MASALAH PERBATASAN WILAYAH
SELATAN INDONESIA
PERJUANGAN PRNGEMBALIAN PULAU PASIR DARI
AUSTRALIA & MIGAS DI CELAH TIMOR
Pengantar
Pada bagian ini kami sajikan berbagai
tulisan, pendapat, sejarah, maupun Peta, tentang Posisi Gugusan Pulau Pasir
(Ashmore Reef), Celah Timor – Laut Timor yang bertalian dengan Australia maupun
dengan Timor Leste yang sangat merugikan Indonesia dan berbagai perjuangan dari
berbagai kalangan dapat diikuti sbb :
Perjuangan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB)
Lembaga ini
merupakan lembaga Non Pemerintah di Indonesia (NOG) yang menyuarakan tentang
: Berbagai “Hak dan Kepentingan”
masyarakat Indonesia yang diabaikan, baik secara Nasional maupun Internasional
di Laut Timor, termasuk memperjuangkan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) kembali ke
wilayah Indonesia dari pihak Australia.
Yayasan ini
didirikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur No.54 / SKEP
/ HK / 200l tertanggal 18 Mei 200l.
Berdasarkan Rekomendasi
DPR Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka Gubernur Nusa Tenggara Timur membentuk
Tim Kerja Pengkajian dan Perumusan Berbagai Aspek Strategis di Celah Timor
Propinsi Nusa Tenggara Timur yang
dikenal dengan sebutan “Pokja Celah Timor” (Yayasan Peduli Timor Barat) disingkat (YPTB) yang di-ketuai oleh Ferdi Tanoni yang berkantor di
Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan-kegiatannya
yang diketahui antara lain :
Ø
Berbagai pertemuan dengan
Masyarakat Adat Suku Rote,
Ø
Pemerintah Daerah
Propinsi Nusa Tenggara Timur,
Ø
Pemerintah Kabupaten,
Ø
Instansi Pemerintah
lainnya,
Ø
Pemerintah Timor Leste,
DPRD Prov Nusa Tenggara Timur,
Ø
Pemerintah Tingkat Pusat
maupun dengan Lembaga-lembaga Internasional lainnya.
Khusus
Perjuangannya dalam merebut kembali Pulau Pasir (Ashmoro Reef), “YPTB”telah
melakukan berbagai penelitian dan pengkajian serta menyampaikan aspirasi
tertulis ke ,
Ø
Pemerintah Daerah,
Ø
Presiden Megawati
Soekarnoputri,
Ø
Wakil Presiden RI,
Ø
Kalangan Legeslatif di
Tingkat Kabupaten / Kota NTT,
Ø
Hingga DPR / MPR RI,
Ø
PM.Australia,
Ø
Ketua Oposisi Australia,
Ø
Pemerintah Transisi TIM-TIM
UNTAET,
Ø
Hingga Presiden Timor
Leste, Xanana Gusmao.
Perjuangan
YPTB ini, adalah juga perjuangan seluruh Bangsa dan Rakyat Indonesia; mari kita
dukung baik, jiwa maupun raga jika
memang kondisi dan situasi menghendaki demikian. Perjuangan Ketua YPTB hingga
saat ini terus berjuang baik di NTT, di tingkat nasional maupun di tingkat
internasional dengan gigih tentang hak Masyarakat Timur Barat atas Pulau Pasir
mapun aset minyak dan gas bumi di Celah Timor. Tentang perjuangannya, dapat
diketahui dari berbagai media massa yang banyak kami kutip di BAGIAN
SETERUSNYA.
Pulau Pasir (Ashmore
Reef) Masuk Wilayah Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta
Asli Amerika Serikat
Oleh
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Menurut sejarah dan Peta Asli Hindia
Belanda dan Peta Lama buatan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam peta-peta
tersebut, Gugusan Pulau Pasir (Ashmoro Reef) terletak di Utara Garis Merah
Pembatas Indonesia – Australia. Uraian dan Peta-peta Hindia Belnda dan Amerika
Serikat itu akan ditunjukkan dalam halaman-halaman berikutnya, dan merupakan
dasar yuridis, untuk menuntut pengembalian Pulau Pasir ke Indonesia.
Dalam Peta Rekayasa Australia terbaru
yang diterbitkan setelah MOU 1974, itu, sebenarnya Gugusan Pulau Pulau
Pasir masih terletak di Urara Garis
Pembatas Perairan Indonesia – Australia, namun ketika Garis Pembatas itu tiba
di Gugusan Pulau Pasir, Garis tersebut tidak di Tarik Lurus, melainkan dibuat
setengah lingkaran kearah Utara untuk
memblok ugusan Pulau Pasir menjadi miliknya. Garis batas tersebut sangat
bertentangan dengan Garis Batas yang ditentukan dalam UNCLOS 1982, yaitu Garis Tengah Lurus, bukan Melengkung sehingga
Tidak Syah.
Dengan demikian berdasarkan data-data
yang kami kemukakan tersebut dapat dipakai sebagai dasar Hukum memperjuangkan
kembalinya Pulau Pasir ke Indonesia. Untuk kepentingan itu, Presiden SBY dan
Menlu RI, segera mengambil langkah untuk membuka kembali Perundingan Indonesia
dan Australia guna menyelesaikan
Perbatasan kedua Negara secara damai.
Bila
dalam perundingan tidak terdapat penyelesaian yang baik maka, Persoalan
Pulau Pasir perlu dilanjutkan ke Mahkamah Internasional. Banyak kalangan termasuk Deplu RI, Staf AL,
dan beberapa pakar lainnya malahan berbicara sebagai terompet membela Australia
mati-matian bahwa Pulau Pasir adalah milik Australia. Dan lebih konyol lagi
pihak Deplu RI menyatakan bahwa Indonesia tidak pernah mengklaim Pulau Pasir.
Kalau kenyataannya Pulau Pasir milik Indonesia, apakah perlu diklaim lagi? Oleh
karena itu ikuti data-data Peta asli Hindia Belanda dan Amerika Serikat yang
kami utarakan dihalaman-halaman berikutnya sebagai bukti autentik yang tidak
dapat dibantah lagi oleh Australia.Seperti dijelaskan di atas, bahwa Luas
Wilayah Perairan Indonesia, termasuk Pulau Pasir sudah bersifat FINAL yaitu berdasarkan
Sejarah Perolehan (Ex. Wilayah Hindia Belanda), dan tidak terpengaruh oleh
pasal UNCLOS 1982, yang mengatur kembali Garis Batas Perairan berdasarkan
“Dasar Kontinen” yang baru diberlakukan kemudian setelah UNCLOS 1982.
AP/AFP/OKI, --Kompas, 8-4-2006
Tension builds over Ashmore Reef: Is
it Indonesia's or Australia's?
Opinion and
Editorial - December 19, 2005
I Made Andi
Arsana, Sydney
Ashmore reef
(a.k.a. Pulau Pasir) is currently being disputed by Indonesia and Australia.
If we talk
about an island/reef/islet, we are talking about sovereignty. In dealing with
sovereignty we do not consider distance.
If we talk
about a state authority in the sea territory, we are dealing with sovereign
rights, not sovereignty. Distance becomes the key issue as it depends on the
distance measured from the baseline, commonly the coastline depicting the low
water line. With regards to this, it is true that we need to consider maritime
zones and boundary issues.
Whose reef is
Pulau Pasir (Ashmore anyway)?
The
sovereignty over a reef should be carefully decided. It does not depend on its
distance to a state's mainland. It is a legal issue.
A website in
the Netherlands reveals that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was annexed by Britain
in 1878. Together with Cartier Island, Pulau Pasir (Ashmore) was transferred to
Australia on July 23, 1931 and is then part of the Northern Territory of
Australia (1938-1978). A CIA website, one of the resources people may trust,
reveals similar facts. CIA's World Fact Book confirms that Ashmore reef is
under Australian sovereignty. Further support also comes from GEsource, an
academic website in the UK.
By plotting the
coordinates of Pulau Pasir (Ashmore Reef) (120 13.98' S, 1230 4.98' E) in the
Indonesia-Australia EEZ boundary map, it is clear that Pulau Pasir (Ashmore
Reef) lies within the Australian EEZ. This, implicitly, implies that Indonesia
has acknowledged Australian sovereignty over the reef.
From a
historic point of view, it is true that the ancestors of the Timorese people
had been coming to Pulau Pasir (Ashmore Reef) since the 1630s. However, Rais
and Tamtomo (Kompas, April 11, 2005) assert that the Netherlands never secured
the reef in its colonial territory and the government administering the reef
was Britain. Indonesia cannot claim Ashmore Reef (Pulau Pasir) just because its ancestors came there,
conducted economic activities and died on the reef provided that the government
administering the reef was not the colonial administration in Indonesia (the
Netherlands)?
It is indeed
ironic that Indonesians (Timorese and others) who have been visiting and
carrying out activities on Pulau Pasir (Ashmore Reef) for hundreds of years are
not entitled to own the reef, while Britain (Australia), who
"discovered" Pulau Pasir (Ashmore) in the nineteenth century, secures
stronger rights.
It is worth
noting that modern law emphasizes a legal claim rather than visits and
activities. If it is true that Britain legally claimed and administered Pulau
Pasir (Ashmore Reef) and the Netherlands did not protest, its sovereignty would
obviously be Australia's.
By contrast,
Tanoni states that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was
part of the Netherlands during the colonial era, (see Nederlands Map—resources
- Insklopedi Indonesia Edisi Khusus,
yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects
2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402)—Peta Hindia Belanda dibawah
ini.
He asserts
that the implementation of a regulation regarding sea cucumber and other marine
biota collection around Pulau Pasir (Ashmore Reef) is convincing evidence for
its claim over the reef. Unfortunately he did not specify the document he
referred to. However, if this is true, it could possibly invalidate Britain's
claim over the reef in the eighteenth century.
Agreements
between Indonesia and Australia
In 1971/1972,
Indonesia and Australia agreed on a seabed boundary. Some experts opined that
it was not an equitable boundary, as the line lies closer to Indonesia. The
Australian argument emphasizes the principle of natural prolongation (seabed
geomorphology). It suggested that the natural break of the Australian
Indonesian continents exists close to Timor Island, so that the seabed boundary
lies far from the median line favoring Australia.
This practice
was supported by legal developments at that time. The International Court of
Justice's decision on Feb. 20, 1969 regarding The North Sea seabed case between
Germany and Denmark, for instance, gave the principle of natural prolongation
considerable significance. In other words, Australia's argument was supported
by jurisprudence. However, the post-UNCLOS (1982) development tends to give
less consideration to seabed geomorphology. In the case of Libya and Malta
(1985), for example, the ICJ decided that within 200 nautical miles, seabed
geomorphology is irrelevant and the court's judgment was based on the distance
principle.
It might be
true that the seabed boundary between Indonesia and Australia is inequitable.
However, it is worth noting that the decision was with regards to the positive
law applicable at that time. If necessary, Indonesia may renegotiate the
boundary, provided that Australia agrees to do so. However, it is unlikely that
Australia would want renegotiation. Another agreement requiring attention is
the 1997 EEZ boundary. Unlike the seabed boundary, this is much more equitable
as the border lies in the median line between the two states. Unfortunately,
Indonesia has not ratified the agreement in its internal law. Regarding Pulau
Pasir (Ashmore Reef), there is an MOU in 1974/75 allowing Indonesian
traditional fishermen to fish around (Pulau Pasir (Ashmore Reef). Surprisingly,
there were reports that Australia restricted Indonesian fishermen from fishing
in the area due to environmental reasons. This must have caught the attention
of the Indonesian government and it should clarify this as it deals with the
lives of Indonesian fishermen.
Undoubtedly,
it is Indonesia's obligation to keep the archipelago intact and united.
However, clear understanding regarding the legal, technical and scientific
aspects are essential. Everybody should carefully analyze and be more critical
of every single issue regarding border conflict.
A wrong
decision may lead Indonesia to huge material losses as well as a decline in its
reputation as it might be considered as an emotional and irrational society.
The available
legal evidence, so far, suggests that Pulau Pasir (Ashmore Reef) is under
Australian sovereignty. However opinions and arguments suggesting the opposite
are seriously worth considering. Let's do our part and let the governments do
their best to achieve an equitable solution.
The writer is
a lecturer in the Department of Geodetic Engineering, University of Gadjah Mada
and is currently studying the technical aspects of maritime boundaries at the
University of New South Wales, Australia The (Jakarta Post)
AUSTRALIA
Dibawah ini beberapa judul tentang Pulau
Pasir (Ashmore Reef) hubungannya dengan
Australia
Pulau Pasir (Ashmore Reef) Masuk Wilayah
Hindia Belanda
Berdasarkan Peta Asli Hindia Belanda Dan Peta
Asli Amerika Serikat
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Faktor Jarak
Berdasarkan
data-data yang ada memperlihatkan, bahwa jarak Pulau Pasir (Ashmore Reef)
dengan Indonesia - Australia dapat
dikethui sebagai berikut :
1). Jarak
Pulau Pasir (Ashmore Reef) dengan Darwin di wilayah Australia utara adalah 840
km.
2).Jarak
antara Pulau Pasir dengan Pantai Utara Australia Barat (Broome) adalah 610 Km, sedang,
3). Jarak
Pulau Pasir dengan Pulau Rote adalah 170 Km.
Luas Pulau
Pasir 583 km2.
Orang Barat
Pertama Yang Menemuka Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur
Orang Barat
Pertama yang menemukan Pulau Rote/Roti, di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1522, adalah Pelaut Portugis,
Antonio Pigafetta, salah seorang rombongan Magelhans Pengeliling Dunia, Dialah
yang menamakan Pulau itu dengan sebutan Rotty, sesuai nama seorang nelayan
tradisional yang ditemuinya di Pelabuhan
Papela Rote Timur, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun
1778, atau 256 tahun kemudian dari tahun 1522, Kapten Cook baru menemukan
Pantai Timur Australia. Sedang Kapten Ashmore pada tahun 1811 atau 289 tahun kemudian dari tahun 1522 baru
menemukan Gugusan Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Namun Masyarakat Adat Suku Rote, Nusa Tenggara Timur telah lebih dahulu menemukan Gugusan Pulau
Pasir (Ashmore Reef) jauh sebelum tahun 1522 oleh seorang Tokoh Masyarakat Rote bernama Dato,
yang kemudian pulau-pulau tersebut diberi nama sesuai namanya, yaitu Pulau Dato
I, Pulau Dato II, dan Pulau Dato III. Tetapi kemudian pulau-pulau tersebut
lebih dikenal dengan sebutan Solokaek dan terakhir bernama Pulau Pasir.
Gugusan
pulau-pulau itu dijadikan sebagai ladang perikanan mereka sepanjang tahun
secara turun temurun, dan bukan sebagai pulau hunian, melainkan sebagai tempat
beristirahat dan tempat berlindung jika terjadi badai. Bahwa Pulau Pasir ini
sudah sejak dulukala telah dilayari oleh
hampir semua nelayan tradisional di Indonesia Bagian Timur, khususnya, para nelayan yang berasal
dari Pulau Rote, Bugis- Makassar, Madura, dan Buton, Alor, dan Flores secara
turun-temurun hingga masuknya Penjajah Belanda di Nusantara ini.
Dalam Atlas
Semesta Dunia “Jambatan – Jakarta, 1952 : 150.
terdapat uraian penjelasannya dalam peta (Atlas) tersebut menyebutkan
dengan ejaan lama dikutip sebagai berikut :
”Bahwa
sebeloem kedatangan orang-orang Barat ke Benua Australia, sudah banjak kali
dikundjungi pedagang--pedagan Indonesia.
Pelajar-pelajar/pelaut
Bugis menamakan benua (pulau) ini, dengan sebutan “MARAGE” = (hitam pekat).
Dengan
demikian menurut sejarah, sebenarnya yang menemukan Benua Australia pertama
kali, adalah orang atau para nelayan tradisional Bangsa Indonesia, dan bukan
orang atau Bangsa Barat. Jika Ingris atau sekarang Australia menyatakan pertama
kali menemukan Australia dan Gugusan Pulau Pasir sehingga mengklaim sebagai
miliknya, adalah tidak benar, apabila kita bandingkan dengan tahun-tahun
penemuan pertama seperti yang disebutkan di atas. Perlu diketahui pula bahwa
VOC pada tahun 1613, telah menguasai
wilayah Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Rote.
Adapun
Perjanjian Dagang antara VOC dengan Raja-raja Pulau Rote sudah berlangsung
sejak tahun 1662, 1690, 1700, dan tahun 1756 khusus dalam perdagangan kopra.
Oleh karena kerjasama yang baik antara VOC dengan Raja-raja di Pulau Rote,
maka, salah seorang raja dari kerajaan Tie, bernama Poura Messa dianugrahi sebuah Tongkat
kebesaran tanda jasanya, yang bertuliskan VOC bertahun 1720 (lihat Gambar di
bawah ini).
Pada
tahun-tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sudah menguasai Gugusan Pulau
Pasir.
Foto : Raja
kerajaan Tie-Rote, NTT, yang buta Jerimias Mesakh, sedang memegang tongkat
Jabatan yang bertuliskan nama Raja Poura Messa – bertahun 1720 dengan lambang
VOC sebagai tanda kebesaran–yang diberikan VOC--Hindia Belanda, , kepada leluhur Raja Poura Messa. Pada
tahun-tahun sebelum 1720 Nelayan tradisional asal Pulau Rote telah menguasai
Pulau Pasir dan merupakan wilayah Hindia Belanda. Pada tahun 1720, Kapten Cook
belum menemukan Australia dan baru tahun
1788.
Sumber :
“TIMOR BOOK” 1744 hal.96-103 yang dikutip
oleh Geoffrey Parker dalam bukunya The
World an Illustrated History, hal.148, seperti terlihat pada foto. Ia adalah
Raja Rote pertama yang dibabtis menjadi Kristen di Betawi (sekarang Jakarta) l743.
Repro : Drs.Simon Arnold Julian Jacob.(Penulis).
Sejak
tahun-tahun tersebut di atas, setiap nelayan tradisional yang hendak mencari
biota laut di Pulau Pasir, diberikan Surat Izin Berlayar oleh Pemerintah Hindia
Belanda yang berkedudukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang oleh nelayan
setempat lebih dikenal dengan sebutan “Surat Pas Berlayar”. Tujuannya adalah,
bila terjadi badai atau angin topan,
sehingga terdampar hingga Australia, maka diharapkan mendapat bantuan
seperlunya dari pihak Keamanan Pantai Australia dan bukan sebagai pelanggar
batas ilegal. Ijin berlayar ke Pulau
Pasir (Ashmore Reef) tersebut masih dijalankan hingga tahun 1950-an. Sebelum
tahun 1950-an, pencarian ikan, teripang oleh para nelayan tradisional Indonesia
di sekitar Pulau Pasir tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak Australia. Itu
membuktikan bahwa Pulau Pasir adalah milik Pemerintah Hindia Belanda dan
sekarang setelah Indonesia Merdeka adalah milik Indonesia. (berdasarkan
“Sejarah Perolehannhya”) Pulau Pasir
adalah wilayah Kabupaten Rote Ndao paling Selatan yang berbatasan langsung
dengan Australia. Oleh karena itu Batas Perairan Indonesia Paling Selatan,
bukan di Pulau Ndana seperti tertera di
Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2002, melainkan di Pulau Pasir (Ashmore Reef)
perlu ditinjau kembali.
PETA ZAMAN HINDIA BELANDA DAN PETA AMERIKA SERIKAT
Berikut ini
kami memuat Peta-peta zaman Hindia Belanda doeloe dan Peta-peta buatan Amerika
Serikat yang menunjukkan bahwa Pulau Pasir (Ashmore Reef) adalah milik Hindia
Belanda, seperti pernyataan Ferdi Tanoni
sbb :
Tanoni states,
that there is strong evidence that Pulau Pasir (Ashmore Reef) was part of the
Netherlands during the colonial era (see Nederlands Map—sources - Insklopedi
Indonesia Edisi Khusus, yang diterbitkan
oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij
W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ) sebagai berikut :
Peta 2. (Peta
Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao).
Perhatikan
Garis Pembatas territorial Indonesia dan Australia berwarna MERAH, menunjukkan
Pulau Pasir (Ashmore Reef) terletak jauh di Utara garis Merah, masuk wilayah
Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia). Peta ini sebelum Indonesia Merdeka 17 – 8
-1945, adalah wilayah Kolonial Hindia Belanda. Jadi semua argumentasi
Australia, yang mengatakan milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada
Australia adalah tidak benar Jarak Pulau
Rote dengan Pulau Pasir hanya 140 Km.
Dengan adanya
Peta Asli ini sekaligus menggugurkan semua argumentasi Australia yang
mengatakan adalah milik Inggris yang kemudian diserahkan kepada Australia.
Dengan adanya Peta-peta Asli ini
merupakan bukti Austentik yang lebih dipercaya keabsahannya, hingga ke
Mahkamah Internasional sekalipun.
(Sumber Peta
: Insklopesi Khusus Buku 4 hal.2403)
Peta 3. Peta
Provinsi NTT, dan sebagian Australia Utara, memperlihatkan Gugusan Pulau Pasir (Ashmote Reef) milik
Indonesia. Lihat Garis Pembatas Berwarna
Merah Letaknya di Selatan Pulau Pasir.
(Sumber
Peta :
Insklopedi Indonesia Edisi
Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing
Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve B.V. Buku 4 halaman 2402 ).
Peta 4
Peta 4. Peta
Gugusan Pulau Ashmore Reef (P.Pasir) dan P.Cartier di Selatan P.Roti
(Rote) adalah cuplikan dari peta-peta
tersebut diatas dan dibuat lebih besar agar nampak lebih jelas Gugusan Pulau
Pasir (Ashmore Reef, adalah Wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT (Indonesia) yang
terletak di Atas/Utara Garis Batas Warna Merah (sebagai pembatas perairan
teritorial Indonesia – Australia)
seperti pada peta 2 dan Peta 3,
(Sumber Peta
: Insklopedi Indonesia Edisi Khusus, yang diterbitkan oleh Ichtiar
Baru – Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects 2 Uitrgeverij W.van Hoeve
B.V. Buku 4 halaman 2402 ).
Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.