MENGENAL KELEMBAGAAN DESA
DAN CIRI-CIRI MASYARAKAT DESA DAN KOTA
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Ini adalah beberapa ciri-ciri masyarakat kota
dan desa.
Masyarakat kota :
Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan
kehidupan keagamaan di desa.Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah
manusia perorangan atau individu. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga
lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.Kemungkinan-kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga
desa.Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi.Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting,
untuk dapat mengejar kebutuhan individu.Perubahan-perubahan sosial tampak
dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.
Masyarakat
desa :
Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan. Cara berusaha
(ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar
seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya
mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar
kekeluargaan.Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan
sebagainya
Rukun Tetangga
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rukun Tetangga (RT)
adalah pembagian wilayah di Indonesia di bawah Rukun Warga. Rukun
Tetangga bukanlah termasuk pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya adalah melalui musyawarah masyarakat
setempat dalam rangka pelayanan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Desa atau Kelurahan. Rukun Tetangga dipimpin oleh Ketua RT yang dipilih oleh warganya. Sebuah
RT terdiri atas sejumlah rumah (kepala keluarga).Rukun tetangga merupakan
organisasi masyarakat yang diakui dan dibina oleh pemerintah untuk memelihara
dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan
kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran
tugas pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di desa dan kelurahan. Setiap RT sebanyak-banyaknya terdiri dari 30
KK utk Desa dan sebanyak-banyaknya 50 KK utk kelurahan yg
dibentuk berdasarkan Permendagri No.7/1983 ttg Pembentukan RT dan RW.
Rukun Warga
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Rukun Warga (RW) adalah
pembagian wilayah di Indonesia di bawah Dusun atau Lingkungan.Rukun
Warga bukanlah termasuk pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya
adalah melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan
kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Desa atau Kelurahan.Rukun Warga dipimpin oleh Ketua RW yang dipilih oleh warganya. Dewasa
ini banyak Pemilihan Ketua RW di Indonesia yang dimodel mirip dengan Pemilihan
Presiden atau Pemilihan Kepala Daerah, dimana terdapat kampanye dan pemungutan
suara. Sebuah RW terdiri atas sejumlah Rukun Tetangga. Rukun warga merupakan organisasi masyarakat yang diakui dan
dibina oleh pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan
masyarakat Indonesia yang berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan serta
untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan di desa dan kelurahan. Setiap
RT sebanyak-banyaknya terdiri dari 30 KK utk Desa dan sebanyak-banyaknya 50 KK
utk kelurahan yg dibentuk berdasarkan Permendagri No.7/1983 ttg Pembentukan RT
dan RW.
Camat
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
· Camat
berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah
kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah kabupaten atau kota.
· Camat diangkat
oleh bupati atau walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten atau kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
Kewewenangan
Tugas
camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati
sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Seorang
camat membawahi lurah, namun tidak bagi kepala desa.
Kampung
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Kampung adalah: suatu daerah, di mana terdapat beberapa rumah
atau keluarga yang bertempat tinggal di sana daerah tempat tinggal warga
menengah ke bawah di daerah kota Nama alternatif untuk desa/kelurahan yang merupakan satuan pembagian administratif daerah yang terkecil bawah kecamatan/mukim/distrik/banua (benua). Kampung sebagai sinonim dari istilah desa ini
dipakai di Lampung (Kab. Lampung Tengah, Tulangbawang, Tulangbawang Barat,
Mesuji, dan Way Kanan), Papua dan Kalimantan Timur (Berau dan Kutai Barat). Sebuah kampung dipimpin oleh seorang Kepala Kampung (Kamponghofd)
sinonim dari :
Kades.Nama alternatif untuk dusun/banjar/padukuhan/rukun kampung (RK)/anak kampung, yang semua itu merupakan bagian
dari sebuahdesa/kelurahan.
Kampung sebagai sinonim dari dusun ini
dipakai di Jawa, Nusa Tenggara Barat dan tempat-tempat tertentu. Istilah kampungan juga
sering digunakan untuk merujuk kepada sikap-sikap "terbelakang",
"tidak tahu tata-krama" dan sebagainya.Ada kemungkinan kata kampung diambil dari bahasa Portugis; campo, tempat perkemahan.[rujukan?
] Nama-nama daerah di Kamboja sering disebut kompong yang merupakan sebuah distrik
seringkali juga dipakai sebagai nama provinsinya. Istilah kampung dalam bahasa Aceh disebut gampong dan dalam bahasa Minang disebut kampuang. Istilah
kampung biasanya disingkat
SUNDAY, FEBRUARY
21, 2010
Ciri-Ciri Masyarakat Kota dan Desa
Posted on 2/21/2010
07:29:00 PM by dreadmoney
A. Pengertian Desa Berdasarkan Sumber lainnya sbb :
Bila kita mendengar kata desa, biasanya
tergambar :
Suatu perkampungan atau pedalaman yang jauh
dari kota dengan, hamparan ladang dan sawah serta, kehidupan yang serba
tradisional. Pandangan seperti ini mempunyai arti yang sempit sehingga desa,
seolah-olah terisolir dan serba agraris.
Pendidikan dan perekonomiannya rendah dan kebudayaannya serba tradisional.
Dengan pandangan seperti ini sulit dikatakan adanya desa yang maju atau
swadaya. Secara etimologis kata
desa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu swa-desi yang artinya tanah asal,
negeri asal atau tanah leluhur. Desa
diartikan sebagai suatu
persekutuan hidup bersama yang mempunyai kesatuan hukum,
organisasi, serta batas geologis tertentu. (Ir.Kusnaedi, “Membangun Desa, Penebar Swadaya, l995,
hal.3)”. Suatu persekutuan hidup
yang setingkat dengan desa di tiap-tiap daerah Indonesia berbeda-beda. Setelah
keluarnya Undang-undang Nomor 5 Tahun l974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah, disusul kemudian UU No.5 Tahun l979 Tentang Pemerintahan Desa, maka
istilah-istilah tersebut di seragamkan menjadi desa untuk setiap daerah di
seluruh wilayah Indonesia.
Menurut UU No.5 Tahun l979 yang dimaksud dengan desa adalah :
1. Satu kesatuan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai
satu kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang,
2. Mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat
dan, berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Pengertian desa identik dengan kelurahan.
1.
Secara struktural keduanya mempunyai kedudukan yang sama, tetapi kelurahan
tidak berhak menjalankan rumah tangga sendiri.
2.
Lurah dan perangkatnya di kelurahan merupakan pegawai pemerintah daerah
(pemda).
3.
Kelurahan merupakan daerah hukum setingkat desa yang berada di perkotaan (urban).
Satu daerah tergolong perkotaan (urban) atau pedesaan (rural)
ditetapkan berdasarkan :
1. Kepadatan
penduduk (KPD).
2. Komposisi
mata pencaharian penduduk agraris dan non agraris (PRP) dan,
3. Banyaknya
fasilitas umum yang menunjukkan ciri perkotaan (JFP).
Secara
umum gambaran dari daerah perkotaan
adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai
kepadatan penduduk (KPD) 5.000 orang/km2 atau lebih.
2. Mata
pencaharian penduduk atau jumlah rumah tangga yang berusaha dalam bidang
pertanian 25% kebawah.
3.
Paling sedikit memiliki 8
fasilitas umum seperti pasar, sekolah, rumah sakit, bioskop, tempat ibadat, dan
lain-lain.
Desa
menurut (Ensiklopedi Indonesia : 794)
:
Bentuk
masyarakat yang bersifat komuniti kecil dengan jumlah penduduk yang biasanya
kurang dari jumlah penduduk kota. Penduduk desa hidup dari berburu, meramu,
mencari ikan, beternak, berkebun, berladang atau bercocok tanam; menetap dan
mempunyai sistem masyarakat, sistem adat-istiadat,
orientasi nilai budaya dan mentalitas yang biasanya lebih lambat bergerak daripada masyarakat kota. Ekonomi pedesaan
dapat beraneka ragam; dari sistem produksi sendiri, konsumsi sendiri, hingga ekonomi berdasarkan
produksi untuk pasar, tetapi masih dengan perbedaan kerja, organisasi dan
volume produksi yang lebih terbatas daripada hal-hal serupa itu dalam system
ekonomi pada masyarakat industri.Daerah Negara Republik Indonesia autonom
tingkat terendah, setingkat dengan kota kecil (UU RI No.22/l948). Desa
“bentuk baru” yang diatur oleh Inlandsche Gemmeente Ordonantie; dengan
adanya UU tentang Pemerintahan di daerah
No.5/l974, “desa bentuk baru” itu
tidak ada lagi; kemungkinan mengadakannya dengan UU tersendiri
tetap
ada.
B.
Proses Terjadinya Desa
Secara
ringkas dapat disimpulkan proses terjadinya desa alami ini melalui 4 tahapan,
dimana setiap tahap memerlukan waktu yang cukup panjang.
Adapun
tahap-tahap tersebut :
1. Tahap
pembentukan kelompok yang mempunyai kebutuhan sama, baik lahir maupun batin
(unity community).
2. Tahap
pembentukan kesatuan hukum (unity normatif).
3. Tahap
pembentukan kesatuan organisasi atau kepemimpinan (unity leardership) dan,
4. Tahap
pembentukan kesatuan wilayah (unity geografis).
Ciri-ciri dan kekhasan dari desa alami serba Terbatas sarana dan prasarananya adalah
:
1. Perkembangannya
lambat;
2. Adat
istiadatnya khas dan sangat mengikat (serba tradisional);
3. Hubungan
sesama anggota masyarakat erat dan rasa solidaritasnya tinggi, karena pada
umumnya berasal dari satu keturunan;
4. Tata
ruangnya kurang teratur;
5. Sarana
dan prasaranya kurang lengkap kecuali yang telah maju;
6. Jiwa
swadaya masyarakatnya cukup tinggi (gotong royong);
7. Proses
terjadinya, bermula dari satu kumpulan masyarakat, ada aturan, organisasi, lalu
menentukan batas wilayah;
8. Taraf hidup masyarakatnya tidak merata, ada yang
memiliki tanah luas dan sempit, bergantung kerajinan dalam membuka lahan hutan
di sekitar wilayahnya.
C.
Sikap Masyarakat Pedesaan
Sikap masyarakat pedesaan
yang mendukung, dan ada pula yang menghambat pembangunan
desa.
1.Sikap
yang mendukung
Sikap
posetif yang mendukung dalam perkembangan desa dan perlu dipertahankan antara
lain :
1.
Sikap gotong royong : Sikap gotong royong adalah
kebiasaan melaksanakan suatu pekerjaan secara bersama-sama. Masyarakat desa
umumnya mempunyai sikap gotong royong yang tinggi. Sikap tersebut merupakan
ciri masyarakat Indonesia pada umumnya. Banyak pepatah yang melambangkan
kegotongroyongan masyarakat desa seperti “berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing”. Sikap gotong royong ini terlihat jika seseorang membangun rumah di
desa, tetangganya tidak perlu dipanggil lagi, mereka akan berdatangan untuk membantu secara ikhlas
tanpa mengharapkan upah dan tidak pernah mengenal apa yang disebut UMR (upah
minimu regional). Sikap
tersebut semakin tampak, jika mengerjakan fasilitas umum seperti rumah ibadah, jalan dan lain-lain.
2. Kepemimpinan Desa : Seorang
pimpinan di desa berpengaruh, terutama pimpinan informal yang mempunyai ikatan batin seperti tokoh
adat, kepala-kepala suku/klen dan tokoh agama. Tak mengherankan jika apa yang
dikatakan pimpinan selalu siap dilaksanakan. Bahkan, seringkali petuah-petuah tokohnya dijadikan patokan
hidup. Oleh karena itu, seringkali masyarakat desa tidak mau menerima sesuatu
inovasi, bila tokohnya belum menerima. Sebaliknya jika tokohnya sudah setuju,
dengan mudah masyarakat mengikuti inovasi yang disampaikan. Demikian pula
ketaatan terhadap tokoh formal yang mempunyai kekuatan hukum. Sikap
tersebut semakin tampak seadainya tokoh
informal tersebut sekaligus tokoh agama atau tokoh adat. Suatu usaha operasional
pelaksanaan program pembangunan di desa tanpa melibatkan tokoh-tokoh informal
tersebut dapat dipastikan akan mengalami kesulitan/hambatan, karena mereka
merasa tidak dihargai atau diremehkan/dilampaui..
3.
Sikap
Bersaing : Masyarakat desa pun mempunyai sikap ingin menunjukkan kemampuan dari
atau kelompoknya. Sebagai contoh jika tetangga berhasil menanam cabai dan
mendapatkan uang banyak, maka warga lainnya tidak mau kalah, mengikuti menanam
cabai. Sikap bersaing ini dapat di manfaatkan untuk memacu masyarakat agar mau
berlomba dalam meningkatkan taraf hidup dan membangun desanya.
4. Kebebasan
berbicara : Masyarakat desa bersifat demokrasi.
Di desa
kebebasan berbicara dan memilih pemimpin betul-betul dapat dilaksanakan. Masyarakat
tidak terikat oleh birokrasi yang berbelit-belit sehingga dengan mudah dapat
mengemukakan pendapatnya baik di forum maupun di luar forum. Jika ada pemimpin
yang bersalah, maka warga desa langsung angkat bicara.
5.
Kesediaan
untuk menerima inovasi :
Karena sikap yang polos dan
keingintahuannya cukup tinggi terhadap sesuatu yang baru, maka mereka mudah
menerima inovasi baru demi kemajuan desa. Syaratnya inovasi tersebut tidak
bertentangan dengan sosial budaya setempat, tokohnya sudah menyetujui, mudah
dimengerti, dan sesuai dengan alam pikiran mereka.
2.Sikap Yang menghambat :
Sikap warga yang mengahambat
dalam pembangunan desa antara lain :
1. Sikap
pasif : Pada umunya masyarakat desa
bersikap pasif dan kurang agresif. Segala kegiatan tidak akan dilaksanakan
tanpa perintah dari pimpinan tradisionalnya. Sedikit sekali inisiatif untuk
melakukan hal-hal baru dalam pembangunan di desanya.
2. Famili
sentris : Famili sentris yaitu sikap yang selalu mengaitkan suatu masalah
dengan hubungan darah (famili). Hal tersebut tampak misalnya pada sikap mau
bekerja sama, bila dengan keluarga, atau jika yang memimpin adalah keluarganya.
Mereka baru mau mendukung pimpinan atau mengangkat bawahannya karena berasal
dari keluarganya.
3.
Apatis
:
---Apatis yaitu sikap acuh
terhadap permasalahan lingkungan.
---Adapun yang terjadi di
sekelilingnya tidak perduli, yang penting bisa hidup tenang.
4.
Oriantasi
pada masa lampau :
Sikap masyarakat yang
selalu menjadikan masa lampau sebagai patokan-patokan hidup, kurang melihat ke
depan dan tidak melihat perkembangan sekarang. Karena dulu nenek moyang
melakukan sesuatu hal yang dianggap baik atau yang sudah di adatkan, meskipun
tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman, tetap saja mereka menganggap itu yang
terbaik.
5.
Menyerah
kepada takdir : Bila diajak ke arah kemajuan, masyarakat desa selalu mengelak
bahwa takdirnya sudah demikian, sehingga tidak mau berusaha lagi.
Sifat utama dari masyarakat
desa ini perlu sekali dipahami oleh berbagai pihak luar, sebelum sebuah program
pemerintah akan dilaksanakan di desa.
D.
Aspek-aspek Kultur Masyarakat Desa
Ciri-ciri
Kebudayaan tradisional masyarakat desa.
Pembahasan
dalam bagian ini akan menjangkau sejauh mungkin gambaran-gambaran spesifik
masyarakat desa.
Menurut Paul
H.Landis (1948) sejauh mana besar kecilnya pengaruh terhadap pola kebudayaan
masyarakat desa akan ditentukan oleh :
1.
Sejauh
mana ketergantungan mereka terhadap pertanian,
2.
Tingkat
teknologi mereka,
3.
Sistem
produksi yang diterapkan.
Ketiga faktor tersebut
secara bersama-sama menjadi faktor determinan bagi terciptanya kebudayaan
tradiskional, yakni kebudayaan tradisional akan tercipta apabila, masyarakat
amat tergantung kepada : ---pertanian,
---tingkat teknologinya
rendah,
---produksinya hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Mengacu kepada pendapat
Paul H Landis, yang dikutip Jabrohim, ED,
2003 : 181-184), dalam garis besarnya ciri-ciri
kebudayaan tradisional masyarakat desa adalah sebagai berikut :
1.
Adopsi
terhadap alam, Sebagai konsekuensi dari ketidak berdayaan mereka terhadap alam,
maka masyarakat desa demikian ini mengembangkan adopsi yang kuat terhadap
lingkungannya.
Pertanian sangat tergantung kepada :
·
(a).
keadaan atau jenis tanah, tingkat kelembaban,
·
(b).
ketinggian tanah,
·
(c).
topografi,
·
(d).
banyaknya curah hujan dan
·
(e).
lainnya, dimana lingkungan alam dengan elemen-elemen seperti itu cukup
bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
Maka masyarakat desa
mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai kekhususan
lingkungan alam itu, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola
kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas
lingkungannya.
2.
Pola
adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya tingkat
inovasi masyarakatnya. Petani bekerja dengan
alam, elemen-elemen alam sebagaimana disebutkan di atas (jenis tanah,
tingkat kelembaban, ketinggian tanah dan sebagainya). Sekalipun bervariasi
tetapi mengandung keajegan dan keteraturan tertentu. Dengan tingkat kepastian
yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut, maka mereka
tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semuanya serasa
telah diatur dan ditentukan oleh alam.
3.
Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian
masyarakatnya. Seperti dikemukakan oleh O.E.Baker (dalam PH Landis, 1948), Sebagai
akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan filsafat
hidup agamis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu
kesatuan. Refleksi semacam ini dalam hubungan antar manusia adalah tebalnya
rasa kekeluargaan dan kolektifitas.Pengaruh alam juga terlihat pada pola
kebiasaan hidup yang lamban.
4.
Kebiasaan hidup lamban ini disebabkan karena, mereka
sangat dipengaruhi oleh irama alam yang ajeg dan lamban. Tanaman yang tumbuh
secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati proses-proses
serta tahapan tertentu yang ajeg dan lamban. Dengan rekayasa tertentu orang
dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti memutar mesin. Maka
masyarakat desa sering dicap statis, bukan hanya karena mereka tidak inovatif,
tetapi juga karena lamban.
5.
Dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat desa juga
mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhyul. Takhyul dalam hal
ini merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka disebabkan karena
tidak dapat memahami dan menguasai alam secara benar; C.C.Taylor dalam hubungan
ini telah mengidentifikasi adanya 467 jenis takhyul dikalangan petani Amerika
Serikat, tatkala mereka belum menjadi petani modern. Lebih dari seperempat
jenis takhyul itu berkaitan dengan iklim, udara, tanaman dan bintang-bintang. Takhyul
yang berkaitan dengan pengaruh bulan terhadap pertanian juga mereka kenal. (Rahardjo, 1999 : 65).
6.
Sikap yang pasif dan adaptatif masyarakat desa terhadap
alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja.
Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitektur rumah dan alat-alat pertanian,
yang serba sederhana pula.
7.
Ketundukan masyarakat desa terhadap alam juga menyebabkan
rendahnya kesadaran mereka akan waktu. Hal ini dapat dimengerti, karena alam
memiliki irama sendiri. Alam tidak menempatkan orang ke dalam kotak-kotak
waktu, melainkan orang sendirilah yang menciptakan kotak-kotak waktu tersebut.
Tanaman memiliki proses alami dengan paket waktu tersendiri terlepas dari
peraturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang alami
itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
8.
Besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan orang desa
cenderung bersifat praktis. Artinya mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan
dan ornamen-ornamen. Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat desa juga
cenderung kurang mengindahkan etika
dalam kelompok dan lingkungan primer, saling akrab, sangat mengenal satu sama
lainnya. Dalam situasi semacam ini kurang memungkinkan mereka untuk
menyembunyikan sesuatu dari teman atau tetangga mereka. Maka mereka tidak perlu
berbicara panjang lebar dan berbasa-basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh
dan berkembangnya sifat-sifat jujur, terus terang dan suka bersahabat.
9.
Pengaruh
alam juga mengakibatkan terciptanya standar moral yang kaku dikalangan
masyarakat desa; moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sesuatu yang
absolut, tidak ada kompromi antara yang baik dan yang buruk. Cenderung pada
pemahaman yang bersifat hitam-putih. Dengan kata lain, tidak ada pengertian
yang bersifat relatif mengenai baik dan buruk. Sebagaimana dikemukakan diatas, besar
kecilnya pengaruh alam ini tergantung kepada sejauh mana ketergantungan mereka
terhadap alam, tingkat teknologi mereka,
dan, sistem produksi yang diterapkan.
10. Pola kebudayaan semacam ini
akan menjadi semakin pudar, seiring dengan kemajuan terhadap meningkatnya
kemampuan untuk mengendalikan alam, serta tujuan produksi yang semakin
beroriantasi pada pencarian keuntungan. (Jobrohim,
ED, Menggapai Desa Sejahtera Menuju Masyarakat Utama, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003 :177-184).
E. Kelembagaan Desa
Lembaga merupakan fenomena
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, bukan saja fungsinya untuk
menjaga dan memepertahankan nilai-nilai yang sangat tinggi dalam masyarakat, melainkan
juga berkaitan erat dengan pencapaian pelbagai kebutuhan manusia. Secara umum
dalam suatu masyarakat, lembaga yang penting peranannya antara lain lembaga
pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama dan keluarga. Sedangkan pada
masyarakat desa, lembaga sosial yang terlihat menonjol perannya adalah lembaga
pemerintahan, disamping lembaga agama dan keluarga.
Sebagaimana kita ketahui,
bahwa keberadaan lembaga merupakan respons terhadap kebutuhan yang ada dalam
masyarakat; maka apabila ada kebutuhan baru muncul, muncul pula tuntutan
terhadap adanya lembaga baru yang dapat melayani tuntutan tersebut.
Lembaga-lembaga lama,
dengan semakin maraknya
kebutuhan-kebutuhan baru, akan semakin terdesak dan menjadi kurang
berfungsi, seperti terlihat pada lembaga gotong-royong. Saat ini sejalan dengan semakin merasuknya sistem
ekonomi uang ditengah kehidupan masyarakat desa di samping perubahan-perubahan
kebudayaan yang diakibatkan oleh peranan media massa, maka lembaga
gotong-royong telah mengalami perubahan dan pergeseran-pergeseran. Sambatan (pekerjaan/hajatan)
dalam membangun rumah, dalam penggarapan sawah, misalnya saat ini system
gotong-royong semakin tergeser oleh sistem upahan. Demikian juga gotong-royong
untuk kepentingan desa, juga semakin dipaksakan keberadaannya, sehingga sering
dilangasi oleh mobilisasi, bukan partisipasi dan sering pula diantara warga
masyarakat menggantinya dalam bentuk sumbangan uang. Maka banyak pihak yang menilai lembaga
gotong-royong ini telah pudar. Demikian pula,
lembaga-lembaga adat lainnya yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman saat
ini, juga semakin pudar keberadaannya. Menyangkut lembaga pimpinan
desa lama, sesuai dengan tuntutan perkembangan, dipenuhi hanya dengan
lembaga-lembaga baru, program-program pembangunan memang memerlukan lembaga-lembaga
modern yang mampu menjadi wahana bagi pelaksanaannya.
Namun karena program
tersebut merupakan suatu program nasional, maka secara umum, kurang mampu
mengakomodasi keragaman di tingkat daerah/desa. Akibatnya lembaga baru yang
diciptakan sebagai wahana bagi program-program pembangunan nasional tersebut
menjadi kurang efektif. Sekalipun
desa-desa di negara kita telah diklasifikasikan secara garis besarnya menjadi tiga
type (desa swadaya, swakarya, dan swasembada) yang membedakan tingkat
kemajuannya, namun tipologi ini belum mampu menjaring secara obyektif
keberagaman yang ada didesa-desa saat ini. Sebenarnya tidak seluruhnya dapat
disebut lembaga dalam arti sebenarnya. Sebagiannya adalah merupakan
badan-badan, organisasi-organisasi atau kegiatan-kegiatan yang bersifat
sementara yang keberadaannya berkaitan dengan suatu pelaksanaan program-program
pembangunan tertentu.
Misalnya pelaksanaan BIMAS/INMAS telah menuntut
dibentuknya unit desa, yang kemudian
untuk mewadahi kegiatan-kegiatan yang rutin dan teratur muncullah BUUD (Badan
Usaha Unit Desa) yang berkembang menjadi KUD (Koperasi Unit Desa). Di sektor kesehatan misalnya telah
merencanakan keberadaan PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) di tingkat kecamatan dan POSYANDU (Pos
Pelayanan Terpadu) di tingkat Desa. Sedangkan yang bersifat khusus, temporer
dan terletak pada suatu departemen tertentu, dalam pelaksanaannya umumnya
ditangani atau dikelola oleh pemerintah Desa atau LKMD.
F.Kepemimpinan Dalam Desa
Di desa selalu ada dua
tokoh kepemimpinan, yaitu tokoh informal dan
tokoh formal yakni :
1.
Tokoh
informal merupakan tokoh yang mempunyai kekuatan ikatan batin dengan warganya
sehingga besar pengaruhnya.
2.
Tokoh
informal yang dominan, misalnya tokoh agama dan tokoh adat, kepala-kepala suku.
Tokoh-tokoh inilah dapat
menentukan berhasil tidaknya suatu pelaksanaan pembangunan di desa. Apabila
tokoh-tokoh ini tidak dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan,
akan timbul perasaan tersinggung, merasa tidak dihormati sebagai tua-tua desa,
yang dapat menghabat pelaksanaan pembangunan. Tokoh formal merupakan
pemerintahan desa yang mempunyai kekuatan hukum. Kedua tokoh tersebut tidak
dapat dilepaskan peranannya untuk menggerakkan masyarakat dalam pembangunan
desa.
A.
Pemerintahan Desa
Pemerintah
desa adalah pelaksana kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang terendah
langsung dibawah camat. Masalah
pemerintahan desa telah diatur dalam UU No.5 Tahun l979 yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.1 Tahun l981.
Susunan
organisasi pemerintahan desa terdiri dari :
1.
kepala
desa,
2.
sekretaris
desa,
3.
kepala
dusun, dan
4.
kepala
urusan.
1.Kepala Desa (Kadesa)
Kepala Desa, memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa. Kedudukannya sebagai alat pemerintah daerah
terendah langsung di bawah camat.
Tugas kepala desa adalah :
1.
Menjalankan
rumah tangga desanya sendiri, menjalankan urusan pemerintahan, melaksanakan
program pembangunan pemerintah baik yang
berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
2.
Penyelenggaraan
pemerintahan desa termasuk di dalamnya pembinaan ketenteraman dan ketertiban di
wilayah desa.
3.
Tugas
lainnya antara lain mengembangkan semangat gotong royong masyarakat dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan desa.
Namun pada umumnya di
desa-desa tradisional terpencil, kepala desanya
adalah kebanyakan tamat/putus dari pendidikan SD, dan terkadang pula
buta huruf, (karena tidak terdapat tenaga lulusan setingkat, SD, SLTP atau SLTA
di desa tersebut), sehingga kurang memahami apa tugas dan fungsinya dalam
pembangunan desa sehingga tidak pernah berkembang. Di perparah pula bahwa,
mereka buta adminstrasi desa seperti apa yang disyaratkan. Dengan demikian kantor desa nyaris tanpa
administrasi. Untuk itu perlu bimbingan
dan latihan terus-menerus dari aparat tingkat kecamatan.
Fungsi
kepala desa adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan
kegiatan rumah tangga desanya sendiri;
2. Menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan di wilayahnya;
3.
Melaksanakan
tugas dari pemerintah;
4. Membina
ketenteraman serta ketertiban masyarakat desa; Melaksanakan koordinasi dalam
menjalankan kehidupan masyarakat desa.
5. Kepala
desa langsung dipilih oleh masyarakat secara bebas dan rahasia.
6. Selanjutnya
disyahkan dan diangkat oleh kepala daerah kabupaten (bupati/walikota) atas nama
gubernur.
7. Masa
jabatan kepala desa adalah 8 tahun dan dapat diangkat kembali pada pemilihan
berikutnya.
2.Sekretaris
desa (Sekdes)
Sekretaris
desa adalah staf pembantu kepala desa dalam bidang kesekretariatan desa. Tugasnya
adalah menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan
di desa serta memberikan pelayanan administrasi kepala desa dan masyarakat.
Fungsi sekretaris desa
adalah :
1.
Melaksanakan
surat menyurat, kearsipan dan laporan;
2.
Melaksanakan
urusan keuangan;
3. Melaksanakan
administrasi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan;
4. Melaksanakan
tugas dan fungsi kepala desa, apabila kades (kepala desa) berhalangan melakukan
tugasnya.
3.Kepala
dusun (kadus)
Dusun
adalah bagian wilayah desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksana
pemerintahan desa. Satu desa biasanya dibagi menjadi beberapa dusun. Setiap
dusun dipimpin oleh kepala dusun (kadus). Kepala dusun berkedudukan sebagai unsur
pelaksana tugas kepala desa dalam wilayah kerjanya. Kedudukan kepala dusun
setingkat dengan kepala lingkungan di kelurahan yang keduanya membawahi Rukun
Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) di wilayah kerjanya.
Fungsi kepala dusun adalah
:
1.Melaksanakan
berbagai kegiatan pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, serta ketenteraman
dan ketertiban di wilayah desanya;
2. Melaksanakan
keputusan desa di wilayah kerjanya;
3. Melaksanakan
kebijaksanaan kepala desa di wilayah kerjanya.
4.Kepala
Urusan (kaur) di Kantor Desa
Kepala
urusan (Kaur) di desa sedikitnya harus ada
tiga dan sebanyak
banyaknya
lima.
Adapun kelima kepala urusan
tersebut adalah :
1.
Kepala
urusan pemerintahan;
2.
Kepala
urusan pembangunan;
3.
Kepala
urusan umum;
4.
Kepala
urusan keuangan, dan
5.
Kepala
urusan kesejahteraan rakyat (kesra).
Bagi desa yang hanya
memiliki tiga kepala urusan biasanya mempunyai
kaur (kepala urusan) umum, kaur pembangunan dan kaur pemerintahan.
Kepala urusan ini berkedudukan sebagai pembantu sekretaris desa dalam bidang
tugasnya masing-masing. Dengan demikian tugas dan fungsi dari kepala urusan
adalah, menjalankan kegiatan kesekretariat
desa pada bidangnya
masing-masing. Perangkat desa (sekdes,
kadus, dan kaur) diangkat oleh camat atas nama pemerintah daerah kabupaten.
Pengangkatannya atas usul kepala desa hasil musyawarah LMD.
B. Lembaga Musyawarah Desa
(LMD)
Sebagai pelengkap dari UU
No.5 Tahun l979 tentang pemerintahan desa maka dikeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.2 Tahun l981 tentang pembentukan “Lembaga Musyawarah Desa
(LMD).”LMD merupakan lembaga permusyarawatan yang keanggotaannya terdiri dari kepala-kepala
dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan pemuka masyarakat desa sebagai perwujudan
demokrasi Pancasila di desa. LMD ini dipandang sebagai ‘Wakil-wakil Rakyat Desa’
(WRD) pada penentuan kebijaksanaan pembangunan di desanya. Dengan demikian LMD
berfungsi sebagai, pembawa aspirasi rakyat desa. Pada LMD inilah
tokoh informal dan tokoh formal di pertemukan, sehingga dapat seiring dan
sejalan dalam memajukan desa.
Susunan keanggotaan
LMD diketuai oleh kades (kepala desa)
dan sekdes (sekertaris desa) sebagai sekretarisnya. Anggotanya
terdiri dari tokoh masyarakat misalnya, tokoh agama, tokoh adat, kepala dusun,
kekuatan sosial politik dan golongan profesi yang bertempat tinggal di desa
tersebut. Pembentukannya di
musyawarahkan oleh kepala desa dan
pemuka-pemuka masyarakat. Hasilnya disampaikan kepada pemerintah kabupaten
melalui camat. Jumlah anggota LMD paling sedikit 9 orang dan
sebanyak-banyaknya 15 orang, tidak termasuk ketua dan sekretaris. Lembaga ini
sebagai wadah permusyawaratan tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai tugas
menyalurkan pendapat masyarakat dalam setiap rencana yang diajukan oleh kepala
desa, sebelum ditetapkan sebagai keputusan desa. Sesuai dengan sifat dan
tugasnya, LMD mempunyai fungsi untuk mengesahkan setiap keputusan desa. Oleh
karena itu, anggota LMD berkewajiban memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kenyataan yang berkembang di masyarakat dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat untuk di musyawarahkan dalam rapat musyawarah desa.
C.
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)
LKMD
merupakan penyempurnaan dari ‘Lembaga Sosial Desa’ (LSD) setelah adanya UU
No.28 Tahun l980 Tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi LSD menjadi LKMD.
LKMD
bidang garapannya menyangkut :
Seluruh
aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan
(poleksosbudhankam). LKMD ini merupakan wadah menampung aspirasi partisipasi,
kegiatan, dan peranan masyarakat dalam pembangunan di daerah pedesaan. Lembaga
ini mempunyai tugas : membantu kepala desa di bidang perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, serta menggerakkan partisipasi secara aktif dan positif untuk melaksanakan
pembangunan dari pemerintah maupun swadaya gotong royong masyarakat. Tugas
lainnya yaitu, menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka
mengembangkan ketahanan di desa/kelurahan.
Fungsi LKMD antara lain :
1.
Sebagai
wadah partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan;
2.
Menanamkan
pengertian dan kesadaran penghayatan serta pengamalan Pancasila;
3.
Menggali,
memanfaatkan semua potensi, serta menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan;
4.
Sebagai
sarana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat serta antarwarga masyarakat
itu sendiri;
5.
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat;
6.
Membina
dan menggerakkan potensi pemuda untuk pembangunan;
7.
Meningkatkan
peranan wanita dalam mewujudkan keluarga sejahtera;
8. Membina
kerjasama antarlembaga yang ada dalam masyarakat untuk membangun;
9. Melaksanakan
tugas-tugas lain dalam rangka membantu pemerintah desa/kelurahan untuk
menciptakan ketahanan yang mantap.
Susunan
organisasi LKMD terdiri dari : ketua
umum, ketua l, ketua II, sekretaris, bendahara, dan sepuluh seksi. Ketua umum
dijabat kepala desa, Ketua I adalah tokoh masyarakat yang dipilih dalam
musyawarah LKMD. Ketua II dijabat oleh ketua PKK yaitu istri kepala desa.
Adapun
seksi-seksi dalam LKMD terdiri dari 10 seksi sebagai berikut :
1.
Seksi
agama
2.
Seksi
pembudayaan P4
3.
Seksi keamanan dan ketertiban (kamtibmas)
4.
Seksi
penerangan
5.
Seksi
lingkungan hidup
6.
seksi
pembangunan, perekonomian, dan koperasi
7.
Seksi
kesehatan, kependudukan, dan KB
8.
Seksi
pemuda, olah raga, kesenian
9.
Seksi
kesejahteraan sosial
10.
Seksi
pembinaan kesejahteraan keluarga.
Yaa …!!!!!
Mereka ini, ibarat “Menteri Kabinet” di Tingkat Desa (MKTD)
D.
Lembaga Kewanitaan Desa PKK
Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), merupakan salah satu bagian dari LKMD. Sasarannya
adalah agar kaum wanita desa aktif dan berpartisipasi dalam pembangunan desa.
PKK diketuai oleh istri kepala desa yang sekaligus sebagai Ketua II LKMD.
Tujuan
dari organisasi tersebut dalam rangka membina dan mengembangkan
kesejahteraan keluarga terdiri dari 10 segi PKK yaitu :
1.
Penghayatan
dan pengamalan Pancasila
2.
Gotong
royong
3.
Pangan
4.
Sandang
5.
Perumahan
dan tata laksana rumah tangga
6.
Pendidikan
dan ketrampilan
7.
Kesehatan
8.
Pengembangan
hidup berkoperasi
9.
Kelestarian
lingkungan hidup dan,
10.
Perencanaan
sehat.
Jika 10 (sepuluh) program
ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh secara rutin, maka
desa/keluarahan akan
sejahtera lahir dan bathin. Namun bagaimana kenyataan implikasinya di
lapangan? Masih perlu dipertanyakan.
E. Lembaga-lembaga Lain
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan lain yang berkembang di pedesaan antara lain :
·
lembaga
adat
·
lembaga
keagamaan yang ada di desa tersebut
·
yayasan
sosial dan pendidikan
·
organisasi
kepemudaan (Karang Taruna), Pemuda keagamaan, Pramuka, KNPI (Komite Nasional
Pemuda/Pelajar Indonesia & AMPI (Angkatan Muda Pemuda/Pelajar Indonesia),
dan lainnya.
·
ormas
(organisasi masyarakat) politik atau agama, cabang atau perwakilan di tingkat
desa/kelurahan
·
orpol (organisasi politik) komisariat desa dari
partai-partai yang ada
·
kelompok
tani atau nelayan dan
·
kelompencapir.
F. Rukum Kampung (RK)
Lembaga
lain, yang berperan langsung dalam dinamika pembangunan desa adalah :
Rukun
Kampung (RK). RK merupakan suatu kesatuan wilayah hukum, di bawah dusun yang
berhak menjalankan rumah tangganya sendiri. Kedudukan RK setingkat dengan RW
(rukun warga), namun RW di bawah lingkungan yang berkedudukan di kelurahan (di
perkotaan). RK/RW dipimpin oleh seorang
ketua yang dipilih dari dan oleh warga masyarakat secara langsung. Dalam
melakukan tugasnya RW/RK dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan
seksi-seksi (seksi agama, seksi wanita/PKK, seksi pemuda dan olah raga, seksi
kesra, dan seksi pembangunan). Wilayah RK/RW dibagi lagi menjadi beberapa RT
(Rukun Tetangga) adalah struktur/lingkungan
terendah di tingkat desa/kelurahan, yang berfungsi menjalankan tugas dan
peranan RK/RW pada wilayah masing-masing. Biasanya batas wilayah RT ini
ditandai oleh suatu komplek perumahan pada suatu jalur jalan/gang tertentu yang
jumlah penduduk KK (Kepala Kelurganya) sekitar kurang dari 100 KK.
Susunan
pengurus organisasi RT terdiri dari, ketua, sekretaris, dan bendahara dan
anggota pengurus lainnya sesuai kepentingan/kebutuhan.
Adapun
fungsi dan tugas dari RW/RK adalah :
1.
Menjalankan
tugas dan peran desa di wilayah kampung masing-masing.
2.
Membangkitkan
dan membina partisipasi warga masyarakat dalam membangun kampungnya.
3.
Mengatur
rumah tangganya sendiri.
4.
Membina kerukunan, keamanan, dan ketertiban kehidupan
warga masyarakat.
5.
Menjalankan administrasi masyarakat di wilayah kerjanya
(misalnya pendataan keluarga melalui kartu keluarga/KK dan megeluarkan surat
untuk keperluan masyarakat yang berhubungan dengan desa/kelurahan).
6.
Mengembangkan sikap gotong royong dan saling tolong
menolong dalam kehidupan warga masyarakat melalui lembaga yang ada (lembaga
keagamaan, iuran kematian, posyandu, kependudukan dan lain-lain).
Jika kita
melihat jumlah ‘wadah organisasi’ dan ‘personilnya’ yang terlibat di desa
seperti yang diutarakan di atas, dapat kita bayangkan, betapa banyaknya anggota
masyarakat desa yang terserap ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan
pembangunan di desa.
Dapat
dikatakan jumlahnya hampir mencapai 50 % dari populasi penduduk desa yang terserap
dalam pengurusan desa, dan Lembaga-lembaga di desa tersebut yakni:
1.
RT
(Rukun Tetangga)
2.
RW
(Rukun Warga),
3.
LKMD, (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa),
4.
PKK
(Pendidikan Kesejahteraan Keluarga),
5.
Karang Teruna, (pemuda-pemudi Desa)
6.
Organisasi
Keagamaan,
7.
Perwakilan
Partai politik,
8.
Organisasi
olah raga,
9.
Lemaga-lembaga
adat,
10.
Kesenian,
11.
Organisasi
profesi,
12.
Koperasi,
13.
Organisasi
petani, (Kelompok Tani, Kelompencapir)
14.
Organisasi
nelayan,
15. KUD (Koperasi Unit Desa) dll. yang terlibat langsung dalam
pembangunan desa/kelurahan.
Inilah
potensi SDM (Sumber Daya Manusia) suatu
desa yang tak terbilang banyaknya, dalam katagori Man
Power pembangunan handal, jika didayagunakan semua potensi yang dimiliki desa. Bila
semua ini benar-benar dimanfaatkan dan di dayagunakan dengan berbagai program-program
yang ada dengan sebaik-baiknya, sudah dipastikan desa tersebut akan makmur dan
sejahtera. Guna memajukan suatu desa menuju modernisasi yang dicita-citakan,
maka perlu menciptakan “Suatu Strategi Pemberdayaan Pembangunan di Desa yang
rinci dan tepatguna, berdayaguna serta
berhasilguna, yang akan dilaksanakan oleh Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan
yang disebutkan di atas melalui dorongan moral, yang ditunjang oleh berbagai
bantuan, fasilitas dan, perhatian pemerintah secara sungguh-sungguh. Potensi SDM desa ini
dapat berjalan hanya dengan menerapkan “manajemen, kepemimpinan, oraganisasi, dan kedisplinan’
yang baik dan
benar.Tetapi tanpa “Manajemen Yang Baik”, semua lembaga desa ini hanya
namanya saja, dan disebut sebagai :
1.
Lembaga atau “Organisasi Tidur,”
2.
Kemudian menjadi “Organisasi Mati Suri”, dan terakhir,
3. Organisasi “Mati Benaran” alias tanpa berfungsi apa-apa dan
akibatnya menyebabkan desa tidak berkembang sama sekali.
Kenyataan demikian yang
dirasakan selama ini di seluruh Indonesia. Inilah penyebab “kemiskinan” dalam
arti luas. Yang bertanggung jawab atas semua ini adalah Gubernur, Bupati, Walikota,
Camat, hingga Kepada Desa dan Lurah. Mereka gagal dalam pembinaan dan
pengarahan massa, dalam memodernisasi pedesaan. Ini
harus dipakai sebagai satu “tolok ukur” “penilaian sukses tidaknya” bagi seorang
gubernur, bupati, camat, walikota, lurah, dan kepala desa. Jika terjadi kegagalan
demikian, maka sebaiknya para pejabat tersebut segera “mengundurkan diri”, dan
tidak selalu harus terikat dengan “masa jabatannya” yang telah ditetapkan, jika
tidak menunjukkan presatasi yang menjadi target utama dalam pembangunan di
suatu wilayah.
Untuk kepentingan itu,
perlu dirubah Undang-undang Pemerintahan
Dalam Negeri yang mensyaratkan, bila seorang
pejabat baik Kepala Negara, maupun pimpinan daerah yang tidak menunjukkan
kemajuan pembangunan di wilayahnya, dalam masa jabatannya, maka dapat di
gantikan, dengan pejabat baru/wakilnya. Hal ini untuk tidak menghambat gerak laju
pembangunan yang sedang digalakkan. Sebagai contoh Pemilihan Kepala
Daerah, maupun para pejabat Negara, sekarang ini, lebih banyak bernuansa
politik semata, tetapi bukan berdasarkan klasifikasi profesionalisme, sehingga
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, ia harus memerlukan sekian jangka
waktu tertentu untuk belajar dan bertanya sana sini, baru dapat menjalankan
tugas yang sebenarnya.
Sebenarnya yang paling
berkompeten menduduki pimpinan suatu lembaga, baik di tingkat pusat maupun di
daerah, adalah mereka yang telah berstatus senior bertahun-tahun mengabdi pada
tingkat Departemen tertentu. Sedang pejabat-pejabat yang sekarang terpilih,
bukan berasal dari tenaga professional dalam bidangnya. Inilah kelemahan dalam
system pengrengrutan pejabat yang diatur
dalam UU Pemilu kita. (The Wrong Men In
The Right Place). Sekarang ini yang
menjadi seorang gubernur, bupati,
walikota, bukan berasal dari ahli kepamongprajaan, melainnkan mereka yang
berasal dari orang swasta, yang notabene, buta dalam pemerintahan dan
pengendalian masyarakat, dll.Inilah sisi negatif dari Undang-Undang Pemilu di
Indonesia, yang tidak memperkenankan Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota suatu partai politik. Dengan
demikian tidak ada harapan bagi para profesional di bidangnya masing-masing, untuk terpilih
sebagai gubernur, bupati, walikota, dan menteri di kabinet sekalipun.
Sebenarnya Wakil Peresiden
Jusuf Kalla pernah mengatakan, bahwa sebenarnya PNS
(Pegawai Neferi Sipil) dapat
memasuki bidang politik dan menjadi anggota Partai Politik. Namun
hingga kini belum menjadi
kenyataan.
Lebih tepat apabila PNS
memiliki sebuah Organisasi Profesi tersendiri
yang dapat dipersamakan statusnya dengan Partai Politik yang ada
sekarang, dimana memiliki pengurus dan anggota PNS, yang dapat memilih dan
dipilih.Sebenarnya dalam wadah Organisasi Profesi PNS ini hampir dapat
dikatakan sebagai gudangnya orang-orang
berpengalaman dan profesional dalam
berbagai sektor yang handal dan menguasai masalah-masalah yang ada dan solusinya,
jika dibandingkan dengan pimpinan-pimpinan yang berasal dari Partai Politik. Karena itu perlu menyempurnakan UU Pemilu dan
UU lainnya yang bertalian dengan Kepartaian di Indonesia dimasa datang. Mereka
ini adalah sebenarnya lebih dikatakan sebagai The Right Men on The Right Place. Misalnya seorang
Menteri yang berasal dari partai politik, belum tentu menguasai berbagai masalah
dalam departemennya melibihi seorang Direktur Jenderal atau seorang Direktur suatu
Departemen misalnya.
G. Berbagai
Instansi Pemerintah Yang Terkait
Langsung Dalam Pembangunan Desa.
Instansi-instansi
tersebut memiliki keterkaitan dengan desa melalui bagian yang sering dihubungkan
langsung seperti disebutkan berikut ini :
1.
Departemen Hamkam (Pembina keamanan Babinsa dari Koramil
dan Bimpolda dari Polsek).
2.
Depat
P & K (Penilik SD, penilik olah raga, penilik pendidikan).
3.
Depat.
Kesehatan (Dokter, juru rawat, sanitarian di Puskesmas).
4.
Depat.
Pertanian (Penyuluh Pertanian Lapangan atau PPL), mantri kehewanan, polisi
hutan, penyuluh penghijauan, mantri perikanan).
5.
Depat
Pekerjaan Umum (Petugas pengairan P3S).
6.
Depat
Tenaga Kerja (TSKT), Sarjana penggerak pembangunan desa).
7.
Dept.
Transmigrasi (Bagian penerangan).
8.
Depat.
Sosial (TKSS, PSM, dan PSK).
9.
Depart.
Penerangan (Juru penerangan).
10.
Depat. Perdagangan dan Koperasi (Petugas penerangan KUD).
11. Depat. Perindustrian (Petugas
proyek BIPIK).
12. Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional/BKKBN (Petugas lapangan keluarga berencana).
13. Bank Rakyat Indonesia (Petugas
BRI unit desa)
14. Perguruan Tinggi (Mahasiswa
KKN) dll.
Instansi-instansi
terkait tersebut merupakan,
1.
motivator,
2.
pendamping,
3.
pembina,
4.
pengawasan
dan,
5.
evaluasi
pembangunan di desa.
Dengan demikian sebenarnya
sudah terdapat sekian banyak, perwakilan berbagai dinas teknis baik dari tingkat pusat
maupn daerah yang seharusnya berperan aktif mendorong dan membantu penduduk
desa dalam memotivasi, dan sebagai pendampingan dalam pembangunan desa. Tetapi bagaimana
kenyataannya di lapangan, sudah berfungsikah mereka? Ternyata nama-nama instansi tersebut di atas,
kurang dikenal orang desa dan kedengarannya sangat asing bagi mereka, apalagi
hasil karya nyata mereka; tidak/kurang sekali dirasakan penduduk desa.
Akibatnya, nasip dari
instansi terkait di atas serupa dengan nasip organisasi masyarakat desa yang sudah
disebutkan di atas yakni :
---”Instansi Tidur, kemudian menjadi
---“Instansi Mati Suri” dan terakhir
---“Instansi Mati Beneran/Sungguhan)”.
Pertanyaannya : Ini salah siapa?
H. Klasifikasi Desa
Menurut Instruksi Menteri Dalam
Negeri Nomor 11 Tahun l972 Tentang Pelaksanaan Sistem Klasifikasi dan Tipologi
Desa di Indonesia, desa di kelompokan menjadi lima tipe yaitu :
1.
Desa
tradisional,
2.
Desa
swadaya,
3.
Desa
swakarya,
4.
Desa
swasembada.
5.
Desa
Pancasila.
(1). Desa Tradisional
Tipe Desa tradisional.
Tipe Desa Tradisional semacam ini,
kebanyakan kita jumpai pada masyarakat suku-suku terasing, dimana seluruh
kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara-cara
pemeliharaan kesehatan, cara-cara memasak makanan dan sebagainya masih sangat
tergantung pada pemberian alam sekeliling mereka, juga tentang pembagian kerja
diantara sesama mereka yang lebih menonjol ialah, pembagian kerja berlandaskan
gender (jenis kelamin). Artinya pada pekerjaan tertentu yang hanya boleh
dikerjakan oleh wanita saja, sedangkan bagi laki-laki tidak dan demikian
sebaliknya. Tetapi ada pekerjaan tertentu yang dilaksanakan, baik oleh
laki-laki, perempuan maupun anak-anak.
(2). Desa Swadaya
Desa swadaya merupakan desa tertinggal
yang terikat dengan adat istiadat sehingga sering disebut sebagai desa
tradisional :
Perekonomian
masyarakat masih tergolong miskin. Sebagian besar penduduk masih
bergerak di sektor primer. Potensi alam belum banyak dimanfaatkan secara
optimal karena sarana dan prasarana penunjangnya masih kurang/terabaikan.
Masyarakatnya sangat tergantung pada ketrampilan dan kemampuan pimpinannya.
Kehidupan masyarakat disini sangat tergantung pada faktor-faktor alam yang
belum diolah dan dimanfaatkan dengan baik. Susunan kelas dalam masyarakat masih
bersifat vertikal dan statis serta kedudukan sekarang dinilai menurut keturunan
dan luasnya pemilikan tanah.
Secara
umum ciri dari desa swadaya adalah
sebagai berikut :
1. Lebih dari 55% penduduk bermata pencaharian di sektor
primer (berburu, menangkap ikan, dan bercocok tanam secara tradisional).
2.
Produksi
desa masih rendah, di bawah 50 juta rupiah per tahun
3.
Adat istiadat masih mengikat kuat.
4. Pendidikan dan ketrampilan penduduk masih rendah (kurang
dari 30% lulus SD).
5.
Prasarana
masih kurang/terabaikan.
6.
Kelembagaan formal dan informal belum berfungsi dengan
baik.
7.
Swadaya masyarakat masih rendah sehingga pembangunan desa
menunggu instruksi dan biaya dari atasan (pemerintah).
(3). Desa Swakarya
Desa
swakarya adalah desa yang mulai menunjukkan perkembangan di semua bidang di
bandingkan dengan desa swadaya.
Desa ini
lebih tepat disebut sebagai desa transisi. Penduduk mulai ada yang berusaha di
bidang lain di luar sektor primer. Keadaan desa ini sudah mulai disentuh oleh
unsur-unsur dari luar berupa adanya pembagian yang sudah mulai dirasakan oleh
anggota masyarakat. Benih-benih demokrasi dalam pembangunan sudah mulai tumbuh,
artinya sudah tidak lagi semata-mata bergantung pada pimpinan saja. Karya dan
jasa serta ketrampilan mulai menjadi ukuran dalam penilaian, oleh anggota
masyarakat dan tidak pada faktor keturunan serta luas pemilikan tanah,
mobilitas sosial baik itu dalam bentuk yang vertikal maupun horisontal sudah
mulai ada.
Adapun
ciri-ciri dari desa swakarya adalah sebagai berikut :
1.
Mata pencaharian penduduk mulai berkembang dari sektor
primer ke sektor industri.
2.
Penduduk
mulai menerapkan teknologi pada usaha taninya.
3.
Industri
kerajinan rumah tangga mulai bermunculan.
4.
Lebih dari 55% warganya bergerak di bidang sekunder.
5.
Produksi desa berada pada tingkat sedang (Rp.50 – 100
juta/tahun).
6.
Adat istiadat dalam keadaan transisi, ada 4 – 6 adat yang
diterapkan.
7.
Kelembagaan
mulai berkembang ada 4 – 6 lembaga desa yang hidup.
8.
Pendidikan
ketrampilan masyarakat berada pada tingkat sedang, 30 – 60 % telah lulus SD
bahkan ada beberapa yang telah lulus sekolah lanjutan.
9.
Prasarana
desa telah tersedia walaupun belum semua ada, paling tidak 4 – 6 sarana yang
sangat diperlukan masyarakat.
10. Swadaya dan gotong royong
dalam pembangunan desa mulai tampak walaupun tidak sepenuhnya.
(4). Desa Swasembada
Desa swasembada merupakan
desa yang sudah mulai berkembang maju :
Warganya tidak terikat lagi
dengan pola-pola tradisional. Prasarana, kelembagaan, pendidikan, dan ketrampilan
warganya sudah mulai maju. Perekonomian berkembang ke arah
sektor jasa dan perdagangan selain sektor sekunder (industri kerajinan). Selain
itu masyarakat telah maju, dengan mengenal mekanisme pertanian dan teknologi
ilmiah telah mulai digunakan, selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
unsur partisipasi masyarakat sudah aktif, dan norma-norma penilaian sosial
selalu dihubungkan dengan kemampuan dan ketrampilan seseorang. Diantara
masyarakat yang ada, ada golongan pengusaha yang berani mengambil resiko dalam
menanam modal.
Ciri-ciri
desa swasembada adalah sebagai berikut :
1.
Mata
pencaharian sebagian besar penduduk bergerak di bidang jasa dan perdagangan
atau sektor tersier.
2.
Lebih dari 55% warganya bergerak di sektor tersier.
3.
Produksi
desa sudah di atas 100 juta per tahun.
4.
Adat
istiadat tidak mengikat lagi walaupun masih ada sebagian kecil warga yang masih
menerapkan adat istiadat.
5.
Kelembagaan telah berjalan dengan baik sesuai dengan
fungsi tugasnya.
6.
Sedikitnya
terdapat 7 – 9 kelembagaan yang sudah berjalan.
7.
Pendidikan
dan ketrampilan penduduk sudah tinggi.
8.
Lebih
dari 60% warganya telah lulus SD dan sekolah lanjutan, bahkan banyak yang lulus
perguruan tinggi.
9.
Prasarana
dan sarana lengkap dan baik.
10.
Penduduk
sudah punya inisiatif sendiri melalui swadaya dan gotong royong dalam membangun
desanya.
(5). Desa Pancasila
Desa Pancasila semacam ini
merupakan type ideal yang dicita-citakan bersama yaitu dengan tercapainya
masyarakat adil dan makmur (Jetfa Kibo,
1994 :27).
Adapun maksud dan tujuan
mengadakan klasifikasi kelompok desa ini agar para pengambil kebijakan
(pemerintah) memberikan prioritas pelaksanaan pembangunan sesuai klasifikasi/urutan tingkat
ketertinggalan pembangunan kelompok desa
tersebut.
Bila perlu pada tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi juga dibuatkan klasifikasi, seperti
pada level :
1.
Provinsi,
2.
Kabupaten/Kota,
3.
Kecamatan,
Perlu juga dilakukan
klasifikasi seperti pada desa, sehingga diperoleh gambaran, pada tingkat mana wilayah-wilayah
pemerintahan Provinsi tersebut
perlu mendapat perhatian plus, sebagai upaya pemerataan
pembangunan. Apabila dibandingkan pembangunan dewasa ini, maka pembangunan di
Indonesia Bagin Timur sangat tertinggal dengan di Indonesia Bagian Barat.
Oleh karena itu, bagi
wilayah yang tertinggal alias miskin, maka dewasa ini telah ada suatu lembaga
pemerintah yang khusus menangani Daerah Tertinggal adalah, “Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal” perlu perhatian dan kejeliannya dalam pemberian
klasifikasi yang tepat dan adil mulai dari tinggkat desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten hingga propinsi seluruh Nusantara.
Jadi semacam penggolongan/Klasifikasi
tingkat kemiskinan dengan katagori sbb:
1.Provinsi/Kabupaten/Kecamatan/Desa
: Sangat miskin/amat miskin dan ditempatkan pada nomor urut paling atas;
dengan disediakan dana plus selain dana-dana rutin yang ada dengan penetapannya
berdasarkan kenaikan sekian persetasi tertentu yang dianggap memadai, agar
dapat mengejar ketertinggalannya dengan provinsi lainnya.
2.Provinsi/Kabupaten/Kecamatan/Desa
: Miskin ditempatkan dibawah nomor urut 1 di atas dan seterusnya dengan
dana plus yang memadai.
3.Provinsi/Kabupaten/Kecamatan/Desa
: Tidak Miskin.
Bila perlu Provinsi/Kabupaten
yang tidak miskin, menjadi bapak angkat
dari beberapa daerah dengan menargetkan sejumlah anggaran tertentu untuk
diberikan kepada wilayah pemerintahan yang terbilang sangat miskin itu. Untuk
tujuan tersebut tentu melalui suatu
kesepakatan bersama pihak-pihak terkait baik melalui suatu peraturan pusat
autapun suatu Undang-Undang khusus.
Maka perlu
disusun dalam sebuh buku khusus renggking kewilayahan berdasarkan klasifikasi
potensi (atau lebih tepat lagi klasifikasi tingkat kemiskinannya dari
masing-masing tingkat pemerintahan tersebut) : Hal ini perlu oleh karena hingga
sekarang, tingkat-tingkat pemerintahan tersebut dianggap sama/se-level dalam
system pemerintahan dewasa ini, padahal tingkat kemampuan ekonominya terkadang
sangat jauh berbeda antara satu dengan lainnya..
Dengan demikian
penjatahan/alokasi dana-dana
bantuan/subsidi Plus, ke-masing-masing wilayah pemerintahan sesuai rangking kemiskinannya/ketertinggalannya
dalam pembangunan infrastrutural, sarana dan prasarannya demi pemerataan.
Hal ini akan
lebih cepat tercapainya pemerataan dan keadilan pembangunan antardaerah di
Indonesia. Klasifikasi rangking
teratas tingkat kemiskinan/ketertinggalannya suatu
Provinsi/Kabupaten dengan
memperhatikan :Provinsi/Kabupaten tersebut terletak dalam suatu daratan atau
dalam sebuah pulau seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi Papua, atau
terdiri dari banyak kepulauan seperti
Nusa Tenggara Timur dan Maluku yang sulit transportasinya..
I. Ukuran
Lain Tentang Ketertinggalan sebuah desa
Penilaian
hal-hal atau data-data yang menjadi ukuran ketertinggalannya sebuah desa selain
dari sisi pendapatan per-kapita, perlu juga dilihat dari sisi lain yang juga menggambarkan tingkat kemiskinan suatu “Desa Tertinggal”adalah sbb :
1.
Jumlah
penduduk,
2.
Tingkat
penyebaran penduduk
3.
Petensi
Ekonominya
4.
Jumlah
PAD nya (APBD nya),
5.
Luas
wilayah,
6.
Kualitas
dan kuantitas prasarana dan sarana yang dimiliki.
7.
Tingkat
kerawan pangan yang sering muncul
8.
Keadaan
umum tingkat kehidupan masyarakat pedesaannya.
9.
Tingkat kelancaran transportasi
darat, laut dan udara,
10.
Tingkat
bencana alam yang sering dialami,
11.
Tingkat kerawanan pangan yang sering dialami,
12.
Tingkat
kesehatan, kekurang gizi, busunglapar, penyakit dengan volume sarana dan
prasarana yang tersedia,
13.
Pendapatan
per kapita petani,
14.
Tingkat
pendidikan dasar dan jumlah tingkat SD yang tercecer dan putus sekolah,
15.
Tingkat
kerawan keamanan dll.
Semua ini memjadi dasar pertimbangan dalam mengklasifikasi rangking
kemiskinan di tingkat Kabupaten ataupun di tingkat Provinsi. Dengan demikian
akan tercipta sebuah DaftarTingkat Kemiskinan
nasing-masing Provonsi (33 provinsi di Indonesia) sehingga pemerintah akan menetapkan priorotas
bantuan pembangunan Plus terhadap masing-masing daerah tersebut secara bergilir
atau bertahap, sehingga lambat laun pada
titik tertentu, tercipta pemerataan
antardaerah, demi menghindari kecemburun social yang berdapak pada krisis
politik dan kerawanan keamanan, seperti yang dialami dewasa ini ataupun
menghendaki pemisahan diri dari NKRI.
Saat ini sudah mulai dilaksanan pemberian anggaran khusus untuk
Provinsi-provinsi di Papua/Irian Barat, dan Provinsi Aceh dengan melimpahnya dan
kapan perhatian semacan itu diberikan
juga untuk pembangunan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang tergolong “Provinsi Gersang” dan “Termiskin” di Indonesia? Bahwa
pemerintah pusat perlu memperhitungkan bahwa letak geografis Provinsi Nusa
Tenggara Timur berbatasan langsung dengan 2 negara tetangga terdekat yaitu Timor
Leste dan Australia, yang sedikit banyak dapat menimbulkan kemungkinan-kemungkinan kerawanan politis dan keamanan/pertahanan,
psikologis, ekonomis, dari penduduk setempat terhadap kesetiaannya kepada NKRI.
Ini merupakan peringatan dini, untuk
antisipasinya ke depan terhadap berbagai kemungkinan dan kerawanan karena
kedekatannya dengan dua negara tetangga terdekat tersebut. Di Era Demoksi saat
ini, tidak menutup kemungkinan memberikan jajak pendapat bagi warga pulau-pulau
terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, untuk memilih tetap
dengan NKRI atau bergabung dengan negara tetangganya yang lebih makmur dan lebih
menjamin perekonomiannya, dimana kenyataannya hingga kini, pemerintah kurang
sekali menaruh perhatian pembangunan
yang memadai di pulau-pulau terluar NKRI.
Terutama Kabupaten Rote Ndao, di NTT, merupakan Kabupaten Paling Selatan
NKRI, yang lebih dekat ke Australia, tergolong Kabupaten termiskin di
Indonesia, yang kehidupannya sangat bergantung pada sedikit pertanian, hasil
pohon lontar dan nelayan tradisional yang setiap saat berlayar ke perairan Australia
mencari ikan dan biota laut. Jika pemerintah pusat memberikan jajak pendapat
bagi warga Pulau Rote Ndao-NTT, maka kemungkinan besar mereka memilih bergabung
dengan Australia, karena berpeluang pembangunan lebih pesat, jika dibandingkan
dengan perhatian pusat hingga saat
ini kurang perhatiannya pada Pulau
Terluar Terselatan NKRI termiskin ini.
Contohnya
sebagian wilayah Kabupaten Rote Ndao di Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah diklaim oleh Australia yaitu Pulau Pasir
(Ashmore Reef) sebagai wilayahnya, jadi tinggal pulau besarnya (Pulau Rote) saja
yang belum. Contoh lainnya seperti Timor Timur, telah diberikan Jajak Pendapat,
yang akhirnya, berpisah dengan RI dan menjadi Negara Merdeka sendiri. Oleh karena itu hal-hal sensetif semacam ini
perlu menjadi perhatian pemerintah pusat jauh-jauh hari, akan keluhan-keluhan
pulau-pulau perbatasan/terluar terutama pembangunan sarana dan prasara yang
memadai, sehingga tidak terpikirkan oleh mereka akan hal-hal yang dikhuatirkan tersebut di atas. “SEMOGA”
(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian
Jacob—Alamat : Jln.Jambon I No.414J – RT.10, RW.03 –Kricak – Jogjakarta, Telp.0274.588160
– HP.082135680644..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.