Cara Menanggulangi Kemiskinan
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
\I. Definisi Kemiskinan [1]
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
▪
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
▪
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal
ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan,
karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi
pada bidang ekonomi.
Gambaran tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
II.
Kemiskinan di Indonesia [2}
Indonesia memang
telah mencapai hasil yang memuaskan dalam menurunkan tingkat kemiskinan sejak
tahun 1960-an dan juga telah berhasil mengurangi efek dari krisis. Tetapi
Indonesia masih harus menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat
sebagian besar penduduk yang masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan, yaitu:
Mempercepat
pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidak akan dapat dikurangi secara
signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin.
Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak
disebabkan karena membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan
makanan. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan.
Peningkatan pelayanan
sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah
dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan.
Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat
dicapai dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan kerangka
hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi. Hal ini
akan membuat penyedia jasa mengenali tanggung jawab mereka dalam menjaga
kualitas pelayanan yang diberikan, disamping memberikan kesempatan bagi
pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi aktifitas tersebut.
Perlidungan bagi si miskin.
Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hampir 40 persen dari penduduk, hidup hanya
sedikit di atas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga, pendapatan
dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan,
setidaknya untuk sementara waktu. Program perlidungan sosial yang ada tidaklah
mencukupi dalam menurunkan tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun
memberikan manfaat pada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat
diperbaiki dengan menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat
bagi penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan
Jumlah dan
persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2004 ke 2005. Pada tahun 2006
jumlah penduduk miskin naik karena harga barang-barang kebutuhan pokok naik
tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Namun
mulai tahun 2007 sampai 2011 jumlah maupun persentase penduduk
miskin kembali mengalami penurunan. [3]
III.
Penanggulangan Kemiskinan dengan Pemberdayaan Masyarakat [4]
Pemberdayaan
masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk
memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri
sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai
“pemberdayaan masyarakat” apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut
menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek
merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat
Dari
masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya. Melalui
proses pembelajaran masyarakat diajak untuk menemukenali masalah yang terjadi
lewat refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya dan menemukenali pemecahan
masalah melalui proses pengembangan lembaga (BKM), PJM Pronangkis dan
pembangunan KSM dan gerakan bersama dalam penanggulangan kemiskinan. Diharapkan
dengan proses ini masyarakat yang terpinggirkan (kaum miskin dan perempuan)
bisa mempunyai daya untuk menggapai kebutuhan hidupnya ; di sisi lain melalui
refleksi dan gerakkan bersama masyarakat umum dapat mempunyai daya untuk
menolong, perduli dan terlibat dalam penanggulangan kemiskinan.
Dari
masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu dimana
masyarakat bisa menolong dirinya secara mandiri, dengan tidak lagi bergantung
kepada pihak lain termasuk kepada fasilitator (PNPM Mandiri Perktoaan). Ketika
berhubungan dengan pihak lain, adalah untuk bekerjasama dalam kesetaraan.
Artinya baik masyarakat maupun pihak lain saling membutuhkan, jadi ada
kesalingbergantungan.
IV. Sepuluh Langkah Menaklukan
Kemiskinan [5]
Penanganan
berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan yang
jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya patut mendapat
acungan jempol atas berbagai usaha yang telah dijalankan dalam membentuk
strategi penanggulangan kemiskinan. Hal pertama yang dapat dilakukan oleh
pemerintahan baru adalah menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi
penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat
dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah
yang dapat diambil dalam mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan
tersebut.
I. PENINGKATAN FASILITAS JALAN DAN LISTRIK DI PEDESAAN.
Berbagai
pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa
pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
kemiskinan. Jalan
nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi,
setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu
lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh.
Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat ini masih ada
sekitar 6000 desa, dengan populasi
sekitar 90 juta orang belum menikmati tenaga listrik.
Walaupun berbagai
masalah di atas terlihat rumit dalam pelaksanaannya, solusinya dapat terlihat
dengan jelas.
1. Menjalankan
program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten.
Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkan penghasilan bagi
masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan
stimulasi pertumbuhan pada umumnya.
2. Membiayai
program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan harus
ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi buruk, terutama dalam
masalah kemiskinan. Peta lokasi kemiskinan, bersama dengan peta kondisi jalan,
dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah tersebut. Masyarakat
miskin setempat juga harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan
kebutuhan mereka, serta menjamin tersedianya pemeliharaan secara lebih baik.
3. Menjalankan
program pekerjaan umum yang bersifat padat karya. Pro- gram seperti ini dapat
menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas jalan di pedesaan
disamping sebagai bentuk perlindungan sosial. Untuk daerah yang terisolir,
program ini bahkan dapat mengurangi biaya pembangunan.
4. Menjalankan
strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati
tenaga listrik. Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan
memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga
listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN
juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan
rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada
sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat
penyediaan listrik secara lebih luas.
II. PERBAIKAN TINGKAT KESEHATAN MELALUI FASILITAS
SANITASI YANG LEBIH BAIK.
Indonesia sedang mengalami
krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang dari satu persen limbah
rumah tangga di Indonesia yang menjadi bagian dari sistem pembuangan.
Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas pengumpulan,
pengolahan dan pembuangan akhir. Pada tahun 2002, pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk perbaikan
sanitasi sebesar 1/1000 dari anggaran
yang disediakan untuk penyediaan air. Akibatnya, penduduk miskin cenderung
menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga
sering berada di dekat tempat pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk
miskin cenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif. Pada tahun
2001, kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasi diperkirakan
mencapai Rp 100.000,- per rumah tangga
setiap bulannya. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat
dilakukan:
Pada sisi
permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara nasional untuk
meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi,
sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
Pada sisi
penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek terpenting
adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus meningkat. Dua
pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i) mengadakan kesepakatan nasional untuk
membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan (ii) mendorong pemerintah
lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan kota; misalnya
dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun
standar pelayanan minimum.
III.
PENGHAPUSAN LARANGAN IMPOR BERAS.
Larangan impor beras yang
diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang tepat dalam membantu petani,
tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin. Studi yang baru saja dilakukan
menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang
masuk dalam kategori miskin akibat dari kebijakan tersebut. Bahkan bantuan
beras yang berasal dari Program Pangan Dunia (World Food Pro- gram) tidak
diperbolehkan masuk ke Indonesia karena tidak memiliki izin impor. Kebijakan
ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga beras. Tetapi ini hanya menguntungkan
pihak yang memproduksi beras lebih dari yang dikonsumsi, sementara 90 persen
penduduk perkotaan dan 70 persen
penduduk pedesaan mengkonsumsi lebih banyak beras dari yang mereka produksi.
Secara keseluruhan, 80 persen dari
penduduk Indonesia menderita akibat proteksi tersebut, sementara hanya 20 persen yang menikmati manfaatnya.
Bahkan manfaat tersebut tidaklah sedemikian jelas. Harga beras di tingkat
petani tidak mengalami kenaikan yang berarti sementara harga di tingkat
pengecer naik cukup tinggi. Dapat dikatakan bahwa hanya para pedagang yang menikmati
manfaat kenaikan harga tersebut. Sementara itu, dukungan dan bantuan bagi
petani dapat dilakukan dengan berbagai cara lain, seperti penyediaan
infrastruktur pertanian dan pedesaan serta penyediaan riset dalam bidang
pertanian. Pengenaan bea masuk juga dapat menjadi altenatif yang lebih baik
daripada larangan impor. Oleh karena beberapa langkah di bawah ini patut
mendapat perhatian:
Penghapusan larangan impor beras.
Mengganti
larangan impor dengan bea masuk yang lebih rendah, jika dirasa diperlukan.
Tetapi akan lebih baik jika dukungan diberikan dengan bentuk lain seperti
penyediaan infrastruktur dan riset pertanian. Memperbolehkan
siapapun untuk melakukan impor, dibandingkan dengan hanya memberikan izin
pada beberapa pihak tertentu.
Memberikan
kewenangan penetapan kebijakan bea masuk dan kebijakan perdagangan lainnya pada
satu kementerian saja, untuk menghindari konflik antar kementerian yang
berbeda.
IV. PEMBATASAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MERUGIKAN
USAHA LOKAL DAN ORANG MISKIN.
Salah satu sumber penghasilan
terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha
pendukung pertanian. Setengah dari penghasilan masyarakat petani miskin
berasal dari usaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan
tersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun
iklim usaha yang lebih kondusif. Sayangnya, sejak proses desentralisasi
dijalankan, pemerintah daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka
dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan
pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus
berbagai izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum lagi
beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin
pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman.
Berbagai biaya ini
menghambat pertumbuhan usaha di tingkat lokal dan menurunkan harga jual yang
diperoleh penduduk miskin atas barang yang mereka produksi. Oleh karena itu
pemerintah dapat berusaha menurunkan beban yang ditanggung oleh penduduk miskin
dengan cara: Menggantikan sistem pajak daerah
yang berlaku dengan mengeluarkan daftar sumber penghasilan yang boleh dipungut
oleh pemerintah daerah. Daftar tersebut harus mencakup sumber penghasilan yang
dapat meningkatkan penghasilan daerah secara signifikan, misalnya sumber
penghasilan dari pajak bumi dan bangunan. Menghentikan pungutan pajak dan
retribusi daerah yang tidak diperlukan, dengan mengharuskan pemerintah daerah
untuk mengadakan pengkajian dampak suatu peraturan sebelum mengeluarkan
pungutan baru. Pungutan yang akan diambil itu juga harus diumumkan di berbagai
media, untuk memberikan kesempatan pada pengusaha dan sektor swasta lainnya
mengajukan masukan dan komentar.
Menciptakan dan memperbaiki sistem
pelayanan satu atap dan meningkatkan kemampuan serta pemberian insentif pada
berbagai elemen pemerintahan daerah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi
dalam pemberian pelayanan. Membentuk sebuah komisi dalam
mengawasi pungutan-pungutan liar dan pembayaran yang dilindungi. Penanggulangan
masalah ini merupakan suatu hal yang sulit dilakukan, tetapi sangat penting
untuk memperbaiki iklim investasi. Komisi ini harus dapat menghasilkan pro-
posal untuk menanggulangi masalah pungutan liar tersebut dalam waktu enam bulan
setelah dibentuk.
V.
PEMBERIAN HAK PENGGUNAAN TANAH BAGI PENDUDUK MISKIN.
Adanya kepastian dalam
kepemilikan tanah merupakan faktor penting untuk meningkatkan investasi dan
produktifitas pertanian. Pemberian hak atas tanah juga membuka akses penduduk
miskin pada kredit dan pinjaman. Dengan memiliki sertifikat kepemilikan mereka
dapat meminjam uang, menginvestasikannya dan mendapatkan hasil yang lebih
tinggi dari aktifitas mereka1. Sayangnya, hanya 25 persen pemilik tanah di
pedesaan yang memiliki bukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh
dari kondisi di Cina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki
oleh hampir seluruh penduduk. Program pemutihan sertifikat tanah di Indonesia
berjalan sangat lambat. Dengan program pemutihan yang sekarang ini dijalankan,
dimana satu juta sertifikat dikeluarkan sejak 1997, dibutuhkan waktu seratus tahun lagi untuk menyelesaikan
proses tersebut.
Disamping itu, kepemilikan
atas 64 persen tanah di Indonesia
tidaklah dimungkinkan, karena termasuk dalam klasifikasi area hutan. Walaupun
pada kenyataannya, di area tersebut terdapat lahan pertanian, pemukiman, bahkan
daerah perkotaan. Agar masyarakat miskin dapat menikmati adanya kepastian atas
kepemilikan tanah mereka, hal-hal di bawah ini patut mendapat pertimbangan:
Mempercepat program
sertifikasi tanah secara dramatis agar setidaknya mencapai tingkatan yang sama
dengan rata-rata negara Asia Timur lainnya. Mengkaji
ulang dan memperbaiki undang-undang pertanahan, kehutanan
dan juga pertanian. Mengkaji kemungkinan redistiribusi tanah milik perusahan
negara yang tidak digunakan kepada masyarakat miskin yang tidak
memiliki tanah. Mengakomodasi kepemilikan komunal atas tanah sebagai
salah satu bentuk kepemilikan. Prinsip
yang terpenting adalah kepastian dalam penggunaan tanah, bukan hanya pada
kepemilikan secara pribadi.
Mendukung adanya
penyelesaian masalah pertanahan secara kekeluargaan, disamping membentuk
peradilan khusus mengenai masalah
pertanahan. Mempersiapkan
peraturan yang menjamin kepastian hukum bagi masyarakat miskin yang
tinggal di area perhutanan.
VI.
MEMBANGUN LEMBAGA-LEMBAGA PEMBIAYAAN MIKRO YANG MEMBERI MANFAAT PADA PENDUDUK
MISKIN.
Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki
akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang
memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah
pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi. Program
pemberian pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi manfaat
kepada penerimannya. Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan lembaga
pembiayaan mikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal,
lembaga-lembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani masyarakat
miskin secara lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan
mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga
pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah penting yang dapat diambil untuk
meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit pembiayaan adalah: Menyelesaikan rancangan undang-undang
mengenai LPM yang memberikan dasar hukum dan kerangka kelembagaan bagi lembaga
pembiayaan mikro untuk menghimpun dan menyalurkan dana bagi penduduk miskin.
Membangun hubungan antara
sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi BKD
untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan
dana. Menghentikan
penyaluran bantuan modal dan skema pinjaman yang disubsidi. Dana sebanyak tiga
trilliun rupiah yang selama ini disalurkan, dapat digunakan untuk meningkatkan
kapasitas dan kemampuan lembaga pembiayaan mikro, baik yang formal maupun yang
berasal dari inisiatif masyarakat setempat, untuk dapat mengjangkau kalangan
yang lebih luas. Mengesahkan
revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yanglebih baik
untuk pengembangan pembiayaan mikro,
termasuk mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal bagi koperasi simpan
pinjam.
VII. PERBAIKAN ATAS KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN
PENDIDIKAN TRANSISI UNTUK SEKOLAH MENENGAH.
Indonesia telah mencapai
hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan
dasar. Hanya saja, banyak anak-anak dari keluarga miskin yang tidak dapat
melanjutkan pendidikan dan terpaksa keluar dari sekolah dasar sebelum dapat
menamatkannya (lihat gambar dibawah). Hal ini terkait erat dengan masalah utama
pendidikan di Indonesia, yaitu buruknya kualitas pendidikan. Pemerintah dapat
memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat
miskin dengan cara: Membantu
pengembangan manajemen dan pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran
sekolah. Pemerintah di tingkat kabupaten dan kota perlu didorong untuk
menyediakan dana bagi sekolah dalam bentuk block grants.
Dengan begitu transparansi
dan pengawasan masyarakat akan dapat ditingkatkan. Dana sekolah tersebut harus
disusun sesuai prinsip transparansi dan prosedur yang jelas. Dengan
meningkatnya akuntabilitas sekolah kepada masyarakat, kualitas pendidikan akan
dapat ditingkatkan.
Menyediakan dana bantuan pendidikan
bagi masyarakat miskin. Dana tersebut berasal dari pemerintah pusat yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana pengembangan pendidikan di daerah.
Dana ini dapat disalurkan dalam bentuk DAK dan ditargetkan untuk membantu
sekolah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin serta tidak dapat
memenuhi standar yang dibutuhkan. Pemberian dana ini dapat dikaitkan dengan kondisi
perbaikan mutu dan tambahan bagi iuran sekolah. Mengubah
beasiswa Jaring Pengaman Sosial menjadi program beasiswa untuk membantu siswa
dari kalangan miskin dalam masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah
lanjutan.
VIII.
MENGURANGI TINGKAT KEMATIAN IBU PADA SAAT PERSALINAN.
Hampir 310 wanita di
Indonesia meninggal dunia pada setiap 10.000 kelahiran hidup. Angka ini
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingkat kematian menjadi tinggi
terkait dengan dua sebab. Pertama karena ibu yang melahirkan sering terlambat dalam
mencari bantuan medis. Sering
terjadi juga bantuan medis yang dibutuhkan tersebut tidak tersedia. Kedua
karena kebanyakan ibu yang melahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan bidan
tradisional daripada fasilitas medis yang tersedia. Ada beberapa cara yang
dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian tersebut, yaitu:
Meluncurkan kampanye
nasional untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat penanganan medis
professional pada saat persalinan, serta periode sebelum dan sesudahnya.
Menyediakan bantuan
persalinan gratis bagi penduduk miskin, baik di klinik kesehatan maupun dengan
bantuan bidan desa. Lebih jauh lagi, pemerintah dapat menyediakan bantuan
transportasi pada klinik kesehatan setempat. Bantuan ini dapat dikelola melalui
sistem kartu kesehatan yang telah ada.
Meningkatkan
pelatihan bagi bidan desa, baik secara formal maupun dengan melibatkan mereka
pada pelayanan medis. Berbagai usaha untuk memperluas jangkauan pelayanan bidan
desa di daerah-daerah terisolir juga patut mendapat perhatian.
Kesenjangan fiskal antar
daerah di Indonesia sangatlah terasa. Pemerintah daerah terkaya di Indonesia
mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di
daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat
menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk
memecahkan masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa hal di bawah
ini:
Memperbaiki formulasi Dana
Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan
pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan
keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat
kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal.
Tetapi pada kenyataannya, dana ini masih dialokasikan berdasar pola pengeluaran
pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu penetapan besar DAU harus lebih banyak
didasarkan formula di atas, bahkan dengan memberikan porsi yang lebih besar
pada tingkat kemiskinan.
Meningkatkan pemberian DAK
untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan. Dana Alokasi
Khusus dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target
penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya
dan dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, termasuk infrastruktur di
daerah pedesaan, kesehatan, pendidikan, serta penyediaan air bersih dan
sanitasi. Daerah yang lebih miskin harus dapat menerima DAK yang lebih besar,
mengingat DAU belum dapat memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah.
Peningkatan DAK dapat dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di
daerah melalui departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai Daftar Isian
Proyek (DIP).
X. MERANCANG PERLINDUNGAN SOSIAL YANG LEBIH TEPAT
SASARAN.
Program
perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta
subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan
baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk
perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan
dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10
persen yang dapat dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati
oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh
subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras
dan Rp 9.000 untuk minyak tanah
setiap bulannya.
Pemerintah dapat
meningkatkan bantuan pada masyarakat miskin disamping mengadakan
penghematan
dengan cara:
1. Mengurangi
subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sebagian besar BBM digunakan untuk keperluan
kendaraan bermotor, yang lebih banyak dinikmati oleh golongan menengah dan
kaya. Pemotongan subsidi BBM dalam anggaran 2005 dapat menghemat Rp 15 trilliun. Jika harga solar dapat
dinaikkan ke harga tertinggi yang ditetapkan oleh Keppres, maka akan didapat
tambahan penghematan sebesar Rp 12
trilliun.
2. Menggunakan
tabungan pemerintah yang ada untuk mengembangkan program perlindungan sosial,
termasuk memperluas aktifitas program tersebut, tetapi dengan sasaran yang
lebih tepat.
3. Memperbaiki
penetapan sasaran agar dapat menyentuh lebih banyak penduduk miskin. Sistem
pendataan penduduk miskin yang ada, termasuk pemeringkatan oleh BKKBN, mahal
dan sering tidak akurat. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan
menggunakan peta kemiskinan. Peta ini, disusun oleh BPS, memberikan informasi
mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan bantuan.
Penduduk miskin
di daerah tersebut kemudian dapat dijangkau melalu kombinasi: (i) penetapan
sasaran keluarga miskin dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proses
identifikasi, penyerahan dan pengawasan program bantuan tersebut; serta (ii)
dengan merancang program tersebut sedemikian rupa sehingga hanya penduduk
miskin yang bersedia untuk menerima bantuan. Bantuan dalam bentuk beras bermutu
rendah, serta minyak tanah yang dikemas dalam botol dapat mencapai sasaran yang
lebih baik. Sementara itu, menerapkan prinsip kompetisi dalam distribusi beras
dan minyak tanah akan mengurangi biaya lebih jauh lagi.
4. Membentuk
gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial. Saat ini program
perlindungan bantuan sosial dan berada di bawah kewenangan beberapa kementerian
yang berbeda. Kebanyakan dijalankan pada saat krisis tanpa dilengkapi sistem
pengawasan dan penilaian yang memadai. Untuk memaksimalkan manfaat berbagai pro-
gram tersebut bagi masyarakat miskin, diperlukan kajian dan perbaikan secara
menyeluruh. Dana hasil penghematan dari berbagai bantuan program tersebut dapat
digunakan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi dan kualitas sumber daya
manusia masyarakat miskin.
Referensi:
[1]
id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
[4]www.p2kp.org/pustaka/files/modul_pelatihan08/A/2/b/02/Modul-Konsep-PNPM-Mandiri-Perkotaan.pdf Oleh: Zira Brenda
Wiranti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.