alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Jumat, 30 Januari 2015

PERTANIAN BERORIENTASI EKSPOR

Pertanian Berorientasi Ekspor
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Setelah membaca berbagai aturan dalam SAP di atas pada akhirhya, kita bisa mempertimbangkan dan melihat dampaknya dalam bidang pertanian.Barangkali, dampak paling traumatis dari kebijakan-kebijakan globalisasi---baik dilihat dari :
  1. Penciptaan kemiskinan maupun dari penghancuran perekonomian local yang sangat dipaksakan;
  2. Perubahan dari model pertanian yang terdiversifikasi  dalam skala kecil menuju model ekspor industrial.
  3. Dan perubahan itu digerakkan oleh korpersi-korporasi global.
Kita harus ingat bahwa saat ini hampir separuh dari penduduk dunia sangat tergantung pada tanah. Mereka menanam bahan makanan untuk keluarga dan masyarakat.

Di sini, mereka menekankan untuk menanam bahan makanan pokok dan beraneka ragam tanaman, selain menanami kembali bermacam-macam binih varitas local yang telah dikembangkan oleh kominitas  mereka selama berabad-abad. Mereka juga telah menyempurnakan berbagai macam pupuk buatan mereka sendiri, system tanam bergilir, dan pengolahan pastisida. Masyarakat mereka pun memiliki andil dalam seluruh elemen barang milik umum di komunitasnya, termasuk benih, air, dan tenaga kerja.

Bagaimanapun juga, kita tidak bisa memungkiri bahwa sistem-sistem seperti itu mampu membuat beratus-ratus juta orang bisa tetap hidup selama beribu-ribu tahun.  Tak seorang pun dapat mengatakan bahwa orang-orang itu menjadi “kaya”, namun kita juga tidak dapat mengatakan bahwa mereka semua diliputi kemiskinan, paling tidak, hingga IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga lainnya muncul, dan mulai bertingkah serta mencampuri kehidupan mereka.
Sistem-sistem kemandirian local merupakan “barang haram” bagi korporasi global dan birokrasi-birikrasi yang melayaninya.  Seperti ditunjukkan sebelumnya dalam sistem perekonomian global, di mana, keuntungan-keuntungan korporasi-korporasi global itu terutama berasal dari, besarnya peningkatan aktivitas pengelolaan dan perdagangan global.

Propaganda  & Kampanye
Oleh karena itu, kini kita bisa melihat korporasi-korporasi besar, seperti, “Archer Daniels Midland”, “Monsanto”, dan “Cargill” rela mengeluarkan berpuluh-puluh juta dollar demi kepentingan public  relation dan kampanye propaganda melalui iklan. Di sana mereka mengatakan, petani-petani kecil tidak cukup produktif untuk, memberi makanan kepada dunia yang, dirundung kelaparan.
” Kampanye tersebut turut diperkuat oleh, strategi perdagangan dan, investasi maupun berbagai, peraturan WTO, IMF, Bank Dunia dan, pemerintah Amerika Serikat. Mereka semua memberikan dukungan yang kuat bagi, masuknya korporasi-korporasi global, dalam menggantikan sistem pertanian local, yang memiliki diversifikasi tanaman yang cukup tinggi untuk, mencukupi kebutuhannya sendiri, dengan  sistem pertanian monokultur.

Pada awal perundingan Putaran Uruguai GATT l998, Menteri Pertanian Amerika Serikat ketika itu, John Block, memberikan pernyataan secara terang-terangan; gagasan bahwa negara-negara sedang berkembang harus memberi makan kepada diri mereka sendiri adalah anakronisme dari zaman yang telah usang.  Mereka bisa meminjam ketahanan pangan mereka secara lebih baik dengan,  mengandalkan produk pertanian Amerika Serikat, yang tersedia dalam berbagai jenis dengan harga yang “jauh lebih murah,”

Sikap dan kebijakan semacam itu berdampak langsung terhadap terciptanya situasi-situasi genting yang sangat mencemaskan pada saat ini.
Berpuluh-puluh juta petani  gurem yang dahulu pernah mengembangkan tanaman-tanaman pangan untuk mereka dan  komunitas mereka, tengah digantikan oleh atau menjadi bergantung pada korporasi-korporasi raksasa berikut, pola-pola pengembangan ekspor global yang dijalankan oleh ‘tuan-tuan pemilik tanah guntai” (absentee landlord).

Model agribisnis seperti ini saja tidak menekankan   pengembangan tanaman pangan bagi konsumsi penduduk local, melainkan lebih menekankan pada barang-barang ekspor mewah dengan tingkat harga dan keuntungan yang sangat tinggi, seperti bunga, tanaman dalam pot, daging sapi, udang, kapas, kopi, dan berbagai “sayuran eksotik.” Barang-barang tersebut dikirim ke negara-negara yang sudah memiliki kelimpahan persediaan bahan pangan.

Adapun mengenai orang-orang yang dahulu biasa hidup dari tanah mereka, yaitu dengan menanam tanaman pangannya sendiri untuk kebutuhan masyarakat dan pasar local, kini dengan cepat tersingkir dari tanah mereka. Selain itu, mereka juga telah kehilangan pekerjaan, sejak sistem-sistem korporasi-korporasi tersebut, mengutamakan mesin dan produksi berbasis pestisida, atau bahkan  bioteknologi, dan bukan berdasar pada padat tenaga karja. 

Oleh karenanya rakyat yang semula mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri :
---Kini kehilangan tanah,
---menganggur,
---tidak mempunyai uang,
---tidak berumah,
---tergantung dan tertimpa kelaparan.

Masyarakat swasembada dan mandiri kini lenyap sudah;  kekayaan budaya yang murni local pun musnah. Semua itu nyata-nyata terjadi, baik di AS maupun di Dunia Ketiga.Pada akhirnya, para petani dan keluarga mereka membanjiri kota-kota dan tinggal di pemukiman-pemukiman kumuh yang padat berjejal; tanpa komunitas, tanpa topangan akar budaya, dan tanpa pelayanan umum. Di sana, mereka harus berkompetisi secara mati-matian, berebut peluang kerja yang sangat terbatas di pabrik-pabrik yang juga dijalankan oleh korperasi-korporasi global tersebut.

Sungguh, Inilah situasi yang sangat absurd.

Keswasembadaan penghidupan, kemandirian dan ketangguhan bangsa-bangsa berubah menjadi “ketergantungan”  dan “kelaparan”.
Sementara itu, korporasi-korporasi global kian kaya raya tiada terpemanai. Mereka mengirimkan sejumlah bahan pangan mewah hingga beribu-ribu mil jauhnya. Jelas sudah, betapa korporasi-korporasi itu sungguh tidak peduli terhadap penderitaan masyarakat yang ditimpa kelaparan.

Mereka hanya peduli pada kepentingan perut mereka sendiri. Kendati demikian, setiap system maupun yang berusaha menghalangi kehendak petani untuk menanam bahan pangan bagi komunitas mereka sendiri akan terancam gagal. Oleh karenanya akan jauh lebih baik (lebih murah, dan juga jauh lebih ramah lingkungan) apabila WTO, Bank Dunia, IMF justru melakukan “kebalikan dari apa yang mereka perbuat sekarang ini.”


Jika mereka berkehendak membantu kalangan masyarakat yang menderita kelaparan, maka bantuan harus diberikan langsung kepada para petani gurem dan malah negara-negara yang berusaha untuk mandiri; dan bukan malah  menerapkan sistem yang utamanya memperkaya perusahan-perusahan yang sudah teramat kaya.  Jika perubahan strategis itu pun pada akhirnya tidak cukup mampu dalam memecahkan persoalan “kemiskinan” namun sekurang-kurangnya tidak akan menjadi penyebab kemiskinan itu sendiri.  (I.Wibowo, 2003 : 12-16).     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.