Jurnal
Ekonomi Rakyat.
Oleh : Drs.Simon
Arnold Julian Jacob
Jika kita mengacu
pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang
ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang
berarti merakyat. Kata kerakyatan
sebagai bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan/perwakilan, yang
artinya tidak lain adalah demokkrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem)
ekonomi yangdemoktratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang
berbunyi :
Produksi dikerjakan
oleh semua untuk semua dibawah pimpinan
atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang!
Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang
banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau
tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan
orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan
yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi, dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi, adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Sebab itu harus
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Memang
sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokkrasi ekonomi itu sekarang
sudah tidak ada lagi, karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk
dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara-negara
lain tidak ada UU atau konstitusi yang
memakai penjelasan.
Bagaimana
memberdayakan ekonomi rakyat.
Jika kini telah
diyakini bahwa yang harus diberdayakan
adalah ekonomi rakyat bukan ekonomi kerakyatan, maka pertanyaan lugas yang
dapat diajukan adalah bagaimana (cara) memberdayakan ekonomi rakyat. Jika
ekonomi rakyat dewasa ini masih “tidak berdaya”, maka harus kita teliti secara mendalam mengapa
tidak berdaya”, atau faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidakberdayaan
pelaku-pelaku ekonomi rakyat itu.
Untuk menjawab
pertanyaan inilah kutipan pernyataan Bung Karno di atas sangat membantu, yaitu ekonomi
rakyat menjadi kerdil, terdesak, dan padam, karena sengaja disempitkan,
didesak, dan dipadamkan oleh pemertintah penjajah melalui sistem monopoli, dan (sistem)
monopoli ini dipegang langsung oleh pemerintah, atau diciptakan pemerintah dan
diberikan kepada segelincir perusahaan-perusahaan konglomerat. Dari keuntungan
besar yang diperolehnya kemudian konglomerat memberikan “bagi hasil” kepada
pemerintah atau lebih buruk lagi kepada “oknum-oknum pejabat pemerintah”.
Inilah salah satu bentuk
korupsi melalui koneksi dan nepotisme yang kemudian disebut dengan nama KKN.Cara
yang paling mudah memberdayakan ekonomi rakyat
adalah menghapuskan sistem monopoli, yang pernah “disembunyikan” dengan
nama sistem tata niaga. Misalnya tataniaga jeruk Kalimatan Barat atau tataniaga
cengkeh Sulawesi utara. Padahal yang dimaksudkan jelas sistem
monopoli yang pemegang monopolinya ditunjuk pemerintah yaitu BPPC untuk cengkeh
dan Puskut untuk Jeruk Klbar.
Itulah yang pernah
kami katakan bahwa “di Indonesia penghapusan monopoli tidak memerlukan UU Anti
Monopoli seperti AS tetapi jauh lebih mudah dan lebih sederhana yaitu dengan
menerbitkan sebuah SK (Surat Keputusan) dari Presiden atau Menteri
Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk mencabut monopoli yang sebelumnya
memang telah diberikan pemerintah”. Cara lain yang juga sudah sering kami
anjurkan adalah pemberdayaan melalui pemihakan
pemerintah. Jika pemerintah bertekat
memberdayakan petani padi atau petani tebu misalnya, pemerintah harus berpihak
kepada petani.
Berpihak kepada
petani berarti pemerintah tidak lagi berpihak kepada konglomerat seperti pada jeruk
dan cengkeh, yang berarti petani jeruk dan petani cengkeh memperoleh
“kebebasan” untuk menjual kepada siapa saja yang mampu memberikan harga
terbaik. Khusus kasus petani padi yang terpukul karena harga pasar gabah
dibiarkan merosot di bawah harga dasar, keberpihakan pemerintah jelas harus
berupa pembelian langsung gabah “dengan dana tak terbatas”, sampai harga
gabah terangkat naik melebihi harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah.
Demikian pemberdayaan
dan pemihakan pada ekonomi rakyat sangat
mudah pelaksanaannya kalau kita terapkan langsung pada ekonomi rakyat, bukan
pada ekonomi kerakyatan, yang terakhir
ini berarti sistem atau aturan main, yang tidak dapat diberdayakan Dengan digantinya oleh pemerintah istilah
ekonomi rakyat dengan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang sebenarnya sekedar
menterjemahkan istilah asing SME (Small and Medium Enterprises), yang tidak
mencakup 40 juta usaha mikro (93% dari seluruh unit usaha), maka segala
pembahasan tentang upaya pemberdayaan ekonomi rakyat tidak akan mengena pada
sasaran, dan akan menjadi slogan kosong.
Bahkan ada Capres/Wacapres yang secara sangat keliru menyamakan sektor ekonomi
rakyat dengan sektor informal yang hanya diartikan sebagai pelaku-pelaku
ekonomi yang tidak berbadan hukum yang
selalu “melanggar hukum” sehingga harus “ditindak”.
Dan dengan definisi
ini kemudian diajukan program pemberdayaan sektor “UKM” dengan secepatnya
menjadikan atau “mentransformasi” sektor Informasi. Jelas usulan program
seperti ini tidak masuk akal dan menunjukkan ketidakpahaman Capre/Cawapres yang
bersangkutan tentang ekonomi rakyat yang menyangkut hajat hidup 250 juta orang
Indonesia yang sebenarnya sudah jauh
lebih tua dibanding sektor formal, sektor informal sebaiknya justru yang
disebut sektor formal.
Penutup
Tidak terlalu sulit
bagi para Capres/Cawapres untuk mengkapanyekan program-program yang benar-benar
dapat memberdayakan ekonomi rakyat asal
pengertian ekonomi rakyat dipahami
secara benar.
·
Ekonomi rakyat adalah
ekonominya wong cilik yang telah tergeser, terjepit, dan tersingkir, ketika
pemerintah Orde Baru memprioritaskan
kebijakan, strategi, dan program-programnya pada tujuan pertumbuhan
ekonomi tinggi sekaligus dengan mengabaikan atau menunda pemerataannya.
·
Kini dengan pradigma
baru yang menomorsatukan pemerataan dan keadilan sesuai asas-asas ekonomi
Pancasila, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dijadikan kebijakan, strategi,
dan program-program utama.
Kami anjurkan pada
para Capres/Cawapres tidak memilih menggunakan istilah “UKM” yang salah kaprah,
dan lebih baik menggunakan istilah ekonomi rakyat yang setiap orang yang “tidak
terpelajar” pun mengerti persis artinya, yang merupakan istilah dan konsep yang
sudah dipakai Bung Karno dan Bung Hatta
sejak zaman pergerakan kemerdekaan. (Prof.Dr.Mubyarto—Guru
Besar Fakultas Ekonomi UGM, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP
UGM-Yogyakarta 1 Juli 2004-Google-Internet).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.