Olah Potensi 112.000 GWp dengan Fotovoltaik
Peluang bisnis di bidang energi pembangkit listrik tenaga surya
demikian besar. Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 4.8
KWh/m2 setara 112.000 GWp sepuluh kali lipat dari potensi Jerman dan Eropa. Sumber energi yang renewable tidak lama lagi bakal berakhir.
Semestinya kekhawatiran terhadap sumber energi justru menginspirasi
dan memotivasi anak-anak bangsa. Kita dapat melakukan terobosan untuk
menciptakan teknologi untuk mengolah kekayaan dan potensi sumber energy
terbarukan untuk mengganti sumber energi yang renewable. Saatnya
kita berpaling untuk memanfaatkan kekayaan dan potensi energi yang
sumbernya beragam seperti tenaga surya/sinar matahari.
Apakah kita punya good will? Pertanyaan ini yang harus dijawab
oleh para pakar energi dan teknologi. Pemerintah telah memanfaatkan
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk menerangi beberapa pedesaan
di tanah air. Sayangnya, pemanfaatannya belum maksimal. Tahun 2013
hingga tahun 2014, pemerintah baru berhasil melelang 8 atau 10 persen
dari 80 proyek PLTS yang pembangunannya direncanakan hingga tahun 2015.
Berdasarkan data dari Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi Kementerian ESDM, proyek PLTS itu berlokasi di Kupang, Nusa
Tenggara Timur yang kapasitas 5 MW dengan investasi Rp100 miliar—harga
di luar tanah. PLTS itu beroperasi akhir tahun 2014.
Sementara itu, tujuh lokasi proyek PLTS lainnya yang dipilih adalah
Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 2 MW, Gorontalo,
Sulawesi Tenggara berkapasitas 2 MW, dan di Sintang, Kalimantan Barat
1,5 MW. Di desa Nanga Pinoh, Kalimantan Barat juga dibangun PLTS dengan
kapasitas 1 MW, di Kota Baru, Kalimantan Selalatan dengan 2 MW, di
Tanjung Selor, Kalimantan Timur berkapasitas 1 MW, dan di Atambua, NTT
sebesar 1 MW. Proses lelang tidak dapat dilakukan serentak, melainkan
satu per satu proyek mengingat teknologi yang digunakan demikian padat.
Potensi PLTS Indonesia lebih besar dari Jerman/Eropa
Kebutuhan listrik terus meningkat sesuai dengan kemajuan masyarakat.
Apabila pemerintah kurang berhasil memenuhinya keadaan menjadi masah
besar. Sekadar catatan, energi listrik yang mampu dipasok oleh PLN baru
1500-2000 MW. Oleh karena itu, PLN sering melakukan pemadaman listrik
bergilir. Proyek listrik 10.000MW yang sudah selesai dibangun belum
mampu memenuhi permintaan listrik yang terus melonjak tiap tahun.
Kita mengharapkan agar sumber energi alternatif tidak hanya bersifat renewable dan mudah dikonversi menjadi energi listrik, dan juga ramah lingkungan. Energi yang paling sesuai adalah energi surya.
Gambar di atas menunjukkan potensi tenaga surya dunia. Potensi tenaga surya Indonesia secara umum berada pada tingkat satisfy (cukup)
yang dapat kita jadikan sebagai salah satu patokan untuk menyusun
perencanaan pembangunan sumber energi PLTS pada masa depan. Menuju pada
tingkat kemampuan yang baik dalam hal supply tenaga
listrik yang bersumberkan dari energi surya, kita memerlukan teknologi
konversi tenaga surya menjadi tenaga listrik—bukanlah teknologi
sederhana. Teknologi ini memerlukan berbagai mesin, sistem, komponen
yang harus dihitung cermat dan baik agar sesuai dengan kondisi alam
Indonesia.
Menurut Phelia salah seorang pemerhati tenaga surya, proses teknologi
surya melibatkan fluida gerak yang menyerap panas dari surya. Fluida
itu melalui turbin yang mengkonversi panas menjadi energi mekanik.
Energi mekanik ini diteruskan ke generator dan dikonversikan menjadi
energi (sumber) listrik.
Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk
mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun
1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di
dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga
tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau
sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan
teknologi sel surya atau fotovoltaik.
Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp. Indonensia memanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Untungnya, pemerintah telah mengeluarkan roadmap
pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang
hingga tahun 2025 mencapai sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun.
Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam
pengembangan energi surya pada masa datang.
Komponen utama sistem PLTS dengan menggunakan teknologi fotovoltaik
adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel
surya. Sel surya konvensional yang sudah komersial adalah penggunaan
teknologi wafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup kompleks
dan mahal. Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali dengan
proses pemurnian silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot),
dilanjutkan dengan pemotongan silika menjadi wafer silika. Selanjutnya
wafer silika diproses menjadi sel surya, kemudian sel-sel surya disusun
membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah mengintegrasi modul surya
dengan balance of system (BOS) menjadi sistem PLTS. BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain.
Meski pengembangan PLTS telah mempunyai basis yang cukup kuat dari
aspek kebijakan, namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum
dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic
(PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir—memroduksi modul
surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya
masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling
mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting
dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel
surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga
produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir
seluruh pedesaan belum dialiri listrik—jauh dari pusat pembangkit
listrik. Oleh karena itu, PLTS yang dibangun hampir di semua lokasi
merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dalam kurun waktu
tahun 2005-2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta Solar
Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah
serta 346,5 MWp PLTS hibrid untuk daerah terpencil. Hingga tahun 2025
pemerintah merencanakan akan ada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS
terpasang.
Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di
Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik
sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan
peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke
pabrikasi sel surya.
Dengan wilayah yang luas dan intensitas cahaya matahari yang tinggi,
pasokan listrik dari tenaga surya bisa menjadi andalan, demikian
Principal Advisor Deutsche Gessellschaft fur Internationale
Zusammenarbeit Indonesia Rudolf Rauch. Ia menambahkan Jerman dengan
intensitas matahari yang tidak terlalu tinggi, bisa membangkitkan
listrik 25 ribu Megawatt. “Indonesia memiliki potensi 6 hingga 10 kali
dari Jerman,” kata Rudolf pada April 2012.
Rudolf mengakui bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga surya
menyerap investasi yang besar. Pembangunan pembangkit surya berkapasitas
7.500 Megawatt di Jerman yang menelan investasi 50 miliar Euro (Rp606,5
triliun). Sedangkan biaya pembangunan pembangkit surya di Indonesia
bisa lebih murah karena paparan sinar matahari 50 persen lebih banyak
ketimbang di Eropa. Pembangunan pembangkit berkapasitas 10.000 MW
misalnya, diperkirakan memerlukan investasi 10 miliar Euro (Rp121,3
triliun). Padahal Indonesia mensubsidi sekitar 20 miliar Euro atau
Rp242,6 triliun setahun seperti diungkapkan oleh Martin Krummeck,
Deputi Managing Director German-Indonesian Chamber of Industry and
Commerce (Ekonid).
Kunci kebehasilan PLTS terletak pada penyusunan receiver dengan
bahan dan susunan yang dapat menyerap energi panas dari matahari dengan
baik dan memiliki harga yang ekonomis. Untuk mampu menyerap energi
panas diperlukan struktur film yang kristalin. Dalam pembuatan satu sel
dengan struktur kristalin diperlukan teknologi yang baik dan cukup
mahal. Umumnya bahan ini berbasiskan silikon. Sebagai gambaran, bentuk receiver panas surya dapat dilihat pada gambar pada awal tulisan ini. Receiver berbentuk silinder tersusun dari tabung gelas, ruang vakum dan sel penyerap panas.
Selain dalam hal receiver panas kendala lain dalam aplikasi
sel surya adalah pembuatan baterai penyimpan energi listrik yang murah.
Oleh karena itu, penelitian ke arah teknologi sel surya dan
komponen-komponennya yang lebih ekonomis dan praktis sangat diperlukan.
Dengan demikian, teknologi ini diharapkan tidak hanya menjadi
teknologi yang berguna bagi negara maju namun juga bagi daerah yang
mengalami keterbatasan pasokan listrik.
Salah satu contoh PLTS jenis komunal sedang dibangun di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan Utara. Kepala Bidang Ketenagalistrikan Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Nunukan Yosua Batara mengatakan, akan
ada tiga PLTS komunal yang dibangun di wilayahnya pada tahun ini. PLTS
yang dibangun di Desa Srinanti, Kecamatan Simenggaris berkapasitas 50
kilowatt volt (KWV), Desa Bukit Harapan, Kecamatan Sebatik Tengah 50
KWV, dan Desa Balatikon, Kecamatan Sebuku 10 KWV.
Pembangunan PLTS tidak akan berhenti di tiga lokasi tersebut saja.
Selanjutnya, PLTS komunal juga akan dibangun di kecamatan yang
berbatasan dengan Negeri Sarawak, yakni Kecataman Krayan dan Kraya
Selatan.
Pembangunan PLTS komunal diperuntukkan bagi kecamatan yang masih
sulit dijangkau oleh jaringan listrik. Pembangunan PLTS ini merupakan
rangkaian program Pemkab Nunukan, yakni Gerbang Emas (Gerakan
Pembangunan Ekonomi Mandiri, Aman dan Sejahtera) dengan slogan
“Perbatasan Terang Benderang”. “PLTS akan dibangun secara terpusat dan
selanjutnya akan dialirkan ke rumah-rumah penduduk,” jelas Yosua.
Bupati Nunukan Basri mengatakan, pembangunan PLTS komunal ini telah
menjadi upaya pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan pelayanan
tenaga listrik bagi masyarakat di wilayah perbatasan dan terpencil di
daerahnya. Pasalnya, listrik telah menjadi kebutuhan primer. (Sumber
tulisan: Diolah dari
http://www.litbang.esdm.go.id, tender-indonesia.com, TEMPO, ANTARA, dan lain-
lain)
http://www.mmindustri.co.id/olah-potensi-112-000-gwp-dengan-fotovoltaik/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.