alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Rabu, 11 Februari 2015

MASALAH PERBATASAN WILAYAH SELATAN INDONESIA--DAN PERJUANGAN PENGEMBALIAN PULAU PASIR DARI AUSTRALIA & MIGAS DI DI CE4LAH TIMOR

MASALAH PERBATASAN  WILAYAH
SELATAN INDONESIA
PERJUANGAN PRNGEMBALIAN PULAU PASIR DARI AUSTRALIA  &  MIGAS DI CELAH TIMOR


Pengantar
Pada bagian ini kami sajikan berbagai tulisan, pendapat, sejarah, maupun Peta, tentang Posisi Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef), Celah Timor – Laut Timor yang bertalian dengan Australia maupun dengan Timor Leste yang sangat merugikan Indonesia dan berbagai perjuangan dari berbagai kalangan dapat diikuti sbb :
Perjuangan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB)

Lembaga ini merupakan lembaga Non Pemerintah di Indonesia (NOG) yang menyuarakan tentang :  Berbagai “Hak dan Kepentingan” masyarakat Indonesia yang diabaikan, baik secara Nasional maupun Internasional di Laut Timor, termasuk memperjuangkan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) kembali ke wilayah Indonesia dari pihak Australia.
Yayasan ini didirikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur No.54 / SKEP / HK / 200l tertanggal 18 Mei 200l.

Berdasarkan  Rekomendasi DPR Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka Gubernur Nusa Tenggara Timur membentuk Tim Kerja Pengkajian dan Perumusan Berbagai Aspek Strategis di Celah Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur yang  dikenal dengan sebutan “Pokja Celah Timor”  (Yayasan Peduli Timor Barat)  disingkat (YPTB) yang  di-ketuai oleh Ferdi Tanoni yang berkantor di Kupang, Nusa Tenggara Timur. 

Kegiatan-kegiatannya yang diketahui antara lain :
Ø  Berbagai pertemuan dengan Masyarakat Adat Suku Rote,
Ø  Pemerintah Daerah Propinsi  Nusa Tenggara Timur,
Ø  Pemerintah Kabupaten,
Ø  Instansi Pemerintah lainnya,
Ø  Pemerintah Timor Leste, DPRD Prov Nusa Tenggara Timur,
Ø  Pemerintah Tingkat Pusat maupun dengan Lembaga-lembaga Internasional lainnya.

Khusus Perjuangannya dalam merebut kembali Pulau Pasir (Ashmoro Reef), “YPTB”telah melakukan berbagai penelitian dan pengkajian serta menyampaikan aspirasi tertulis ke ,

Ø  Pemerintah Daerah,
Ø  Presiden Megawati Soekarnoputri,
Ø  Wakil Presiden RI,
Ø  Kalangan Legeslatif di Tingkat Kabupaten / Kota NTT,
Ø  Hingga DPR / MPR RI,
Ø  PM.Australia,
Ø  Ketua Oposisi Australia,
Ø  Pemerintah Transisi TIM-TIM UNTAET,
Ø  Hingga Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao.

Perjuangan YPTB ini, adalah juga perjuangan seluruh Bangsa dan Rakyat Indonesia; mari kita dukung baik, jiwa maupun raga  jika memang kondisi dan situasi menghendaki demikian. Perjuangan Ketua YPTB hingga saat ini terus berjuang baik di NTT, di tingkat nasional maupun di tingkat internasional dengan gigih tentang hak Masyarakat Timur Barat atas Pulau Pasir mapun aset minyak dan gas bumi di Celah Timor. Tentang perjuangannya, dapat diketahui dari berbagai media massa yang banyak kami kutip di BAGIAN SETERUSNYA.



Pulau Pasir (Ashmore Reef) Masuk Wilayah Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta Asli Amerika Serikat
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Menurut sejarah dan Peta Asli Hindia Belanda dan Peta Lama buatan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam peta-peta tersebut, Gugusan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) terletak di Utara Garis Merah Pembatas Indonesia – Australia. Uraian dan Peta-peta Hindia Belnda dan Amerika Serikat itu akan ditunjukkan dalam halaman-halaman berikutnya, dan merupakan dasar yuridis, untuk menuntut pengembalian Pulau Pasir ke Indonesia.

Dalam Peta Rekayasa Australia terbaru yang diterbitkan setelah MOU 1974, itu, sebenarnya Gugusan Pulau Pulau Pasir  masih terletak di Urara Garis Pembatas Perairan Indonesia – Australia, namun ketika Garis Pembatas itu tiba di Gugusan Pulau Pasir, Garis tersebut tidak di Tarik Lurus, melainkan dibuat setengah lingkaran kearah  Utara untuk memblok ugusan Pulau Pasir menjadi miliknya. Garis batas tersebut sangat bertentangan dengan Garis Batas yang ditentukan dalam UNCLOS 1982, yaitu  Garis Tengah Lurus, bukan Melengkung sehingga Tidak Syah.

Dengan demikian berdasarkan data-data yang kami kemukakan tersebut dapat dipakai sebagai dasar Hukum memperjuangkan kembalinya Pulau Pasir ke Indonesia. Untuk kepentingan itu, Presiden SBY dan Menlu RI, segera mengambil langkah untuk membuka kembali Perundingan Indonesia dan Australia  guna menyelesaikan Perbatasan kedua Negara secara damai.
Bila  dalam perundingan tidak terdapat penyelesaian yang baik maka, Persoalan Pulau Pasir perlu dilanjutkan ke Mahkamah Internasional.  Banyak kalangan termasuk Deplu RI, Staf AL, dan beberapa pakar lainnya malahan berbicara sebagai terompet membela Australia mati-matian bahwa Pulau Pasir adalah milik Australia. Dan lebih konyol lagi pihak Deplu RI menyatakan bahwa Indonesia tidak pernah mengklaim Pulau Pasir. Kalau kenyataannya Pulau Pasir milik Indonesia, apakah perlu diklaim lagi? Oleh karena itu ikuti data-data Peta asli Hindia Belanda dan Amerika Serikat yang kami utarakan dihalaman-halaman berikutnya sebagai bukti autentik yang tidak dapat dibantah lagi oleh Australia.Seperti dijelaskan di atas, bahwa Luas Wilayah Perairan Indonesia, termasuk Pulau Pasir  sudah bersifat FINAL yaitu berdasarkan Sejarah Perolehan (Ex. Wilayah Hindia Belanda), dan tidak terpengaruh oleh pasal UNCLOS 1982, yang mengatur kembali Garis Batas Perairan berdasarkan “Dasar Kontinen” yang baru diberlakukan kemudian setelah UNCLOS 1982.

AP/AFP/OKI, --Kompas, 8-4-2006
Tension builds over Ashmore Reef: Is it Indonesia's or Australia's?

Opinion and Editorial - December 19, 2005
I Made Andi Arsana, Sydney
Ashmore reef (a.k.a. Pulau Pasir) is currently being disputed by Indonesia and Australia.
If we talk about an island/reef/islet, we are talking about sovereignty. In dealing with sovereignty we do not consider distance.
If we talk about a state authority in the sea territory, we are dealing with sovereign rights, not sovereignty. Distance becomes the key issue as it depends on the distance measured from the baseline, commonly the coastline depicting the low water line. With regards to this, it is true that we need to consider maritime zones and boundary issues.

Whose reef is Pulau Pasir (Ashmore anyway)?

The sovereignty over a reef should be carefully decided. It does not depend on its distance to a state's mainland. It is a legal issue.
A website in the Netherlands reveals that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was annexed by Britain in 1878. Together with Cartier Island, Pulau Pasir (Ashmore) was transferred to Australia on July 23, 1931 and is then part of the Northern Territory of Australia (1938-1978). A CIA website, one of the resources people may trust, reveals similar facts. CIA's World Fact Book confirms that Ashmore reef is under Australian sovereignty. Further support also comes from GEsource, an academic website in the UK.
By plotting the coordinates of Pulau Pasir (Ashmore Reef) (120 13.98' S, 1230 4.98' E) in the Indonesia-Australia EEZ boundary map, it is clear that Pulau Pasir (Ashmore Reef) lies within the Australian EEZ. This, implicitly, implies that Indonesia has acknowledged Australian sovereignty over the reef.

From a historic point of view, it is true that the ancestors of the Timorese people had been coming to Pulau Pasir (Ashmore Reef) since the 1630s. However, Rais and Tamtomo (Kompas, April 11, 2005) assert that the Netherlands never secured the reef in its colonial territory and the government administering the reef was Britain. Indonesia cannot claim Ashmore Reef (Pulau Pasir)  just because its ancestors came there, conducted economic activities and died on the reef provided that the government administering the reef was not the colonial administration in Indonesia (the Netherlands)?
It is indeed ironic that Indonesians (Timorese and others) who have been visiting and carrying out activities on Pulau Pasir (Ashmore Reef) for hundreds of years are not entitled to own the reef, while Britain (Australia), who "discovered" Pulau Pasir (Ashmore) in the nineteenth century, secures stronger rights.
It is worth noting that modern law emphasizes a legal claim rather than visits and activities. If it is true that Britain legally claimed and administered Pulau Pasir (Ashmore Reef) and the Netherlands did not protest, its sovereignty would obviously be Australia's.

By contrast, Tanoni states that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was part of the Netherlands during the colonial era, (see Nederlands Map—resources - Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402)—Peta Hindia Belanda dibawah ini.

He asserts that the implementation of a regulation regarding sea cucumber and other marine biota collection around Pulau Pasir (Ashmore Reef) is convincing evidence for its claim over the reef. Unfortunately he did not specify the document he referred to. However, if this is true, it could possibly invalidate Britain's claim over the reef in the eighteenth century.
Agreements between Indonesia and Australia
In 1971/1972, Indonesia and Australia agreed on a seabed boundary. Some experts opined that it was not an equitable boundary, as the line lies closer to Indonesia. The Australian argument emphasizes the principle of natural prolongation (seabed geomorphology). It suggested that the natural break of the Australian Indonesian continents exists close to Timor Island, so that the seabed boundary lies far from the median line favoring Australia.
This practice was supported by legal developments at that time. The International Court of Justice's decision on Feb. 20, 1969 regarding The North Sea seabed case between Germany and Denmark, for instance, gave the principle of natural prolongation considerable significance. In other words, Australia's argument was supported by jurisprudence. However, the post-UNCLOS (1982) development tends to give less consideration to seabed geomorphology. In the case of Libya and Malta (1985), for example, the ICJ decided that within 200 nautical miles, seabed geomorphology is irrelevant and the court's judgment was based on the distance principle.

It might be true that the seabed boundary between Indonesia and Australia is inequitable. However, it is worth noting that the decision was with regards to the positive law applicable at that time. If necessary, Indonesia may renegotiate the boundary, provided that Australia agrees to do so. However, it is unlikely that Australia would want renegotiation. Another agreement requiring attention is the 1997 EEZ boundary. Unlike the seabed boundary, this is much more equitable as the border lies in the median line between the two states. Unfortunately, Indonesia has not ratified the agreement in its internal law. Regarding Pulau Pasir (Ashmore Reef), there is an MOU in 1974/75 allowing Indonesian traditional fishermen to fish around (Pulau Pasir (Ashmore Reef). Surprisingly, there were reports that Australia restricted Indonesian fishermen from fishing in the area due to environmental reasons. This must have caught the attention of the Indonesian government and it should clarify this as it deals with the lives of Indonesian fishermen.
Undoubtedly, it is Indonesia's obligation to keep the archipelago intact and united. However, clear understanding regarding the legal, technical and scientific aspects are essential. Everybody should carefully analyze and be more critical of every single issue regarding border conflict.
A wrong decision may lead Indonesia to huge material losses as well as a decline in its reputation as it might be considered as an emotional and irrational society.
The available legal evidence, so far, suggests that Pulau Pasir (Ashmore Reef) is under Australian sovereignty. However opinions and arguments suggesting the opposite are seriously worth considering. Let's do our part and let the governments do their best to achieve an equitable solution.
The writer is a lecturer in the Department of Geodetic Engineering, University of Gadjah Mada and is currently studying the technical aspects of maritime boundaries at the University of New South Wales, Australia The (Jakarta Post)
  

AUSTRALIA
Dibawah ini beberapa judul tentang Pulau Pasir (Ashmore Reef)  hubungannya dengan Australia

Pulau Pasir (Ashmore Reef) Masuk Wilayah Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta Asli Amerika Serikat
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Faktor Jarak

Berdasarkan data-data yang ada memperlihatkan, bahwa jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Indonesia  - Australia dapat dikethui sebagai berikut :
1). Jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Darwin di wilayah Australia utara adalah 840 km.
2).Jarak antara Pulau Pasir dengan Pantai Utara Australia Barat  (Broome) adalah 610 Km, sedang,
3). Jarak Pulau Pasir dengan Pulau Rote adalah 170 Km. 
Luas Pulau Pasir 583 km2.

Orang Barat Pertama Yang Menemuka Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur
Orang Barat Pertama yang menemukan Pulau Rote/Roti, di Provinsi Nusa Tenggara Timur  pada tahun 1522, adalah Pelaut Portugis, Antonio Pigafetta, salah seorang rombongan Magelhans Pengeliling Dunia, Dialah yang menamakan Pulau itu dengan sebutan Rotty, sesuai nama seorang nelayan tradisional yang ditemuinya  di Pelabuhan Papela Rote Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 1778, atau 256 tahun kemudian dari tahun 1522, Kapten Cook baru menemukan Pantai Timur Australia. Sedang Kapten Ashmore pada tahun 1811 atau  289 tahun kemudian dari tahun 1522 baru menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef).  Namun Masyarakat Adat Suku Rote, Nusa Tenggara Timur  telah lebih dahulu menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef) jauh sebelum tahun 1522 oleh  seorang Tokoh Masyarakat Rote bernama Dato, yang kemudian pulau-pulau tersebut diberi nama sesuai namanya, yaitu Pulau Dato I, Pulau Dato II, dan Pulau Dato III. Tetapi kemudian pulau-pulau tersebut lebih dikenal dengan sebutan Solokaek dan terakhir bernama Pulau Pasir.

Gugusan pulau-pulau itu dijadikan sebagai ladang perikanan mereka sepanjang tahun secara turun temurun, dan bukan sebagai pulau hunian, melainkan sebagai tempat beristirahat dan tempat berlindung jika terjadi badai. Bahwa Pulau Pasir ini sudah sejak dulukala  telah dilayari oleh hampir semua nelayan tradisional di Indonesia Bagian  Timur, khususnya, para nelayan yang berasal dari Pulau Rote, Bugis- Makassar, Madura, dan Buton, Alor, dan Flores secara turun-temurun hingga masuknya Penjajah Belanda di Nusantara ini.
Dalam Atlas Semesta Dunia “Jambatan – Jakarta, 1952 : 150.  terdapat uraian penjelasannya dalam peta (Atlas) tersebut menyebutkan dengan  ejaan lama  dikutip sebagai berikut :

”Bahwa sebeloem kedatangan orang-orang Barat ke Benua Australia, sudah banjak kali dikundjungi pedagang--pedagan Indonesia.
Pelajar-pelajar/pelaut Bugis menamakan benua (pulau) ini, dengan sebutan “MARAGE” = (hitam pekat).

Dengan demikian menurut sejarah, sebenarnya yang menemukan Benua Australia pertama kali, adalah orang atau para nelayan tradisional Bangsa Indonesia, dan bukan orang atau Bangsa Barat. Jika Ingris atau sekarang Australia menyatakan pertama kali menemukan Australia dan Gugusan Pulau Pasir sehingga mengklaim sebagai miliknya, adalah tidak benar, apabila kita bandingkan dengan tahun-tahun penemuan pertama seperti yang disebutkan di atas. Perlu diketahui pula bahwa VOC pada tahun 1613, telah menguasai  wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Rote.
Adapun Perjanjian Dagang antara VOC dengan Raja-raja Pulau Rote sudah berlangsung sejak tahun 1662, 1690, 1700, dan tahun 1756 khusus dalam perdagangan kopra. Oleh karena kerjasama yang baik antara VOC dengan Raja-raja di Pulau Rote, maka, salah seorang raja dari kerajaan Tie, bernama  Poura Messa dianugrahi sebuah Tongkat kebesaran tanda jasanya, yang bertuliskan VOC bertahun 1720 (lihat Gambar di bawah ini).
Pada tahun-tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sudah menguasai Gugusan Pulau Pasir.
Foto : Raja kerajaan Tie-Rote, NTT, yang buta Jerimias Mesakh, sedang memegang tongkat Jabatan yang bertuliskan nama Raja Poura Messa – bertahun 1720 dengan lambang VOC sebagai tanda kebesaran–yang diberikan VOC--Hindia Belanda, ,  kepada leluhur Raja Poura Messa. Pada tahun-tahun sebelum 1720 Nelayan tradisional asal Pulau Rote telah menguasai Pulau Pasir dan merupakan wilayah Hindia Belanda. Pada tahun 1720, Kapten Cook belum menemukan Australia  dan baru tahun 1788.
Sumber : “TIMOR BOOK” 1744 hal.96-103  yang dikutip oleh  Geoffrey Parker dalam bukunya The World an Illustrated History, hal.148, seperti terlihat pada foto. Ia adalah Raja Rote pertama yang dibabtis menjadi Kristen di Betawi  (sekarang Jakarta) l743.
 Repro : Drs.Simon Arnold Julian Jacob.(Penulis).


Sejak tahun-tahun tersebut di atas, setiap nelayan tradisional yang hendak mencari biota laut di Pulau Pasir, diberikan Surat Izin Berlayar oleh Pemerintah Hindia Belanda yang berkedudukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang oleh nelayan setempat lebih dikenal dengan sebutan “Surat Pas Berlayar”. Tujuannya adalah, bila terjadi badai atau  angin topan, sehingga terdampar hingga Australia, maka diharapkan mendapat bantuan seperlunya dari pihak Keamanan Pantai Australia dan bukan sebagai pelanggar batas ilegal.  Ijin berlayar ke Pulau Pasir (Ashmore Reef) tersebut masih dijalankan hingga tahun 1950-an. Sebelum tahun 1950-an, pencarian ikan, teripang oleh para nelayan tradisional Indonesia di sekitar Pulau Pasir tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak Australia. Itu membuktikan bahwa Pulau Pasir adalah milik Pemerintah Hindia Belanda dan sekarang setelah Indonesia Merdeka adalah milik Indonesia. (berdasarkan “Sejarah Perolehannhya”)  Pulau Pasir adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao paling Selatan yang berbatasan langsung dengan Australia. Oleh karena itu Batas Perairan Indonesia Paling Selatan, bukan di Pulau  Ndana seperti tertera di Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2002, melainkan di Pulau Pasir (Ashmore Reef) perlu ditinjau kembali.

PETA ZAMAN HINDIA BELANDA DAN PETA AMERIKA SERIKAT

Berikut ini kami memuat Peta-peta zaman Hindia Belanda doeloe dan Peta-peta buatan Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah milik Hindia Belanda, seperti pernyataan Ferdi Tanoni  sbb :
Tanoni states, that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was part of the Netherlands during the colonial era (see Nederlands Map—sources - Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ) sebagai berikut :











Peta 2. (Peta Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao).

Perhatikan Garis Pembatas territorial Indonesia dan Australia berwarna MERAH, menunjukkan Pulau Pasir (Ashmore Reef) terletak jauh di Utara garis Merah, masuk wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia). Peta ini sebelum Indonesia Merdeka 17 – 8 -1945, adalah wilayah Kolonial Hindia Belanda. Jadi semua argumentasi Australia, yang mengatakan milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia  adalah tidak benar Jarak Pulau Rote dengan Pulau Pasir hanya 140 Km.
Dengan adanya Peta Asli ini sekaligus menggugurkan semua argumentasi Australia yang mengatakan adalah milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia. Dengan adanya Peta-peta Asli  ini merupakan  bukti Austentik  yang lebih dipercaya keabsahannya, hingga ke Mahkamah Internasional sekalipun. 
(Sumber Peta : Insklopesi Khusus Buku 4 hal.2403)




Peta 3. Peta Provinsi NTT, dan sebagian Australia Utara, memperlihatkan  Gugusan Pulau Pasir (Ashmote Reef) milik Indonesia.  Lihat Garis Pembatas Berwarna Merah Letaknya di Selatan Pulau Pasir.
(Sumber Peta  :  Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).




Peta 4

Peta 4. Peta Gugusan Pulau Ashmore Reef (P.Pasir) dan P.Cartier di Selatan P.Roti (Rote)  adalah cuplikan dari peta-peta tersebut diatas dan dibuat lebih besar agar nampak lebih jelas Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef, adalah Wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia) yang terletak di Atas/Utara  Garis Batas   Warna Merah (sebagai pembatas perairan teritorial Indonesia – Australia)  seperti pada peta 2 dan Peta 3,
 (Sumber Peta  :  Insklopedi Indonesia  Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).

Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.