Kerjasama Intelijen Internasional
Review Makalah Quid Pro Quo : The Challenges of International Strategic Intelligence Cooperation (Crish Clough)
Beberapa negara menjalin hubungan strategis dengan cara saling
bertukar informasi dan analisis intelijen. Walaupun sering kali
pertukaran informasi tersebut kurang berimbang tetapi dianggap tetap
menguntungkan. Ungkapan quid pro quo digunakan oleh badan-badan
intelijen untuk menggambarkan hubungan tersebut. Isu-isu intelijen
antar negara dan lembaga tersebut biasanya sensitif hal ini yang membuat
kerjasama intelijen international seperti Inggris-AS maupun antar
lembaga international seperti NATO-PBB jarang dibahas.
Kerjasama antar negara
Intelijen strategis adalah mekanisme untuk memprediksi ancaman
(militer, politik, ekonomi, lingkungan dan masyarakat) terhadap
stabilitas dan keamanan bangsa. Paska perang dingin, kerjasama intelijen
antar negara semakin intensif mengingat ancaman terhadap suatu negara
semakin komplek dan perlu perlawanan dalam skala multinasional seperti
ancaman senjata pemusnah masal (WMD), konflik dalam negara, genosida,
dan ketegangan bipolar. Peristiwa ketidakstabilan regional, kepentingan
nasional, mutualitas ekonomi global akan mempengaruhi banyak negara.
Analisis intelijen dari peristiwa-peristiwa tersebut akan lebih efektif
jika terjadi kerjasama antara badan-badan intelijen.
Contoh kerjasama intelijen internasional adalah Inggris yang berbagi
intelijen komunikasi ULTRA dengan AS tahun 1941 pada saat AS terlibat
dalam Pertempuran Atlantik.
Level Kerjasama
Kerjasama intelijen internasional dapat dilakukan dalam berbagai
tingkatan, yang biasanya dibagi dalam dua unsur, yaitu tingkatan
instansi atau tingkatan produknya.
Untuk tingkat produk intelijen biasanya terbagi dalam 5 pilihan tingkatan misal :
- visibilitas lengkap dari sumber dan produk
- mengekspor seluruh atau sebagian produk mentah tanpa memaparkan sumber
- hanya berbagi ringkasan data
- hanya berbagi analisis data
- berbagi kesimpulan yang dihasilkan dari kegiatan/operasi intelijen.
Tinkatan akses kerjasama ditinjau dari unsur lembaga terbagi dalam 4 piliha level yaitu :
- pengumpulan
- analisis
- aplikasi militer
- kebijakan militer
Contoh Kerjasama
Hubungan khusus Inggris-AS adalah salah satu contoh kerjasama antar
negara yang terdokumentasi dengan baik. Untuk model koalisi
multinasional dan hubungan “client-server” adalah NATO dan USSR untuk
satelit Pakta Warsawa. NATO mempunyai reputasi yang buruk dalam
kerjasama intelijen koalisi international karena tidak adanya pembaguan
yang seimbang antar sumber daya dan anilisisnya, aliansi yang tidak
teruji dalam perang, dan ukuran birokrasi NATO yang tidak ideal.
Contoh lain adalah hubungan kerjasama intelijen intenational
“client-server” antara AS-Vietnam Selatan, Inggris – negara koloninya,
dan Uni Soviet dan satelitnya (perang dingin). Namun hubungan tersebut
mempunyai kelemahan yaitu ketergantungan terhadap server, contohnya
adalah runtuhnya Pakta Warsawa dan pecahnya Uni Soviet menyebabkan badan
dasar intelijen Rusia harus
mengembangkan jaringan lagi.
Manfaat dan Kerugian Hubungan Intelijen International
Manfaat dari hubungan kerjasama intelijen antar negara adalah suatu
beban risiko dapat dibagi contohnya adalah antara AS-Inggris dimana AS
mengontrol teknologi tinggi termasuk aset intelijen berbasis satelit
sedangkan Inggris mempertahankan tradisi lebih kuat dalam kecerdasan
manusia (humint)
Hubungan kerjasama intelijen internasional selain menguntungkan juga
memiliki kelemahan, salah satunya adalah hubungan tersebut menyebabkan
penurunan kedaulatan mengingat rahasia-rahasia intelijen menjadi rahasia
bersama. Beberapa hal menjadi rahasia negara yang sensitif akan
diketahui negara sebagai partner kerjasama. Selain itu rahasia negara
dikhawatirkan juga akan menyebar mengingat masing-masing partner dalam
hubungan kerjasama juga mempunyai teman (negara lain).
Kekhawatiran spionase dan kontraspionase dalam hubungan kerjasama
intelijen tetap terjadi. Bagaimanapun hal ini tetap menjadi isu yang
diperhatikan dan harus dihindari.
Kelemahan lain dalam hubungan kerjasama intelijen international
adalah adanya hubungan melingkar. Misalnya ada tiga negara yang
mempunyai kerjasama intelijen secara terpisah yang setiap hubungan tidak
menyatakan hubungan dengan pihak lain. Informasi yang dibagi dalam
kerjasama bilateral belum bisa dimanfaatkan oleh pihak lain diluar
hubungan tersebut. Hal ini tentu sangat riskan. Hubungan kerjasama lebih
dari dua pihak akan lebih rumit lagi mengingat penyatuan persepsi dan
kepentingan lebih dari dua pihak akan lebih susah dikendalikan.
Bagaimanapun hubungan bilateral akan lebih mudah dikendalikan daripada
hubungan yang melibatkan lebih dari dua pihak.
Isu dan Tantangan Intelijen Paska Perang Dingin
Paska perang dingin ancaman dan kepentingan nasional menjadi berubah.
Globalisasi, tekonologi informasi, dan konflik dunia pasca konflik
bipolar menghasilkan suatu kajian strategis yang berbeda. Isu-isu
intelijen strategis paska perang dingin terkonsentrasi pada
1. Ancaman Multinasional
Beberapa konflik di dalam suatu negara terbukti dipengaruhi oleh
negara lain, seperti adanya pasokan senjata. Selain itu terorisme
international global, WMD, narkoba, penyeludupan manusia adalah suatu
ancaman yang melibatkan pihak multinasional.
Terorisme membuat beberapa pihak melakukan kerjasama lebih erat
kerena sumber ancaman yang sama seperti AS dan Eropa yang bekerja sama
dengan Rusia dan Cina, India dan Iran, Pakistan dan Israel, dan beberapa
negara lain. Kerjasama lebih intensif tersebut terutama bertujuan untuk
memerangi terorisme, kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba.
2. Bagaimana Mengurangi Ketergantungan terhadap
Amerika Serikat?
Intelijen dalam organisasi seperti PBB dan NATO dipersiapkan dengan
tidak baik mengingat organisasi tersebut dibangun berdasarkan kerjasama ad hoc.
Ketergantungan terhadap Amerika Serikat sebagai lini depan sangat
tinggi sehingga muncul ketidakpuasan pembagian porsi intelijen strategis
terutama dalam peran melakukan analisis dalam situasi krisis.
Teknologi dan Dampak Kerjasama
Kerjasama intelijen international tentu memerlukan suatu perangkat
yang kuat. Teknologi sangat berperah dalam kerjasama ini. Untuk
membangun teknologi tentu diperlukan biaya yang cukup besar, hal ini
tentu menjadi hal yang harus direncanakan dengan baik. Pembagian porsi
pembangungan teknologi bisa dibagi berdasarkan pemetaan ancaman
masing-masing pihak.
Selain teknologi, unsur budaya perlu diperhatikan dalam kerjasama
intelijen international. Budaya suatu negara tentu tidak sama dengan
negara lain, hal ini jangan sampai menjadikan suatu pertentangan yang
kontraproduktif. Tantangan untuk memahami budaya negara lain sebaiknya
dilakukan jauh sebelum kerjasaman tersebut dilakukan.
REVIEW
Paska perang dingin banyak negara mengubah strategi intelijen yang
terkait dengan pemetaan ancamannya. Ketegangan bipolar yang sudah usai
membuat ancaman terhadap suatu negara menjadi berbeda. Ancaman-ancaman
baru seperti terorisme dan WMD menggiring untuk melakukan kerjasaman
antar negara mengingat ancaman yang dialaminya sama.
Kerjasama antar intelijen antar negara yang dilakukan secara baik
adalah antara Inggris-AS. Pembagian porsi yang lebih jelas seperti
Inggris fokus pada pengembangan sumber daya manusia dan AS mempunyai
porsi pada pengembangan tekonologi membuat kerjasaman intelijen kedua
negara tersebut terjalin dengan kuat. Kepentingan dan ancaman yang sama
akan semakin menguatkan kerjasama tersebut.
Organisasi seperti NATO dan PBB mempunyai kerjasama intelijen, namun
kecenderungan intelijen dalam organisasi tersebut lemah karena
keterikatan anggotanya bersifat ad hoc, selain itu ketergantungan
terhadap Amerika Serikat sangat tinggi sehingga memungkinkan ada pihak
yang tidak puas.
Salah satu peristiwa yang membuat perubahan peta kerjasama intelijen
adalah terorisme dengan puncak serangan 11 September 2001. Kemampuan
Amerika Serikat untuk mendeklarasikan bahwa terorisme adalah musuh
bersama menjadi titik penting kerjasama intelijen internasional beberapa
negara yang mempunyai ancaman dan kepentingan yang sama dengan
terorisme.
Hubungan kerjasama intelijen international bisa mengalami pasang
surut seperti yang terjadi antara Indonesia-Australia. Kekhawatiran akan
terjadi spionase dan kontraspionase terbukti pada peristiwa penyadapan.
Tahun 2007-2009 pihak Australian melakukan penyadapan terhadap tokoh
negara Indonesia.[1]
Padahal seperti diketahui bahwa Indonesia-Australia mempunyai kerjasama
intelijen terutama menyangkut penanggulangan terorisme. Peristiwa
penyadapan tersebut membuat Indonesia sempat melakukan pembekuan
kerjasama intelijen dengan Australia dan mulai diperbarui lagi pada 28
Agustus 2014. [2]
Konflik antar negara yang sudah mempunyai kerjasama intelijen tentu
akan lebih rumit dan berbahaya daripada konlik antar negara yang tidak
mempunyai hubungan kerjasama intelijen. Pertukaran informasi dan
analisis intelijen yang sudah terjadi bisa dimanfaatkan sebagai senjata
dalam memenangkan ketegangan yang terjadi. Hal ini tentu harus dihindari
karena ketegangan tersebut bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang
mencari celah keuntungan ditengah ketegangan dua negara.
Perkembangan masa depan akan menempatkan intelijen strategis sebagai
komponen penting dalam pengambilan keputusan nasional sebuah negara
termasuk perencanaan dan operasi militer. Kerjasama intelijen
internasional telah terbukti mempunyai peran penting dalam mencegah
ancaman sebuah negara maupun ancaman multinasional.
Hubungan intelijen antar negara dan antar lembaga internasional akan
semakin berkembang luas. Manfaat kerjasama intelijen akan membuat
potensi lembaga intelijen semakin kuat. Namun yang perlu diperhatikan
adalah analisis yang komprehensif dari banyak faktor terhadap kerjasama
strategis intelijen international. Analisis intelijen strategis penting
dilakukan agar terjadi kerjasama tetap seimbang sehingga kepercayaan
dalam kerjasama tersebut tetap kuat.
KESIMPULAN
Quid pro quo (What for what, Favor
for a favor) yang berarti sesuatu untuk sesuatu, atau, pertukaran yang
adil/seimbang adalah istilah yang tepat untuk kerjasama intelijen
internasional, kerjasama pertukaran informasi dan analisis intelijen
antar negara.
Kerjasama intelijen international biasanya akan mengungtungkan.[3]
Bentuk kerjasama intelijen sebenarnya tidak harus dalam bentuk operasi
bersama antar agen intelijen tetapi bisa juga diarahkan dalam bentuk
fusi informasi, walaupun tentu dalam berbagai hal harus ada pembatasan
informasi mengingat kepetingan masing-masing pihak. Fusi informasi
mempunyai keuntungan bahwa hubungan intelijen antar negara lebih terbuka
dan seimbang sehingga kepercayaan dalam menjalin hubungan akan kuat.
Hal yang harus dicermati dalam kerjasama intelijen international
adalah porsi pembagian kerjasamanya. Dominasi suatu pihak dapat
menyulitkan pihak lain, mengingat tingkat kerjasama antar negara tidak
bisa ditebak kadar keeratannya. Ketergantungan dengan pihak lain harus
diantisipasi sejak awal.
Kejasama intelijen tidak lepas juga dari sebuah risiko. Pertukaran
informasi dan analisis intelijen secara tidak langsung akan membuat
suatu kondisi negara menjadi mudah terbaca.
Hal ini tentu jika
dimanfaatkan oleh pihak lain dapat mengancam kedaulatan suatu negara,
mengingat partner kerjasama tentu mempunyai kawan lain.
Dalam konteks negara Indonesia, maka kerjasama intelijen antara
Indonesia dengan negara lain perlu ditingkatkan. Beberapa kejadian aksi
intelijen sempat mewarnai hubungan antara Indonesia dengan negara lain
seperti Australia dengan kasus penyadapan. Dengan kerjasama dan
komitment yang kuat terutama jika terjadi kesepahaman menghadapi ancaman
bersama maka ketengangan tersebut tidak perlu terjadi.
Selain isu terorisme Indonesia juga perlu mengadakan kerjasama
intelijen internasional dengan negara lain untuk isu narkoba dan
penyeludupan manusia. Malaysia, Singapura, Filipina adalah negara-negara
tetangga yang kepentingan sama dengan negara Indonesia terkait ancaman
narkoba.
Kerjasama intelijen antar negara sebaiknya tidak hanya dalam bentuk
pertukaran informasi atau analisis intelijen, hubungan tersebut akan
lebih baik jika diimbangi dengan kerjasama transfer teknologi dan
pelatihan sumber daya manusia. Dengan persamaan teknologi dan kemampuan
sumber daya manusia yang seimbang akan mereduksi rasa ketidakpuasan dan
kerjasama akan semakin erat.
Untuk memulai hubungan kerjsama intelijen international maka pihak
yang akan melakukan kerjasama sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
- Analisis risiko dan ancaman yang dihadapi masing-masing negara, kerjasaman intelijen yang secara umum dalam konteks pertukaran atau fusi informasi dan analisis intelijen sebaiknya dalam konteks subjek ancaman yang sama.
- Kerjasama yang dilakukan sebaiknya dalam konteks seimbang dan setara bukan client-server. Kerjasama client-server akan menciptakan ketergantungan yang akan menyulitkan jika terjadi ketegangan antar pihak.
- Kerjasama intelijen antar negara harus diimbangi dengan sharing teknologi atau transfer teknologi termasuk pelatihan sumber daya manusia untuk mencegah ketidakpuasan pihak tertentu.
- Kegiatan dalam konteks kerjasama intelijen sebaiknya tidak hanya dalam konteks pertukaran informasi dan analisis intelijen tetapi juga dalam konteks penanganan ancaman yang terjadi.
- Masing-masing pihak dalam hubungan kerjsama intelijen harus menghargai nilai-nilai budaya dan hal lain yang sensitif. Hal ini dilakukan untuk menjaga suasana kerjasama yang terjadi tidak menjadi ketegangan yang merusak kerjasama.
Hubungan kerjasama intelijen internasional harus tetap berlanjut.
Batasan-batasan intensitas dan kadar kerjasama yang perlu diatur agar
tidak terjadi ketidakpuasan karena merasa tidak adil. Hal yang paling
penting untuk dilakukan adalah membuat peta risiko dan ancaman yang
disetujui bersama dan bentuk kerjasama tersebut sesuai dengan kebutuhan
untuk antisipasi ancaman tersebut.
Pada akhirnya suatu hubungan kerjasama harus menguntungkan, begitu pula dengan hubungan kerjasama intelijen. Quid pro quo, pertukaran
yang adil/seimbang adalah suatu kalimat yang sangat tepat untuk
menggambarkan bagaimana seharusnya hubungan kerjasama intelijen
internasional.
Daftar Pustaka :
Alexius Jemadu, Praktek-Praktek Intelijen dan Pengawasan Demokrati – Pandangan Praktisi, Kelompok Kerja Intelijen DCAF, Sumber Rejeki, Jakarta, 2007.
Crish Clough, Quid Pro Quo: The Challanges of International Strategic Intelligence Cooperation, International Jurnal of Intelligence and Counterintelligence, Taylor & Francis Inc, 2004.
Hendropriyono, AM, Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2013.
Ken Conboy, Intel: Inside Indonesia’s Intelligence Service, Equinox Publishing, Indonesia, 2004.
Ken Conboy, The Second Front: Inside Asia’s Most Dangerous Terrorist Network, Equinix Publishing, Indonesia, 2006.
Rubijanto Siswosoemarto, Intelijen Ekonomi Teori dan Apilkasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012.
Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2010
Supono Soegirman, Etika Intelijen dari Sungai Tambak Beras Hingga Perang Cyber, Media Bangsa, Jakarta, 2014.
Catatan Kaki :
[1]
Kepala Badan Intelijen Negara, BIN, Marciano Norman mengatakan,
Australia telah melakukan penyadapan percakapan telepon sejumlah
pemimpin Indonesia dalam kurun waktu 2007-2009.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/11/131120_bin_sadap_australia tanggal 20 November 2013.
[2]
Kesepakatan kerja sama intelijen itu ditandatangani oleh Menteri Luar
Negeri Indonesia Marty Natalegaw
dan Menteri Luar Negeri Australia
Julie Bishop pada tanggal 28 Agustus 2014. http://www.antaranews.com/berita/450797/indonesia-australia-sepakati-kerja-sama-intelijen
[3]Kolompok
Kerja Intelijen DCAF, dalam buku Praktek-Praktek Intelijen dan
Pengawasan Demokratis Pandangan Praktisi , hal 21 mengatakan bahwa
“Dalam sejarahnya, negara akan bekerjasama ketika mereka memiliki
kepentingan dan hirauan intelijen yang sama. Umumnya hubungan semacam
ini telah terbukti akan saling menguntungkan. Bahkan ketika
kepentingannya tidak sepenuhnya sama, intelijen seringkali dapat
menyediakan apa yang dibutuhkan pihak lain sebagai imbalan karena telah
mendapatkan bantuan dari mitranya”
https://kajianintelijen.wordpress.com/2014/12/12/kerjasama-international-intelijen/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.