Perjanjian Pertahanan Lima Negara meningkatkan kepercayaan diri dan kerja sama (FPDA)
Perjanjian Pertahanan Lima Negara berusia 40 tahun ini tidak
mengharuskan siapapun dari mitranya—Inggris, Australia, Selandia Baru,
Singapura dan Malaysia—untuk menanggapi serangan terhadap negara-negara
lainnya.
Itu mungkin tampak tidak relevan di zaman ketika kebanyakan pakta
pertahanan multilateral mengharuskan para anggotanya untuk membantu
anggota yang sedang diserang.
Faktanya, banyak analis militer berpendapat bahwa perjanjian pertahanan tertua di Asia Tenggara ini tidak relevan.
Mereka yang membela perjanjian itu berargumen:
-Perjanjian itu membangun kepercayaan antara Singapura dan Malaysia, dua anggota yang di masa lalu saling curiga
-Latihan-latihan para anggota memberikan jalan masuk bagi Singapura
dan Malaysia terhadap strategi dan teknologi militer terbaru
-Para anggota pakta bekerja sama untuk menghadapi ancaman-ancaman non-konvensional dan memberi bantuan bencana
-Para anggota pakta akan menanggapi serangan terhadap anggota-anggota lain
Karena perjanjian ini tidak melibatkan jaminan keamanan,
sumbangannya terhadap pertahanan gabungan Singapura dan Malaysia
dipertanyakan, ujar mereka yang meragukan.
“Tidak ada kewajiban untuk melakukan apa-apa, selain konsultasi,”
kata Tim Huxley, direktur Analisis Pertahanan dan Militer di Institut
Kajian Strategis Internasional yang berpusat di London.
Para anggota hanya bertemu setiap 3 tahun.
Kelemahan itu dapat berarti organisasi ini tampaknya menurun dalam
kepentingan strategis, menurut Sam Bateman dari Pusat Sumber Daya dan
Keamanan Lautan Nasional Australia.
Sebagai bukti dari penilaiannya, dia mengatakan para menteri
pertahanan negara anggota telah memutuskan untuk bertemu setiap tiga
tahun, bukannya setiap satu atau dua tahun seperti sebelumnya.
Mereka yang yakin bahwa organisasi ini kurang berguna berpendapat
bahwa seandainya organisasi ini bubar, keamanan tidak akan berpengaruh.
Singapura dan Malaysia mengatakan organisasi ini membantu mereka
merasa lebih nyaman satu sama lain. Singapura melihat pakta itu sebagai
satu lapisan pencegahan meskipun tidak ada keharusan saling menanggapi.
Ian Storey dari Institut Kajian Asia Tenggara Singapura mengatakan pakta
ini masih relevan. “Tidak tampak bahwa ini adalah peninggalan Perang
Dingin yang masanya sudah berlalu,” katanya.
Inggris mendorong pakta tersebut 4 dasawarsa lalu
Pakta tersebut didirikan pada tahun 1971 untuk memungkinkan Inggris
yang mulai menurun untuk melepaskan diri dari perjanjian panjang untuk
membela Singapura dan Malaysia.
Di bawah pengaturan penggantian, jika salah satu dari bekas jajahan
Inggris diserang, Inggris, Australia dan Selandia Baru akan
berkonsultasi dengan mereka tapi tidak harus membela mereka.
Jika konflik baru meliputi Singapura atau Malaysia, sebagian analis
mempertanyakan apakah mereka dapat mengandalkan bantuan militer dari
mitra-mitra pakta yang berasal dari Barat.
Bateman berpendapat bahwa para mitra lain akan menanggapi. Mereka
tidak akan mengirimkan pasukan darat, katanya, tapi tidak ada “keraguan
tentang ketersediaan dan dukungan angkutan laut dan angkatan udara
mereka.”
Namun dia membatasi pernyataannya, dengan mengatakan bahwa Australia
mungkin satu-satunya mitra Barat yang dapat “segera memberi dukungan
angkatan laut dan angkatan udara dengan cara yang menyeluruh.”
Bernard Loo, seorang pakar militer di Sekolah Tinggi Kajian
Internasional S. Rajaratnam, Singapura, meragukan apakah Inggris,
Australia dan Selandia Baru akan sungguh memberi bantuan militer.
“Apa mereka bisa turun?” katanya. “Jawabannya, kurasa, adalah tidak.
Kekuatan mereka semakin berkurang dan tidak mungkin untuk mengerahkan
kekuatan sejauh ini.”
Australia berkomitmen kepada Indonesia
Bahkan komitmen Australia saat ini kepada para anggota pakta lainnya
minimal, kata Andrew Tan, seorang pakar keamanan di Universitas New
South Wales, Australia, dalam sebuah email.
Komitmen regional utama Australia adalah dengan Indonesia, tetangga terdekatnya.
Dokumen Pertahanan 2009 negara tersebut menggambarkan Indonesia sebagai “hubungan pertahanan terpenting di wilayah terdekat.”
Dokumen tersebut hanya sekilas mengacu pada Perjanjian Pertahanan
Lima Negara sebagai “sebuah mekanisme berguna untuk menghadapi baik
tantangan tradisional maupun yang baru muncul,” tulis Bateman.
Inggris telah melakukan pemotongan besar-besaran anggaran militernya
selama beberapa tahun terakhir sehingga membatasi kemampuannya untuk
membantu para anggota pakta lain, menurut para analis. Sebagian besar
pemotongan itu adalah dalam hal kemampuan yang akan sangat penting bagi
para anggota pakta lainnya: kapal induk pembawa pesawat dan helikopter;
kapal perang amfibi; fregat; dan pesawat patroli maritim.
Inggris telah mengalami kesulitan untuk menyediakan semua kapal
perang dan personil bagi “latihan dan pertemuan pakta yang diinginkan,”
menurut sebuah makalah oleh Geoffrey Till, seorang ahli keamanan Asia
Pasifik di King’s College Inggris.
Untuk pertama kali dalam dua tahun, Inggris akan mengirimkan sebuah
kapal perang ke latihan Perjanjian Pertahanan Lima Negara tahun ini. Dan
pada akhirnya Inggris akan terpaksa mengurangi komitmennya yang sudah
terbatas untuk latihan itu, tulis Tan.
Kemampuan tempur Selandia Baru “telah amat menurun selama satu
dasawarsa terakhir,” tulis Bateman, sambil menambahkan bahwa “komitmen
operasional apa pun” yang dapat diberikan negara itu kepada perjanjian
lima negara akan minimal.
Selandia Baru hanya memiliki empat kapal perang yang dapat beroperasi
jauh dari perairannya—dua fregat dan dua kapal patroli lepas pantai.
Pasukan udaranya “tidak lagi memiliki kemampuan tempur yang hebat, tapi
pesawat patroli maritim P-3 sedang dikembangkan secara maju dengan
sistem yang lebih tinggi,” kata Bateman.
Singapura dan Malaysia semakin kuat
Kemampuan militer Singapura dan Malaysia meningkat, artinya mereka
tidak terlalu memerlukan bantuan dari para mitra Barat mereka.
Tapi perjanjian lima negara “tampaknya tidak banyak menambah”
kekuatan kedua negara Asia itu, kata Johan Saravanamuttu, seorang mitra
tamu di Institut Kajian Asia Tenggara. “Jika terpaksa, Malaysia dan
Singapura dalam beberapa hal akan cukup mampu menjaga diri mereka
sendiri."
Tan setuju, sambil mencatat: “Ingatlah bahwa pasukan bersenjata
Malaysia dan Singapura cukup mampu, dengan pasukan militer Singapura
yang memiliki kemampuan melebihi pasukan darat Australia dan menyamai
angkatan laut dan angkatan udara Australia.”
Angkatan udara Australia hanya sedikit lebih besar dari Singapura,
dan angkatan lautnya berukuran sama, menurut ulasan tahun 2010 oleh
Andrew Davies dari Institut Kebijakan Strategis Australia.
Latihan-latihan para anggota pakta membantu Singapura dan Malaysia
meningkatkan kemampuan militer mereka, menurut para pendukung
perjanjian.
Latihan-latihan tersebut telah meningkat menjadi canggih dan rumit,
menurut para pendukung pakta. Mereka kini merupakan “latihan-latihan
militer gabungan berskala besar yang dirancang untuk menghadapi ancaman
keamanan konvensional dan non-konvensional yang meluas ke Laut Cina
Selatan,” menurut makalah oleh Carlyle Thayer, seorang ahli keamanan
Australia.
Melalui latihan-latihan itu, “Malaysia memperoleh jalan masuk menuju
platform militer, perlengkapan dan doktrin operasional saat ini yang
lebih cakap, yang meningkatkan kemampuan militernya,” tulis Thayer.
“Singapura mendapat keuntungan yang serupa, tapi karena pasukannya
adalah salah satu yang paling modern dan cakap di wilayah itu, Singapura
mampu mengembangkan dan menguji kemampuan inter-operasionalnya di
area-area khusus yang memang dibutuhkan.”
Sementara menyetujui bahwa latihan-latihan yang disponsori pakta
membantu Singapura dan Malaysia meningkatkan kemampuan militernya,
latihan-latihan lain juga memainkan peranan yang sama pentingnya, tulis
Bateman.
Singapura dan Malaysia melakukan latihan-latihan bilateral dengan
bangsa-bangsa lain. Dan keduanya mengambil bagian dalam latihan-latihan
multilateral bersama Amerika Serikat dan Australia.
Latihan lima negara “telah menjadi hanya salah satu dari program
latihan tahunan yang sibuk bagi angkatan laut dan angkatan udara
negara-negara ini,” kata Bateman.
Ralf Emmers, seorang pakar keamanan di Sekolah Rajaratnam,
berpendapat Perjanjian Pertahanan Lima Negara “dan latihan militernya
telah tertutupi oleh kehadiran Amerika di wilayah itu. Amerika telah
mengalahkan mereka dalam hal kekuatan, pengaruh dan keterlibatan
militer."
Hubungan meningkat dalam satu dasawarsa terakhir
Hubungan antara Singapura dan Malaysia telah membaik dalam satu
dasawarsa terakhir seiring keduanya menyelesaikan masalah-masalah
seperti klaim mereka atas Pulau Pedra Branca dan kepemilikan Malaysia
yang sudah lama atas tanah lintasan kereta di Singapura.
Pakta lima negara telah membantu hubungan itu dengan membangun
“kepercayaan dan transparansi antara pasukan bersenjata kedua negara,”
jelas Tan.
Tanpa perjanjian itu, “akan lebih sedikit peluang untuk kerja sama militer,” tambah Till dalam sebuah email.
Saravanamuttu memberikan pendapat yang serupa, mengatakan dalam
sebuah email bahwa jika tidak ada perjanjian lima negara, mungkin ada
kecenderungan yang lebih besar bagi Malaysia dan Singapura untuk
mengembangkan kebijakan dan sikap pertahanan yang berbeda.”
Pakta tersebut “menuntut tingkat kemampuan interoperasional militer
antara kedua negara, hal ini mengarah pada saling ketergantungan serta
kerja sama teknis yang lebih besar di antara kedua negara,” katanya.
Setidaknya satu analis mengatakan bahwa kurangnya kewajiban saling
menanggapi secara keras dan cepat dari perjanjian itu mungkin merupakan
sebuah kekuatan ketimbang kelemahan.
“Kelonggaran dan kelenturan perjanjian itu membuat semakin sulit
untuk memperkirakan (apa yang akan menjadi) tanggapan bersama dari
kelima negara,” tulis Tan.
Artinya, negara yang berpikir untuk menyerang salah satu dari lima
negara anggota harus bertaruh atas apa yang akan dilakukan para anggota
lainnya.
Akibatnya, tidak mengetahui bagaimana yang lain akan menanggapi
mungkin cukup untuk mencegah kemungkinan penyerang itu untuk tidak
mengambil risiko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.