alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Senin, 16 Februari 2015

FOREIGN AFFAIRS AND DEFENCE MINISTER : MEETING : AUSTRALIA --INDONESIA MINISTERIAL DIALOGUE



PERTEMUAN AUSTRALIA-INDONESIA MINISTERIAL 


FORUM KE-IX CANBERRA


KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA 
EMBASSY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 
8 Darwin Avenue, Yarralumla, Canberra, A.C.T. 2600 
AUSTRALIA
Tel. +612 6250 8600, Fax. +612 6273 6017


KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA 
EMBASSY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 
8 Darwin Avenue, Yarralumla, Canberra, A.C.T. 2600 
AUSTRALIA
Tel. +612 6250 8600, Fax. +612 6273 6017




SIARAN PERS
PERTEMUAN AUSTRALIA-INDONESIA MINISTERIAL 
FORUM KE-IX CANBERRA

Hubungan bilateral Indonesia dan Australia semakin kuat dan stabil dengan 
 dihasilkannya sejumlah kesepakatan penting dalam Pertemuan Forum Tingkat 
 Menteri Australia-Indonesia (Australia-Indonesia Ministerial Forum/AIMF) ke-IX 
yang berlangsung pada tanggal 10-12 November 2008 di Canberra, Australia.
Dalam pertemuan yang berlangsung konstruktif, Menlu RI Dr. N. Hassan Wirajuda 
dan Menlu Australia Stephen Smith, MP sebagai ketua masing-masing Delegasi 
 berhasil menandatangani Joint Ministerial Statement AIMF IX yang mencakup 
 seluruh aspek yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang keamanan, 
hukum, pendidikan, lingkungan hidup, pertanian, perikanan, perdagangan dan 
 investasi, transportasi, ketenagakerjaan serta kerjasama pembangunan lainnya, 
 disamping Joint Ministerial Statement yang khusus mengenai "People Smuggling 
and Trafficking in Persons".

Dalam aspek kerjasama keamanan, pertemuan AIMF ini juga berhasil menandatangani 
 Rencana Aksi (Plan of Action) sebagai landasan hukum implementasi Perjanjian 
 Kerangka Kerjasama Keamanan Indonesia - Australia (Lombok/Perth Treaty) guna 
 memperkuat kerjasama keamanan kedua negara yang telah ada. Para Menteri kedua 
 negara juga menyambut baik berbagai kerjasama penegakan hukum, 
termasuk kerjasama antar kepolisian dalam penanganan kejahatan lintas batas 
 (transnational crime), utamanya yang terkait 
dengan people smuggling and trafficking in persons, illicit trafficking in drugs dan 
terorisme. Dalam kerangka kerjasama ini pula, kedua negara menyambut baik 
kelanjutan program capacity building dalam kerangka kerjasama penegakan 
hukum melalui Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). 

Terkait isu illegal fishing, kedua negara menyepakati adanya keterkaitan 
penanganan isu dimaksud dengan masalah kejahatan lintas batas yang 
terorganisir (transnational organized crimes) sehingga perlu mengeksplorasi  cara 
dan langkah-langkah penanganan secara efektif. Selain itu, kedua negara mencatat 
perlu dikembangkannya cara-cara yang inovatif untuk memajukan segenap aspek 
pengelolaan perikanan yang tertuang dalam MOU Box 1974 dengan mengakui 
adanya kepentingan nelayan tradisional dan keberlanjutan sumberdaya perikanan.
Salah satu terobosan penting lainnya dalam pertemuan ini adalah 
disepakatinya pembahasan lebih lanjut mengenai "Bilateral Arrangement on 
Consular Assistance" yang merupakan usulan Indonesia 
dalam rangka perlindungan warganegara kedua negara. 

Selain pembahasan mengenai kerjasama bilateral, kedua belah pihak turut 
mendiskusikan hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam menghadapi 
tantangan regional dan global, antara lain mengenai krisis keuangan global, 
perubahan iklim, lingkungan hidup, keamanan pangan dan energi, serta masalah 
keamanan manusia.

Secara khusus, Australia juga memberikan apresiasi atas peran dan prakarsa 
penting Indonesia, yakni kepemimpinan Indonesia dalam pembahasan isu 
perubahan iklim khususnya keberhasilan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan 
Para Pihak Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim pada bulan Desember 2007; 
Coral Triangle Initiative (CTI) on Coral Reefs, Fisheries and Food Security; serta 
 rencana penyelenggaraan World Ocean Conference bulan Mei tahun 2009; dan 
 pembentukan Bali Democracy Forum yang bertujuan untuk mempromosikan 
kerjasama regional dalam isu demokrasi dan memperkuat institusi demokrasi melalui 
 dialog dan lessons learned.

Di bidang kehutanan, kedua negara telah berhasil menandatangani Letter of Intent 
 mengenai Kerjasama di bidang Kehutanan termasuk capacity building dalam 
 pencapaian Sustainable Forest Management (SFM), penanganan masalah illegal 
 logging, memperkuat penegakan hukum di bidang kehutanan dan 
governance, serta upaya pemberantasan illicit international trafficking produk-produk 
hutan.
Terkait dengan upaya pemajuan hubungan di tingkat masyarakat, Indonesia dan 
Australia memiliki komitmen yang sama dan menyambut baik berbagai kerjasama dan
 inisiatif penting yang dirancang untuk menumbuhkembangkan saling pengertian 
 dan mendorong pemajuan aspek people-to-people links di bidang pendidikan, 
 kerjasama antar parlemen, penyelenggaraan Interfaith Dialogue dan 
 intercultural dialogue, termasuk peran Australia-Indonesia Institute (AII) dan 
prakarsa Australia untuk menyelenggarakan konferensi mengenai hubungan 
 bilateral pada tahun 2009. 

Selain itu, kedua negara  menyepakati untuk menandatangani Work and Holiday Visa 
Memorandum of 
Understanding pada akhir tahun ini yang diharapkan dapat membuka 
kesempatan bagi mahasiswa untuk menimba pengalaman bekerja di kedua negara.
Pertemuan AIMF ke-IX diakhiri dengan press conference bersama antara Menteri 
Luar Negeri RI dan Australia di hadapan kalangan sejumlah wartawan dari Indonesia 
 dan Australia bertempat di Parliament House. Pada kesempatan tersebut 
kedua Menteri menyampaikan hasil-hasil pertemuan AIMF ke-IX dan hubungan 
bilateral kedua negara.

Sehari sebelum diselenggarakannya pertemuan AIMF ini, di tempat terpisah telah 
 ditandatangani MoU on Cooperation in Education and Training antara Menteri 
 Pendidikan Nasional Republik Indonesia Prof. Dr. Bambang Sudibyo dengan Menteri 
Pendidikan Australia Julia Gillard MP. Kesepakatan ini bertujuan untuk mendorong 
semakin tingginya interaksi di tingkat masyarakat.

Disamping Menteri Luar Negeri RI, turut hadir Menteri Perdagangan Dr. Mari Elka 
Pangestu; Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta; Menteri Negara Lingkungan 
Hidup Rachmat Witoelar; Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi; dan 
Menteri Pertanian Anton Apriyantono.
AIMF ke-IX ini merupakan pertemuan pertama antara Pemri dengan Pemerintah 
Australia di bawah pemerintahan Partai Buruh yang memenangkan Pemilu pada 
November 2007. Kedua pihak menyepakati untuk mengadakan AIMF ke-X di Indonesia 
pada tahun 2009.
Perwakin Canberra, 12 November 2008

Media inquiries : contact the Information Officer of the Embassy at + 612 62508642
EMBASSY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA 
8 Darwin Avenue, Yarralumla, Canberra, A.C.T. 2600 
AUSTRALIA
Tel. +612 6250 8600, Fax. +612 6273 6017
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Foreign Affairs and Defence 

 Ministers Meeting:  

Australia– Indonesia Ministerial 

Dialogue

ENG | 20 December 2012 | 13:41 

I. Latar Belakang
Foreign Affairs And Defence Ministers Meeting adalah forum dua negara melibatkan 
dua menteri dari masing-masing negara yaitu Menteri Luar Negeri dan Menteri 
Pertahanan yang dalam pelaksanaannya didampingi oleh pejabat senior 
termasuk Duta Besar, Panglima Angkatan Bersenjata, Pejabat tinggi Kementerian 
Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan kedua negara dan National Security Adviser. Australia sudah melakukan dialog ini dengan beberapa negara antara lain Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. 
Dengan AS (AUSMIN), Australia sudah melangsungkan pertemuan ini sebanyak 25 
kali yang dilaksanakan satu tahun sekali sejak tahun 1975. Dengan Inggris (AUKMIN), 
Australia sudah melaksanakannya 
sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 6 tahun dan dengan Jepang dilakukan 18 bulan 
sekali yang sudah berlangsung pada tahun 2007, 2008 dan 2010.

Tujuan Pembentukan Australia – Indonesia Ministerial Dialogue (AIMIN) adalah untuk 
meningkatkan hubungan kedua negara sebagai tetangga dan mitra strategis di 
kawasan. AIMIN akan menjadi forum untuk mendukung kerjasama bilateral, regional 
dan internasional yang mencakup isu diplomatik, intelijen, militer, keamanan dan 
stretegis sejalan dengan prinsip dan kesepakatan Comprehensive Partnership,
Lombok Treaty, Plan of Action dan Joint Statement Kepala Negara.
Sebagaimana disebutkan dalam Comprehensive Partnership tahun 2005 bahwa 
kedua negara memiliki komitmen untuk memperkuat kerjasama di seluruh lini 
dengan membentuk Comprehensive Partnership. Salah satu lini kerjasama 
tersebut adalahsecurity cooperation. Tujuan kerjasama security cooperation yaitu 
untuk memerangi segala bentuk kejahatan seperti transnational organized crime dan 
ancaman non-traditional security.

Kedua negara memiliki komitmen untuk mengedepankan kerjasama 
pertahanan sesuai dengan mandat Lombok Treaty dan Plan of Action
Terdapat 10 bidang kerja yang termaktub dalam Lombok Treaty yaitu Defence 
 Cooperation, Law Enforcement Cooperation, Counter-terrorism Cooperation, 
 Intelligence Cooperation, Maritime Security, Aviation Safety and Security, 
 Proliferation of Weapons of Mass Destruction, Emergency Cooperation dan 
Community Understanding and People-to-People Cooperation.

Sesuai dengan Joint Statement kunjungan Presiden RI ke Australia 10 Maret 
2010  kedua negara menyepakati untuk mengadakan pertemuan tahunan 
Foreign Affairs and Defence Ministers Meeting (FADMM) Australia dan Indonesia. Dalam kunjungan Perdana Menteri Australia ke Indonesia 1-2 November 2010 pemimpin kedua negara menyepakati 
agar pertemuan menteri luar negeri dan menteri pertahanan kedua negara akan 
dilakukan setiap tahun pada waktu yang tepat.
AIMIN dapat menjadi trigger dalam mewujudkan komitmen bersama di bidang
 pertahanan sebagaimana tercantum dalam Comprehensive Partnership, 
Lombok Treaty, Plan of Action dan Joint Statement Kepala Negara serta 
kerjasama lainnya yang dipandang perlu untuk dibahas antara Menteri Luar Negeri 
dan Menteri Pertahanan kedua negara. Selain menjadi forum pembahasan emerging 
issues of common concern, AIMIN dapat menjadi tolak ukur kemajuan 
hubungan kedua negara khususnya dari sisi kepentingan Indonesia. Hal ini 
sejalan dengan arahan Menteri Luar Negeri Indonesia mengenai perlunya mekanisme 
score card untuk memastikan adanya perkembangan dan kemajuan hubungan kedua 
negara.
Sebagaimana disebutkan dalam Joint Statement kunjungan Perdana Menteri Australia 
ke Indonesia pertemuan FADMM akan didahului dengan pertemuan tingkat pejabat
 tinggi, termasuk pertemuan Kelompok Konsultasi Kerjasama Keamanan sebagai 
 mekanisme yang telah disepakati untuk meninjau ulang kerjasama yang ada, 
 serta mengkordinasikan dan menetapkan prioritas dari Rencana Aksi Lombok Treaty.

II. Non Paper Australia:
Non Paper Australia tentang penyelenggaraan Australia’s 2+2 Ministerial 
 Dialoguesmenyebutkan kesepakatan yang akan dibuat memuat beberapa bidang 
yang juga akan menjadi agenda pertemuan antara lain diplomatic, intelligence, 
military, isu security and strategic, kerjasama pertahanan dan memuat 
pemahaman dan kerjasama atas dasar Lombok Treaty. Selain itu format yang 
ditawarkan adalah pertemuan tahunan.
Terkait hal ini, penulis memiliki pemikiran apabila penyelenggaran pertemuan 
dimaksud tidak hanya memuat agenda tentang keamanan akan tetapi agenda lainnya 
seperti ekonomi, maka pertemuan akan lebih efektif apabila dilaksanakan dalam dua 
 hari. Hari pertama agenda yang dibahas adalah isu non-security yang hanya akan 
dihadiri oleh Menteri Luar Negeri masing-masing negara, sedangkan pada hari kedua,
 pertemuan akan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua 
 negara dan dalam agendanya membahas isu keamanan. Pemerintah Indonesia dan 
 Australia diharapkan berkomitmen untuk melaporkan perkembangan hubungan 
kedua negara setiap tahunnya dalam pertemuan ini demi terwujudnya peningkatan 
 hubungan kedua negara.
III. Masukan dalam Australia – Indonesia Ministerial Dialouge
Indonesia dapat mengusulkan beberapa isu untuk dijadikan bahan masukan 
dalamAustralia – Indonesia Minisetrial Dialouge antara lain:

A. Bidang Kerjasama Maritime Security (Pasal 3 ayat 13 dan 14 
Lombok Treatydan 
Plan of Action angka II 16 a)
1).  MOU Box
Sesuai dengan Pasal 3 ayat 13 dan 14 Lombok Treaty dan Plan of Action angka 
II 16 a kedua negara sepakat untuk melaksanakan Maritime Security. Terkait Isu MOU 
Box kedua negara berkomitmen untuk menindak traditional fisherman yang 
melakukan aktifitas illegal disekitar MOU Box. Kedua belah pihak perlu 
melakukan tindaklanjut atas agreement yang disepakati pada tahun 1974 tersebut. 
Indonesia pernah mengusulkan beberapa program kerjasama terkait dengan Joint 
Survey dan riset didaerah MOU Box tentang kelestarian sumber daya natural 
yang berhubungan dengan kesejahteraan nelayan tradisional serta motivasi para 
nelayan tradisional melakkan aktifitas di wilayah MOU Box.

Outcome: Pelaksanaan komitmen ini perlu ditegaskan kembali demi terciptanya 
hubungan baik diantara kedua negara dan mewujudkan kepatuhan terhadap 
perjanjian yang pernah disepakati sebelumnya. Sebagaimana pengturan UNCLOS 
1982 tentang traditional fishing dalam Article 51 menyebutkan “State shall respect 
existing agreements with other States and shall recognize traditional fishing 
rights and other legitimate activities of the immediately adjacent neighbouring 
States in certain areas falling within archipelagic waters. The terms and 
conditions for the exercise of such rights and activities, including the nature, the 
extent and the areas to which they apply, shall, at the request of any of the 
States concerned, be regulated by bilateral agreements between them. Such rights 
shall not be transferred to or shared with third States or their nationals.”
Pengaturan mengenai traditional fishing yang diatur dalam MOU Box juga 
diperkuat oleh UNCLOS, walaupun perangkat hukum ini lahir setelah adanya MOU 
Box. Bila dianggap perlu, kedua negara dapat melakukan amandemen terhadap MOU 
Box dan merubah pasal yang menjadai kendala dalam mengurangi aktifitas illegal di 
daerah MOU Box.

2). Perth Treaty
Sesuai dengan Pasal 2 ayat 2 Lombok Treaty dan Plan of Action angka II 8 a 
kedua negara sepakat untuk menjunjung tinggi territorial integrity dan 
non-interference in internal affairs. Penandatanganan Perth Treaty merupakan 
 komitmen bersama untuk mewujudkan batas wilayah laut yang jelas antara kedua 
 negara. Oleh karenanya ratifikasi Perth Treaty menjadi hal yang penting 
untuk dilakukan Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 tentang 
Western Extension of Seabed Boundary dan Pasal 2 tentang Exclusive Economic 
Zone memberikan batasan jelas kedua negara terkait Batas Dasar laut dan Zona 
Ekonomi Eksklusif.
Outcome: Dalam upaya menghindari konflik yang dapat terjadi dikemudian hari 
dan campur tangan Australia dalam mengelola wilayah laut Indonesia penegasan 
 komitmen terhadap Perth Treaty menjadi penting tentunya setelah dilakukannya 
ratifikasi oleh Indonesia.
B. Bidang Kejasama Law Enforcement (Pasal 3 ayat 5 Lombok Treaty dan Plan of 
Action angka II 9)
Sesuai dengan Pasal 3 ayat 5 Lombok Treaty dan Plan of Action angka II 9 
tentangLaw Enforcement kedua negara bersepakat untuk menjunjung tinggi 
hukum domestik yang berlaku di masing-masing negara. Selain itu kedua negara 
berkomitmen untuk mematuhi perjanjian bilateral yang telah disepakati.

1) Ekstradisi, Mutual Legal Assistance, dan Transfer of 
sentenced person
Sebagaiman disampaikan Presiden RI pada kunjungan Perdana Menteri 
Australia ke Indonesia, kerjasama harus dikembangkan dalam hal ekstradisi, 
Mutual Legal Assistance dan Transfer of sentenced person. Dalam kerjasama 
ekstradisi kedua negara berkomitmen untuk memfasilitasi permintaan ekstradisi 
dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan nasional, 
kesepakatan bilateral yang ada dan konvensi multilateral terkait. Terkait Mutual 
Legal Assistance kedua negara diharapkan melaksankan kerjasama terebut sesuai 
dengan ketentuan yang ada.

Outcome: Mengenai Transfer of sentenced person perlu dilakukan persetujuan 
terlebih dahulu terkait pelanggaran hukum mana yang dapat diberikan Transfer of 
sentenced person dan memastikan agar komitmen tersebut tidak melanggar 
prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini dapat di lakukan dalam 
sebuaharrangements mengenai Transfer of sentenced person antara kedua negara 
melaluifocal point masing-masing yaitu POLRI dan Kejaksaan untuk Indonesia, 
Australian Federal Police, Australian Customs Service, Department of Immigration 
and citizenship dan Attorney-General’s Department untuk Australia. Mengingat 
masalah hukum yang dihadapi baik oleh WNI di Australia maupun warga negara 
Australia di Indonesia menjadi pembahasan yang penting dimata kedua negara 
dan pembentukanarrangements akan berguna untuk kepastian hukum warga negara 
Indonesia dan Australia.

2). People smuggling and trafficking in persons (Plan of 
Action angka II 10c)
Kedua negara berkomitmen untuk berkerjasama lebih erat dalam kerangka Bali 
Process (plan of action angka II 10 g), dan secara bilateral dalam Lombok 
Treaty, termasuk melalui Kerangka Kerja Implementasi Untuk Kerjasama 
Pemberantasan Penyeludupan Orang dan Perdagangan Manusia. Dipahami juga 
bahwa kejahatan lintas negara, termasuk penyeludupan manusia dan perdagangan 
orang merupakan permasalahan regional yang memerlukan pendekatan 
komprehensif yang melibatkan semua pihak dikawasan khususnya negara asal, 
negara tansit dan negara tujuan termasuk kerjasama erat dengan lembaga 
internasional terkait. Sebagai ketua bersama pertemuan Bali Process untuk 
penanggulangan Penyeludupan Manusia, Perdagangan orang dan Kejahatan 
Lintas Negara kedua belah pihak berharap menyelenggarakan Bali Process dan 
melakukan pembahasan atas usulan Australia bagi sebuah kerangka 
perlindungan regional yang akan menanggulangi permasalahan, termasuk 
pemrosesan, pengembalian dan penempatan kembali.

Australia memiliki hukum yang mengatur tentang hak untuk menyampaikan 
informasi yang termaktub dalam Privacy Act 1988. Dalam pengaturan tersebut 
disebutkan pemerintah Australia tidak dapat menyampaikan informasi tentang
 seseorang tanpa persetujuan yang bersangkutan. Peraturan dalam Privacy Act 
dimaksud merupakan hambatan yang dihadari KBRI dalam memberikan bantuan 
kepada WNI berupa akses kekonsuleran dan bantuan hukum.
Kedua negara telah menandatangani Arrangement Between the Government of 
Australia and the Government of the Republic of Indonesia on Consular 
Notification and Assistance (ACNA) yang pada prinsipnya memuat kesepakatan 
kedua negara dalam upaya pemberian perlindungan dan bantuan hukum oleh misi 
diplomatik dan pejabat konsuler kedua negara kepada warga negaranya yang diduga 
terlibat permasalahan hukum di Negara penerima. Secara garis besar, ACNA 
disusun secara khusus untuk menjawab tantangan mengenai adanya peningkatan 
trend permasalahan kekonsuleran yaitu kasus-kasus unauthorized arrivals yang 
 melibatkan Anak Buah Kapal (ABK) dan nelayan WNI. 

Sesuai kesepakatan kedua  negara, ACNA telah disusun sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang 
berlaku pada Negara penerima 
serta hukum internasional lainnya, antara lain 1961 Vienna Convention on Diplomatic 
 Relations dan 1963 Vienna Convention on Consular Relations.
Dalam hal pemberian bantuan kepada WNI yang ditangkap, bagian 6 butir 5 ACNA 
 menyebutkan “An arrested, detained or apprehended national will be entitled to 
receive and to send letters and other correspondence and to receive goods, 
medicines and other articles for personal use within the limits imposed by the 
applicable laws and regulations of the receiving State”. Namun dalam 
prakteknya, otoritas terkait di Australia banyak menerapkan larangan bagi pejabat 
konsuler untuk memberikan barang-barang untuk konsumsi pribadi kepada WNI yang 
ditangkap. Alasan yang disamapiakan bahwa perlakuan tersebut tidak sesuai dengan 
 peraturan yang berlaku di Australia.

Outcome: Indonesia dapat meminta komitmen pemerintah Australia melalui 
pertemuan AIMIN kepada Australia agar memberlakukan ketentuan ACNA sesuai 
dengan yang telah dicantumkan dalam Bagian 5 butir 1 dan Bagian 6 Butir 1 yang 
menyebutkan instansi terkait di Australia secara rutin menyampaikan notifikasi 
mengenai adanya penangkapan kapal ilegal yang diduga melibatkan WNI dalam 
jangka waktu kurang dari 3 hari kerja. Karena  dalam perakteknya notifikasi yang 
disampaikan kepada pejabat konsuler melalui komunikasi e-mail bersifat umum dan 
tidak menyebutkan informasi lengkap yang diperlukan oleh Perwakilan RI 
mengingat akan bertentangan dengan Privacy Act 1988. Dalam kaitannya 
dengan hal ini Indonesia dapat meminta amandemen terhadap ketentuan ACNA 
untuk menyebutkan secara tegas nama dan identitas WNI yang ditangkap kepada 
perwakilan RI demi membantu WNI dalam menghadapi masalah hukum yang 
 didakwakan.

3).  Illegal fishing (Plan of Action angka II 10 c)
Indonesia dan Australia menyadari pentingnya kerjasama dalam mencegah, 
memberantas, dan menghapuskan penangkapan ikan yang tidak legal, tidak 
dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) antara 
kedua negara di Kawasan Asia Pasifik. Kedua negara juga menyadari bahwa 
IUU Fishing adalah ancaman besar bagi ketahanan pangan di kawasan Asia-Pasifik, 
sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Pracas dari 3rd Asia-Pasific Economic 
Cooperation Ocean Related Ministerial Meeting dan berkomitmen untuk 
mendorong sebanyak mungkin aplikasi pada Konvensi PBB Melawan kejahatan Lintas
 Batas Untuk Memerangi IUU Fishing.
Forum kerjasama perikanan Australia-Indonesia dikenal dengan nama Australia-
Indonesia Working Group on Marine Affairs and Fisheries yang berada di bawah 
naungan AIMF.

Kelompok Kerja didirikan pada bulan Juni 2001 pada sebuah pertemuan antara 
Menteri Kelautan dan Perikanan Australia dan Indonesia. Kelompok Kerja 
bertujuan untuk mengkoordinasikan kerjasama yang telah ada dan memfasilitasi 
kerjasama di masa yang akan datang di bidang manajemen perikanan dan 
akuakultur, penelitian dan pengembangan, konservasi lingkungan laut dan 
penelitian dan pengembangan bioteknologi kelautan. 

Pertemuan pertama dari  Kelompok Kerja diadakan pada bulan April 2002, dan beberapa daerah kerja 
sama telah disepakati: kerjasama untuk memerangi illegal, unreported 
and unregulated fishing, pengelolaan perikanan,Pengembangan aquaculture, 
lingkungan laut, bioteknologi kelautan, produk perikanan, keamanan, mutu, 
pengembangan produk dan promosi perdagangan, pendidikan, pelatihan dan 
peningkatan kapasitas, pengurangan kemiskinan, dan, kelautan, pesisir dan 
 pulau-pulau kecil pengembangan dan manajemen.

Kedua negara sepakat untuk meningkatkan pengawasan dalam upaya 
penanggulangan illegal fishing di perbatasan ZEE melalui beberapa kerjasama, 
yaitu:Peningkatan patroli terkoordinasi, pertukaran data dan informasi, kunjungan 
timbal balik antara kapal patroli perikan
an Indonesia dengan kapal patroli Bea Cukai Australia, peningkatan kapasitas SDM 
pengawasan perikanan melalui pelatihan, dan dukungan teknis lain yang 
diperlukan untuk kapal pengawas perikanan Indonesia. Yang ditangani tidak 
hanya kapal penangkap ikan illegal, tapi termasuk juga “kapal induk (mothership)”
 yang sering berada di perbatasan dua negara, menampung ikan hasil jarahan. 
Demikian salah satu butir kesepakatan dalam The 6th Working Group on Marine 
and Fisheries (WGMAF) Indonesia and Australia yang berlangsung tgl 19-20 Maret 
2009 di Nusa Dua, Bali.

Outcome: Perlu adanya perangkat hukum bilateral yang mengatur penangkapan 
ikan yang tidak legal, tidak dilaporkan dan tidak diatur. Kerjasama di tingkat 
working groupdianggap belum cukup untuk mengatasi illegal fishing yang terjadi 
baik di laut territorial  maupun ZEE kedua negara, sehingga produk hukum dalam 
bentuk MOU menjadi penting yang juga akan memuat ketentuan sanksi bagi para 
nelayan yang melakukan aktifitas illegal di kawasan laut yang menjadi kewenangan 
 pemerintah Australia dan Indonesia. Hal lain yang mesti diwaspadai adalah 
 keberadaan nelayan asing yang bukan berasal dari Indonesia maupun Australia 
 yang melakukan aktifitas dikawasan kedua negara. Adanya pengaturan terkait 
 pelanggaran ini hendaknya dimuat dalam MOU tersebut sehingga apabila terjadi 
 pelanggaran kedua negara sudah memiliki perangkat hukum yang dapat menghukum 
 pelaku.

C. Bidang Kerjasama Counter-terrorism (Pasal 3 ayat 8 Lombok Treaty danPlan of 
Action angka II 11)
Sesuai dengan Pasal 3 ayat 8 Lombok Treaty dan Plan of Action angka II 11 
tentangCombating Against Terrorism kedua negara berkomitmen untuk melakukan 
tindakan tegas pada pelaku terorisme. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan 
kerjasama antar kepolisian dalam upaya mencegah dan menanggulangi kejahatan 
lintas negara, dan memperkuat upaya kontra-terorisme, pertukaran informasi dan
 pembangunan kapasitas, khususnya dalam memberantas terorisme. Kedua negara 
akan terus melanjutkan kerjasama erat dalam penanggulangan ancaman ini demi 
kepentingan kedua negara.

Outcome: Sejak Bom Bali, Indonesia memprioritaskan terorisme sebagai isu 
nasional. Terlihat keberadaan densus 88 yang memiliki tugas pokok memberantas 
terorisme di Indonesia. Hal ini juga dapat dilakukan bersama dengan Australia 
melalui pembentukan sebuah kerjasama penanganan teroris dalam bentuk 
perjanjian yang memuat latihan bersama aparat kepolisian kedua negara untuk 
mencegah dan menindak terorisme.

AIMIN dapat memperkuat legal institutional framework nasional kedua negara 
dalam pemberantasan terorisme. Masukan yang pernah disamapikan oleh KBRI 
adalah terkait oversight leislasi dan implementasi penanggulangan tindak pidana 
 terorisme yang sedang dikembangkan di Australia melalui Australian National 
Security Legislation Monitor. Lembaga ini mengawasi legislasi dan implementasi 
pemberantasan terorisme agar tidak melanggar prinsip hak asasi manusia.

D. Bidang Kerjasama Penanggulangan Bencana (Pasal 3 ayat 18 Lombok Treaty dan 
Plan of Action angka II 22 b)
Sesuai dengan Pasal 3 ayat 18 Lombok Treaty dan Plan of Action angka II 22 b 
tentang Disaster Relief, kedua negara berkomitmen untuk meningkatkan 
kemampuan tanggap darurat, kemampuan dan pengelolaan mitigasi bencana. 
Dengan mulai berlakunya kesepakatan ASEAN dalam penanggulangan 
 bencana (ASEAN Agreement on Disaster Management/AADMER) pada tanggal 
24 Desember 2009 yang meliputi Pusat Koordinasi ASEAN untuk bantuan 
kemanusiaan dalam penanggulangan bencana (ASEAN Coordinating Centre 
for Humanitarian Assistance on Disater Management/AHA Centre), 
Indonesia berharap bahwa kerjasama dalam menaggulangi bencana alam dan 
mengurangi kerugian bencana dapat ditingkatkan. Indonesia dan Australia akan 
berkerjasama untuk mendukung AHA Centre. Dalam hal ini Australia menghargai 
inisiatif Indonesia dan Jepang untuk mengetuai bersama pertemuan ASEAN 
Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF DiREX) 2011 di Manado pada bulan 
Maret 2011.

Outcome: Dianggap penting untuk membentuk sebuah tim gabungan disaster 
reliefyang dapat berkerja apabila terjadi bencana alam baik di Australia maupun 
di Indonesia. Hal tersebut juga menjadi komitmen dalam Plan of Action Lombok 
Treatyangka II 22 a,b,c,d yang memuat peningkatan kapasitas, pelatihan khusus, 
pembentukan Joint Regional Facility in Indonesia dan penjajakan mengenai 
pengembangan comprehensive and coordinated interagency response to major 
emergencies or disaster.

Kerjasama penanganan bencana dapat dilakukan oleh Pemri dengan 
pemerintah Australia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bancana 
(BNPB) selaku fokal point Indonesia dalam Emergency Cooperation berdasarkan 
Lombok Treaty dengan Asia Pacifik Civil-Military Centre of Excellence 
(APCMCE). APCMCE didirikan dengan dasar memperkuat interaksi sipil–militer. 
Tujuan didirikannya lembaga tersebut yaitu menghasilkan best practices dalam 
konteks, pelatihan, pendidikan, doktrin, penelitian, dan implimentasi pelibatan 
sipil-militer nasional; mempromosikan dampak berkelanjutan bagi mereka yang 
terkena dampak konflik dan bencana alam; dan memperkuat national, regional and 
international enggangement

Misi utama APCMCE adalah mendukung kapabilitas 
 sipil-militer nasional dalam mencegah, mempersiapkan dan merespons terhadap 
 konflik dan bencana alam yang terjadi di luar wilayah Australia melalui pendekatan 
multiagency yang melibatkan instansi pemerintah Australia pada semua tingkatan 
termasuk federal dan state. APCMCE memiliki kemitraan strategis dengan 
organisasi domestik, bilateral, regional dan internasional. Dalam penanganan 
banjir di Queensland pada tahun 2011 APCMCE telah berhasil menerapkan 
pendekatan multi-pillar dalam program Humanitarian, Recovery and Disaster 
Management Program yang mengutamakan penguatan kerjasama dan koordinasi 
antar stakeholders dalam penanganan bencana. Hal tersebut dapat dibuktikan 
dengan adanya keterlibatan personel Australian Defence Force (ADF) melalui 
Operation Queensland Flood Assist”.

Sharing of best practices and knowledge dapat dilakukan kedua negara melalui 
APCMCE, hal tersebut sejalan dengan target pencapaian 2011 Pemerintah 
Indonesia yaitu penanganan bencana alam di jajaran pemerintah pusat dan daerah 
sebagai target kesepuluh Pemri pada tahun 2011.
APCMCE memiliki mekanisme collaborative learning berdasarkan multiple 
perspectives sehingga dapat dimanfaatkan untuk menghasilakan common 
perceptions diantara kedua negara terkait isu-isu kerjasama penanganan bencana 
alam.

E. Kerjasama Bidang Pertahanan (Pasal 3 ayat 1 Lombok Treaty dan Plan of Action 
angka II 7)
Kedua negara berkomitmen untuk mengimplementasikan komitmen dan mandat 
Lombok Treaty dan Plan of Action termasuk melalui penyelesaian negosiasi 
“pengaturan antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Departemen 
pertahanan Australia untuk Implementasi Lombok Treaty dan Plan of Action”.  
 Penandatanganan pengaturan tersebut memberikan dasar yang lebih kokoh dan 
 komprehensif bagi kerjasama keamanan dan pertahanan kedua negara.

Outcome: Pengaturan kerjasama ini hendaknya dapat direalisasikan dalam bentuk 
nyata melalui pelatihan militer bersama kedua negara dalam mengantisipasi tindakan 
yang dapat mengancam kedua negara. Hal tersebut menjadi penting seiiring 
dengan berkembangnya transnational organized crime yang menjadi perhatian 
masyarakat dunia saat ini. Pembentukan markas bersama baik di Australia maupun 
di Indonesia dapat menjadi sebuah isu menarik yang perlu pembahasan lebih lanjut. 
Pembentukan di titik rawan tertentu di wilayah Indonesia maupun Australia akan 
berguna ketika operasi yang dijalan dapat mengurangi intensitas kriminal seperti 
penyeludupan manusia, pejualan manusia dan lain-lain.

IV. Penutup
AIMIN merupakan forum yang berguna dalam meningkatkan hubungan bilateral 
 Indonesia-Australia khususnya dibidang pertahanan. Pelaksanaan AIMIN 
 merupakan bukti nyata dalam mewujudkan komitmen bersama di bidang 
pertahanan sebagaimana tercantum dalam Comprehensive Partnership, 
Lombok Treaty, Plan of Action danJoint Statement Kepala Negara.
AIMIN menjadi forum penting karena dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan 
 hubungan bilateral Indonesia-Australia dan langkah ini sesuai dengan arahan 
 Menteri Luar Negeri Indonesia tentang perlunya mekanisme score card untuk 
 mengetahui perkembangan dan kemajuan hubungan kedua negara dari waktu 
ke  waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Australia-United Kingdom Ministerial Consultation 2011
Australia-United StatesMinisterial Consultation 2010
Agreement Between The Republic of Indonesia and Australia on The Framework for 
Security Cooperation
Indonesia and Australia on The Framework for Security Cooperation
Joint Decleration on Comprehensive Partnership between The Republic of Indonesia 
 and Australia
Joint Statement Kunjungan Presiden RI ke Australia Maret 2010
Joint Statement Kunjungan Perdana Menteri Australia ke Indonesia November 2010

Non Paper Australia: Australia’s 2+2 Ministerial Dialogues
Pearth Treaty
Plan of Action for The Implementation of The Agreement Between The 
Republic of Indonesia and Australia on The Framework for Security Cooperation

 Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob



















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.