alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Kamis, 04 Juni 2015

PERJANJIAN PERTAHANAN LIMA NEGARA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI DAN KERJA SAMA (FPDA)

Perjanjian Pertahanan Lima Negara meningkatkan kepercayaan diri dan kerja sama (FPDA)

Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, kiri, dan mitra Singapuranya, Ng Eng Hen, saling berbincang sebelum acara KTT Keamanan Asia oleh Institut Kajian Strategis Internasional ke-10 (“Dialog Shangri-La") pada tanggal 5 Juni. [Reuters]
Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi, kiri, dan mitra Singapuranya, Ng Eng Hen, saling berbincang sebelum acara KTT Keamanan Asia oleh Institut Kajian Strategis Internasional ke-10 (“Dialog Shangri-La") pada tanggal 5 Juni. [Reuters]


Perjanjian Pertahanan Lima Negara berusia 40 tahun ini tidak mengharuskan siapapun dari mitranya—Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura dan Malaysia—untuk menanggapi serangan terhadap negara-negara lainnya.
Itu mungkin tampak tidak relevan di zaman ketika kebanyakan pakta pertahanan multilateral mengharuskan para anggotanya untuk membantu anggota yang sedang diserang.

Faktanya, banyak analis militer berpendapat bahwa perjanjian pertahanan tertua di Asia Tenggara ini tidak relevan.
Mereka yang membela perjanjian itu berargumen:
-Perjanjian itu membangun kepercayaan antara Singapura dan Malaysia, dua anggota yang di masa lalu saling curiga
-Latihan-latihan para anggota memberikan jalan masuk bagi Singapura dan Malaysia terhadap strategi dan teknologi militer terbaru
-Para anggota pakta bekerja sama untuk menghadapi ancaman-ancaman non-konvensional dan memberi bantuan bencana
-Para anggota pakta akan menanggapi serangan terhadap anggota-anggota lain
Karena perjanjian ini tidak melibatkan jaminan keamanan, sumbangannya terhadap pertahanan gabungan Singapura dan Malaysia dipertanyakan, ujar mereka yang meragukan.
“Tidak ada kewajiban untuk melakukan apa-apa, selain konsultasi,” kata Tim Huxley, direktur Analisis Pertahanan dan Militer di Institut Kajian Strategis Internasional yang berpusat di London.

Para anggota hanya bertemu setiap 3 tahun.
Kelemahan itu dapat berarti organisasi ini tampaknya menurun dalam kepentingan strategis, menurut Sam Bateman dari Pusat Sumber Daya dan Keamanan Lautan Nasional Australia.
Sebagai bukti dari penilaiannya, dia mengatakan para menteri pertahanan negara anggota telah memutuskan untuk bertemu setiap tiga tahun, bukannya setiap satu atau dua tahun seperti sebelumnya.
Mereka yang yakin bahwa organisasi ini kurang berguna berpendapat bahwa seandainya organisasi ini bubar, keamanan tidak akan berpengaruh.

Singapura dan Malaysia mengatakan organisasi ini membantu mereka merasa lebih nyaman satu sama lain. Singapura melihat pakta itu sebagai satu lapisan pencegahan meskipun tidak ada keharusan saling menanggapi. Ian Storey dari Institut Kajian Asia Tenggara Singapura mengatakan pakta ini masih relevan. “Tidak tampak bahwa ini adalah peninggalan Perang Dingin yang masanya sudah berlalu,” katanya.
Inggris mendorong pakta tersebut 4 dasawarsa lalu
Pakta tersebut didirikan pada tahun 1971 untuk memungkinkan Inggris yang mulai menurun untuk melepaskan diri dari perjanjian panjang untuk membela Singapura dan Malaysia.

Di bawah pengaturan penggantian, jika salah satu dari bekas jajahan Inggris diserang, Inggris, Australia dan Selandia Baru akan berkonsultasi dengan mereka tapi tidak harus membela mereka.
Jika konflik baru meliputi Singapura atau Malaysia, sebagian analis mempertanyakan apakah mereka dapat mengandalkan bantuan militer dari mitra-mitra pakta yang berasal dari Barat.
Bateman berpendapat bahwa para mitra lain akan menanggapi. Mereka tidak akan mengirimkan pasukan darat, katanya, tapi tidak ada “keraguan tentang ketersediaan dan dukungan angkutan laut dan angkatan udara mereka.”

Namun dia membatasi pernyataannya, dengan mengatakan bahwa Australia mungkin satu-satunya mitra Barat yang dapat “segera memberi dukungan angkatan laut dan angkatan udara dengan cara yang menyeluruh.”
Bernard Loo, seorang pakar militer di Sekolah Tinggi Kajian Internasional S. Rajaratnam, Singapura, meragukan apakah Inggris, Australia dan Selandia Baru akan sungguh memberi bantuan militer.
“Apa mereka bisa turun?” katanya. “Jawabannya, kurasa, adalah tidak. Kekuatan mereka semakin berkurang dan tidak mungkin untuk mengerahkan kekuatan sejauh ini.”
Australia berkomitmen kepada Indonesia
Bahkan komitmen Australia saat ini kepada para anggota pakta lainnya minimal, kata Andrew Tan, seorang pakar keamanan di Universitas New South Wales, Australia, dalam sebuah email.
Komitmen regional utama Australia adalah dengan Indonesia, tetangga terdekatnya.
Dokumen Pertahanan 2009 negara tersebut menggambarkan Indonesia sebagai “hubungan pertahanan terpenting di wilayah terdekat.”
Dokumen tersebut hanya sekilas mengacu pada Perjanjian Pertahanan Lima Negara sebagai “sebuah mekanisme berguna untuk menghadapi baik tantangan tradisional maupun yang baru muncul,” tulis Bateman.

Inggris telah melakukan pemotongan besar-besaran anggaran militernya selama beberapa tahun terakhir sehingga membatasi kemampuannya untuk membantu para anggota pakta lain, menurut para analis. Sebagian besar pemotongan itu adalah dalam hal kemampuan yang akan sangat penting bagi para anggota pakta lainnya: kapal induk pembawa pesawat dan helikopter; kapal perang amfibi; fregat; dan pesawat patroli maritim.

Inggris telah mengalami kesulitan untuk menyediakan semua kapal perang dan personil bagi “latihan dan pertemuan pakta yang diinginkan,” menurut sebuah makalah oleh Geoffrey Till, seorang ahli keamanan Asia Pasifik di King’s College Inggris.
Untuk pertama kali dalam dua tahun, Inggris akan mengirimkan sebuah kapal perang ke latihan Perjanjian Pertahanan Lima Negara tahun ini. Dan pada akhirnya Inggris akan terpaksa mengurangi komitmennya yang sudah terbatas untuk latihan itu, tulis Tan.
Kemampuan tempur Selandia Baru “telah amat menurun selama satu dasawarsa terakhir,” tulis Bateman, sambil menambahkan bahwa “komitmen operasional apa pun” yang dapat diberikan negara itu kepada perjanjian lima negara akan minimal.
Selandia Baru hanya memiliki empat kapal perang yang dapat beroperasi jauh dari perairannya—dua fregat dan dua kapal patroli lepas pantai. Pasukan udaranya “tidak lagi memiliki kemampuan tempur yang hebat, tapi pesawat patroli maritim P-3 sedang dikembangkan secara maju dengan sistem yang lebih tinggi,” kata Bateman.

Singapura dan Malaysia semakin kuat
Kemampuan militer Singapura dan Malaysia meningkat, artinya mereka tidak terlalu memerlukan bantuan dari para mitra Barat mereka.
Tapi perjanjian lima negara “tampaknya tidak banyak menambah” kekuatan kedua negara Asia itu, kata Johan Saravanamuttu, seorang mitra tamu di Institut Kajian Asia Tenggara. “Jika terpaksa, Malaysia dan Singapura dalam beberapa hal akan cukup mampu menjaga diri mereka sendiri."

Tan setuju, sambil mencatat: “Ingatlah bahwa pasukan bersenjata Malaysia dan Singapura cukup mampu, dengan pasukan militer Singapura yang memiliki kemampuan melebihi pasukan darat Australia dan menyamai angkatan laut dan angkatan udara Australia.”
Angkatan udara Australia hanya sedikit lebih besar dari Singapura, dan angkatan lautnya berukuran sama, menurut ulasan tahun 2010 oleh Andrew Davies dari Institut Kebijakan Strategis Australia.
Latihan-latihan para anggota pakta membantu Singapura dan Malaysia meningkatkan kemampuan militer mereka, menurut para pendukung perjanjian.
Latihan-latihan tersebut telah meningkat menjadi canggih dan rumit, menurut para pendukung pakta. Mereka kini merupakan “latihan-latihan militer gabungan berskala besar yang dirancang untuk menghadapi ancaman keamanan konvensional dan non-konvensional yang meluas ke Laut Cina Selatan,” menurut makalah oleh Carlyle Thayer, seorang ahli keamanan Australia.

Melalui latihan-latihan itu, “Malaysia memperoleh jalan masuk menuju platform militer, perlengkapan dan doktrin operasional saat ini yang lebih cakap, yang meningkatkan kemampuan militernya,” tulis Thayer. “Singapura mendapat keuntungan yang serupa, tapi karena pasukannya adalah salah satu yang paling modern dan cakap di wilayah itu, Singapura mampu mengembangkan dan menguji kemampuan inter-operasionalnya di area-area khusus yang memang dibutuhkan.”

Sementara menyetujui bahwa latihan-latihan yang disponsori pakta membantu Singapura dan Malaysia meningkatkan kemampuan militernya, latihan-latihan lain juga memainkan peranan yang sama pentingnya, tulis Bateman.
Singapura dan Malaysia melakukan latihan-latihan bilateral dengan bangsa-bangsa lain. Dan keduanya mengambil bagian dalam latihan-latihan multilateral bersama Amerika Serikat dan Australia.

Latihan lima negara “telah menjadi hanya salah satu dari program latihan tahunan yang sibuk bagi angkatan laut dan angkatan udara negara-negara ini,” kata Bateman.
Ralf Emmers, seorang pakar keamanan di Sekolah Rajaratnam, berpendapat Perjanjian Pertahanan Lima Negara “dan latihan militernya telah tertutupi oleh kehadiran Amerika di wilayah itu. Amerika telah mengalahkan mereka dalam hal kekuatan, pengaruh dan keterlibatan militer."

Hubungan meningkat dalam satu dasawarsa terakhir
Hubungan antara Singapura dan Malaysia telah membaik dalam satu dasawarsa terakhir seiring keduanya menyelesaikan masalah-masalah seperti klaim mereka atas Pulau Pedra Branca dan kepemilikan Malaysia yang sudah lama atas tanah lintasan kereta di Singapura.
Pakta lima negara telah membantu hubungan itu dengan membangun “kepercayaan dan transparansi antara pasukan bersenjata kedua negara,” jelas Tan.
Tanpa perjanjian itu, “akan lebih sedikit peluang untuk kerja sama militer,” tambah Till dalam sebuah email.

Saravanamuttu memberikan pendapat yang serupa, mengatakan dalam sebuah email bahwa jika tidak ada perjanjian lima negara, mungkin ada kecenderungan yang lebih besar bagi Malaysia dan Singapura untuk mengembangkan kebijakan dan sikap pertahanan yang berbeda.”
Pakta tersebut “menuntut tingkat kemampuan interoperasional militer antara kedua negara, hal ini mengarah pada saling ketergantungan serta kerja sama teknis yang lebih besar di antara kedua negara,” katanya.

Setidaknya satu analis mengatakan bahwa kurangnya kewajiban saling menanggapi secara keras dan cepat dari perjanjian itu mungkin merupakan sebuah kekuatan ketimbang kelemahan.
“Kelonggaran dan kelenturan perjanjian itu membuat semakin sulit untuk memperkirakan (apa yang akan menjadi) tanggapan bersama dari kelima negara,” tulis Tan.
Artinya, negara yang berpikir untuk menyerang salah satu dari lima negara anggota harus bertaruh atas apa yang akan dilakukan para anggota lainnya.
Akibatnya, tidak mengetahui bagaimana yang lain akan menanggapi mungkin cukup untuk mencegah kemungkinan penyerang itu untuk tidak mengambil risiko.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.