Oleh ;Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Selain dampak ke kehidupan manusia dan lingkungan,
dampak paling menakutkan dari fenomena pemanasan global adalah terhadap perekonomian.
Dampak pemanasan global terhadap perekonomian
dunia bisa jauh lebih parah dari kerusakan yang diakibatkan oleh kombinasi dua
Perang Dunia dan depresi ekonomi dunia tahun 1930-an.
Emisi gas rumah kaca sekarang ini tak bisa
dilepaskan dari aktivitas ekonomi. Data yang diungkapkan mantan ekonom Bank
Dunia, Nicholas Stern, emisi karbon dioksida (CO2) selama ini sebagian besar
bersumber dari penggunaan energi berbahan bakar fosil yang sangat berperan
besar dalam menopang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.
Ironisnya, bahan bakar fosil yang mencemari lingkungan ini diperkirakan masih
akan menjadi sumber energi yang dominan bagi dunia hingga beberapa dekade ke
depan. Penggunaan energi ini terutama
(61 persen) untuk pembangkit listrik, pemanasan, transportasi, dan industri. Perubahan fungsi lahan seperti penggundulan
hutan (deforestasi) dan pertanian
juga menyumbang besar pada pemanasan global, yakni 18 dan 14 persen.
Belakangan, kebutuhan energi untuk
transportasi bahkan menggusur kebutuhan untuk aktivitas lainnya. Emiten terbesar gas rumah kaca
sekarang ini masih negara-negara maju, yakni Ameria Serikat (AS) dan Uni Eropa.
Negara-negara maju secara bersama-sama
bertanggung jawab atas sekitar 79 persen emisi gas rumah kaca global dalam 50
tahun terakhir. Namun, posisi negara maju sebagai pencemar biosfir ini
diperkirakan Stern sudah akan tergusur oleh kelompok negara berkembang dalam
satu dekade atau lebih mendatang. Dan dalam 20-25 tahun ke depan, sekitar 70
persen emisi gas rumah kaca diperkirakan akan disumbangkan oleh negara-negara
berkembang sekarang ini. Price Water House Coopers memperkirakan produksi CO2
global akan meningkat 2 kali lipat lebih dari yang sekarang pada tahun 2050
jika negara-negara di dunia ini tidak melakukan apa-apa (business as usual).
Berdasarkan beberapa skenario model yang
dibuatnya, Stern
mempredikasikan bakal terjadi pemangkasan
pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen jika temperatur global meningkat
hingga 2-3 derajat Celsius, dibandingkan jika tidak ada perubahan iklim. Jika
temperatur naik hingga 5 derajat Celsius, penurunan ekonomi bisa sampai 10
persen.
Skenario terburuk adalah jika negara-negara
di dunia ini tidak melakukan apa pun untuk menekan tingkat emisi gas rumah
kaca. Berdasarkan skenario terburuk ini, perekonomian global berisiko mengalami
pemangkasan pertumbuhan yang sifatnya permanen hingga 20 persen dibandingkan
jika tidak ada pemanasan global. Itu artinya rata-rata penduduk dunia akan 20
persen lebih miskin dibandingkan yang seharusnya.
Stern sendiri memperkirakan kemungkinan besar
kenaikan suhu bisa mencapai 5-6 derajat Celsius dalam satu abad mendatang. Sedangkan biaya (cost) yang harus ditanggung perekonomian global mencapai 9 triliun
dollar AS. Artinya, dampaknya jauh lebih dahsyat dari dampak gabungan dua
Perang Dunia atau depresi ekonomi tahun 1930-an. Angka itu belum memperhitungkan dampak pada
kesehatan manusia dan lingkungan.
Dan yang
menjadi masalah lain, beban dampak pemanasan global ini tidak dibagi secara
merata.
Rakyat miskin dan negara-negara paling miskin
adalah yang paling banyak menanggung kerugian karena ketidaksiapan mereka dan
juga karena ketergantungan kehidupan mereka pada kondisi cuaca selama ini. Prediksi Stern itu kurang lebih sejalan
dengan perkiraan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Menurut
IPCC, stabilisasi konsentrasi CO2 pada level antara 445-535 part per million
(ppm) yang sekarang akan memangkas pertumbuhan ekonomi global hingga 3 persen.
Kalangan perusahaan asuransi global yang
mengelola 26 triliun dollar AS aset perusahaan dunia, termasuk industri bahan
bakar fosil, memperkirakan kerugian per tahun akibat pemanasan global pada
dekade mendatang bisa mencapai 150 miliar dollar AS per tahun, atau 5 kali
lipat pendapatan total penduduk Nigeria per tahun.
Seperti Stern, Andrew Dlugolenski yang ikut
menyusun laporan IPCC juga melihat dampak ekonomi akan paling berat dihadapi
oleh negara Dunia Ketiga seperti Banglades, sebagian wilayah India seperti
Mumbai, dan Indonesia, antara lain karena garis pantai yang rendah. IPCC
Working Group II memperkirakan 75 juta-250 juta penduduk di berbagai wilayah
Benua Afrika akan menghadapi kelangkaan
pasokan air pada tahun 2020. Kelaparan juga akan meluas. Di Asia Timur dan Asia Tenggara, produksi
pertanian diperkirakan akan meningkat 20 persen, namun sebaliknya di Asia
Selatan dan Asia Tengah merosot sekitar 30 persen. Area pertanian yang
mendapatkan hujan berkurang separuhnya di Afrika hingga 2020.
Sekitar 20-40 persen spesies satwa dan tanaman
terancam punah jika suhu meningkat
1,5-2,5 derajat Celsius. Menurut IPCC, emisi gas rumah kaca meningkat 70 persen
sejak 1970 dan akan meningkat 25-90 persen dalam 25 tahun ke depan. Akan
tetapi, sekali lagi, perkiraan kondisi di atas adalah jika dunia tidak
melakukan tindakan apa-apa dan bersikap business as usual.
Berdasarkan model yang dikembangkan Stern,
mimpi buruk itu hanya bisa dicegah jika ada tindakan secara simultan dari seluruh
masyarakat dunia untuk melakukan mitigasi
dan antisipasi. Dalam perhitungan
dia, biaya yang diperlukan untuk melakukan pencegahan ini jauh lebih murah
ketimbang konsekuensi yang harus ditanggung jika upaya-upaya itu tidak
dilakukan.
Untuk menjaga stabilitas konsentrasi gas rumah kaca pada level yang sekarang
dalam 20 tahun ke depan atau memangkas emisi tahunan sedikitnya 25 persen pada
tahun 2050, misalnya, menurut dia, hanya diperlukan biaya sebesar 1 persen dari
PDB setiap tahun. Jumlah ini kira-kira sama dengan belanja dunia untuk iklan
atau separuh dari biaya yang harus dikeluarkan untuk memerangi pandemik flu global. Namun, dalam
praktiknya ternyata itu tidak mudah.
Meski sudah ada berbagai konvensi dan
kesepakatan internasional yang mengikat secara hukum negara-negara yang
menandatanganinya, perilaku warga dunia hingga sekarang hampir tidak berubah.
Yang terjadi adalah sikap saling tuding dan menunggu (wait and see). Salah satu
kendala utama upaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca adalah
karena beberapa negara yang menjadi emiten terbesar gas rumah kaca sebagai
biang kerok pemanasan global, sekarang ini belum terikat dalam kerangka
kesepakatan atau konvensi global tersebut.
Termasuk di sini adalah AS sebagai
perekonomian terbesar dan produsen CO2 terbesar dunia, yang hingga sekarang
menolak menandatangani Protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca hingga 5 persen dari tahun 1990 pada periode 2008-2012. Selain
itu juga negara-negara seperti China dan India, yang juga masuk dalam daftar 16
negara produsen terbesar CO2 di dunia.
Negara-negara berkembang yang sedang pada
puncak pertumbuhan ini umumnya enggan untuk sedikit mengerem pertumbuhan
ekonomi mereka, antara lain karena angka kemiskinan yang masih tinggi. Sebagai negara berkembang, negara-negara ini
belum menjadi target dari kesepakatan Kyoto. Emisi gas rumah kaca China memang masih kalah
dibandingkan AS, yakni 10.500 pon per kapita, sementara AS hampir 42.500 pon
per kapita, melonjak tajam dari sebelumnya seperenam dari rata-rata AS.
Namun, dengan penduduk 1,3 miliar jiwa (empat kali lipat lebih dari
penduduk AS) dan pertumbuhan ekonomi sekitar 10 persen per tahun—tanpa ada
tanda-tanda bakal melambat—dalam 25 tahun terakhir, China berpotensi menjadi
penyumbang terbesar pemanasan global. Hanya soal waktu bagi China untuk
menyalip AS sebagai penyumbang utama emisi CO2. Sekarang ini, menurut
Netherlands Environmental Assessment Agency dari Belanda, emisi CO2 China
bahkan sudah menyalip AS, yakni 7,5 persen di atas AS pada 2006, dengan
produksi CO2 mencapai 6,23 miliar metrik ton, sementara AS 5,8 miliar merik
ton.
Padahal,
tahun sebelumnya, masih 2 persen lebih rendah.
Lonjakan emisi ini terutama karena konsumsi
batu bara dan produksi semen.
China sekarang ini masih mengandalkan dua
pertiga kebutuhan energinya pada batu bara dan menyumbang 44 persen produksi
semen dunia. Dengan kemajuan ekonomi dan meningkatnya kemakmuran masyarakatnya,
emisi akan meningkat sehingga bukan tidak mungkin China bakal mencekik seluruh
planet Bumi.
Rata-rata setiap 3-4 hari sekali, negara ini
menambah satu pembangkit tenaga
listrik baru bertenaga batu bara yang mencekoki atmosfer dengan semburan
berton-ton sulfur. Sementara untuk
India, meskipun negara itu sekarang ini hanya menyumbang 5 persen dari emisi
global, pertumbuhan pesat ekonomi dan penduduknya diperkirakan World Resources
Institute berpotensi meningkatkan emisi CO2 hingga 70 persen pada 2025.
Keengganan China mengerem emisi CO2 juga dilatari pandangan mereka
bahwa negara-negara majulah sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas
terjadinya pemanasan global, sehingga sudah semestinya negara maju seperti AS
yang harus lebih dahulu bertindak. ----
sumber: kompas.com Sepertinya kita harus mulai bersiap-siap menghadapi 'goncangan' dunia terbesar setelah
era resesi dunia 1930-an, persiapan
dini membuat kita sedikit terlepas dari rasa kaget, kecewa dan bahkan mungkin
putus asa.Internet.--Jancapri--09-25-2008, 01:24 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.