Dari Perang Teroris ke Resesi
Ekonomi Global
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
|
HANCURNYA dua
menara World Trade Center (WTC) di New York, AS, seakan menghancurkan harapan masyarakat
dunia akan lolosnya dunia dari yang namanya resesi global. Yang tinggal
hanyalah rasa tidak nyaman, tidak percaya, dan tidak mampu, serta sepotong
harapan. Menjadi konservatif dan lebih berhati-hati dengan pengeluaran, seakan
menjadi pribadi baru bagi masyarakat Amerika.
|
Sebuah gaya hidup baru yang menjadi mimpi buruk bagi semua kapitalis
sejati.Bagaimana tidak, dengan trend
baru tersebut, apa yang bisa diharapkan untuk dapat menaikkan laju pertumbuhan
ekonomi.
Berhemat dengan mengurangi pengeluaran merupakan tema
yang agak kurang populer di mata para pengambil kebijakan ekonomi Amerika saat
ini. Harapannya adalah rakyat saat ini tetap rajin berbelanja agar penjualan
perusahaan meningkat, yang ujung-ujungnya bisa mengangkat angka pertumbuhan
ekonomi sehingga selamat dari pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Mengapa
demikian?
Dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP) Amerika kuartal kedua yang bila disetahunkan
0,2 persen, sebenarnya tanpa perlu terjadi tragedi WTC sudah menunjukkan adanya
masalah yang mendasar di Amerika. Karena angka 0,2 persen sedikit sekali
bedanya dengan bila pertumbuhan ekonomi nol persen ataupun minus 0,000001
persen, padahal artinya nyaris sama, yaitu tidak adanya pertumbuhan ekonomi.
Bedanya hanya 0,2 persen atau nol persen belum masuk dalam definisi resesi,
sementara kalau minus 0,000001 persen dan terjadi dua kuartal berturut-turut
masuk dalam definisi resesi. Akibatnya adalah mulai timbul kekhawatiran bahwa
pertumbuhan ekonomi yang amat sangat lambat ini mengarah ke resesi yang dapat
bersifat global. Kenapa? Pertumbuhan ekonomi Amerika yang lambat berarti
permintaan yang juga melambat.
Akibatnya, perusahaan yang tersebar di berbagai negara di dunia, yang rajin
mengekspor ke pasar Amerika, pasti akan mengalami penurunan penjualan juga,
karena turunnya permintaan yang akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi
perusahaan di negara yang bersangkutan juga akan melemah. Sama
dengan masalah yang dihadapi di Amerika.
Karenanya,
sepanjang tahun 2001 ini berbagai indeks harga saham berbagai bursa utama dunia
seakan berlomba sekuatnya berusaha mencapai titik terendahnya. Jadi, perlu
diingat bahwa kejatuhan indeks saham seluruh bursa utama dunia itu memang sudah
berlangsung, bahkan sejak sebelum terjadinya tragedi WTC! Tragedi Amerika ini memicu resesi.
Tak heran
kala Sang Teroris sukses besar dalam melaksanakan mission impossible-nya, seluruh masyarakat dan investor global
menjadi semakin panik. Jatuhnya indeks saham di seluruh bursa di dunia, tak
tertahan seperti tak tahannya WTC menopang kedua pesawat yang nyangkut ke sana. Repotnya, George W
Bush, Presiden Amerika yang sekarang, seakan tidak mau kalah dengan ayahnya
yang dengan gagahnya berhasil menjadi pemenang di Perang Teluk.
Genderang
perang yang dilontarkannya tanpa disadarinya telah membuat panik seluruh dunia,
bahwa akan terjadi Perang Dunia Ketiga. Ditambah lagi dengan ramalan
Nostradamus yang konon dibuat pada tanggal 11 September, tentang tragedi
Amerika yang akan memicu Perang Dunia baru.
Akibatnya
tanpa disadari, akibat dari penanganan yang terlalu berlebihan, malah membuat
ongkos yang ditanggung dunia untuk mengatasi Sang Teroris yang memang berani
mati, menjadi biaya yang luar biasa besarnya. Parahnya, bukannya mencoba
menenangkan situasi agar rakyatnya tetap melakukan konsumsi dan investasi dan
melakukan tindakan pembalasan secara tertutup dan rapi, malah membuat rakyatnya
semakin waswas dengan janji-janji perangnya yang tidak jelas akan memerangi
siapa.
Hal ini
mungkin kelak dalam sejarah Amerika akan menjadi contoh kesalahan seorang
Presiden Amerika yang ternyata melupakan musuh yang sebenarnya, yaitu ancaman
resesi yang sebetulnya lebih berbahaya karena tidak terlihat, namun efektif
membuat hidup semua orang setengah mati.
Kecuali bila
strategi ini memang merupakan kiat Bush untuk mengalihkan perhatian rakyatnya
dari krisis ekonomi yang tengah melanda negaranya.
Boleh dibilang, dalam beberapa hari pada minggu terjadinya tragedi,
aktivitas ekonomi menjadi kendur. Akibatnya adalah semakin dekatnya kenyataan
bahwa pertumbuhan ekonomi akan negatif untuk bulan September ini. Dampaknya
adalah orang semakin yakin bahwa resesi memang akan terjadi dan semakin
mendorong orang menjadi lebih konservatif dan berhati-hati dalam konsumsi dan
berinvestasi, sehingga semakin mendekatkan pada terealisasinya resesi yang
dikhawatirkan itu.
Tanpa perlu menganalisis terlalu jauh, saat ini saja perusahaan penerbangan
Continental sudah mengumumkan merumahkan 12.000 karyawannya, yang tidak
tertutup kemungkinan berakhir pada pemutusan hubungan kerja (PHK), bila tidak
ada bantuan Pemerintah Amerika. Perusahaan
penerbangan lainnya juga sudah mengisyaratkan hal yang sama mengenai rencana
PHK puluhan ribu karyawannya. Ternyata berita terakhir adalah perusahaan besar
dunia lainnya pun saat ini sudah mengumumkan rencana PHK dalam jumlah yang
besar di berbagai negara besar.
UNTUK mengetahui magnitude dari dampak tragedi WTC ini dapat juga dilihat pada
dalamnya penurunan indeks harga saham di seluruh bursa utama dunia, yang
mencapai 3-12 persen dalam satu hari. Ini sesuatu yang jarang terjadi.
Sampai-sampai, karena khawatir indeksnya jatuh bebas, beberapa bursa di Asia
malah ditutup begitu saja, seperti di Malaysia, Taiwan, dan Thailand. Hal lain
yang perlu diketahui untuk bisa mengukur seberapa mengkhawatirkannya situasi ekonomi dunia ini adalah dari ukuran besaran dan
tindakan-tindakan tidak lazim yang diambil.
Misalnya, tindakan penurunan tingkat suku
bunga secara agresif yang tidak saja dilakukan oleh The Fed dan European
Central Bank (ECB), tetapi juga oleh bank sentral lainnya di Kanada, Swiss,
Swedia, Hongkong, Jepang, dan terakhir Inggris, untuk mencegah terjadinya
resesi. Penurunan suku bunga ini menjadikan suku bunga berada pada rekor
terendah. Di antaranya di Inggris, di mana suku bunga turun menjadi 4,75
persen, atau terendah dalam 40 tahun.
Dana milyaran dollar AS disediakan oleh
Pemerintah Amerika, baik untuk memperbaiki dampak penyerangan maupun untuk
menjaga stabilitas keuangan. Selain itu, PHK yang dengan cepat akan dilakukan
oleh banyak perusahaan besar di dunia saat ini. Juga rekor indeks saham
terendah dalam rentang waktu belasan tahun, sebagaimana di Jepang.
Pertanyaannya adalah, apakah dengan fenomena
yang tidak lazim seperti ini, persepsi pesimis pasar bisa diubah, misalnya
dengan penurunan bunga secara drastis, termasuk serangkaian kebijakan yang
dianggap menarik pasar? Pengamatan terakhir sampai dengan saat ini, tampaknya
usaha itu belum mampu sepenuhnya memulihkan persepsi pasar.
Hal ini ditunjukkan dengan masih turunnya
indeks saham bursa di Eropa, dalam kisaran 1-2 persen pada penutupan hari
Selasa. Hanya Wall Street yang terlihat sudah mulai agak stabil.
Ketidakstabilan dari pergerakan indeks yang masih liar (naik-turun lebih dari
satu persen) menunjukkan masih volatile-nya
situasi pasar. Ini menggambarkan masih tingginya risiko ketidakpastian yang
dihadapi pasar.
Seriusnya tingkat kepanikan atas ancaman
resesi ini dapat dilihat pada serangkaian tindakan persiapan yang tak pernah
dilakukan sebelumnya, yang dilakukan oleh seluruh pihak yang terkait untuk
menahan kejatuhan indeks di Wall Street.
Termasuk di antaranya penyediaan dana
likuiditas yang nyaris tanpa batas kepada lembaga keuangan dan bank dalam
jumlah ratusan milyar dollar AS, melonggarkan aturan buy back saham oleh emiten, penurunan tingkat suku bunga federal fund rate menjadi 3 persen, dan discount rate menjadi 2,5 persen, terendah dalam 45 tahun.
Selain itu, juga melarang short
selling yang sudah menjadi ciri khas Wall Street, dan mengimbau investor
untuk tidak melakukan penjualan pada hari perdagangan kembali, dengan
jargon-jargon patriotisme.
Hal mana dalam kondisi normal merupakan sesuatu hal yang pasti
akan sangat memalukan dilakukan oleh bursa sekelas Wall Street. Bahkan, untuk
meyakinkan pasar, sampai-sampai para petinggi politik dan keuangan Amerika
secara bersemangat memompa semangat pasar melalui kehadiran mereka saat bunyi
bel perdagangan dimulai, sembari terus mengimbau warga Amerika membuktikan
kepatrioritannya dengan membeli saham di bursa untuk menahan laju jatuhnya
indeks. Indeks Wall Street memang tidak mengalami crash, namun tetap tidak bisa menghindarkan diri dari suatu
koreksi pasar yang tajam. Pasar memang tidak pernah berbohong dan tidak bisa
dibohongi.
Pada hari Senin, pasar Eropa yang ditutup lebih awal ketimbang
Wall Street memang ditutup positif, walau awalnya indeks masuk dalam teritori
negatif.
Menjelang tutup, indeks di Eropa naik tajam sebesar 2-3 persen,
karena melihat dukungan yang cukup kuat di saat awal perdagangan di Wall
Street. Menguatnya
indeks di Eropa ini juga dipicu oleh keputusan bersama The Fed dan European
Central Bank yang secara agresif menurunkan tingkat suku bunganya hingga 0,5
persen. Namun demikian, setelah bursa di Eropa tutup, Wall Street tetap saja
tidak bisa melawan persepsi pasar yang memang sedang negatif. Secara perlahan
dan pasti indeks terus melemah.
Walaupun hanya turun tipis di awal pembukaan perdagangan, pada
perdagangan sore harinya indeks Wall Street melemah secara tajam sebesar 7,1
persen untuk Dow Jones dan 6,8 persen untuk Nasdaq. Bursa Eropa yang sempat
menguat pada hari Senin, ternyata juga tak mampu menahan realitas pasar, anjok
kembali sekitar 1-2 persen pada hari berikutnya (Selasa).
Bursa Asia juga mengalami kenaikan yang bersifat technical rebound, antara 1-3 persen
pada hari Selasa lalu, sebagai pengimbang atas penurunan yang terjadi di bursa
Asia hari sebelumnya, saat pasar waswas menanti pembukaan Wall Street dan paralel
dengan kenaikan yang terjadi di Eropa pada hari Senin.
Namun, koreksi teknis (technical
correction) tampaknya kemungkinan yang akan terjadi pada hari Rabu. SECARA umum,
strategi yang dilancarkan oleh para pemimpin politik dan keuangan di Amerika serta
kerja sama lintas Atlantik dengan para pemimpin Bank Sentral Eropa, pada
awalnya memang berhasil mencegah crash
atau terjun bebas harga saham Wall Street. Namun, dengan melihat penurunan yang
sampai sebesar 7,1 persen pada Dow Jones dan 6,8 persen pada Nasdaq dalam satu
hari-walaupun segala upaya telah dilakukan-sebetulnya menyampaikan pesan pasar
bahwa potensi penurunan masih akan dapat terjadi dalam waktu dekat. Penurunan
indeks tersebut juga secara implisit menunjukkan bahwa persepsi negatif yang ada
pada pasar atau masyarakat dan investor memang sudah pada tingkat yang perlu
dikhawatirkan. Yang tidak terpengaruh lagi dengan iming-iming bunga yang
rendah. Kegalauan yang menguasai pikiran masyarakat adalah apakah mereka masih
bekerja esok hari dan apakah kehidupan tetap sama esok hari.
Hantu pikiran yang tidak ada kepastian ini jelas akan mengubah
pola konsumsi serta investasi masyarakat menjadi lebih konservatif. Hal ini
menjadi lebih buruk dengan dominannya mainstream
pemikiran para ahli ekonomi Amerika maupun global yang terlihat khawatir dengan
ancaman resesi. Kecuali Bush yang tetap saja optimis dan terus bernafsu dengan
permainan perang-perangannya yang baru.
Yang juga menarik adalah banyak orang merasa
tidak yakin dengan situasi ke depan. Bahkan tragedi WTC seakan membawa dunia
kepada era baru yang unik, yang penanganan permasalahannya semakin menjauh dari
pendekatan teori dan textbook.
Sedikit contoh bisa diambil, seperti digunakannya segala cara untuk menahan
anjloknya indeks, mulai dari penurunan bunga yang tidak pada waktunya (harusnya
baru diputuskan pada 2 Oktober 2001), pemompaan likuiditas yang nyaris tanpa
batas, sampai pada penggunaan slogan patriotisme.
Hal ini mungkin masih relevan dalam kaitan
teori, akan tetapi cara penangan masalah itu sebenarnya agak kurang lazim.
Belum lagi dengan asas mekanisme pasar yang selama ini diagungkan, yang boleh
dibilang terlanggar bila melihat upaya tersebut yang sebenarnya mengatur pasar.
Padahal, hasil dari semua
itu masih tanda tanya dan bersifat trial
and error. Untuk konservatifnya, harusnya apa yang telah dicapai oleh
Wall Street pada Senin lalu, tidak diterima begitu saja. Apa yang terjadi
belumlah mencerminkan dari apa yang menjadi persepsi pasar.
Terlalu banyak distorsi yang
terjadi.
Pasar modal dunia kelihatannya
masih akan bersifat eksplosif.
Pembukaan kembali Wall Street hanya merupakan indikator awal. Pasar global dalam beberapa hari ke depan
masih akan terus berfluktuasi, mencari titik keseimbangannya yang baru.
Pergerakan tiga benua besar bursa dunia yaitu Amerika, Eropa, dan Asia,
tampaknya akan menjadi barometer baru yang akan diikuti terus dengan cemas oleh
dunia.
Data statistik ekonomi September yang
merupakan pula data kuartal ketiga, baik di Amerika maupun dunia, akan menjadi
data yang akan menentukan ekonomi dan pasar modal dunia sampai dengan akhir
tahun ini. Saat itulah sebenarnya sebagian cerita besar mengenai arah ekonomi dunia
akan lebih terbaca lagi. Secara konservatif, memang lebih besar kemungkinan
berita negatif yang akan terjadi. Tetapi, jangan pula terlalu under estimate dengan situasi yang
ada. Sebab, The Fed dan ECB masih mempunyai senjata pamungkas untuk mengatasi
hal ini, yaitu melalui serangkaian kebijakan penurunan tingkat suku bunga yang
"super agresif".
Sasaran
termudah
Kondisi ekonomi yang runyam seperti saat ini, dengan country risk yang tinggi, ditambah
beban utang luar negeri sebesar 146 milyar dollar AS, jelas membuat posisi
Indonesia sangat rentan tanpa perlindungan. Di mana hanya kecerdikan dan keberanian yang akan bisa
menyelamatkan perekonomian negara ini.
Kunci dari pemulihan ekonomi Indonesia
sebenarnya ada pada kurs rupiah yang stabil, dengan tingkat depresiasi yang
rendah dan terukur. Masalahnya adalah kunci untuk mendapatkan kurs yang stabil
ada pada beberapa variabel yang tidak bisa dikontrol, namun masing-masing
mempunyai pengaruh yang kuat bila dalam posisi dominan. Kunci itu misalnya
politik, sebagaimana saat mantan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan jurus
kungfu maboknya, maka kucar-kacirlah rupiah.
Hal ini kemudian memaksa BI menaikkan suku
bunga untuk menstabilkan rupiah, mencegah inflasi, dan meredam dollar AS. Kunci
lainnya adalah inflasi, di mana bila terjadi kenaikan inflasi-baik demand pull inflation atau cost push inflation-, maka akan
memerosotkan kurs rupiah, mengikuti perhitungan paritas daya beli (puchasing power parity), yang berarti
akan membebani APBN.
Kunci secara umum lainnya adalah persepsi pasar tentang apa pun
yang terjadi di Indonesia. Misalkan resesi diasumsikan terjadi-di mana saat
resesi umumnya semua negara akan mengurangi impornya-maka kemungkinan besar
rupiah akan anjlok lagi.
Rupiah akan melorot karena pasar dengan mudah akan bertanya dari
mana Indonesia akan bisa mendapatkan dollar AS yang cukup untuk membayar utang
dollarnya yang jatuh tempo, bila ekspornya turun? Rentannya posisi Indonesia
dalam masa resesi pun telah diakui oleh Menkeu Boediono, yang menyatakan
Indonesia tidak akan berdaya bila terjadi resesi. Itu adalah jawaban yang benar dan jujur serta
harus kita akui bersama.
Pertanyaan berikutnya, apakah kita akan
pasrah menerima keadaan itu ataukah kita akan melakukan sesuatu yang belum
pernah kita lakukan untuk melindungi bangsa ini? Bila tak ada jalan lain, selayaknya kita mencoba jalan lain yang
ada tetapi tak pernah kita coba. Seperti, misalnya, kita selayaknya meminta
dengan segala cara, potongan utang atau paling tidak penjadwalan atas seluruh
pembayaran utang selama mungkin, dengan bunga serendah-rendahnya. Alasannya
hanya satu, kita memang sudah tidak bisa lagi membayarnya dengan cara yang
wajar! Selain itu, juga perlu strategi pengendalian
devisa yang lebih efektif, namun tanpa mengganggu kepercayaan pasar. Termasuk
di antaranya kebijakan untuk penghematan dalam pengeluaran devisa yang tidak
prioritas. Pemerintah pasti
telah pernah melakukan kajian-kajian strategi alternatif yang mungkin pernah
menjadi wacana. (Dandossi Matram, pengamat pasar modal )
Internet. >Kamis, 20 September 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.