STRATEGI PEMBANGUNAN PERTAHANAN
& KEAMANAN UNTUK MENEGAKKAN KEDAULATAN NASIONAL
1.
Pendahuluan
Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah
menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan
masyarakat terhadap aparatur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) masih cenderung lemah, antara lain, karena
digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu; rasa aman dan ketenteraman
masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban; serta
terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran
hak asasi manusia.
Kurang mantapnya formulasi dan persepsi peran TNI
pada masa lalu dalam menghadapi ancaman yang datang dari luar negeri
menyebabkan terjadinya penonjolan peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
sebagai kekuatan sosial politik yang berimplikasi pada melemahnya peran TNI
sebagai kekuatan pertahanan dan menurunnya tingkat profesionalitas TNI sehingga
kemampuan nyata menjadi rendah; efek penangkalan sangat lemah dan timpangnya
komposisi pengembangan kekuatan personil TNI serta alat utama sistem senjata
(alutsista) TNI dikaitkan dengan konfigurasi geostrategis wilayah Indonesia.
Keterlibatan TNI yang terlalu jauh dalam tugas-tugas keamanan dalam negeri
serta keamanan dan ketertiban masyarakat berakibat pada terdistorsinya peran
dan fungsi Polri sehingga berakibat kurang menguntungkan bagi profesionalitas
Polri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kriminal serta berkurangnya
jaminan rasa keamanan dan ketenteraman masyarakat.
Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia mengalami
transformasi yang cukup substansial. TNI sebagai kekuatan inti dalam sistem
pertahanan negara dan Polri sebagai kekuatan fungsi keamanan dan ketertiban
masyarakat mengalami perubahan paradigma secara mendasar. TNI dan Polri tidak
lagi melaksanakan dwifungsi (fungsi pertahanan keamanan dan fungsi sosial
politik) sehingga tidak lagi terlibat politik praktis.
Untuk mencapai tujuan
dari perubahan sistem pertahanan negara dan keamanan negara yang menganut
dwifungsi menjadi sistem pertahanan dan keamanan negara yang profesional,
pelaksanaannya dijabarkan dalam dua bagian, yaitu pertahanan dan keamanan.
Pemisahan masalah-masalah pertahanan dan keamanan dilakukan agar terpetakan
secara jelas tugas, tanggung jawab, dan fungsi masing-masing institusi yang
terlibat di dalamnya.
Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan masih
dihadapkan pada permasalahan yang cukup berat terutama dalam hal pemulihan
kredibilitas serta citra baik TNI dan Polri, baik di dalam maupun di luar
negeri. Sebagai institusi pertahanan negara, TNI harus mampu menjangkau seluruh
luas wilayah kepulauan Indonesia dengan kondisi geostrategis yang berat.
Padahal, kuantitas maupun kualitas personil maupun alat utama dan sistem
senjata TNI sangat tidak memadai, sedangkan Polri sebagai penegak hukum yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, harus mampu menegakkan
hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, diharapkan TNI sebagai kekuatan
inti pertahanan negara dan Polri sebagai pelaksana inti penegak hukum mampu
berperanan utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan.
2.
Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun
dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya
sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang
sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya
insidental yang relatif dapat segera diatasi. Beberapa permasalahan yang
berhasil dirumuskan diantaranya adalah :
a. Belum Selarasnya Landasan
Hukum Strategi Hankam
Makin variatifnya potensi ancaman keamanan, maka
menuntut diperlukannya pengelolaan keamanan nasional secara lebih integratif,
efektif, dan efisien, diantaranya dengan peningkatan kemampuan dan peran
lembaga-lembaga keamanan.
Belum tuntas dan masih terbatasnya kerja sama antar
institusi menjadikan pentingnya sebuah kerangka kebijakan yang mampu
mengintegrasikan berbagai kebijakan pertahanan dan keamanan nasional yang sudah
ada. Kerangka kebijakan tersebut bersifat memayungi berbagai kebijakan
pertahanan dan keamanan yang telah ada sebelumnya dan tidak bertentangan dengan
perundang-undangan diatasnya.
b. Terbatasnya Sumber Daya Pertahanan
dan Keamanan
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan relatif hampir sama dari tahun ke tahun, meskipun
dengan tingkatan yang berbeda-beda. Di samping permasalahan yang sifatnya
sistemik dalam arti sangat mendasar serta memerlukan waktu dan sumber daya yang
sangat besar untuk memecahkannya, terdapat juga permasalahan yang sifatnya
insidental yang relatif dapat segera diatasi.
Beberapa permasalahan yang berhasil dirumuskan
diantaranya adalah kesenjangan postur dan pertahanan negara; penurunan efek
penggentar pertahanan yang diakibatkan ketertinggalan teknologi dan usia teknis
yang tua; wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) yang masih rawan dan
berpotensi untuk terjadinya pelanggaran batas wilayah dan gangguan keamanan;
sumbangan industri pertahanan yang belum optimal; gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di wilayah yurisdiksi NKRI; keamanan dan keselamatan
pelayaran di Selat Malaka dan ALKI; terorisme yang masih memerlukan kewaspadaan
yang tinggi;
intensitas kejahatan yang tetap tinggi dan semakin bervariasi;
tren kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dan bersifat
seperti gunung es; keselamatan masyarakat yang semakin menuntut perhatian;
penanganan dan penyelesaian perkara yang belum menyeluruh; kesenjangan
kepercayaan masyarakat terhadap polisi; penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba; keamanan informasi negara yang masih lemah; deteksi dini yang masih
belum memadai; serta kesenjangan kapasitas lembaga penyusun kebijakan
pertahanan dan keamanan negara.
Efek penggentar (detterent effect)
yang salah satu ukurannya adalah kepemilikan alutsista, baik secara kuantitas
maupun kualitas (teknologi), merupakan permasalahan yang dihadapi oleh TNI yang
tidak kunjung terselesaikan. Efek penggentar TNI AD yang dicerminkan dari
munisi dan kendaraan tempur, helikopter, dan alat angkut air jumlahnya terbatas
dengan usia teknis relatif tua dengan rata-rata kesiapan 60—65 persen. Efek
penggentar TNI AL yang dicerminkan oleh kapal Republik Indonesia (KRI), pesawat
patroli, dan kendaraan tempur marinir, selain jumlahnya yang terbatas dan usia
pakai yang relatif tua dengan kesiapan antara 33–65 persen akan menghadapi
kesulitan penggantian dan pengembangan alutsistanya.
Sementara itu, efek penggentar TNI AU yang dicerminkan oleh pesawat tempur,
pesawat angkut, pesawat heli, pesawat latih, dan radar, selain dihadapkan pada
rendahnya tingkat kesiapan terbang (bukan kesiapan tempur) yang hanya 38,15–75
persen, juga dihadapkan pada jumlah pesawat kedaluwarsa yang jumlahnya cukup
signifikan.
Apabila dibandingkan dengan alutsista negaranegara kawasan Asia
Tenggara, alutsista TNI relatif masih lebih banyak jumlahnya. Namun, rendahnya
kemampuan melakukan upaya modernisasi dibandingkan dengan negara seperti
Malaysia dan Singapura, menyebabkan alutsista TNI dalam beberapa hal kurang
menimbulkan efek penggentar bagi militer asing.
Belum tercapainya postur pertahanan pada skala
minimum essential force berpengaruh secara signifikan terhadap pertahanan
negara. Kesiapan kekuatan ketiga matra yang rata-rata baru mencapai 64,68
persen dari yang dibutuhkan pada saat ini merupakan risiko bagi upaya
pertahanan negara yang sampai saat ini masih sering menghadapi berbagai
tantangan, terutama pelanggaran wilayah perbatasan darat, penerbangan gelap
pesawat militer atau pesawat nonmiliter asing, atau upaya-upaya penguasaan
pulau-pulau kecil terluar oleh negara lain.
c. Masih Rendahnya Partisipasi
Masyarakat dalam Sistem Hankam
Pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan
tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan negara. Tentara Nasional Indonesia
(TNI) merupakan komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan
komponen pendukung. Komponen cadangan adalah warga negara, sumber daya alam,
sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional. Sedangkan dalam
pelaksanaan fungsi keamanan, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan
tindak kejahatan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Namun partisipasi warga negara atau masyarakat
sebagai bagian dari sistem pertahanan dan keamanan belum dapat diterapkan atau
berjalan dengan baik, sehingga pelaksanaan fungsi pertahanan dan keamanan belum
sepenuhnya mengintegrasikan peran serta atau partisipasi masyarakat.
Sebagaimana tujuan sistem pertahanan dan keamanan negara, masyarakat dapat
berperan serta ikut menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI dan keselamatan dari ancaman. Ancaman tersebut bersifat militer dan
non-militer, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan non-fisik serta
berifat multi- dimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
3.
Tujuan dan Sasaran
Sasaran pembangunan bidang pertahanan dan keamanan
yang diharapkan adalah peningkatan kemampuan pertahanan negara dan kondisi
keamanan dalam negeri yang kondusif, sehingga aktivitas masyarakat dan dunia
usaha dapat berlangsung dengan aman dan nyaman. Untuk mencapai sasaran
tersebut, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan diprioritaskan pada :
(a)
Peningkatan kemampuan pertahanan menuju minimum essential force;
(b) Pemberdayaan
industri pertahanan nasional;
(c) Pencegahan dan penanggulangan gangguan
keamanan dan pelanggaran hukum di laut (illegal fishing dan illegal logging);
(d) Peningkatan rasa aman dan ketertiban masyarakat;
(e) Modernisasi deteksi
dini keamanan nasional; dan
(f) Peningkatan kualitas kebijakan keamanan
nasional.
Terlaksananya keenam prioritas tersebut diharapkan
dapat meningkatkan daya penggentar sistem pertahanan Indonesia, meningkatkan
kemandirian alutsista TNI dan alat utama Polri, meningkatkan kekayaan negara,
masyarakat dan dunia usaha dapat beraktivitas secara aman dan nyaman,
meningkatkan keamanan dalam negeri, dan meningkatkan efektivitas pengelolaan
keamanan nasional.
Kondisi keamanan nasional saat ini relatif aman dan
dinamis. Ancaman keamanan nasional yang mengarah pada terganggunya pertahanan
negara tidak sampai membahayakan kewibawaan dan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pandangan negatif internasional terhadap kasus pelanggaran
HAM oleh oknum TNI/Polri dapat diredam dengan baik seiring dengan pemberian
sanksi yang tegas bagi pelakunya.
Dari aspek penciptaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, berbagai keberhasilan menangani aksi-aksi terorisme, aksi-aksi
perampokan, aksi-aksi premanisme, dan aksi-aksi kriminal lainnya semakin memberikan
rasa aman di masyarakat, terutama dunia investasi. Hal ini dibuktikan realisasi
investasi baik PMA maupun PMDN cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa
keterbatasan sarana prasarana pertahanan dan keamanan masih menjadi salah satu
kendala dalam pencapaian sasaran pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Di
berbagai wilayah masih ditemukan berbagai gangguan pertahanan dan keamanan baik
berupa pelanggaran wilayah maupun tindak kriminal yang apabila tidak diatasi
dengan baik berpotensi mendegradasi keamanan dan kenyamanan aktivitas masyakat
dan dunia investasi.
4.
Arah Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan bidang pertahanan dan
keamanan pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan
yang tercantum dalam RPJMN 2010 – 2014. Namun demikian berdasarkan kondisi
umum, permasalahan, dan sasaran pembangunan, maka diperlukan adanya penekanan
prioritas bidang untuk mengantisipasi perkembangan yang mungkin terjadi. Adapun
arah kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan adalah :
a.Meneruskan upaya
modernisasi alutsista serta penggantian alutsista yang umur teknisnya sudah
tua, bahkan sudah tidak dapat dioperasionalkan lagi, dan membahayakan
keselamatan prajurit;
b. Melanjutkan peningkatan profesionalisme prajurit, yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, diantaranya melalui pemberian insentif kepemilikan rumah, tunjangan khusus operasi;
c. Menuntaskan payung hukum percepatan pembentukan komponen bela negara;
d. Melanjutkan peningkatan kualitas dan kuantitas pos pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran personilnya;
e. Melanjutkan upaya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map, peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya;
f. Intensifikasi dan ekstensifikasi patroli keamanan laut dengan pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau Indonesian Coast Guard, yang didukung oleh efektifitas komando dan pengendalian;
g. Melanjutkan upaya pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme serta pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme;
h. Melanjutkan program “Quick Win” oleh Polri sampai ke tingkat Polres di seluruh wilayah NKRI;
i. Peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian penerapan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian;
k. Melanjutkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika;
l. Peningkatan kompetensi SDM intelijen yang didukung dengan modernisasi teknologi intelijen dan koordinasi intelijen yang kuat;
m. Melanjutkan upaya pemantapan Sistem Persandian Nasional (Sisdina) dan perluasan cakupan Sisdina terutama untuk wilayah NKRI dan perwakilan RI di negara-negara tertentu;
n. Peningkatan kapasitas dan keserasian lembaga penyusun kebijakan pertahanan keamanan negara.
b. Melanjutkan peningkatan profesionalisme prajurit, yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, diantaranya melalui pemberian insentif kepemilikan rumah, tunjangan khusus operasi;
c. Menuntaskan payung hukum percepatan pembentukan komponen bela negara;
d. Melanjutkan peningkatan kualitas dan kuantitas pos pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) beserta penggelaran personilnya;
e. Melanjutkan upaya pendayagunaan industri pertahanan nasional bagi kemandirian pertahanan, melalui penyusunan cetak biru beserta road map, peningkatan penelitian dan pengembangan, serta dukungan pendanaannya;
f. Intensifikasi dan ekstensifikasi patroli keamanan laut dengan pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau Indonesian Coast Guard, yang didukung oleh efektifitas komando dan pengendalian;
g. Melanjutkan upaya pemantapan tata kelola pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme serta pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan tindak terorisme;
h. Melanjutkan program “Quick Win” oleh Polri sampai ke tingkat Polres di seluruh wilayah NKRI;
i. Peningkatan kapasitas SDM dan modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian penerapan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian;
k. Melanjutkan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan narkotika, penyediaan fasilitas terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Narkotika yang terjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan pemberantasan jaringan narkotika;
l. Peningkatan kompetensi SDM intelijen yang didukung dengan modernisasi teknologi intelijen dan koordinasi intelijen yang kuat;
m. Melanjutkan upaya pemantapan Sistem Persandian Nasional (Sisdina) dan perluasan cakupan Sisdina terutama untuk wilayah NKRI dan perwakilan RI di negara-negara tertentu;
n. Peningkatan kapasitas dan keserasian lembaga penyusun kebijakan pertahanan keamanan negara.
5.
Konsep dan Strategi Pembangunan Hankam
Pembangunan pertahanan dan keamanan terutama
ditujukan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman
militer dan nonmiliter, meningkatkan rasa aman dan nyaman beraktivitas, tetap
tertib dan tegaknya hukum di masyarakat, serta untuk memastikan kondisi
keamanan dan kenyamanan sebagai jaminan kondusifnya iklim investasi.
Secara umum pembangunan pertahanan dan keamanan
telah menghasilkan kekuatan pertahanan negara pada tingkat penangkalan yang
mampu menindak dan menanggulangi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun
dari luar negeri profesionalitas aparat keamanan meningkat sehingga pencitraan
dan pelayanan terhadap masyarakat semakin dirasakan, serta berbagai ancaman
dapat diredam berkat kesiapsiagaan dukungan informasi dan intelijen yang
semakin membaik.
Namun, akibat keterbatasan keuangan negara banyak
program dan kegiatan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan yang tidak
tercapai secara optimal. Dapat dicontohkan di sini, upaya pemenuhan kekuatan
pertahanan negara pada tingkat kekuatan pokok minimal (minimum essential force) belum sepenuhnya dapat
diwujudkan. Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara baru
menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan terbatas (dibawah Standard Deterence).
Dalam hal pencapaian
profesionalisme aparat keamanan, banyak kendala yang dihadapi sehingga sampai
saat ini lembaga kepolisian belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan dan
tuntutan masyarakat yang berpengaruh pula terhadap pencitraan.
Di samping itu,
kondisi wilayah yang sangat luas, baik daratan maupun perairan, jumlah penduduk
yang banyak dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadikan tantangan tugas dan
tanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan menjadi sangat berat.
Untuk menerapkan kebijakan yang telah dirumuskan,
maka dibutuhkan beberapa strategi yang relevan dengan kebutuhan, sehingga
diharapkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Untuk
melaksanakan pembangunan pertahanan dan keamanan dibutuhkan beberapa strategi
yang mencakup :
a.
Menyelaraskan Landasan Hukum Hankam
Upaya pertahanan dan keamanan negara sesuai dengan
amanat UUD 1945 dilaksanakan dengan Sishankamrata. Amanat ini telah diupayakan
pengembangannya melalui berbagai upaya pembangunan komponen-komponen sistemnya,
namun belum menggambarkan perkembangan sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan
masa depan. Sishankamrata yang sebelumnya telah diupayakan penataannya, sejak
amandemen UUD 1945 sampai sekarang belum ditata kembali secara menyeluruh
kedalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Penataan baru sebatas pada
kekuatan utama yaitu UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Sedangkan tentang rakyat sebagai kekuatan pendukung sama sekali belum
dijabarkan. UU No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi yang telah
ada perlu disesuaikan kembali karena dasar yang digunakan sudah berbeda.
Dalam rangka rencana pembangunan Sishankamrata, maka
perlu dilakukan penyempurnaan perangkat perundang-undangan hankamneg dengan
melibatkan berbagai instansi yang terkait, didahului dengan kajian, uji coba
dan sosialisasi konsep. Sebagai konsekuensi logis dari jabaran sistem tersebut,
maka telah selesai dilaksanakan pemisahan TNI dengan Polri dan No 3 tahun 2002
tentang Pertahanan Negara.
Penataan selanjutnya baru pada tahap penjabaran
Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan dari UU yang bersangkutan.
Sejalan dengan itu juga telah berkembang gagasan untuk menyusun UU tentang
Keamanan Nasional (National Security Act), yang substansinya dapat menampung
setiap upaya pertahanan dan keamanan negara dengan Sishankamrata. Konsep UU
tersebut tentunya harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada
serta tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya.
b.
Memenuhi Kebutuhan Sumber Daya Hankam
Kebijakan hankam adalah meningkatkan postur MEF (minimum essential force) sebesar 43,67 persen sampai
dengan tahun 2014. Sedangkan sisanya akan dilaksanakan pada dua periode
pembangunan yang akan datang. Oleh karena itu dengan mengingat keterbatasan
anggaran negara, maka prioritas pembangunan pertahanan dilaksanakan melalui
modernisasi alutsista TNI/Alut Polri secara terbatas baik melalui penggantian,
up grading, maupun perbaikan alutsista TNI/ Alut Polri untuk mempertahankan
usia pakainya.
Sementara itu, untuk menciptakan profesionalisme TNI/ Polri
salah satunya dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan personil TNI/ Polri.
Upaya ini dilakukan dengan pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan, santunan
asuransi, program KPR, pemberian santunan risiko kematian khusus (SRKK),
peningkatan uang lauk pauk (ULP), dan pemberian tunjangan khusus bagi personil
yang bertugas pada wilayah kritis seperti perbatasan negara. Dalam rangka
mendukung pembentukan postur MEF, peningkatan peran industri pertahanan dalam
negeri sangat dibutuhkan, terutama untuk produkproduk militer yang secara
teknis mampu diproduksi.
Kesenjangan antara postur dan struktur pertahanan
negara dengan kekuatan militer saat ini merupakan risiko yang sangat besar bagi
upaya mempertahankan wilayah dan kedaulatan negara. Dengan kondisi keuangan
negara yang terbatas, kekuatan pertahanan yang memungkinkan dibangun adalah
minimum essential force (MEF) yang dijadikan prioritas pembangunan pertahanan
dalam rangka menghadapi perkembangan lingkungan strategis negara, ancaman nyata
yang dihadapi, serta doktrin pertahanan yang dianut oleh TNI. Upaya membangun
postur pertahanan dalam skala kekuatan tidak mudah diwujudkan apabila melihat
kondisi alutsista saat ini.
Dengan jumlah alutsista TNI yang relatif masih
kurang, serta sebagian besar alutsista TNI telah mengalami penurunan efek
penggentar dan bahkan penurunan daya tembak yang sangat drastis sebagai akibat
usia teknis yang tua dan ketertinggalan teknologi, akan membutuhkan dana yang
sangat besar. Di samping pembangunan Alutsista TNI, pengembangan postur dan
struktur pertahanan negara dilakukan dengan membentuk prajurit TNI yang
profesional serta mampu mengikuti perkembangan teknologi militer dan keadaan
lingkungan masa kini.
c.
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Hankam
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 menegaskan, bahwa
pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan (Pasal 5). Sedangkan
yang dimaksud dengan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
satu kesatuan pertahanan, bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah merupakan
ancaman terhadap seluruh wilayah dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa.
Merujuk ketentuan tersebut, maka keikutsertaan segenap warga negara dalam upaya
pembelaan negara bukan hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam
lingkungan terdekat di mana kita berdomisili.
Artinya menjaga keutuhan wilayah
lingkungan kita tidak dapat dipisahkan dari keutuhan wilayah negara secara
keseluruhan. Pada dasarnya setiap orang mempunyai kewajiban untuk menjaga
keutuhan dan keamanan serta ketertiban wilayah sekitarnya mulai dari lingkungan
rumah sendiri, lingkungan masyarakat sekitar, sampai wilayah yang lebih luas.
Adapun bentuk partisipasi warga masyarakat dalam
menjaga lingkungannya antara lain melalui kegiatan sistem keamanan lingkungan
(Siskamling), ikut serta menanggulangi akibat bencana alam, ikut serta
mengatasi kerusuhan masal, dan konflik komunal.
Bencana alam terutama banjir
tampak telah menjadi bencana nasional, karena hampir seluruh wilayah nusantara
terkena bencana tersebut. Oleh karena itu, perlu ada gerakan bersama untuk
menguranginya. Misalnya dengan gerakan membuat serapan air dengan teknologi
sederhana biopori sebanyak mungkin di lingkungan masing-masing.
Dalam masyarakat kita terdapat organisasi yang
berkaitan dengan keselamatan masyarakat yaitu Perlindungan Masyarakat (Linmas).
Linmas mempunyai fungsi untuk menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam
atau bencana lainnya maupun memperkecil akibat malapetaka yang menimbulkan
kerugian jiwa dan harta benda.
Selain itu terdapat pula organisasi rakyat yang
disebut Keamanan Rakyat (Kamra), Perlawanan Rakyat (Wanra), dan Pertahanan
Sipil (Hansip). Keamanan rakyat merupakan bentuk partisipasi rakyat langsung
dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Sedangkan Wanra merupakan
bentuk partisipasi rakyat langsung dalam bidang pertahanan.
Kemudian Hansip
merupakan kekuatan rakyat yang merupakan kekuatan pokok unsur-unsur
perlindungan masyarakat dimanfaatkan dalam menghadapi bencana akibat perang dan
bencana alam serta menjadi sumber cadangan nasional untuk menghadapi keadaan
luar biasa. Di daerah Bali terdapat lembaga atau organisasi keamanan yang
dibentuk berdasarkan adat yang dikenal dengan nama Pecalang. Pecalang memiliki
kewibawaan dan sangat berperan dalam menjaga keamanan di lingkungan setempat.
6.
Penutup
Pembangunan pertahanan dan keamanan terutama
ditujukan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman
militer dan nonmiliter, meningkatkan rasa aman dan nyaman beraktivitas, tetap tertib
dan tegaknya hukum di masyarakat, serta untuk memastikan kondisi keamanan dan
kenyamanan sebagai jaminan kondusifnya iklim investasi.
Secara umum pembangunan pertahanan dan keamanan
telah menghasilkan kekuatan pertahanan negara pada tingkat penangkalan yang
mampu menindak dan menanggulangi ancaman yang datang, baik dari dalam maupun
dari luar negeri, profesionalitas aparat keamanan meningkat sehingga pencitraan
dan pelayanan terhadap masyarakat semakin dirasakan, serta berbagai ancaman
dapat diredam.
Namun, akibat keterbatasan keuangan negara banyak
program dan kegiatan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan yang tidak
tercapai secara optimal. Upaya pemenuhan kekuatan pertahanan negara pada
tingkat kekuatan pokok minimal (minimum essential force)
belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Pembangunan kekuatan dan kemampuan
pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan
terbatas (dibawahDeterrence Standard).
Dalam hal
pencapaian profesionalisme aparat keamanan, banyak kendala yang dihadapi
sehingga sampai saat ini lembaga kepolisian belum sepenuhnya dapat memenuhi
harapan dan tuntutan masyarakat. Di samping itu, kondisi wilayah yang sangat
luas, baik daratan maupun perairan, jumlah penduduk yang banyak dan nilai
kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya dalam wadah NKRI menjadikan
tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan dan keamanan menjadi
sangat berat.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.