alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Sabtu, 07 Februari 2015

KAKI DI INDONESIA PERUT DI FILIPINA

Kaki Di Indonesia Perut Di Filipina
 
(Pulau Miangas Batas Wilayah Perairan Laut Indonesia Paling Utara)
Pulau MIANGAS di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, adalah teritorial Indonesia. 
Akan tetapi, jangan tanya soal kewarganegaraan. Mereka pasti bimbang. Tak heran ketika pulau ituD dihebohkan dengan kematian Sekretaris Desa, Johny Awala, yang diduga dianiaya Kepala Kepolisian Sektor Border Crossing Area, Brigadir Polisi Satu, Darida, pekan lalu, sejumlah warga mengerek bendera Filipina. Memang tindakan itu sangat emosional. Tetapi tentunya tidak bisa dianggap remeh.  

Dalam banyak hal, pola hidup warga Pulau Miangas yang hanya berpenduduk sekitar 750 jiwa itu minim dengan masyarakat di gugusan pulau-pulau Talaud, yakni menjadi nelayan dan petani. Namun, orientasi ekonomi  yang lebih banyak ke Filipina, menjadikan warga Pulau Miangas enggan mengaku dirinya orang Indonesia.
Sebaliknya, di Filipina mereka dianggap kaum imigran. Kedatangan mereka harus 
dengan menunjukkan surat perjalanan yang dikeluarkan aparat Kecamatan BCA Miangas. “Kaki kami di Indonesia, tetapi perut kami di Filipina,” kata Julis, warga Miangas.
 
Di Filipina, rakyat Miangas sebagian besar tinggal di, 
---Pulau Saranggani, 
---General Santos, ataupun 
---Davao di Filipina Selatan. 
Mereka dikenal sebagai pekerja keras dan ulet. Terjadinya interaksi ekonomi di kedua wilayah itu membuat rakyat Miangas jarang menyimpan uang rupiah. Sebagian besar malah mengaku memiliki peso, mata uang Filipina.Peso diperoleh dari hasil 
perdagangan ikan dan kelapa yang dijual ke wilayah terdekat Filipina, yakni Santa Agustien, uang peso lalu dibelanjakan warga Miangas hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari di daerah General Santos.

Untuk ke Santa Agustien warga Miangas hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga jam  perjalanan dengan boat. Begitu juga jika hendak ke General Santos.  Jarak 
Miangas ke Santos Agistien atau General Santos sekitar 60 mil laut.
Bandingkan dengan jarak Miangas ke Melonguane, ibu kota Kabupaten  Talaud, 
sekitar 90 mil. Untuk ke Menado warga Miangas akan menempuh waktu sampai dua hari karena jaraknya mencapai 274 mil laut. Sekali tiga uang juga dilakukan masyarakat Pulau Marore, tetangga pulau Miangas.
 
Pulau berpenduduk 900 jiwa itu, meskipun masuk wilayah Indonesia, namun interaksi ekonomi masyarakatnya, lebih dekat ke dalam ke daerah Balut, Pulau Saranggani di Filipina. Jarak Marore dan Balut malah lebih dekat, hanya sekitar 40 mil laut. Kondisi geografis itu memaksa masyarakat Miangas dan Marore berintegrasi (outward looking) ekonomi secara alamiah dengan Filipina. Julius mengatakan, harga beras dan gula pasir relatif lebih murah dibeli di Filipina ketimbang di Molonguane atau Manado 
karena mereka juga mempertimbangkan resiko dan biaya perjalanan.  Harga beras di Filipina sekitar 20 peso (satu peso sekitar Rp.300).  Jalur niaga yang terbuka di antara pulau-pulau di perbatasan tersebut justru memberi peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat meski dalam skala kecil. 
 
Awalnya perdagangan di sana dilakukan secara barter, tukar-menukar barang. Akan 
tetapi, barter hasil bumi masyarakat Miangas sangat tergantung dengan harga komoditas perkebunan pasar internasional. “Pernah harga satu kilogram kopra hanya lima peso, tak cukup  untuk membeli satu kilogram beras”, tambah Abraham, warga di sana. Pejabat Gubernur Sulawesi Utara, Lucky Harry Korah mengakui keraguan warga perbatasan atas kewarganegaraan Indonesia lebih banyak diukur dari aspek ekonomi. Ia mengatakan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pemberdayaan Ekonomi Perbatasan bertujuan menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan Indonesia dapat mengatasi problem kesejahteraan.  Namun, aplikasi peraturan itu masih dipertanyakan warga setelah ekonomi mereka terpuruk. Alex Ulaen dosen Universitas Sam Ratulangi Manado, yang concern  masalah-masalah perbatasan, mengatakan, perdagangan barter kerap timpang dan merugikan warga Miangas.
 
Ketika kopra melimpah, harganya justru turun saat dijual ke Filipina. Menurut Ulaen, warga sangat kesulitan manakala hasil bumi tidak bisa dijual karena kondisi laut 
mengganas. Gambaran buruk ekonomi rakyat perbatasan dapat diukur dengan kehidupan normal warga setempat.  Dalam setahun  masyarakat Miangas hanya bisa makan beras selama delapan bulan, mereka mengonsumsi galuga, yaitu umbian keras dicampur daging kelapa. Untuk air minum, mereka memanfaatkan air kelapa .
Kehidupan warga Miangas yang terisolasi akibat ganasnya gelombang laut pada 
musim tertentu, biasanya Desember-Maret, cukup memprihatinkan. 

“ Setiap tahun kami hidup seperti ini,” kata Abraham. Ketika Kompas berada di sana beberapa waktu lalu, masyarakat memang masih memiliki cadangan beras di rumahnya yang berasal dari bantuan Pemerintah Kabupaten Talaud.  Tetapi menurut Abraham, meski laut tenang, kehidupan mereka juga sangat tergantung dari kedatangan kapal perintis yang membawa logistik.  “Hampir dua bulan kapal perintis Daraki Nusa tidak menyinggahi Miangas. Kapal perintis yang mendapat subsidi  dari pemerintah itu dikabarkan rusak,” katanya.
 
Hidup dalam kondisi kekurangan juga dirasakan murid-murid SD dan SMP di Miangas. Sejumlah bangunan SD di Miangas rusak berat. Apabila hujan turun mereka pun 
tidak bisa belajar.  Demikian juga ruangan Balai Pertemuan Umum (BPU) yang dibangun pemerintah rusak parah. Bangunan yang sekilas tampak kokoh meski telah kusam, hanya “Monumen Perbatasan” yang dibangun pada era pemerintahan Gubernur Sulut, CJ Rantung, dan diresmikan Panglima ABRI (saat itu) Jenderal Try Sutrisno.  Monumen setinggi dua meter dan lebar enam meter, yang bagian tengahnya terdapat gambar Burung Garuda, itu masih berdiri tegak dan menjadi tanda Miangas adalah wilayah Indonesia Akan tetapi, nasionalisme warga Miangas terusik manakala mereka terus didera kemiskinan dan kelaparan.
 
Bupati Kabupaten Talaud, Elly Lasut, mengidentifikasi Miangas dan pulau-pulau 
perbatasan lainnya pada aspek kemiskinan. Menurut Lasut, pembangunan infrastruktur di pulau perbatasan itu sangat minim, sebab terhambat tidak adanya pembangunan.  Bahkan untuk membangun gudang penyimpan beras saja sangat sulit. Untuk sementara kami hanya menyuplai beras sebanyak 25 ton yang terpaksa disimpan dirumah-rumah penduduk,” katanya. 

Lasut menyebutkan juga bahwa prasarana kesehatan  di wilayhnya cukup terpuruk karena minimnya tenaga medis dan kondisi puskesmas-puskesmas di pulau-pulau yang sudah rusak. Ia menyebutkan, untuk menjangkau wilayah Talaud yang terdiri atas pulau-pulau, pihak harus mengandalkan delapan dokter, termasuk dirinya. Untuk berobat warga disarankan datang ke Melonguane  karena di ibu kota kecamatan itu telah dibangun sebuah rumah sakit yang memadai.
 
Tetapi warga Miangas mengalami trauma gara-gara peristiwa kecelakaan laut pada 
tahun l999.  Saat itu sebanyak 22 warga Miangas tenggelam ketika perahu mereka diterjang ombak ganas. “Dengan kondisi ekonomi buruk, miskin, fasilitas kesehatan kurang menunjang, dan sarana pendidikan serba pas-pasan, mana mungkin warga Talaud dapat menjadi penjaga perbatasan andal dan gagah berani. Demi keamanan perbatasan kita, sebetulnya tidak serta-merta  menempatkan tentara dalam jumlah besar. 

Sebab di samping mahal, juga tidak cukup memecahkan persoalan. Alternatif terbaik adalah memberdayakan masyarakat dari sisi ekonomi dan sosial budaya,”tutur Lasut. Elly Lasut mengungkapkan, pihaknya telah menawarkan sebuah program BTA (Border Trade Area) kepada pemerintah pusat, yang nantinya bisa mendongkrak ekonomi masyarakat perbatasan secara keseluruhan. Dalam BTA tergambar pembangunan infrastruktur ekonomi. Jalan, kesehatan, ataupun pendidikan. Max Ulaen menambahkan, hal prisip bagi Miangas dan pulau-pulau perbatasan akan hambar jika ekonominya tidak dibangun,” katanya. (JEAN RIZAL Layuck- Kompas, l Juni 2005)

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.