alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Minggu, 04 Januari 2015

SEKILAS TENTANG SEJARAH ASAL-USUL SUKU-SUKU DI NUSA TENGGARA TIMUR

SEKILAS TENTANG SEJARAH  ASAL USUL   SUKU-SUKU Di NTT”
Suku-Suku Bangsa  & Budaya Etnik Di Nusa Tenggara Timur
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Cerita rakyat tentang asal-usul penduduk Nusa Tenngara Timur, maka  Pulau Rote,  adalah pulau terselatan dari  wilayah Indonesia,  yang paling terakhir dihuni orang, jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya dilingkungan NTT.

Mereka yang datang ke pulau ini adalah pelaut-pelaut penjelajah pemberani, yang tangguh dan sanggup mengarungi pulau dan samudera baik dari arah Utara (Maluku) maupun dari arah Barat (Hindia Belakang, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat), akhirnya sampai di pulau Rote sebagai tempat hunian mereka yang terkhir di wilayah Nusa Tenggara Timur). Mereka yang datang dari arah Barat diantaranya masih bertalian sejarah dengan kerajaan Majapahit yang ditugaskan sebagai laskar-laskar pengawal wilayah Selatan Nusantara,. terutama dalam mengamankan perdagangan kayu cendana, kayu kuning sebagai bahan pewarnaan batik di Jawa dan hasil-hasil bumi lainnya.  Setelah Majapahit runtuh oleh kerajaan Islam di Jawa, maka terputuslah hubungan komunikasi mereka dengan pemerintahan teritorial  pusatnya di Jawa.
Para laskar-laskar itu kemudian tidak kembali kedaerah asal mereka tetapi  menetap sebagai penduduk setempat dimana mereka berada. Mereka juga telah melakukan perkawinan dengan penduduk setempat dan beradaptasi dengan lingkungan yang ada. 
Seperti disebutkan diatas kedatangan mereka ke Rote ini adalah, pada zaman yang telah maju peradabannya dalam berbagai tehnologi waktu itu meskipun belum dapat dikatakan modern.  Berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan dari daerah-daerah yang pernah mereka diami semula duhulu, demikian juga dari pulau-pulau lain yang pernah mereka singgahi  di sepanjang perjalanan / pelayaran mereka, sebagai bekal pengetahuan dalam kehidupannya ditempat tinggalnya yang baru.

Pengetahuan dan ketrampiran mereka antara lain seperti,

Pande Besi,
Pande Mas / Perak,
pande membuat senjata api dan amunisinya,
kepandaian bertani, beternak,
menenun,
membuat gong maupun, 
ketrampilan lainnya.

Mereka juga yang membuat, senapan tumbuk dan amunisinya yang dijual ke penduduk pulau Timor untuk ditukar dengan hewan ataupun uang.  Demikian pula membuat barang-barang perhiasan mas dan perak (orang Rote Ndao) yang dijual selain di Rote juga sampai ke pulau Timor. Juga ketrampilam dalam membuat barang-barang tenunan tradisional, Serta berbagai barang kebutuhan yang terbuat dari logam seperti gong, parang, pisau dll. Orang-orang Rote semuanya, adalah orang pendatang (l500 – 2000 tahun yang lalu), dari negeri-negeri jauh dengan, mempergunakan perahu berkali, tentu memiliki mental bahari yang tangguh, maupun berbagai pengetahuan dan ketrampilan beraneka-ragam, jika dibandingkan dengan penduduk asli (manusia darat) seperti di pulau Timor pada zaman itu.

Karena mereka adalah pelaut, maka pelayaran hingga kearah selatan dan menemukan berbagai-bagai pulau-pulau kecil  seperti gugusan pulau Pasir (pulau Dato I, Dato II, Dato III sesuai nama penemunya dari marga Dato seorang tokoh masyarakat adat suku Rote jauh sebelum tahun 1522 saat Pelaut Portugis Antonio Pigafetta menemukan Pulau Rote, tetapi   kemudian pada tahun 1811 Kapten Ashmoro merubah nama-nama pulau itu dengan Ashmore Reef, Cartier Reef, dan Scott Reef).
 Selain itu mereka juga berlayar makin keselatan dan akhirnya menemukan Benua Australia, yang saat itu belum  memiliki nama dan oleh nelayan-nelayan tradisonal pulau Rote menamakan pulau itu dengan sebutan “Pulau Marege” sesuai dengan warna kulit penduduk pribuminya yang berwarna hitam pekat. Marege = Hitam Pekat.” Jauh setelah penemuan orang Rote atas Pulau Marege” tersebut, baru pada tahun 1788, Capten Cook menemukan Pantai Timur Australia, dan kemudian berubah nama menjadi Australia bukan “Pulau Marege” lagi hingga kini. 

Pulau Pasir bukan tempat yang layak untuk dihuni, tetapi merupakan gugusan batu karang, namun dimanfaatkan sebagai ladang perikanan, dan tempat beristirahan setelah menangkap ikan dan biota laut lainnya. Oleh karena itu nama pulau Dato/pulau Pasir ini harus tetap dipertahankan dan tetap dicantumkan dalam peta Indonesia, bukan Ashmore Reef – Cartier Reef –Scott Reef, yang  mendapat penamaan baru di kemudian hari oleh orang-orang pelaut Inggris. Oleh karena itu gugusan Pulau Pasir tetap milik masyarakat adat suku Rote (wilyah perairan Indonesia) perlu diperjuangkan kembali dari Australia.  Atas dasar sejarah kepemilikan suku Rote atas gugusan pulau Pasir (Dato), para nelayan tradisional asal pulau Rote tetap saja menangkap ikan dan biota laut hingga sekarang  di perairan itu, tanpa menghiraukan adanya MOU l974 antara Indonesia dan Australia yang dianggap tidak syah dan terkesan  mendapat tekanan sepihak dari Australia.  Hal ini dapat diikuti lebih luas pada bagian lanjutnya (Pulau Pasir/Ashmoro Reef). 

Sebelum menguraikan sejarah asal-usul penduduk di Pulau Rote, pertama-tama kita meninjau terlebih dahulu asal-usul penduduk di NTT, karena  saling memiliki keterkaitan keturunan satu dengan lainnya sehubungan dengan  terjadinya mutasi penduduk pada masa prasejarah atau pada masa sesudah itu, dari para   migran-migran atau perantau-perantau  dari berbagai jurusan wilayah antara lain dari Hindia Belakang, (wilayah-wilayah sebelah barat Nusantara), yang masuk ke-NTT dan sebagian lagi datang dari arah utara (Seram-Maluku).  Untuk menetapkan asal usul penghuni pertama di Nusa Tenggara Timur agak sulit. Hal ini disebabkan daerah Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari sekitar 646 buah pulau  besar-kecil, dengan penduduk yang beraneka ragam, memiliki latar belakang asal-usul yang berbeda.  Berdasarkan cerita rakyat yang masih hidup diantara penduduk di Nusa Tenggara Timur, nenek moyang mereka dahulu beranggapan, datang dari luar yakni melalui jalan laut dengan rakit dari arah barat, timur, atau utara.  Bahkan ada yang menyebutkan agak  pasti yakni Malaka Tanabara untuk penduduk Sumba,  (Sina Mulin Malaka) untuk penduduk Dawan dan Tetun di Pulau Timor, (Sian Sina Malaka)  untuk penduduk Flores Timur  bahkan ada yang menyatakan muncul dari tanah atau tumbuhan, seperti penduduk Abur di Alor dan beberapa suku di Belu.  Namun cerita tersebut sulit sekali ditelusuri dengan pasti, misalnya apakah Sina Mulin Malaka  adalah Malaka?

Adapun secara lebih terperinci nenek moyang dari beberapa daerah Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut. Bagi penduduk Helong yang sekarang tinggal di Kecamatan Kupang Barat dan Kupang Tengah (Timor)  nenek moyang pertama mereka bernama Lai Bissin yang datang dari timur (Seram-Maluku). Dengan mempergunakan perahu, mereka datang meliwati wilayah Timor bergerak kearah barat dan akhirnya sampai di Pulau.Timor bagian barat. Penduduk berbahasa Dawan yang tinggal di wilayah Kabupaten  Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara  menyatakan mereka berasal dari Belu Selatan yang semula dari Sina Mulin Malaka.
Ternyata bahwa beberapa daerah di NTT, mengakui nenek moyang mereka berasal dari seberang dari satu tempat, yang ada kata Sina  dan Malaka. Di antara orang berbahasa Tetun di Kabupaten Belu menyebutkan Hutum Rai Hat (4 suku pertama) berasal dari Sina Mutin Malaka dengan melewati Rai Nobo Rai Henek, Pulau Kusu, P (pulau) KoE, P.Api, Larantuka, Bau BoE dan mendarat di pantai selatan Timor di tanjung Emanatum.  

Penduduk berbahasa Buna di Belu, 6 suku pertama yakni Ro Ikun, Ro Bulan, Lakulo Samora, Sibiri Kailau, Oburo Marobo, Tan Batom Way, Lela Roto Yapolo dengan menempuh rute Siawa, Sina, Mutin, Malaka, Galelo Gawa, Lebu Rote, Selewer dan mendarat di pantai P.Timor di Kamanasa Kabolila, kemudian memasuki Bamakuon.
 Di pulau Timor dikenal ada beberapa “suku” yang mendiami pulau Timor yang  dalam Kamus Antropologi di istilahkan dengan sebutan “orang,” yakni:
Orang Atoni (Timor), orang asli Kupang menurut sebutan mereka, atau biasa juga disebut orang gunung/manusia darat, mereka rata-rata bertubuh pendek dibandingkan dengan penduduk Timor yang lain, yang berkulit coklat kehitam-hitaman dan berambut keriting.
Orang Belu (Timor): Disebut Ema Tetun yang tinggal didaerah menyempit dari pulau Timor Bagian Tengah, dan mendiami daerah dari bagian  utara dan selatan.
Orang Helong (Timor)  yang mendiami daerah sekitar kota Kupang, dan daerah yang terletak di sebelah barat daya kota Kupang di sepanjang pantai, di pulau  Semau dekat pulau Roti/Rote.
Orang Kemuk (Timor) : Suku bangsa Timor yang tinggal di daerah Timor Portugis (sekarang Timor Timur—Timor Leste) dan sebagian di pulau Timor Indonesia, yang memiliki bahasa yang mirip dengan bahasa Buna yaitu bahasa yang digunakan oleh orang Marae.
Orang Kupang : Orang-orang Kupang yang terdiri dari campuran berbagai-bagai suku bangsa seperti Cina, Arab, orang-orang Rote dan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau lainnya di NTT, dan daerah lain  Indonesia, yang pada sebagian besar sudah tercampur dalam hubungan perkawinan sejak beberapa generasi sebelumnya. 
Orang Marae (Timor): Suku Bangsa Timor yang tinggal di bagian daerah perbatasan antara Timor bagian Indonesia dan Timor Portugis (sekarang Timor Timur). Mereka sering juga disebut sebagai orang Buna yang merupakan bahasa yang mereka gunakan.  (Drs.Ariyono Suyono, l985, hal.285)

Penduduk pulau Sumba mengenal  nenek moyang mereka adalah,
Umbu Walu Mandoko yang berasal dari Malaka Tanobara dengan menempuh jalan Hapa Riu Ndua Riu, Hapa Ndjawa, Rukuku Nboli, Nduna Makakary, Ende Ambaru, Numbu Hambaru, Ende Ndau, Haba Rai Njua dan mendarat di Tanjung Sasar.
Penduduk Kabupaten Sikka mengenal nenek moyang mereka yang bernama Moang Rai, Moang Raga dan Moang Gumang, yang berasal dari  Siam Sina Malaka dan mendarat di Sikka ditempat yang bernama Nidung- Mage Gakar. Walaupun dari sumber cerita rakyat di atas disebutkan dengan nyata tempat asal nenek moyang pertama yang ada hubungannya dengan Malaka, bukan berarti bahwa pasti bahwa nenek moyang ini dari sana. Hal ini lebih-lebih bila ditinjau bahwa rute-rute yang dilewati, agak kabur dan kacau untuk di telusuri. Memamg ada beberapa nama yang masih dikenal dalam rute itu seperti Jawa, Bali, Ende, Makassar dan sebagainya. Kemungkinan kata Malaka yang dikenal dalam cerita rakyat adalah setelah muncul kemudian.

Dibeberapa daerah dikenal juga asal usul nenek moyang mereka dari seberang, tetapi tidak disebutkan dari mana.
Menurut ceritera rakyat atau mitologi nenek moyang orang Sabu itu datang dari “seberang” yang dalam bahasa Sabu, disebut Dau itu ‘dak ti dara dahi, ngati kolo rai ahhu rai pana hu uda kolo robo’, artinya orang yang datang dari laut tempat yang jauh sekali, lalu bermukim di Pulau Sabu. Orang pertama itu ialah “Kika Ga” atau “Hawu Ga”, terdampar di Pulau Sabu yakni tanjung Penyoro Mea, di Sabu bagian selatan. ‘Kika Ga’ kemudian dibawa oleh ‘Liru Balla’ (seorang yang bersifat seperti Tuhan berasal dari langit) dijadikan anak, diajarkan semua adat istiadat di negeri Liru Balla, dikawinkan dengan ‘Lia Ra’ (seorang perempuan penghuni langit), diturunkan ke negeri Sabu di suatu tempat yang bernama ‘Kolo Merabbu’, lalu berkembang biak disana.

Dari Kolo Merabbu setelah beranak bercucu kemudian pindah  bermukim di Kolo Teriwu; membuat perkampungan besar disana yang disebut ‘Teriwu Rae Ae. Dari Kolo’ ‘Teriwu’ ini terjadilah pembahagian kekerabatan untuk seluruh Sabu. Keturunan ‘Kika Ga/Hawu Ga’ itulah yang menurunkan orang Sabu yang sekarang ini. Nama Pulau Sabu adalah nama untuk memperingati nama leluhur ‘Hawu Ga’ tersebut. Pulau Sabu dikenal ‘Kika Ga’ sebagai nenek moyang orang Sabu yang berasal dari suatu tempat yang jauh di barat daya India.

Penduduk Manggarai (Flores) nenek moyangnya adalah Nggae Sawu yang berasal dari seberang dan mendarat di Mando Sawu. Disamping cerita yang menyatakan nenek moyang pertama dari seberang, dikenal juga di beberapa daerah bahwa nenek moyang mereka tidak berasal dari luar.
Suku Ngada di Flores, menurut cerita rakyat nenek moyang mereka berasal dari India, yakni suku bangsa Magatha, yang  berlayar ke arah timur dan menemukan pulau Flores, tepatnya di daerah Ngada sekarang ini. 
  
Terdapat beberapa nama klan yang memakai nama/gelar  dengan mengambil nama dari bagian-bagian perahu, misalnya gelar

Mosa Keso Ulitange Dala (Jurumudi)’
Mosa ana Koda ( Nahkoda) dan pemeberian nama-nama kampung dengan nama-nama bagian perahu seperti,  Mangu Lewa (puncak tiang layar yang tinggi) dan Laja (layar perahu); demikian pula nama-nama bagian rumah seperti, Mangu yang berarti tiang layar,  yang juga tiang tengah dari rumah pada serambi depan rumah, atap rumah berbentuk layar. Tangga yang berada diserambi depan rumah disebut juga Padha jo yang berarti jembatan perahu. Beberapa kampung di gunung pun mempunyai nama sebagai berikut :  Mungulewa yang berarti tiang layar yang tinggi;  Rajolewa yang berarti  perahu yang panjang;  Jo Jawa yang berarti perahu Jawa.  Karena itu juga mungkin sekali Jawa adalah tanah yang mempunyaui kesan yang mendalam selama pengembaraan, nama pulau yang merupakan tempat tinggal terakhir sebelum Flores.
Selain suku bangsa dari India, di Ngada-Flores juga telah terdapat penghuni aslinya, dan lama kelamaan mereka menurunkan keturunannya dengan sebutan orang Ngada. (Biro Humas Setda Prov NTT, Reba, 2005 : 6 – 9).

Misalnya : di Belu  (Timor) dikenal beberapa cerita yang menyatakan nenek moyang mereka adalah :’moris lake rai tubu lake rai’, yakni langsung hidup atau tumbuh dari dalam tanah. ‘Ema bada oon, ema dina oon, artinya orang yang diperanakan oleh percobaan dan ukuran. ‘Ema ai oon, ema fatu oon’, artinya orang yang lahir dari pohon dan batu.

Penduduk Abui di pulau Alor menyatakan bahwa nenek moyang mereka lahir dari tanah.  Ini adalah  simbol-simbol filsafat tradisional yang bermakna ganda, yang sebenarnya dimaksudkan, tanah atau bumi adalah lambang ibu pertiwi (perempuan) dan pohon sebagai simbol lelaki yang melahirkan keturunan. Mengenai sejak kapankah kepulauan Nusa Tenggara Timur dihuni oleh penduduk.  Dari peninggalan tengkorak-tengkorak yang berhasil diketemukan di Flores, di liang Toge, Prof.Dr.T.Jacob melalui c.4 menentukan usia manusia tersebut antara 3.0004.000 S.M. Manusia ini mempunyai ciri-ciri ras Austromelanesoid.  Sedang menurut penyeledikan DR.J.Grover, Pulau Timor telah dihuni oleh manusia sejak 13.500 tahun yang lewat, oleh sekelompok kecil penduduk yang hidup dari berburu dan pengumpul hasil hutan.(Sejarah Daerah NTT, l978 hal.21).

BUDAYA ROTE NDAO

Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara Indonesia. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, Landu.  Konon menurut lagenda seorang Portugis Antonio Pigafetta diabad ke 15 (1522) mendaratkan perahunya dan bertanya kepada seorang nelayan setempat apa nama pulau ini, sang nelayan menyebut namanya sendiri, Rote. Sang pelaut Portugis mengira nama pulau itu yang dimaksudkan. Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote, Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kesatuan adat yang disebut Nusak. Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan. Masyarakat Rote Ndao mengenal suatu lagenda yang menuturkan bahwa awal mula orang Rote datang dari Utara, dari atas, lain do ata, yang konon kini Ceylon. Kedatangan mereka menggunakan perahu lete-lete.

Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi. Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak (lontar) dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan mengiris tuak (lontar). Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa sampai tua. Tetapi perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).

Budaya Nusa Tenggara Timur

Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera dalam di bawah ini:

 Jumlah Bahasa Daerah
Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu: Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur

Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya:
Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun,  Bural: Alor dan pulau-pulau disekitarnya:  Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso

Flores dan pulau-pulau disekitarnya:
Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo
Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

Jumlah Suku /Etnis

Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:
Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang Barat serta Semau)
Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian perbatasan dengan TTU)
Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan Negara Timor Leste
Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau Semau
Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
Sumba: Pulau Sumba
Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai Barat
Ngada: Sebagian besar Kab Ngada
Ende Lio: Kabupaten Ende
Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka
Lamaholot: Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian Pulau Lomblen
Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen
Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen
Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.

BUDAYA FLORES TIMUR
Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu. Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku Lamaholot. Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi). Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo.  Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut:

Ola tugu,here happen, lLua watana,
Gere Kiwan, Pau kewa heka ana,
Geleka lewo gewayan, toran murin laran.

Artinya:
Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing. 

BUDAYA SIKKA

Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2. Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini. Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta warisan keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan ketiga yakni Mepu atau Maha. 
Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2) ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura. Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb: Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun, menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan - Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan. Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September). 

BUDAYA ENDE

Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan terbanyak pada bulan November s/d Januari.
Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700 mm s/d 4000 mm/tahun. Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang malayu memperdagangkan tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan mereka ke Ende.

Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti : Jao Ata Ende atau Aku ata Lio dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu. Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur) nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende. Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun alang-alang. Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata Hoo dan budak dari Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu. 

BUDAYA NGADA

Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda. Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan mereka. Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu (satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. 

Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu. Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap, dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran). Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.

Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga, Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat). Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran. Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo, Riung, Soa dan Ngada. 

BUDAYA MANGGARAI

Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur dengan kabupaten Ngada, barat dengan Sealat sapepulau Sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores dan selatan dengan laut Sabu. Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur di NTT. Areal pertanian amat luas dan subur, perkebunan kopi yang membentang disebahagian wilayahnya, curah hujan yang tinggi yaitu dalam setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih dari 7000mm) turun pada bulan Januari. Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di atas permukaan laut, di bawa kaki gunung Pocoranaka Pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.

Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri). Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng (Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge (rakyat jelata). Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali dapat kembali melihat tempat kelahirannya.


Sejarah Asal Usul Orang Rote

Menurut Kamus Antropologi, orang Roti, adalah suku bangsa dipulau Timor yang mendiami Pulau Roti dan beberapa pulau kecil di sekelilingnya, yang letaknya di sebelah barat daya  pulau Timor, yang bentuk tubuhnya mirip dengan orang-orang Belu, bedanya hanya pada unsur ras melayu yang tampak menonjol pada orang Roti. (Drs.Ariyono Suyono, l985,hal.286) Ceritera tentang kapan  Pulau Rote (Roti) ini diduduki atau didiami orang, hingga kini tidak seorang pun tahu secara tepat, oleh karena tidak ada dokumen tertulis tentang hal ini.  Beratus-ratus tahun yang lalu, pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur sudah berpenduduk, tetapi pulau Rote (Roti) yang letaknya paling selatan dari wilayah Nusantara ini, masih kosong dan belum dihuni oleh manusia.

Pulau Rote adalah pulau yang paling terkemudian di Indonesia ini yang dihuni orang, jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur, maupun di Indonesia bagian Barat dan utara lainnya.  Pada masa silam, terjadilah perpindahan bangsa-bangsa dan perpindahan suku-suku bangsa. Orang-orang dari pulau Seram (Malaku) disebelah Utara, berbondong-bondong dengan berpuluh-puluh perahu, pindah kearah Selatan yaitu ke-pulau Alor.  Sebagian menetap di Alor dan yang lainnya terus ke-pulau Flores, kemudian ke-pulau Timor dan akhirnya ke-pulau Rote melalui suatu pelayaran panjang dan dalam waktu yang relatif cukup lama,  yang kemudian menjadikan pulau kosong ini sebagai tempat hunian mereka yang terakhir.

Berbagai alasan yang menyebabkan perantau-perantau ini meninggalkan
kampung halamannya dan mencari tempat baru, terdapat beberapa alasan antara lain :
  1. Karena seringnya terjadi perang antar suku, sehingga mereka yang kalah takut dibunuh pihak lawan, menjadi budak yang dapat diperjual-belikan, sehingga untuk menyelamatkan nyawa, mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka;
  2. Karena penyakit yang sering melanda kampung mereka, dan merasa tidak aman;
  3. Mereka adalah nelayan tradisional, saat  mencari ikan jauh ketengah laut, mengalami ombak dan angin topan, sehingga  mereka terdampar kepulau-pulau lain yang letaknya jauh di selatan Maluku.
  4. Ini berarti penemuan daerah baru secara tidak sengaja. Karena kondisi daerah baru memungkinkan dapat hidup dengan baik, maka terus menetap disana;
  5. Terdapat hukum adat setempat yang menetapkan, penduduk yang berbuat kriminal yang berat, diusir dari kampungnya, oleh karena itu sipenjahat ini pergi meninggalkan kampung halamannya bersama keluarganya.
  6. Ada pula dengan kesadaran sendiri, sengaja pergi mencari pulau-pulau lain untuk dihuni, oleh karena kehidupan di tempat asalnya tidak subur dan hasilnya tidak mencukupi;
  7. Karena kawin-mawin dengan mengambil istri di pulau lain, sehingga berpindah ke kampung istri dan menetap seterusnya disitu.
  8. Karena ajakan keluarga yang telah lebih dahulu  menetap disuatu pulau tertentu  dan memberi hidup yang layak.
  9. Karena sering terjadi bencana alam, maka mereka mengungsi dan mencari daerah baru yang bebas bencana alam dll.
  10. Daerah asalnya kurang subur sehingga terpaksa mencari daerah lain yang memungkinkan kehidupan yang lebih baik.
  11. Atas kemauan sendiri secara suka rela pergi dari daerah asalnya dan pergi merantau memperbaiki nasipnya dll.
Mutasi penduduk (migran) seperti ini di zaman dahulu dilakukan secara bertahap dan memerlukan suatu jangka waktu yang lama, bisa puluhan tahun bahkan dalam ratusan tahun, dari satu generasi kegenerasi berikutnya, yang pada akhirnya hampir semua pulau-pulau yang semula kosong, telah dihuni oleh manusia. Transportasi laut saat itu adalah mempergunakan perahu berkaki  dengan sebutan lokal “Lete-lete”.
Diantara migran dari utara (Maluku) yang disebutkan diatas akhirnya melalui suatu pelayaran, tiba juga di sebuah pulau kosong yang di kemudian hari disebut Pulau Rote.  
Ø  Salah seorang dari Seram ini bernama “ Rotte.”
Ø  Ia menetap dikerajaan Ringgo, Rote Timur sekarang.
Ø  Kemudian namanya dijadikan nama pulau ini oleh Pelaut Portugis Antonio Pigafetta 1522 : “Roti.” Sekarang ditulis orang “ Rote,” kadang-kadang   “Roti.
Ø  “ Mereka yang datang dari Seram ini menduduki bagian timur pulau ini.

Pada awalnya, pulau ini belum memiliki nama.
Kecuali perpindahan dari Seram, ada lagi perpindahan dari Hindia Belakang. Mereka yang datang ke pulau Rote berasal dari Hindia Belakang,  mula-mula migran-migran  itu ke Sumatera, Jawa, kemudian ke Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Sabu, dan dari Sabu akhirnya tiba di pulau Rote pulau paling selatan dari Indonesia ini, secara bergelombang/berkelompok  (tahap demi tahap) dalam sebuah proses perjalanan panjang dan memakan waktu hingga ratusan tahun).

Mereka ini adalah pelaut-pelaut ulung
Jadi, baik oleh orang-orang yang datang dari Seram (di utara ) maupun oleh orang-orang dari Hindia Belakang (barat) tiba dan menetap di pulau ini dan akhirnya disebut orang (suku bangsa) Rote/Roti. Rote / Roti ini ialah pulau diwilayahTerselatan dari Indonesia” yang paling terkemudian atau paling terakhir didatangi dan dihuni orang, jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia termasuk pulau-pulau lain di Nusa Tenggara Timur.

Yang dari Hindia Belakang ini menetap di Rote bagian Barat ialah dikerajaan Thie, Dengka, dan O’enale sekarang ini. Jika kita memperhatikan cerita-cerita silsilah (oral-sastra lisan) tentang turun-temurun dari orang tua-tua dahulu menyatakan, bahwa penduduk Pulau Rote  sekarang ini, adalah termasuk generasi atau keturunan yang ke-50 sejak awal nenek moyang  mereka datang kepulau ini.  Jika demikian, maka dapat dihitung usia tiap-tiap generasi kalau rata-rata sekitar 40 tahun umurnya, maka perhitungannya adalah 50 x 40 tahun = 2000-an tahun yang lalu. Ini memberi gambaran dan indikasi bahwa pulau Rote ini, baru dihuni orang, sekitar 1500 -  2000-an tahun yang lalu.

Adapun alasan yang mendukung fakta ini antara lain bahwa perantau yang datang kesini telah memiliki berbagai ketrampilan dan pengetahuan tentang, berbagai peralatan dari besi, bertani/bersawah, beternak, pandai mas-perak,  ilmu pelayaran,  menenun dan lain-lainnya yang dibawanya  dari daerah asal hunian mereka semula, dan dari daerah-daerah yang pernah mereka singgahi selama dalam pelayarannya, yang pada zaman itu, daerah-daerah tersebut  sudah maju,  telah memiliki peradaban dan tehnologinya, walaupun belum dikatakan modern.
Ø  Mereka sudah hidup di-zaman logam. Buktinya bahwa membuat perahu tentu harus memerlukan alat dari besi atau logam.
Ø  Mereka tidak tergolong lagi sebagai penduduk zaman batu atau penduduk pengumpul makanan dari hasil hutan,  dan dari hasil berburu, seperti suku  Dawan di pulau Timor pada awalnya,  dan bukan pula sebagai penghuni gua, akan tetapi, sudah memiliki pengetahuan membangun rumah sendiri (rumah panggung).

Kelompok-kelompok pelaut yang tiba di pulau Rote dengan selamat, dengan mempergunakan perahu berkaki “Lete-Lete(Rote) mengarungi laut dan samudera tanpa menyerah adalah, manusia-manusia bermental baja, hasil seleksi alam, karena banyak diantara mereka yang tenggelam perahunya selama pelayarannya, dan terkadang meninggal dalam pelayaran karena kehabisan bekal dan banyak sebab lainnya. Selain menemukan Pulau Rote  yang dijadikan tempat hunian terakhirnya, mereka juga ada yang terus berlayar ke arah selatan dan tiba di Benua Australia.
Jadi sebetulnya nenek moyang orang Rote yang lebih dahulu menemukan Benua Australia dan bukan Inggris.  Mereka hanya berlayar dikawasan itu untuk mencari ikan dan biota laut lainnya, dan gugusan pulau yang sekarang dikenal dengan, Gugusan Pulau Pasir yang terdiri dari Pulau Dato I, Dato II dan Dato III yang kemudian oleh orang Rote di sebut “Solokae” dijadikan sebagai, tempat beristirahat selama pengumpulan hasil laut dan jauh sebelum tahun l522, ketika Pelaut Portugis, Antonio Pigafetta menemukan Pulau Rote, maupun sebelum kapten Cook (Inggris) menemukan Pantai Timur Australia pada tahun l788. Begitu pula sebelum Kapten Ashmoro, menemulan Pulau Pasir tahun l816 yang kemudian diberi nama pulau-pulau dengan sebutan Ashmore Reef.

Sebagai buktinya adalah sejak itu para nelayan tradisional secara turun temurun dari nenek moyang mereka asal pulau Rote sepanjang tahun berlayar dan menangkap ikan, maupun hasil laut lainnya hingga ke pantai-pantai Utara dan Barat Australia. Daerah-daerah tersebut telah dikenalnya sejak berabat-abat lamanya sebelum Inggris menemukan Benua Asutralia. Oleh karena jalur laut ini telah dikenal akan kaya hasil lautnya dengan baik sejak beratus-ratus tahun silam yang telah dirintis oleh pelaut-pelaut nenek moyang mereka. Jadi Benua Australia bukan hal baru bagi nelayan tradisional suku Rote,  karena wilayah Utara dan Barat Australia adalah ladang perikanan mereka hingga sekarang.

Walaupun Pulau Pasir sekarang  diklaim Australia sebagai wilayah teritoriannya, namun nelayan tradisional asal Pulau Rote tetap mencari ikan dan biota laut lainnya di sana, karena, masih dianggapnya sebagai “Tanah Adat Hak Ulayatnya” sejak nenek moyang mereka, walaupun dengan berbagai resiko sekalipun. Saat ini masih sedang di perjuangkan (baca Buku “.Pulau-Pulau Terluar Nusantara” oleh penulis juga).
Jika kita bandingkan tahun-tahun penemuan Benua Australia oleh kapten Cook (1788) dan penemuan suku Rote atas Benua Australia dan gugusan Pulau Pasir (Dato I, Dato II, Dato III), yang belakangan baru di beri nama (Ashmoro Reef dan Cartier Reef), dihitung dari jauh sebelum pelaut Portugis menemukan Pulau Rote (l522), serta dihitung hingga tahun l974, saat Indonesia – Australia membuat MOU l974, maka dapatlah kita bandingkan perbedaan lama tahun penemuan oleh orang Rote dibandingkan dengan Inggris atas Pulau Pasir dan Benua Australia adalah  Orang Rote  lebih dari 452 tahun (1522 – 1974); sedangkan  Inggris (Australia) baru 186 tahun (l788 – 1974).

Oleh karena itu memperkuat kedudukan dan penguasaan orang Rote atas gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef dan Cartier Reef) sebagai Tanah Adat Hak Ulayat, berdasarkan fakta sejarah di atas sehingga menjadi dasar hukum yang kuat untuk memperjuangkan dikembalikannya Pulau Pasir  oleh Australia ke Indonesia. Tambahan pula, yang menjadi dasar utama penyerahan Pulau Pasir kepada Australia adalah alasan politik semasa dalam era Orde Baru, dimana Menlu Ali Alats (l989), mengatakan sebagai konpensasi atas pengakuan Australia terhadap intergrasinya Timor Timur dengan Indonesia.

Tetapi setelah Timor-Timur telah menjadi negara meredeka maka,  tiba saatnya sekarang membuka kembali  status Pulau Pasir.  Demikian urain tambahan ini untuk memperjelas kemampuan bahari orang Rote hubungannya dalam penemuan Pulau Pasir dan Benua Australia. Mereka (orang Rote)  telah hidup pada zaman Perunggu, dimana terbukti dari di temukannya tiga buah Kapak Perunggu yang sangat terkenal dengan sebutan “Kapak Roti”  yang saat ini tersimpan di Musium Nasional di Jakarta atau di Musem NTT di Kupang. Masa berburu dan mengumpulkan hasil hutan di pulau Timor berakhir pada kira-kira 4.500 – 5.500 tahun yang lalu dengan masuknya sistem bercocok tanam ke Timor, juga binatang kera, tikus raksasa, rusa, kuskus, kambing, anjing. (Y.Glover l969, hal.111).

Sejarah tentang asal usul orang Rote dan pulaunnya serta kerajaan-kerajaannya, belum pernah dibukukan orang secara lengkap. Maka dari itu didalam hal ini, tiap-tiap orang tua mesti menjadi guru sejarah yang berkewajiban mengajar anak-anaknya. Sejarah asal usul orang Rote, dan kerajaannya ini tersebar dari mulut-kemulut (tradisi lisan-oral). Dari ayah kepada anak, dari anak kepada cucunya dan seterusnya. Orang-orang  di Rote yang sudah dewasa tentu kenal akan sejarah pulau maupun sejarah silsilah nenek moyangnya. Setidak-tidaknya tentu kenal akan sejarah silsilah keturunannya, yang datang pertama ke pulau Rote ini. (Keturunan dan silsilah orang Rote dapat dibaca pada halaman-halaman berikutnya dengan judul “Maneleo/Kepala Suku di Rote”). Cerita-cerita sejarah tersebut selalu di dengarkan oleh anak-anak mereka dengan penuh perhatian. Seolah-olah anak itu ingin menghafalnya. Akhirnya  mereka memang hafal benar-benar.  Dengan demikian tentang sejarah nenek moyang orang Rote  diceritakan oleh mereka dalam beberapa fersi maupun dari kepustakaan lainnya   sebagai berikut:

Ø  Salah seorang yang datang dari Hindia Belakang ini bernama Mau Miha. Dia menetap dipulau Sawu/Sabu. Dalam bahasa Sawu sekarang “Mau Miha” artinya “anak tersendiri.”Mau Miha ini beranak 5 (lima) orang yaitu : 1).Hau (Hawu) Mau, (2).Radi Mau, (3).Ndao Mau, (4).Belu Mau, dan (5).Ti (Thie) Mau. Kelima anak-anak ini berdarah perantau seperti ayah mereka.
Ø  Hau (Hawu) Mau, anak yang ke-l ( pertama), menetap saja di pulau Sawu / Sabu. Hau Mau  inilah  yang oleh orang-orang sekarang diakui sebagai  nenek moyang orang Sawu seluruhnya. Sumber lain menyebutkan, orang pertama yang datang ke pulau Sabu adalah, Keka Ga / Hawu Ga, juga  diakui sebagai nenek moyang orang Sabu yang pertama. Dibeberapa daerah dikenal juga asal usul nenek moyang mereka dari seberang, tetapi tidak disebutkan dari mana. Ada yang menyebutkan nenek moyang orang Sabu yang berasal dari suatu tempat yang jauh di barat daya India. (Y.Y.Detaq, l973, hal.5). Sedang nama pulau Sabu adalah nama  untuk memperingati nama leluhur Hawu Ga tersebut. Sebutan pulau Hawu Ga, lama kelamaan menjadi Sawu, Savu, dan sekarang Sabu. Orang Sabu/Sawu, menyebut diri mereka “Do Hawu” artinya “Orang Hawu.” Sebutan nama Sawu, Savu, Sabu, adalah sebutan orang dari pihak luar. (Sumber : Depdikbud, Arsitektur Tradisiona Daerahl Nusa Tenggara Timur,l989, hal.12.)
Ø   Radi Mau, anak yang ke-2 ( kedua), pindah kepulau Rote di kerajaan Thie. Pada waktu itu daerah ini belum menjadi kerajaan dan belum bernama. Disini menurunkan 2 (dua) anak suku, ialah (1) Suku Sua dan (2). Suku Lee, yang masing-masing terdiri dari beberapa vaam / marga (anak suku).
Ø  Ndao Mau, anak yang ke-3 ( ketiga), pindah kepulau kecil disebelah barat pulau Rote. Dialah yang pertama datang kepulau itu. Kemudian pulau itu dinamai dengan namanya sendiri : Pulau Ndao,
Ø  Belu Mau, anak yang ke-4 (empat), pindah dari Sawu kesuatu daerah dipulau Timor. Daerah itu kemudian dinamai dengan namanya  Belu (sekarang  bernama Kabupaten Belu) berbatasan langsung dengan negara Timor Leste (TimTim). Dia menurunkan suku bangsa disitu. Suku bangsa keturunannya inipun  disebut suku Belu.
Ø  Ti  Mau (dibaca Thie Mau ), anak yang bungsu ke-5 (lima), pindah dari Sawu ke-Amfoang dipulau Timor. Dia mendapatkan sebuah gunung yang kemudian dinamai ‘Ti Mau’, menurut namanya sendiri. Beberapa orang anaknya pindah dari Amfoang ke-pulau Rote.  Mereka berjumpa dengan anak-anak Radi Mau dikerajaan Thie sekarang ini yang pada waktu itu, belum lagi merupakan kerajaan. Kemudian mereka mendirikan sebuah kerajaan dan kerajaan itu dinamai “ Ti Mau menurut nama ayah mereka yang berdiam di Amfoang (Timor). Nama Ti Mau ini kemudian dipendekkan orang menjadi “ Tie “ saja dan lama-kelamaan dituliskan orang: “ Thie “ sampai sekarang.(Gyanto, l958)

Ø  Menurut Pendeta Dr.Middelkop, seorang misionaris Belanda yang ditugaskan di pulau Timor (l920), mengatakan diantara nusak-nusak / kerajaan-kerajaan di pulau Rote  berdasarkan cerita adat misalnya Nusak OEnale menyebutkan tokoh lain yang datang dari Seram dan Alor adalah tokoh : Alo Kai, Leb Kai, Kai Kai, dan Kai Donde (Middlekoop l968 Atoni, halaman 90, 91).

Ø  Pada sumber lain disebutkan,  nenek moyang orang  Rote yang pertama bernama ‘Bara Nes,  Keo Nes, Pilo Nes, Fole Nes.  Rote Nes’ yang barasal dari Sela Den dan Niki Den, mendiami wilayah kesatuan adat yang disebut dengan Nusak (Kerajaan). Mereka datang dengan perahu melewati Andanu, Sera Dai dan akhirnya mendarat di Mueo’en. Untuk menentukan dimana sebenarnya letak Sela Den dan Niki Den sulit ditelusuri. (Sejarah Daerah NTT,l978,hal.l9).
Ø  Terdapat juga sumber yang menyebutkan bahwa orang Rote yang konon datang dari Utara yang diterjemahkan “datang dari tanah atas” atau (lain do ata)-sehingga sebagian orang menganggapnya datang dari Caylon. Mereka datang secara bergelombang ke pulau Rote dengan
o   mempergunakan perahu bercadik (perahu berkaki/bertangan) yang
o   disebutnya “lete-lete.” Perahu tersebut terbuat dari ‘pohon deras’ atau pohon ‘dadap/dedap’. Karena itu beberapa marga di Pulau Rote atau “leo”(suku) di pulau itu pantang/pemali menggunakan jenis kayu ‘dadap’ tersebut sebagai bahan bakar atau kayu api, karena perahu nenek moyang  mereka datang ke pulau Rote ini terbuat dari kayu dadap, yang telah menolong mereka tiba dalam keadaan selamat di pulau Rote.
Ø  Tempat asal mereka ialah “ Dailaka nama suatu tempat di pulau Seram (Sela Saele). Setelah cukup lama berlayar tibalah mereka  di Atapupu-Timor, yang disebut “Sina do Koli,”menyusur pantai Timor, Kupang, yang disebut “Timo do Sape,” menyeberangi selat Puku Afu dan tiba di pulau yang kemudian dinamakan Rote. Gelombang pertama yang tiba adalah “Oke Mie” dengan putranya “Henda Oke serta anak yang lain beserta keluarganya berdiam di Rote Barat, sedang gelombang berikutnya rombongan “Belobangga do Kalilaku” mendiami Danohloan di pantai Bilba, Rote Timur.(Mosaik Pariwisata NTT,1987, hal.7).
Ø  Dalam versi lain asal usul nenek moyang orang Rote  berasal dari “Sera Sue” Do “Dai Laka” yaitu Pulau Seram (Maluku) datang dan menetap di Pulau Timor. Turunannya tersebar mengarungi lautan dengan merakit pelepah menjadi rakit menuju Pulau Rote, lalu mendarat di “Tungga Oli Do Namo (Korbafo)’.  Nenek moyang dan turunannya tersebut diatas  setelah beratus-ratus tahun lamanya, di ceritakan dari mulut ke mulut secara lisan dari orang tua kepada anaknya dan dari anak ke cucunya sehingga  kemudian dicatat  sebagai berikut :

Bula Kai dengan turunannya adalah :
Ø  Lakamola Bula--Ke Bilba,
Ø  Mengge Bula-Ke - Dengka,
Ø  Ndu Bula-----Ke -Ba’a dan Dengka,
Ø  Ma Bula------Ke -Termanu,
Ø  Patola Bula---Ke - Bokai, Lelain, Ba’a, Ndao, Thie, Dengka, Loleh
Ø  Besi Bula-----Ke – Thie dan Lelain
Ø  Ndu Tofa Bula, ke ?
Ø  Loma Bula----Ke – Ba’a, Thie, Dengka, Talae, O’enale,
Ø  Makasene Bula (Wanita)---Kawin dengan Manek Ndana,
Ø  Liu Lai Bula beranak : Makapedu Liu Lai—ke-Dengka 
                      Laihamek Liu Lai ke- Keka, Talae, Loleh, Bilba,     
                      Lamaketu Liu Lai ke- Rote Timur
                     Henda Oke Liu Lai ke - Rote Barat.
Dalam Perpustakaan Barat dalam bahasa Inggris disebutkan Etnik dan bahasa Rote sbb :

ROTE
(ROTI, ROTTI, ROTTE, NUSA LONTAR, LOTE, PULAU DOMBA, NUSA SASANDO, ROTTY, ROTINESE) [ROT] 123,000 to 133,000 in ethnic group (1981 Wurm and Hattori). Rote Island southwest of Timor and on adjacent Timor Island around Kupang and Semau Island. Austronesian, Malayo-Polynesian, Central-Eastern, Central Malayo-Polynesian, Timor, Nuclear Timor, West. Dialects: OENALE-DELHA (OENALE, UNALE, DELHA, DELA), LANDU-RINGGOU-OEPAO (LANDU, RINGGOU, RENGGOU, OEPAO), BILBA-DIU-LELENUK (BILBA, DIU, LELENUK), KORBAFFO (KOLBAFFO), BOKAI, TERMANU-TALAE-KEKA (TERMANU, PADA, TALAE, KEKA), BA'Ä-LOLEH (BAÄ, BA'A, LOLEH, LOLE), DENGKA-LELAIN (DENGKA, LELAIN), THIE (TI). Significant linguistic blockages to intelligibility among 'dialects', and attitudes which hinder acceptance of other 'dialects', but social factors favor considering them one. Speakers from different dialects often communicate by using Malay. Access by ferry from Kupang, or by air. Christian. Bible portions 1895. Work in progress. (Sumber : Wurm dan Hattori Internet)
ROTE

[ROTI] 123,000 to 133,000 in ethnic group (1981 Wurm and Hattori).  Rote Island southwest of Timor and on adjacent Timor Island around Kupang and Semau Island. Alternate names: ROTI, ROTTI, ROTINESE. ROTTY, ROTTE, NUSA LONTAR, LOTE, PULAU DOMBA, NUSA SASANDO, Dialects: ROTE-TIMUR (LANDU, ROTE-RINGGOU, RINGGOU, RENGGOU, OEPAO, LANDU RINGGOU-OEPAO, RIKOU), BILBA-DIU-LELENUK (BILBA, DIU, LELENUK, BELUBAA), ROTE-TENGAH (TERMANU, PADA, TALAE, KEKA, TERMANU TALAE-KEKA, BOKAI, KORBAFO, KORBAFFO, KOLBAFFO, LELAIN), BA'Ä LOLEH (BADÄ BA'A, LOLEH, LOLE), TII (TI, THIE).   Classification: Austronesian, Malayo-Polynesian, Central-Eastern, Central
Malayo Polynesian, Timor, Nuclear Timor, West.  More information.

ROTE, WESTERN

[ROW]   Western Rote Island. Alternate names: ROTE BARAT, WEST ROTE.  Dialects: OENALE-DELHA (OENALE, UNALE, DELHA), DENGKA.  Classification: Austronesian, Malayo-Polynesian, Central-Eastern, Central Malayo-Polynesian, Timor, Nuclear Timor, West.  More information.

Rote:

Salah Satu Bahasa di Indonesia (Nusa Tenggara)

Populasi  123000-133000 dalam kelompok etnis (Wurm dan Hattori) Daerah Pulau Rote, tenggara Timor  bertetangga dengan pulau Timor    sekitar Kupang dan pulau Semau Nama lain    Roti, Rotti, Rotinese, Rotty,  Lote, Rotte, Pulau Domba, Nusa Lontar, Nusa Sasando. Dialek Rote Timur (Landu, Rote-Ringgou, Ringgou, Renggou, Oepao, Landu Ringgou-Oepao, Rikou), Bilda-Diu-Lelenuk (Bilba, Diu, Lelenuk, Belubaa),
Rote Tengah (Termanu, Pada, Talae, Keka, Termanu-Talae-Keka, Bokai, Korbafo, Korbaffo, Kolbaffo, Lelain), Ba’a-Loleh (Bada Ba’a, Loleh, Lole), Tii (TI, Thie).


Klasifikasi      Austronesia, Melayu-Polynesia, Tengah-Timur, Melayu-Polynesia Tengah, Timor, Timor Nuklir, Timur Komentar : Ketertutupan linguistik memperjelas variasi di pulau Rote, dan perilaku masing-masing variasi, tetapi factor social yang baik membuat menyatukan mereka. Bahasa yang digunakan dari variasi yang berbeda di Rote kadang berkomunikasi menggunakan bahasa melayu. Kristen. Segmen injil 1895. (Wurm dan Hattori Internet)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.