Hankam
Mudy
21 October 2014 | 23:24 Kegagalan-kegagalan TNI yang
Memalukan dan Alternatif Solusi
oleh Mudy
Panca Paria TNI
menggambarkan titik nadir inkapabilitas TNI yang dicapai pada tahun
2012. Namun hingga saat ini belum terjadi perbaikan yang berarti atas
kapabitas TNI untuk mempertahankan tanah air dan kedaulatan bangsa.
Tulisan ini menggambarkan kondisi aktual yang dialami Indonesia sebagai
dampak dari inkapabilitas TNI, serta analisa mencari akar permasalahan,
dan merujuk kepada kekuatan sospol TNI sebagai salah satu solusi
perbaikan kapabilitas TNI.
A. Ancaman Aktual Gagal Ditangani TNI
Dampak dari inkapabilitas TNI
mengakibatkan TNI gagal menangani ancaman yang dihadapi. Berbagai
kegagalan ini sangat mempermalukan bangsa. Tabel berikut menyajikan
daftar ancaman aktual yang gagal ditangani oleh TNI.
Disintegrasi Provinsi Timor-Timur (1999)
Pada kasus disintegrasi Provinsi
Timor-Timur yang dilakukan Presiden tanpa seizin MPR, DPR apalagi DPRD
Timor-Timur, TNI sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, terkunci oleh
kebijakan Presiden serta oleh Panglima TNI yang tidak kapabel. Beberapa
perwira TNI hanya bisa protes dengan mengundurkan diri dari jabatannya.
Kasus ini sudah dibahas panjang lebar disini: Doktrin TNI - Jati Diri yang Hilang - Saat Ini
Aneksasi Sipadan Ligitan
Serupa dengan itu kasus kehilangan
wilayah Sipadan dan Ligitan, dimana Presiden yang satu memasukkan ke
pengadilan internasional tanpa perencanaan, sementara 4 Presiden lain
tidak melakukan tindakan yang cukup untuk memastikan kemenangan atau
upaya menarik keluar kasus tersebut jika diperkirakan sulit untuk
dimenangkan. Kembali lagi TNI tidak memiliki kapabilitas apapun karena
sudah berada diluar kewenangannya. TNI tidak memiliki unit hukum
internasional yang memadai untuk menganalisa proses hukum, memperkirakan
hasil-hasilnya, atau untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menyelamatkan wilayah Republik.
Lebih jauh lagi, inkapabilitas TNI
terkait Sipadan Ligitan adalah terlambatnya TNI memantau pulau-pulau
terjauh selama puluhan tahun sehingga Malaysia dapat membangun resort
dan melakukan aneksasi pada 1979. Hal serupa besar kemungkinan terjadi
di wilayah perbatasan Indonesia yang lain, khususnya pada kasus dimana
disintegrasi tidak dipersiapkan. Tugas TNI ini tidak dilakukan secara
sistematis dengan baik, serta tidak diawasi oleh Pemerintah yang
terbukti tidak terlalu perduli dengan wilayah perbatasan.
Perbatasan Timor Leste / Australia
Ribuan kilometer persegi wilayah
laut kaya, yang berdasarkan rezim laut internasional harusnya merupakan
milik Indonesia, diserahkan begitu saja kepada Australia. Dalam hal ini
pun TNI tidak memiliki kapabilitas apa-apa. Justru Timor Leste yang
berjuang memperjuangkan hak-hak lautnya, sementara Indonesia yang
seharusnya ikut bersama Timor Leste memperjuangkan batas wilayah
Indonesia yang diserahkan kepada Australia masih bertopang dagu.
Inkapabilitas TNI menyebabkan TNI tidak mengerti apa yang harus
diperjuangkan, direbut, dan dipertahankan.
http://assets.kompas.com/data/photo/2014/03/15/2017098Malaysia-FIR780×390.jpg
ATC Kepri
Wilayah udara Indonesia di Kepulauan
Riau diserahkan oleh Pemerintah yang tidak kapabel kepada kekuasaan FIR
Singapore selama puluhan tahun. Disini sekali lagi ada faktor pemerintah
yang tidak kapabel. Namun dari sisi kapabilitas, TNI sama sekali tidak
memiliki kemampuan baik untuk mendorong pemerintah merebut wilayah udara
nasional, maupun untuk mengambil alih wilayah nasional tersebut. Hal
ini kembali menjadi catatan inkapabilitas bagi TNI. Sekalipun kelambatan
penguasaan FIR merupakan tanggung-jawab Pemerintah dan otoritas
penerbangan sipil nasional, namun dari sisi kedaulatan masalah
penguasaan udara adalah masalah TNI. TNI yang kapabel harusnya mampu
mengambil alih FIR dalam waktu singkat.
PP 37/2002 ALKI
Alur Laut Kepulauan Indonesia adalah
suatu klaim yang harus dipertahankan oleh TNI sejak tahun 2002. Apapun
klaim yang disusun oleh Pemerintah, TNI harus siap mengamankan. Yang
menjadi masalah adalah Pemerintah tidak kapabel dalam menyusun ALKI
sehingga membuat TNI harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan besar
dunia, sementara TNI tidak diberikan kapabilitas memadai untuk itu.
Disini pemerintah asal-asalah membuat kebijakan tanpa memberi kapasitas
bagi TNI untuk melakukan fungsinya.
Pelanggaran ALKI
Pelanggaran ALKI secara sengaja
dilakukan oleh US sebagai bentuk protes atas ALKI Pemerintah yang
dianggap tidak memadai. Hal ini sudah dijelaskan pada Panca Paria TNI.
TNI tidak memiliki kapabilitas pemantauan laut yang memadai. Lebih
gawat lagi, TNI tidak memiliki komando pertahanan laut yang melakukan
pengawasan 24 jam, seperti halnya Kohanudnas. Yang ada hanya 2 armada
dengan kuantitas dan kualitas kapal sangat terbatas. Tanpa komando
pertahanan laut, mustahil TNI mampu mengamankan ALKI dan wilayah laut
nusantara diluar ALKI. Disamping itu TNI hingga hari ini tidak memiliki
alutsista deterrent yang sanggup menghadapi Carrier Battle
Group, entah dari US, atau PRC, yang sangat mungkin harus dihadapi.
Padahal sejak 2012 cukup ruang anggaran yang ada untuk pengadaan
tersebut.
Pelecehan Bawean (2003)
2 F-16 TNI dilecehkan oleh sejumlah
besar F-18 US Pacom di wilayah udara Bawean, NKRI. Pelecehan ini
disebabkan oleh inkapabilitas TNI yang tidak memiliki kekuatan udara
memadai. Mengandalkan hanya sejumlah F-16 block 15 OCU yang sedang dalam
embargo militer hingga tahun 2005. Tidak ada yang lebih memalukan bagi
Tentara Nasional daripada dipermalukan di wilayah sendiri. Hingga hari
ini, dengan anggaran begitu besar, TNI tidak memiliki kapabilitas udara
memadai, dan lebih disebabkan oleh kesalahan akuisisi alutsista TNI
sendiri. Anggaran begitu besar dihabiskan untuk pengadaan yang tidak
terkait dengan peningkatan kapabilitas tempur TNI AU. Mulai dari akuisisi dengan riset 20% KFX/IFX fighter Generasi 4.5, COIN fighter propeller EMB-314 Super Tucano dari Brazil, F-16 block 32+ USANG, dan lain sebagainya.
Mata-mata Korea Selatan (2011)
Sejumlah mata-mata musuh memantau,
menyadap dan mencuri informasi terkait pertahanan dan keamanan nasional.
Tahun 2011 mata-mata Korea Selatan kepergok sedang membongkar file di
kamar perwakilan Indonesia. Hal ini ditindak lanjuti dengan berbagai
kontrak pembelian alutsista dari Korea Selatan, pada tahun 2011, 2012,
dan 2013. Rangkaian ini menunjukkan Indonesia tidak memiliki harga diri.
Setidaknya Indonesia harusnya bisa menahan diri untuk membatalkan
alutsista Korea Selatan pada tahun yang sama. Demikian pula TNI, bukan
hanya tidak memiliki kapabilitas melindungi keamanan informasi, tetapi
juga mempermalukan diri-nya sendiri dengan bersegera membeli alutsista
dari negara-negara yang memata-matai Indonesia. Akuisisi alutsista 2011
tersebut adalah harga diri bangsa yang diinjak-injak sendiri oleh
Pemerintah dan TNI. Dalam kasus ini TNI inkapabel dalam memahami harga
diri bangsa.
Penyadapan Australia, Singapore dan Korea Selatan
Pembelot NSA US membocorkan bahwa US
memata-matai Indonesia bersama Australia, dengan bantuan Singapore dan
Korea Selatan. Sing Tel disebut-sebut sebagai salah satu operator yang
terlibat dalam kegiatan penyadapan tersebut. Jerman pada kasus
penyadapan segera melakukan penyidikan dan menangkap 2 orang agen ganda
US dan mengakhiri kontrak Verizon, perusahaan swasta US. Pemerintah
Indonesia dengan lugu menanyai negara tetangga apakah mereka menyadap
Indonesia, dan meminta agar mereka berhenti menyadap. Sungguh sangat
menyedihkan. TNI gagal membangun kekuatan kontra penyadapan, bahkan
gagal mendeteksi kegiatan penyadapan setelah diumumkan penyadapan
terjadi. Disini akan banyak terjadi tarik ulur antara kewenangan TNI dan
BIN, namun hal itu bukan alasan. TNI dengan kekuatan sigint (signal
intelligence) yang baik harusnya mampu setidaknya melacak penyadapan
tersebut.
Pembajakan FV WinFar 161 (2009 - 2010)
FV Win Far 161 tidak berbendera
Indonesia dan tidak di wilayah Indonesia. Kapal nelayan Taiwan, dibajak
di Somalia. Namun sejumlah pelaut Indonesia ikut diculik dan terancam
nyawanya. UUD 1945 mengamanatkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia,
terlepas dari bendera kapalnya, terlepas dari dimana lokasinya. Disini
TNI yang memiliki begitu banyak pasukan khusus begitu pelit mengirimkan
pasukan untuk melakukan pembebasan. Selama hampir satu tahun pembajakan
terjadi, dan 2 orang pelaut Indonesia gugur di tahanan penculik yang
tidak manusiawi. Tidak ada yang ambil pusing: Presiden, Menhankam, TNI,
semua sibuk sendiri, lupa dengan kewajiban UUD 1945. Disini
inkapabilitas TNI adalah “Belum bisa memperhitungkan arti 4, 5 ribu
nyawa” apalagi 1-2 nyawa.
Tidak ada pasukan khusus TNI yang
dikirim mengejar Abduwali Muse, yang akhirnya ditangkap oleh US dan
dipenjara 33 tahun karena pembajakan.
Pembajakan MV Sinar Kudus (2011)
Salah satu kegagalan pasukan khusus
TNI di masa kini, jauh dari prestasi pendahulunya pada operasi Woyla,
kali ini secara memalukan tebusan dibayar. Inkapabilitas TNI dimulai
dari respon yang lambat. Dibutuhkan 5 hari bagi frigat TNI kelas Van
Speijk untuk berangkat, dan perjalanannya sangat lambat, mengingat Van
Speijk berkecepatan kurang dari 20 knot. LPD Banjarmasin yang mengikuti
kemudian lebih lambat lagi, mungkin dibawah 15 knot. Lebih lambat
daripada mobil odong-odong. Ini menunjukkan postur TNI tidak siap untuk
operasi jarak jauh. Lebih dari itu, TNI tidak siap men-deploy pasukan
khususnya selain dengan C-130 Herkules. Padahal salah satu kekuatan TNI
adalah kepemilikan sejumlah besar pasukan khusus. Yang jauh lebih
memalukan lagi adalah mengaku sukses pada operasi pembebasan sandera
dengan membayar tebusan. Klaim konyol dari Presiden SBY yang tidak
kapabel sebagai pemimpin militer. “Selalu ada pilihan” ujar-nya. Pilihan
mempermalukan bangsa.
Hilang status pasukan komando ketiga
terbaik di dunia. Kesempatan yang sangat baik bagi TNI untuk menunjukkan
bahwa TNI masih memiliki kemampuan komando yang unggul. Kesempatan
terbaik untuk menjawab pertanyaan: dimana Kopasus, dimana Gultor, dimana
Taifib, dimana Denjaka. Kesempatan terbaik bagi TNI untuk bertempur
bagi rakyat, bagi bangsa, dan bagi negara. Pupus bersama aib bangsa.
Inkapabilitas pasukan khusus TNI merupakan pelengkap dari inkapabilitas TNI AU, AD, dan AL. Menyempurnakan Panca Paria TNI.
Klaim 9 Garis ZEE Natuna oleh PRC (2009)
PRC sejak lama memiliki klaim 9 garis
yang meliputi perairan Natuna. Namun baru tahun 2009 secara lugas PRC
menyampaikan klaimnya melalui peta di pasport PRC. Pasport adalah
dokumen resmi yang harus di stempel oleh Pemerintah Indonesia, menandai
kepatuhan pemerintah Indonesia atas klaim perairan Natuna PRC. Bangsa
Indonesia dilecehkan.
Pemerintah alfa dalam mengantisipasi.
SBY hanya ongkang-ongkang kaki sementara armada laut biru PRC mulai
menjelajahi Laut China Selatan dan mempatroli perairan Natuna. TNI tidak
memiliki kapabilitas dalam merespon klaim China tersebut. Tidak ada
tindakan strategis yang diambil tahun 2009 hingga tahun 2013. Lamban,
beda dengan Jenderal di masa lalu. Akibat kelambanan itu potensi ancaman
menjadi jauh lebih besar.
Insiden Laut Natuna (26 Maret 2013, 2010, 2011)
Sebuah blog Internet melaporkan sebagai
berikut. Kapal Patroli Hiu Macan 001 dari Departemen Kelautan dan
Perikanan menangkap nelayan China yang mencuri ikan di ZEE Natuna. Kapal
Patroli PRC Yuzheng 310 dan kapal perang elektronik PRC Nan Feng datang
dan mengancam kapal Indonesia melepaskan nelayan yang ditangkap. Hiu
Macan 001 juga di-jamming oleh Nan Feng sehingga tidak dapat menghubungi
markas. Akhirnya terpaksa ke-9 nelayan China dilepaskan bersama kapal
nelayannya.
Kejadian ini dikabarkan sudah berulang 2
kali sebelumnya, dimana kapal PRC berpatroli di wilayah NKRI dan
mengancam kapal Patroli Indonesia. Insiden ini disembunyikan oleh
pemerintah Indonesia yang pengecut dan mengorbankan harga diri bangsa
demi pencitraan.
Sementara TNI inkapabel dalam menanggapi
insiden tersebut. Hingga hari ini, TNI sama sekali tidak memiliki
kapabilitas menjaga, mengawal maupun mengamankan perairan Natuna.
Indonesia dilecehkan dan dipermalukan karena inkapabilitas TNI tersebut.
Pengecut yang membiarkan tentara asing
beroperasi di Timor Timor tahun 1998, sama dengan pengecut yang
membiarkan PRC beroperasi diperairan ZEE Natuna. Lebih pengecut lagi
menyembunyikan kasus tersebut dari masyarakat Indonesia. Benar-benar
tanpa harga diri.
Kapal Perang AL Australia Masuk NTT
Kapal imigran gelap dari Indonesia masuk
ke wilayah Australia dicegat oleh frigat-frigat dan kapal-kapal patroli
Australia yang besar-besar. Kapal imigran ini dimuati tambahan imigran
dari tahanan Australia, kemudian ditarik ke perairan Indonesia.
Kapal-kapal perang Australia menariknya hingga masuk jauh kedalam
perairan Indonesia, dengan lampu dimatikan. Kapal-kapal imigran gelap
itu dikandaskan di pantai NTT. Kejadian tersebut berulang-ulang.
Indonesia sama sekali tidak tahu, karena
TNI tidak memiliki kapabilitas pengawasan laut yang memadai. Insiden
ini terungkap dimulai dari berita pers Australia yang menceritakan
tentang adanya laporan resmi Koramil Indonesia yang menyebutkan bahwa
para nelayan disiksa oleh tentara Australia, kemudian ditarik dengan
kapal perang Australia hingga sangat dekat dengan pantai Indonesia. Saat
berita ini keluar laporan dibantah oleh Indonesia, para pejabat
pencitraan pengecut yang tidak kapabel.
Pemerintah Australia yang dipermalukan
oleh pers bebas Australia, terpaksa melakukan penyelidikan. Dari rekaman
data elektronik kapal, ditemukan bahwa benar beberapa kapal perang
Australia telah beberapa kali masuk ke wilayah Indonesia. Beberapa
perwira AL Australia dipecat, termasuk satu kapten kapal.
TNI menjawab dengan mengirimkan patroli
frigat Van Speijk ke perbatasan Australia. Terlihat Van Speijk (2400
ton) sebagai frigat mini dibandingkan dengan Adelaide class (4100 ton).
Respon yang begitu mengenaskan ini ditertawakan oleh media Australia.
Inkapabilitas TNI ditunjukkan pertama
dari kegagalan memantau perairan, kedua dari kegagalan melakukan
investigasi temuan indikasi penyusupan kapal tempur Australia, ketiga
mentalitas penolakan saat berita penyusupan keluar dari pers Australia,
keempat kapabiltas TNI untuk merespon tidak ada.
Masuknya militer suatu negara ke negara
lain bukan hal yang sepele bagi negara yang memiliki martabat. Indonesia
dipermalukan oleh AL Australia, diperlakukan sebagai negara sampah,
negara paria yang bisa dilewati begitu saja. Sampai detik ini tidak ada
respon TNI atau Pemerintah RI yang mencari pemecahan masalah kapabilitas
TNI tersebut. Tidak punya harga diri.
TNI gugur di Anambas, Natuna (Maret 2014)
Prajurit TNI mengamankan kapal
nelayan Thailand di perairan Indonesia berupaya menggiring kapal
tersebut ke markas. Satu orang prajurit TNI, Serma Dian bersama satu
staf sipil Edi Azwani naik di kapal nelayan Thailand tersebut sementara
seorang prajurit TNI dengan kapal patroli mengiringi dari belakang.
Ditengah kegelapan malam, mendadak para nelayan Thailand mematikan
lampu, lalu memukul kedua-nya dengan palu, lalu membacok sampai mati.
Jasad kedua-nya dibuang ke laut. Kapal Patroli yang mengiringi mencoba
mencari kapal tersebut, namun karena keterbatasan tidak dapat ditemukan.
Kapal nelayan akhirnya ditangkap oleh kepolisian Thailand dan sedang
diadili karena pembunuhan.
TNI mati dibunuh nelayan……
TNI tidak kapabel dalam melakukan
patroli laut. TNI diberi senjata bukan hanya untuk menegakkan kedaulatan
bangsa, tapi juga untuk menjaga anggotanya dari tentara musuh, apalagi
dari nelayan ilegal bersenjata palu.
Hingga Oktober 2014, tidak ada berita
penyidikan kasus ini. Beribu pertanyaan di hati rakyat Indonesia. Apakah
mereka pahlawan ? Ataukah mereka hanya oknum preman TNI ? Tidak ada
penyelidikan nasional untuk jatuhnya tumpah darah Indonesia, bahkan
untuk seorang prajurit TNI yang melakukan tugas. Sepanjang hidupnya,
Jenderal SBY tidak berkenan memberi rumah, dan pada matinya, memberikan
salvo kanon penghormatan pun tidak diberikan. Apalagi Edi Azwani, konon
kabarnya sudah 20 tahun bekerja untuk TNI AL. Tidak ada harapannya
mendapat tembakan salvo kanon penghormatan. Tidak ada tunjangan tentara
untuk keluarga-nya.
April sampai Oktober 2014, jasad mereka
berdua terhempas di lautan Natuna, seperti anak haram tak diakui oleh
ibunya. Tidak ada yang menangisi, tidak ada yang menanti kabar
pulang-nya. Tidak ada salvo untuk mereka. Sementara SBY dan Jokowi
berpesta di Jakarta.
Penulis minta maaf, tidak punya fotonya,
karena tidak ada di media massa, tidak ada foto wira bangsa yang gugur
mengawal perairan Natuna. Sementara digantikan oleh ilustrasi Pahlawan
RI Yos Sudarso.
Masih banyak daftar diatas, namun
penulis terlanjur emosi dan sulit melanjutkan menerangkan satu-persatu
aib bangsa yang gagal ditangani oleh TNI. Seperti kata pujangga:
“Sakit-nya tuh disini”.
Pada intinya TNI tidak kapabel, dan Pemerintah adalah sumber kegagalan TNI.
B. Mencari Akar Masalah
Mari berfikir sejenak, apa akar
masalah inkapabilitas TNI, yang menyebabkan Panca Paria TNI tercipta,
dan berbagai kegagalan TNI menangani ancaman aktual ?
Kehancuran Hankamnas kita:
- Ancaman gagal ditangani oleh TNI seperti daftar diatas, yang bukan merupakan daftar lengkap.
- TNI tanpa kapabilitas perang moderen.
- Potensi ancaman membesar dan bertambah banyak karena kapabilitas TNI sangat rendah.
Jika sebelumnya pada tahun 1998 TNI
sebagai militer terkuat di Asia Tenggara hanya perlu mempertimbangkan US
dan PRC sebagai potensi ancaman, maka pada tahun 2015, sebagai militer
urutan ke-4 di Asia Tenggara, TNI harus mempertimbangkan kapabilitas
militer Vietnam, Singapore, dan Thailand sebagai potensi ancaman.
Menempati peringkat militer ke-4 di Asia Tenggara merupakan prestasi yang sangat memalukan bagi TNI sepanjang sejarah NKRI.
Kehancuran tersebut diakibatkan oleh kehancuran kapabilitas TNI, yang ditunjukkan oleh:
- Pengadaan alutsista tertunda sekitar 12 tahun, baru dimulai 2011.
- Akuisisi alutsista yang dilakukan tidak memadai.
- Terjadi berbagai kesalahan akuisisi alutsista, baik kesalahan ringan hingga kesalahan berat yang berdampak besar pada kapabilitas TNI.
- Biaya operasional dan kesejahteraan TNI tidak memadai. Banyak alutsista tidak dapat beroperasi optimal. 250ribu prajurit TNI tidak memiliki rumah, Angkatan Dhuafa.
- TNI tidak memiliki komponen cadangan.
Akar permasalan tentunya berasal
dari peraturan perundang-undangan (LEGAL). Peraturan perundangan yang
buruk ini dibentuk oleh kemauan politik yang buruk pula (KEMAUAN
POLITIK). Asal dari kemauan politik yang buruk tersebut adalah
mentalitas (MENTALITAS).
Jadi disini kita dapat mendaftarkan dan menjabarkan akar permasalahan:
1. Masalah Mentalitas
- Pengkhianatan, baik dari elit neolib ASEAN-C, maupun dari para Presiden/Menhan lebih mementingkan pencitraan daripada harga diri bangsa.
- Mental barrier, adanya mental inferioritas Indonesia, yang selalu berfikir inferior.
- Malas Belajar, dari para pejabat republik yang memiliki pengetahuan militer sangat rendah, namun tidak mau belajar.
2. Masalah Kemauan Politik
- Kemauan politik meliputi DPR (banggar dan komisi), yang seharusnya menunjukkan kemauan politik melalui mekanisme anggaran, memberikan anggaran yang cukup, dan tidak menghambat anggaran militer. Selama ini kemauan politik DPR terlihat negatif.
- Presiden dan Kabinet menunjukkan kemauan politik selain melalui anggaran, juga melalui kebijakan UU dan PP yang benar. Selama ini kemauan politik Presiden dan Kabinet terlihat negatif. Kasus ditutup-tutupi, sementara TNI dibiarkan tidak kapabel.
- Dephan dipimpin Menhan juga harus memiliki kebijakan yang benar. Selama 10 tahun ini kemauan politik Dephan dan Menhan juga negatif.
3. Masalah Legal
Produk yang dihasilkan menjadi negatif, dan merupakan penyebab utama kehancuran TNI:
- UU 3/2002 tentang Hanneg (Perencanaan Tanpa TNI)
UU ini memandatkan persiapan,
perencanaan pertahanan negara dilakukan oleh politisi di Departemen
Pertahanan dan Keamanan tanpa TNI. TNI dimandatkan untuk hanya
melaksanakan rencana pengadaan, rencana pertahaan yang dibuat oleh
Dephan yang kapabilitas militer-nya (dan kini ideologi-nya)
dipertanyakan.
- UU 34/2004 tentang TNI (Doktrin Inferior Trimatra)
UU ini menegeskan doktrin trimatra TNI
yang sangat inferior. TNI dipecah menjadi 3 gerombolan bersenjata diluar
Brimob. Masing-masing berfikir untuk dirinya masing-masing. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan militer moderen yang mengandalkan konsep
joint-command seperti halnya dulu ABRI atau APRI. Doktrin joint-command
memungkinkan militer mempersiapkan diri dan mengamankan negara secara
efisien. Sebaliknya, doktrin trimatra secara langsung mendorong
inkapabilitas TNI.
Doktrin trimatra juga menghancurkan pola
akuisisi alutsista TNI, dengan pengadaan yang berfokus pada trimatara,
bukan pada kekuatan komando gabungan yang efektif, terintegrasi, dan
efisien.
- Buku Putih Pertahanan 2008 (Menunjukkan sponsor ASEAN-C)
Buku Putih Pertahanan memandatkan
terwujudnya TNI yang lemah, yang tidak memiliki kapabilitas tempur
moderen. Pada dokumen ini juga terlihat ASEAN-C sebagai sponsor
pelemahan TNI yang berulang kali disebutkan menggantikan Wawasan
Nusantara, NKRI, dan Kedaulatan Bangsa.
- PP 41/2010 MEF (Doktrin Postur Inferior TNI)
MEF adalah suatu postur minimal dan
esensial, dua istilah yang menggambarkan inferioritas TNI yang hendak
dicapai. Secara lugas ditegaskan bahwa pengadaan alutsista dan persiapan
postur TNI dilakukan untuk menghadapi ancaman aktual, dimana saat ini
ancaman militer aktual dinilai tidak ada, dengan doktrin seribu kawan,
tanpa lawan.
Dengan konsep ini, pada saat potensi
ancama berubah menjadi ancaman aktual, TNI baru bisa mempersiapkan diri.
Hal ini persis terjadi berulang kali, dimana TNI tidak mampu menghadapi
ancaman yang sudah diperkirakan sebelumnya, baik ALKI, di Natuna, di
Somalia, di NTT, di Timor Leste, dan lain sebagainya.
C. Alternatif Solusi Memecahkan Akar Masalah
Lalu bagaimana cara memecahkan permasalahan ini ?
Bagaimana menyelesaikan akar masalah agar kapabilitas TNI dapat kembali ?
Untuk memecah permasalahan tidak
mungkin dilakukan oleh TNI seorang diri, mengingat TNI masa kini tidak
lagi memilik akses politik.
Idealnya dilakukan oleh partai politik,
namun di saat ini tidak ada parpol yang memiliki kepedulian dengan
masalah ini. Semua parpol merupakan parpol korup yang berorientasi pada
kekuasaan, bahkan sekelompok parpol memiliki maksud untuk merampok hak
pilih dari tangan rakyat. Parpol juga merupakan bagian dari DPR yang
selama ini tidak memiliki kemauan politik memadai dalam mewujudkan
kapabilitas TNI. Kurangnya daya tarik parpol atas kapabilitas TNI antara
lain diperkirakan karena sulitnya parpol memperoleh jatah korupsi dari
pengadaan TNI. Bagi parpol, isu TNI hanyala salah satu bagian kecil dari
kampanye politik untuk merebut kekuasaan, dan setelah berkuasa mereka
membagi-bagi APBN dan APBD.
Tentu ada satu dua politisi di DPR dan
di pejabat pemerintahan, yang darah-nya merah putih, namun mereka
terbukti tidak dapat berbuat banyak selama 10 tahun ini. Bagaimana agar
mereka dapat bersuara dengan lantang, dan didengar ? Dan agar mereka
dapat memahami kebutuhan pertahanan nasional, bukan dari politisi, namun
langsung dari TNI.
Karena itu tidak ada jalan lain selain mewujudkan
kembali KEKUATAN SOSPOL TNI yang baru.
Yang dimaksud dengan Kekuatan Sospol
TNI tentunya tidak sama seperti di masa lalu. Kekuatan Sospol TNI
moderen di fokuskan untuk mewujudkan kapabilitas TNI, lebih tepatnya
untuk memecahkan akar masalah yang menghadang TNI pada dimensi politik:
Mentalitas, Kemauan Politik, dan Legalitas, dengan cara melibatkan
komponen masyarakat, politisi yang berjiwa merah-putih, para pejabat
negara yang bersih dan mencintai Indonesia sebagai komponen pendukung
TNI.
Kekuatan Sospol TNI dapat pula
didefinisikan sebagai kekuatan penekan yang menekan Pemerintah dan DPR,
agar tidak mengulangi berbagai kesalahan selama 15 tahun terakhir, dan
menghasilkan produk legal yang memungkinkan TNI mewujudkan kapabiltas
militer untuk mempertahankan tanah air dan kehormatan bangsa.
Tentunya sesuai namanya, kekuatan
sospol TNI HARUS melibatkan TNI. Hal ini seolah-olah bertentangan dengan
semangat reformasi. Yang dimaksud bukan melibatkan TNI untuk berbagai
urusan politik melainkan semata-mata terbatas pada pewujudan kapabilitas
militer TNI.
Perlu disusun pengaturan,
pembatasan, dan mekanisme yang mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan sebagai dampak dari kekuatan sospol TNI. Mengenai bagaimana
format dari Kekuatan Sospol TNI merupakan bahan diskusi lebih lanjut.
Kekuatan Sospol TNI memang bunyi-nya
kurang menyenangkan di telinga kita pasca Orde Baru. Namun kondisi
negara genting. Kapabilitas pertahanan Indonesia sangat lemah dan harus
segera dibangun. Pembangunan kapabilitas tersebut tidak mungkin
dilakukan menggunakan cara-cara konvensional yang sudah dicoba, baik
dengan doktrin inferior trimatra, maupun dengan doktrin postur inferior
MEF yang justru melemahkan TNI.
Indonesia harusnya sudah kenyang di
lecehkan oleh US di Bawean, di permainkan oleh lintas batas Australia,
dihina oleh klaim 9 garis PRC lengkap dengan nelayan dan
patroli-nya, dirampok oleh perompak Somalia, dicuri patok perbatasannya
oleh Malaysia, dimata-matai oleh Korea Selatan dan langsung membeli
jualan-nya, dikuasai wilayah udaranya oleh FIR Singapore, dibunuh
TNI-nya oleh nelayan Thailand, lengkap sudah. Tidak ada lagi harga diri
kita yang tersisa.
Cara apapun harus kita gunakan untuk
mengembalikan harga diri bangsa. Mengembalikan kapabilitas TNI untuk
berperang mempertahankan tanah air dan membela kehormatan Republik. Dan
saat ini opsi-nya tidak banyak. Membangun kekuatan sospol TNI adalah
salah satu-nya.
Tags: alki fir indonesia atc kepri sipadan ligitan kapabilitas tni kekuatan sospol tni apri abri joint-command trimatra al australia van speijk adelaide imigran gelap mv sinar kudus win far 161 kopassus denjaka tni ad tni al tni au perbatasan ancaman aktual panca paria tni potensi ancaman disintegrasi timor-timur insiden anambas insiden ambalat insiden natuna insiden bawean doktrin militer mef alki klaim 9 garis prc
http://hankam.kompasiana.com/2014/10/21/kegagalan-kegagalan-tni-yang-memalukan-dan-alternatif-solusi--681752.html
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.