diteliti, masih banyak kekurangannya.
Sasando Rote” ini belum sempurna“. Masih banyak kekurangannya. Misalnya, ternyata alat ini membutuhkan alat penangkap  gema. Supaya suaranya terkumpul, tidak menyebar,” kata Simon.
Untuk keperluan itu, pada setengah keliling tubuh “Sasando Rote” tersebut akan dipasang sebuah kotak dari  tripleks. .Panjangnya kira-kira setengah panjang tubuhnya.  Kotak suara itulah yang menggantikan  fungsi daun lontar pada “Sasando Rote” tradisional. Selain itu letak dawai-dawainya terlalu rapat sehingga menyulitkan gerak kesepuluh jari pemain.
Simon dan Eben masih akan mengatur dan menggeser lagi susunan dawai  itu tanpa mengubah ukuran garis tengah tabung jati mudanya.  Sementara melakukan pengamatan, percobaan, dan perbaikan, Simon dan Eben saat ini sedang mengurus hak cipta dan patennya pada Direktorat Jenderal Hak Cipta.Merek dan Paten Depatemen Kehakiman. Biaya pembuatan satu “Sasando Rote” modern itu, Simon dan Eben harus mengeluarkan satu juta rupiah.(l994).
Selain untuk alat, berikut 126 dawainya (berdawai/senar rangkap 3),Sasando Rote” tersebut juga memerlukan kaki sebagai penyanggah yang dapat distel naik-turun guna memberi posisi yang pas bagi pemainnya saat dimainkan,  setinggi kira-kira 50 cm sebagai penyanggah. (Lihat Gambar di atas).

“Masih Rahasia

Yang menarik dari kakak beradik  pencipta “Sasando Rote” itu  adalah keduanya tidak mempunyai latar belakang pendidikan musik. Eben memang bisa bermain gitar sedikit-sedikit.Tetapi anak kelima  Pdt.Bernabas Jermias Jacob dan Ruth Elisabet Jacob-Sereh kelahiran pulau Rote itu memang gemar mengutik-atik segala macam peralatan untuk menciptakan sesuatu. Profesinya adalah karyawan Migas di Cepu, Jawa Tengah.
Sedangkan Simon (anak ke-tiga dari 14 bersaudara sekandung) lebih berfungsi sebagai gudang ide. Profesinya adalah : Kepala Seksi Penerimaan dan Keberatan pada  Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kramatjati itu semasa masih berdinas di Yogyakarta antusias terhadap  perkembangan  seni budaya Indonesia. Ratusan buku - buku mengenai  hal tersebut dikumpulkan dan dipelajarinya. Sehingga akhirnya timbul  ide membuat “Sasando Rote” listrik.
Simon dan Eben sampai saat ini masih merahasiakan kreasi mereka itu. Jika sudah diperbaiki dan disempurnakan barulah  mereka akan membawanya kebeberapa ahli musik untuk diuji. Simon pun sedang memanggil salah seorang pemain “Sasando Rote” terpandai dari Pulau Rote untuk mendemontrasikan alat itu suatu saat nanti. ( Sumber :-M/IP Tabloit Mingguan “Mutiara”,Jakarta,23-29 Mei l995).
Catatan Penulis : “Tragis”. Sayangnya Alat musik “Sasando Rote” Modern” ini terbawa banjir besar, ketika terjadi hujan lebat di Jakarta pada tahun l996, namun  telah difoto / di dokumentasikan sebelumnya, dan dapat dilihat dalam berbagai posisi tertera dibawah ini.

Gambar : Posisi Atas “Sasando Rote” Listrik Modern” Type Terbaru Generasi ke III, memiliki putaran dan dawai rangkap sebanyak 126 buah, jika di petik akan mengeluarkan suara 1, 2, 3, sekaligus, dan stelan suaranya mengikuti nada suara Piano, dapat memainkan segala jenis lagu,. Bodynya terbuat dari batang pohon jati yang telah dikeluarkan isi dalamnya, Nampaknya rumit, tetapi sangat rapi., suatu perpaduan antara imajinasi, daya hayal serta  kreasi teknik yang unik, Ciptaan: Drs.Simon Arnold Julian Jacob (Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kramatjati, & Eben Haezer Jacob (Karyawan Migas Cepu-Jawa Timur), Putra Ayah Pendeta Bernabas Jermias Jacob dan Ibu Ruth Elisabet Jacob-Sereh, asal Nusak Ringgou-Kecamatan Rote Timur-Kabupaten Rote Ndao-Prov.Nusa Tenggara Timur.



Gambar : Posisi ujung bawah “Sasando Rote” Listrik Modern” Type terbaru (l994). Bentuk kepala “Sasando Rote”  Modern” dengan 126 alat penyetelannya yang sangat rumit dengan 126 dawainya. Pada setiap semat/kayu penongkat dawai nada, diberi dawai rangkap 3, sehingga saat memetiknya  akan terdengar suara 1-2 dan 3 sekaligus. Penyetelannya dan dawainya adalah sama seperti yang biasa dipergunakan pada Gitar, yang mudah diperoleh di pasaran bebas. Penyetelan nada-nya mengikuti nada-nada/not di Piano sehingga suaranya seperti bunyi Piano.
Diciptakan  oleh Drs.Simon Arnold Julian Jaco, dan Eben Haezer Jacob, di Yogyakarta, 30-04-l994.

SASANDO ROTE - JACOB


Foto : Drs.Simon Arnold Julian Jacob & Eben Haezer Jacob, sedang memainkan  “Sasando Rote” Listrik Modern, Type terbaru Generasi ke III, 126 senar/dawai hasil ciptaannya, ketika di wawancarai wartawan Tabloit ”Mutiara” Jakarta (l995).Bentuknya menyerupai Roket NASA yang akan diluncurkan keruang angkasa.
Dianjurkan kepada para pengrajin Sasando Rote, agar mencoba membuat  stelan nada pada dawai Sasando Rote, untuk memakai  stelan Gitar, oleh karena memutarnya. Sedang saat ini memakai bentuk paku, serhingga lebih keras memutarnya. Seperti contoh gambar di atas telah dicoba dan ternyata libih mudah dan ringgan. Stelannya berbaris dari atas ke bawah. Model  ini ini disebut dawai rangkap, artinya pada sebuat semat/ganjalan dawai terdapar 3 tali dawai, sehingga jika dipetik akan mengeluarkan suara 1, suara 2, dan suara 3 sekaligus.  Ini perlu imajinasi dan olah teknik  yang memadai.

Gambar : “Sasando Rote” Listrik Modern” Type Terbaru Generasi ke III, Ciptaan : Drs.Simon Arnold Julian Jacob & Eben Haezer Jacob, di Jogjakarta, (l994), dalam posisi berdiri diatas kakinya.






Gambar : Alat musik tradisional Pulau Rote (Roti)--NTT--“Sasando Rote Modern” dengan 126 dawai rangkap, menghasilkan suara 1, 2, 3, sekali petik, berdiri diatas kakinya, Sebuah alat musik tradisional yang sangat unik, spesifik, dan rumit konstruksinya. Tradisional tetapi bernuansa Modern. Siap Go International. Ciptaan : Drs.Simon Arnold Julian Jacob  (Penulis) & Eben H.Jacob, di Yogyakarta, 30 – 04- l994. (Lihat uraian lebih lanjut  di bawah ini Tentang “Sasando Rote”).”Sasando Rote” ini kelak akan menjadi Musik Dunia dimasa depan. (penulis).