alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Kamis, 29 Januari 2015

ANALISIS EKONOMI NILAI TAMBAH PRODUK PERTANIAN

Analisis Ekonomi Nilai Tambah Produk Pertanian
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Sampai menjelang terakhirnya pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan Muhammad Jusuf Kalla, persoalan klasik tentang rendahnya nilai tambah produk pertanian Indonesia belum juga dapat diselesaikan.
Buruknya kinerja pembangunan (dan berkelanjutan) industri hilir minyak sawit masih akan berakibat pada kontroversi pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan subsidi minyak goreng. Pengembangan indistri hilir margarin, kosmetik, dan lainnya akan mendongkrak harga beli tandan buah segar yang dinikmati petani, apalagi di tengah “membaiknya” harga CPO dunia saat ini. 

Buruknya kinerja industri hilir berbahan baku karet dan menyebabkan nilai tambah yang diperoleh dari industri di sektor ini, seperti industri sarung tangan untuk peralatan kedokteran, akan memperoleh kemampuan mendongkrak kinerja sektor agroindustri dan bahkan pertanian secara umum. Lemahnya pengembangan industri hilir berbahan baku kakao menyebabkan industri hilir domestik menjadi  kekurangan bahan baku. Bayangkan saja,  negara-negara di Eropa, seperti Swiss, Perancis, dan Belanda, yang tidak memiliki kebun kakao, ternyata telah cuikup lama menjadi “pengusaha”pasar cokelat di tingkat global.

Entah mengapa, para perumus kebijakan di Indonesia tidak terlalu peduli terhadap strategi peningkatan nilai tambah produk pertanian meski hal ini sangat bermanfaat bagi perekonomian. Kampanye calon presiden tampaknya tak akan  menyentuh substansi persoalan betapa rapuh dan buruknya peningkatan nilai tambah produk pertanian, yang memang bervisi jangka panjang, di luar tradisi lima tahunan administrasi pemerintahan.  

Jika toh sistem administrasi mengadopsinya menjadi satu kebijakan nasional, hal itu hanya menjadi salah satu direktorat  jenderal, bukan agenda besar suatu kementerian, apalagi bagi presiden-wakil presiden.Di dalam literatur, strategi peningkatan nilai tambah produk pertanian sangat berhubungan dengan manajemen kebijakan sektor hulu pertanian serta manajemen kebijakan sektor hilir sendiri. Sementara kebijakan sektor hilir juga berhubungan dengan investasi, pemberdayaan usaha, termasuk dukungan pendanaan modal kerja.

Telah cukup banyak studi yang mengindentifikasi beberapa determinan investasi di sektor hilir, seperti kepastian hukum, iklim usaha, perpajakan, dan kepabeanan, dan bahkan skema  desentralisasi atau otonom daerah sekarang ini (lihat Arifin, 2005).  Langkah yang harus diambil pada sektor hulu ini memerlukan dukungan dari beberapa sektor dan tingkat manajemen birokrasi pemerintahan pusat sampai daerah. Di sektor hulu, determinan lemahnya manajemen kebijakan terlihat dari jumlah dan  kontinutas bahan baku industri pertanian yang kian tidak menentu.

Misalnya, buruknya teknik budidaya, pemeliharaan tanaman, teknik panen dan penanganan pascapanen, hingga lemahnya strategi efisien usaha dan manajemen produksi. Kisah industri pengolah biji kakao yang semula 11  kini hanya 4 buah, adalah contoh dari buruknya manejemn kebijakan di sektor hulu. Peningkatan nilai tambah produk pertanian hanya menjadi angan-angan jika pasokan bahan baku—dalam jumlah dan kualitas suplai produk pertanian—tidak direncanakan dengan baik. Data potensi sektor hulu pertanian Indonesia tidak perlu diuaraikan lagi. Masyarakat paham bahwa Indonesia adalah produsen CPO nomor 1 di dunia, produsen kakao nomor 3 di dunia, produsen kopi nomor 4 di dunia, dan sebaginya. Produksi CPO 18,6 juta ton itu tidak berdampak banyak bagi pembangunan dan kesejahteraan jika nilai tambah produk hilir dinikmati Malaysia.

Pelajaran berharga dari kakao

Produksi kakao Indonesia sekitar 500.000 ton tahun lalu, masih di bawah produksi Pantai Gading dan Ghana. Saat puncak krisis ekonomi, kakao pernah jadi  salah satu tumpuan ekonomi pakyat di Sulawesi. Produksi kakao Indonesia meningkat pesat, terutama era Proyek Peremajaan Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor dekade 1980-an. Saat ini petani kakao Indonesia ada 1,4 juta rumah tangga, berskala kecil, sekitar 2 hektar, walaupun di luar Jawa.

Rendahnya produksi biji kakao kepada industri kakao
 domistik merupakan kombinasi dari faktor-faktorberikut 
:
(1) banyak tanaman sudah tua;
(2) serangan hama dan penyakit;
(3) pengelolaan sumber daya lahan tidak tepat;
(4) penurunan produktivitasnya;
(5) rendahnya kualitas, biji kakao, dan sebagainya.
Indonesia tidak boleh menganggap enteng karena hancurnya industri kakao di Brasil dan Malaysia menjadi pelajaran berharga.

Kakao Brasil hancur karena”Witches Broom”, jamur patogen ganas akhir 1980-an.
Kakao Malaysia nyaris habis karena  hama penggerek buah kakako, serangga kecil perusak jaringan buah. Di Indonesia, dijumpai berbagai hama dan penyakit, terutama karena pohon kakao berusia tua dan sistem manajemen usaha tani yang kurang memadai. Selain penggerek buah kakao, petani kakao di Sulawesi juga dihantui jamur perusak pembuluh batang atau vascular-steak dieback (VSD) yang mematikan. Maksudnya, tanpa perhatian berbagai pihak, kejadian di Brasil dan Malaysia dapat saja menimpa Indonesia. Untuk itu, diperlukan intervensi dari pemerintah, partisipasi swasta, dan kepedulian masyarakat madani. Kemapuan, kapasitas, dan pengembangan teknologi baru pada tingkat lembaga penelitian cukup maju.


Peneliti di Pusat Penelitian kopi dan kakao (Puslitian) Jember, Jawa Timur, mampu mengembangkan teknologi kultur jaringan somatic embryogenesis (SE) dengan varietas pohon yang dikehendaki. Varietas jenis ini memiliki produktivitas lrbih tinggi karena batang kakao mudah terkena sinar matahari langsung. Varietas ini merupakan salah satu pilihan ideal untuk peremajaan kakao Sulawesi. Di samping produktivitas yang tinggi, varietas ini juga tahan hama dan penyakit. Singkatnya, persoalan bukan pada kemampuan para peneliti dan petani, tetapi terletak pada manajemen birokrasi dan kapasitas admindtrasi pemerintahan di pusat dan di daerah untuk all out meningkatkan nilai tambah produk pertanian di Indonesia. (Sumber : Bustanul Arifin, Guru Besar Unila; Ekonom Senior indef,Visiting Scholar di University of Kentuky Amerika Serikat, Kompas, 8-6-2009).

1 komentar:

  1. Saya akan sangat merekomendasikan layanan pendanaan meridian Le_ kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan keuangan dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi saya memuji diri sendiri dan staf Anda untuk layanan luar biasa dan layanan pelanggan, karena ini merupakan aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan seperti saya. Semoga Anda mendapatkan yang terbaik untuk masa depan. Layanan pendanaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman yang mudah, di sini ada email .. lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bicaralah dengan Bpk. Benjamin Di WhatsApp Via_. 1-989-394-3740
    Terima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dalam hati yang tulus, saya selamanya berterima kasih.

    BalasHapus

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.