PAPAN & PERSYARATAN PERUMAHAN SEHAT
Oleh :Drs.Simon Arnold Julian
Bahwa kemiskinan yang dialami oleh manusia
khususnya di Indonesia, adalah
kemiskinan terpadu yaitu kemiskinan dalam hal pangan, sandang tetapi juga papan
(rumah), lingkungan hidup, maupun jati diri bangsa, dan untuk mengetahui
permasalahannya sesungguhnya pembaca perlu
mengikuti berbagai tulisan, analisis yang dikemukakan berbagai
intelektrual akademis, pemerintah, pemerhati, pakar dalam bidangnya maupun dari
dalam negeri maupun dari luar negeri yang dibahas dibuku ini. Pada bahagian ini
kita bahas sepintas tentang, rumah tradisonal dan rumah modern persyaratan rumah sehat, karena kedua tipe
rumah tersebut memiliki karakteristis tersendiri menyangkut kepantasan dan
syarat untuk rumah sehat.
A. Rumah
Tradisional
Sebelum membahas tentang persyaratan rumah sehat,
maka telebih dahulu membicarakan kebutuhan akan papan (rumah) bagi sebagian
terbesar penduduk yang hidup dalam rumah-rumah tradisional.
Tentu kesehatan dan kenyamanan maupun arsitektur
rumah-rumah tradisional perlu dikemukakan disini untuk membandingkannya dengan
rumah-rumah dengan bentuk arsitektur Barat yang lagi tren belakangan ini.
Terdapat
beberapa pengertian dari para ahli tentang rumah tradisional sbb:
Pengertian Rumah Tradisional :
Sebutan
rumah yang dibangun dan digunakan dengan cara yang sama, sejak beberapa generasi dan memiliki
kaitan yang erat dengan penerapan adat istiadat, kepercayaan yang dianut,
ataupun sekedar menerapkan sesuatu yang
bersifat simbolik dalam perlakuan dan pemberian bentuk rumah tersebut.
Istilah
lain untuk rumah tradisional adalah rumah adat, rumah asli, rumah rakyat yang
dibedakan dengan rumah biasa atau yang konvensional. Di dalam menilai kualitas
rumah tradisional terdapat ciri-ciri yang jelas antara “bentuk asli” “bentuk
megah”, dan bentuk “modern”. (EI :2956).
Pengertian Arsitektur.
C.A.Doxiadis,
dalam International Encyklopedia of the
Sosial Sciences, antara lain menulis sebagai berikut : “Although the word “architect” deriver from the Greek
pharase meaning ‘master builder’ in practice “architecture’ has gradually
acquired the connotation art’ of building’,’
Jadi
semula kata “arsitek”, yang berasal
dari bahasa Yunani berarti ahli pembangunan, atau ahli bangunan. Tetapi
kemudian kata arsitektur berangsur-angsur diberi arti “seni bangunan”.
Selanjutnya
untuk bahan perbandingan, marilah kita amati pendapat lain yang tertulis dalam Encyclopedia Britanica : “Architecture is the art and the tachnique
of building, employed to fulfill the practical and expressive requirement of
civilized people.”
Dengan kata lain, dalam bahasa Indonesia, arsitektur
adalah seni dan
teknik
bangunan yang diciptakan untuk memenuhi keperluan manusia yang berbudaya
(beradab).
Dalam
mempelajari arsitektur, secara umum kita kenal dua macam yaitu :
1.Arsitektur
Asing/Barat dan
2.Arsitektur
Tradisional.
B.
Masalah Arsitektur Asing :
Betapun
sederhananya, sebuah bangunan pastilah mempunyai arsitekturnya sendiri. Sebuah
rumah yang dibangun, otomatis, memiliki arsitekturnya pula.
Demikian
juga, pada waktu kita membangun rumah yang bagaimana pun murahnya,
arsitekturnya juga terkait secara dengan
sendirinya.
Kita
saja membangun tanpa atau kurang memperhatikan mutu keindahan.
Tetapi
setiap kali kita membangun rumah, juga menciptakan suatu arsitektur. Lalu
bagaimana kita harus menghadapi masalah perumahan yang sangat mendesak itu;
kita harus memilih arsitektur asing atau arsitektur tradisional.?
Kita
boleh memilih sesuka hati kita sendiri, namun syarat bahwa harganya haruslah
semurah mungkin, supaya terjangkau oleh daya beli masyarakat luas.
Kalau
demikian, pertanyaannya berbunyi sebagai berikut, dengan harga yang sama
murahnya, kita pilih arsitektut asing atau arsitektur tradisional kita sendiri?
Jawabnya
memang terbukti tidak sederhana. Kita harus melakukan pertimbangan
sebaik-baiknya. Untuk itu, marilah kita pikirkan baik-baik. Kita mulai dengan
membicarakan arsitektur
asing/Barat, itu berarti
arsitektur yang kita timba dari bangsa atau negara lain.
Bila
kita memilih arsitektur asing, kita akan menghadapi keasingan ganda, atau
keasingan lipat dua.
Keasingan Pertama : si pemakai (konsumen) belum mengerti apa dan bagaimana
arsitektur asing itu. Berapa besar biayanya, apa akibat sampingnya, kita belum
tahu. Sebagai konsumen, arsitektur asing, orang hanya menurut saja. Bila kita
membangun dengan arsitektur asing, kita tidak bisa lain, kecuali menurut saja
kepada arsitektur dan pelaksanaan pembangunannya.
Satu-satunya
yang boleh diketahui konsumen ialah, jumlah biaya yang harus dibayarnya. Tidak
lebih dari itu.
Keasingan kedua : ialah keasingan pihak arsitek itu sendiri terhadap
arsitek asing yang ditawarkan kepada konsumennya.
Andaikata
pun ia telah mempelajari arsitektur yang ditawarkan kepada konsumennya itu,
pastilah dalam taraf yang terbatas.
Kenyataan
menunjukkan bahwa arsitek, kita mengambil alih saja model dari luar, tanpa
pengenalan yang mendalam mengenai latar belakang kultur arsitektur tersebut.
Akibatnya
ialah, tidak ada kecocokan dan kebetahan bagi konsumen, arsitektur terhadap
karya yang diambil alih dari model asing tersebut.
Belum
lagi adanya masalah di segi ekonomis. Model yang dipilih atau ditiru dari
negeri asing, biasanya diambil dari segi bahan negeri maju.Dari segi ukuran
cukup besar dan dari segi bahan yang digunakan juga cukup tinggi harganya,
sehingga menelan biaya yang tinggi. Mengambil rumah mahal sebagai model
pembangunan perumahan kita, tentu tidak mengena. Sebab yang kita butuhkan adalah rumah murah
yang sehat.
C. Kecocokan Arsitektur Tradisional
Maxwell Fry dan Jane Drew, dalam
bukunya yang berjudul Tropical
Architecture hal. 17 (Arsitektur
Tradisional Minangkabau selayang pandang, Dep.Dikbud,Jakarta, l982/l983, hal.7-9), menulis, bahwa arsitektur adalah suatu seni yang personal. Tentu saja
pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Mengapa?
Kesimpulan
itu hanya berlaku dalam arsitektur asing atau arsitektur Barat. Dalam arsitektur
tradisional hal itu tidak berlaku. Arsitektur
tradisional bisa dimasukkan dalam golongan “Arsitektur tanpa Arsitek”.
Dalam
arti, arsitektur tradisional tersebut diciptakan oleh masyarakat, tanpa perlu lagi
dicari siapa arsitekturnya yang pertama.
Adalah
suatu unik, bahwa arsitekturnya dapat dikenali dengan baik, namun kita tidak
perlu mengetahui siapa gerangan arsiteknya. Itu hanya terjadi dalam arsitektur
tradisional.
Mungkin
sebaliknya yang terjadi dengan arsitektur asing, kita tahu siapa penciptanya, namun kita mudah
memahaminya.
Kita
sulit memahami arsitektur tersebut, sebab memang asing dari segi bentuk, fungsi
maupun keindahannya.
Ini
bisa dimengerti sebab arsitektur Barat memang tidak cocok untuk manusia Timur, dan sebaliknya.
Tetapi
arsitektur Barat juga tidak hanya tidak cocok untuk masyarakat Timur. Bahkan
orang Barat sendiri tidak jarang melontarkan kritik terhadap
kepincangan-kepincangannya yang menimbulkan berbagai dampak negatif.
Ada
kecaman, arsitektur Barat, kini melahirkan rumah yang bukan rumah, menghasilkan house yang
bukan home. Misalnya
arsitektur yang menelan banyak stroom listrik bagaikan sebuah kapal laut dan
harus selalu dingin bagaikan dalam ruangan pesawat terbang.
Dalam
arsitektur Barat, juga jarang terjadi, kreativitas sang arsitek dibatasi oleh
sifat-sifat bahan bakunya. Misalnya
sebuah gedung yang terbuat dari balok-balok baja. Maka mau tidak mau,
arsiteknya harus tunduk pada sifat-sifat balok baja dan bahan utama lainnya
yang dihasilkan oleh pabrik pembuatnya.
Ini sungguh jauh berbeda dengan arsitektur tradisional. Arsitektur
tradisional kita dikuasai sepenuhnya oleh konsumennya. Sebab sang konsumen,
sebagai pemakai memang tidak asing dengan arsitektur tradisional tersebut.
Masyarakat kita tahu benar apa yang diperlukan, bisa merancang dan
melaksanakannya hingga selesai. Seorang masyarakat Pulau Rote, di Nusa Tenggara
Timur, tahu benar apa yang diperlukan, bagaimana membangunnya dan berapa besar
biaya yang harus dikeluarkannya.
Juga hasil akhir merupakan hasil ciptaan yang akrab dan dengan tepat bisa
dinikmatinya.
Kini kita kembali kepada permasalahan semula, dengan biaya yang sama, kita
memilih arsitektur asing atau arsitektur tradisional yang tidak asing bagi
kita?
Jawabnya yang rasional sudah jelas, lebih baik kita memilih arsitektur
tradisional yang lebih cocok dengan iklim dan lingkungan kita
Juga lebih cocok dengan gaya hidup dan kemampuan ekonomi kita! Sebagaimana
kita lebih cocok dengan kebudayaan kita,
maka kita pun lebih cocok dengan arsitektur tradisional kita sendiri.
Kritik di atas berasal dari seorang yang bernama Brent C.Brolin yang menuliskan alam
pikirannya mengenai arsitektur dengan judul tajam :
“The Failure of Modern Architecture,
(Kegagalan Arsitektur Modern).”
Di atas telah
dikatakan bahwa seni dan ilmu pengetahuan, (termasuk teknologi, tentunya)
termasuk dalam kata kebudayaan.
Arsitektur
merupakan gabungan atau perpaduan antara seni dengan teknologi, maka juga
termasuk kebudayaan.
Sebab
arsitektur juga merupakan hasil dari kegiatan manusia dalam hidupnya, dalam
upaya menyempurnakan hidup manusiawi lahir dan batin.
Arsitektur
modern (Barat) mementingkan, suasana bersih, dinginnya ruangan seperti dalam ruangan pesawat terbang atau kapal laut saja.
Maka dengan
demikian arsitektur modern (Barat) merupakan pesawat terbang atau kapal yang
ditempatkan di atas tanah atau daratan.
Atau, seperti
yang dikatakan oleh Brent C.Brolin dalam bukunya yang berjudul : The Failure of Modern Architecture :
“Modern architecture’s obvious source of visual
isnpiration are the basically simple, ‘clean’ and coldly precies qualities that
were first appreciated in the tools of modern times : airplanes, ships, heavy
and light machinery and industrial buildings. These became the basis of modern
architecture’s antitradistional iconography”.
Kiranya benar
apa yang dikatakan oleh Brolin itu.
Tetapi lebih dari itu, arsitektur modern kini semakin cenderung
menghasilkan gedung-gedung besar, pencakar lagit.
Penciptaan gedung-gedung besar adalah suatu keperluan dalam masyarakat
sekarang dan selanjutnya. Sebab jumlah penduduk tidak
seimbang dengan areal tanah yang tersedia. Maka diciptakanlah gedung
bertingkat. Selain itu gedung-gedung raksasa juga dibuat karena isi perencanaan
yang dikehendaki oleh para pemilik kapital. Pemilik kapital menghendaki
efesiensi setinggi mungkin, untuk mencapai keuntungan semaksimal mungkin.
Karena itu,
di atas tanah yang sedikit, diusahakan mendirikan bangunan yang sebanyak
mungkin. Boleh dikatakan,
bahwa arsitektur modern lahir karena jayanya paham kapitalisme.
Namun gedung-gedung besar yang memberikan makna penting bagi masyarakat
modern itu, memiliki beberapa kelemahan dan akibat yang negatif.
D. Kelemahannya ialah :
Gedung-gedung besar dalam arsitektur Barat ini tidak bisa dibangun dan
dimiliki oleh kaum lemah ekonomi. Bangunan besar selalu milik kapital besar.
Sebuah flat tentu didirikan oleh pemilik kapital, dan orang yang tidak mampu
membangun rumah , harus menyewa dengan tarif tinggi. Akibat
lainnya ialah, terjadinya masyarakat yang saling terasing satu sama lain.
Keterasingan sosial tidak bisa dihindari lagi. Suasana hidup akrab kekeluargaan
antar penduduk tidak bisa dicapai lagi. Akibat selanjutnya ialah terciptanya
masyarakat yang semakin tidak acuh terhadap sesamanya, egoisme dan
individualisme makin berkembang.
Masyarakat
seperti ini bukanlah tujuan dari pembangunan yang tengah kita laksanakan.
Masyarakat yang kita cita-citakan adalah masyarakat Pancasila. Pembangunan yang
kita laksanakan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Studi mengenai pola-pola
pemukiman telah berkembang dalam tiga cabang ilmu
adalah :
1. georgafi,
2. etnografi
dan
3. arkeologi.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pola pemukiman selalu berkaitan dengan
dua hal yakni, lingkungan alam dan, kebudayaan.
Pertama : Adapun lingkungan alam yang, mempengaruhi pola
pemukiman adalah morfologi permukaan bumi dan sumber
daya alami yang ada disekitar pemukiman tersebut.
Tanahnya
datar atau berbukit, ada sungainya atau tidak, tanah yang mau dibangun dibawahnya
terdapat sumber air atau tidak, tanaman apa saja yang dapat tumbuh, itu semua mengajak orang untuk mengatur pemukimannya sedemikian rupa sehingga sumber-sumber daya dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dalam
hubungan ini pola keletakan unsur-unsur pemukiman ditentukan oleh
pemikiran untuk menguasai faktor jarak.
Jarak dalam hal ini dapat ditinjau sebagai faktor ekonomis.
Bentuk maupun hiasan rumah sering pula dikaitkan dengan kepercayaan
tertentu antara lain yang berhubungan dengan :
1. kosmologi,
2. kosmogoni,,
3. dunia arwah, dan
4. kekuatan-kekuatan gaib.
Kedua : Dalam konteks tradisi, ditinjau dari
pada berbagai wilayah budaya, dikenal berbagai fungsi arsitektural.
Rumah adalah
tempat pemenuhan hajat hidup sehari-hari :
1. untuk
tempat berlindung,
2. tempat
membina keluarga dan
3. tempat
menyimpan serta mengatur makanan dan,
4. segala
perlengkapan hidup.
Maka
bagian-bagian rumah disesuaikan dengan fungsi-fungsi tersebut. Penempatan
tertentu dari masing-masing bagian rumah dipengaruhi pula oleh penilaian
mengenai makna kegiatan di bagian rumah tersebut.
Maka
sering terlihat ada tempat-tempat yang dikhususkan untuk :
1.
orang tua,
2.
untuk tamu,
3.
untuk wanita dan seterusnya.
4.
Juga letak dapur,
5.
letak tempat tidur, dan sebagainya, sangat ditentukan oleh nilai arah yang,
dikenal dalam kebudyaan yang bersangkutan.
Bagian-bagian pokok sebuah
rumah, yang memenuhi fungsi-fungsi tertentu dan diwarnai oleh budaya setempat
adalah :
1. Jalan
masuk,
2. Ruang
tidur,
3. Dapur,
4. Ruang tamu,
5. Tempat penyimpanan, (gudang, lumbung, kandang binatang).
Jalan
masuk kerumah bermacam-macam bentuk dan letaknya :
dari
yang satu dua anak tangga saja, sampai yang tinggi sekali pada rumah-rumah
panggung,
1.
ada yang di tengah,
2.
ada yang di samping,
3.
ada yang langsung menghubungkan halaman
dengan lantai rumah
4.
ada pula yang menembus lantai.
Ada
pula pola-pola rumah yang mempunyai dua jalan masuk :
1.
satu untuk tamu dan
2.
satu lagi untuk “orang dalam” atau
3.
satu untuk para laki-laki dan yang lainnya
4.
untuk para wanita dan anak-anak.
Melihat
bermacam-macamnya pola ini, nyata
bahwa persepsi ruang dapat sangat
berbeda antara satu kelompok enik dengan yang lainnya, dan ini dihubungkan pula
dengan tata masyarakat mereka. Sering pula bentuk dan letak jalan masuk ke
rumah ini menunjukkan seberapa jauh faktor keamanan mempengaruhinya.
Tempat
atau ruang tidur pun berbeda-beda letak dan wujudnya.
1.
Ada yang di bagian tengah,
2.
ada yang dibagian belakang dari rumah;
3.
ada yang berupa kamar
4. ada pula yang berupa balai-balai luas.
Dapur,
suatu bagian rumah yang amat penting, juga mempunyai variasi dari kebudayaan ke
kebudayaan. Ada yang menilai, dapur sebagai prasarana service semata-mata dan meletakkannya
dibagian rumah yang agak dijauhkan,
sehingga tidak “mengganggu” daerah tinggal utama. Ada pula yang menilai
dapur sebagai bagian inti dari rumah dan meletakkannya benar-benar di pusat
rumah.
Bagian
terdepan rumah biasanya digunakan untuk menerima tamu. Bentuknya bervariasi
antara:
1.
serambi terbuka,
2.
setengah terbuka, atau
3.
berupa ruang tertutup.
Ada pula pola rumah adat yang memiliki dua ruang tamu, yaitu ruang
tamu luar dan ruang tamu dalam, yang
penggunaannya adalah untuk memisahkan dua jenis
tamu misalnya laki-laki dan perempuan atau tua dan muda; atau untuk membedakan nilai
peristiwa yang dilangsungkan di tempat masing-masing, misalnya upacara dan bertandan / bertamu biasa.
Bagian terakhir yang selalu ada pada rumah adat adalah tempat penyimpanan,
dari yang sangat sederhana sampai yang besar-besaran.
Bentuk yang paling sederhana untuk menyimpan, bahan makanan atau barang-barang berharga adalah berupa para-para, yang bisa
terletak di bagian atas dapur ataupun di bagian atas kamar tidur.
Dalam tipe rumah tertentu (rumah panggung), kolong rumah digunakan untuk
tempat penyimpanan baik untuk barang
maupun sebagai kandang ternak (babi, kambing, ayam).
Pada
beberapa pola perumahan adat, lumbung padi bahan makanan, bahkan dibangun
tersendiri terpisah dari bangunan tempat tinggal.
Adakalanya
lumbung ini berfungsi menunjukkan prestise keluarga yang memilikinya.
Arsitektur pada umumnya, arsitektur tradisional pada
khususnya, telah bertumbuh dan berkembang semenjak manusia ada.
Hal
ini disebabkan oleh karena dalam hidupnya,
manusia memerlukan rasa aman dari gangguan-gangguan, untuk menjalankan
kehidupannya.
Oleh
karena itu arsitektur khususnya arsitektur tradisional secara terpadu terlihat
ujud-ujud kebudayaan. Ujud ideal yang merupakan gagasan, nilai-nilai, serta cita-cita
yang dihayati oleh suatu kelompok manusia dicerminkan oleh, bentuk, susunan,
ragam hias, serta upacara-upacara yang diperlukan baik dalam membangun maupun dalam kenyataan arsitektur tradisional
itu.
Di
samping itu ujud-ujud sistem sosial yang ada dalam suatu masyarakat terlihat dan
tertampung dalam arsitektur tradisional itu.
Keadaan-keadaan
itu meyakinkan kita bahwa dalam arsitektur tradisional ujud-ujud kebudayaan
yang dihayati, dan diamalkan di dalam suatu masyarakat tergambar pula sebagai
arsitektur tradisional itu.
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas sebagai identitas maupun sebagai perujudan dari
ujud-ujud kebudayaan dari suatu
masyarakat, maka arsitektur tradisional mempunyai arti penting bagi suatu
masyarakat.
Arsitektur tradisional merupakan, unsur kebudayaan yang selain memegang peran
penting dalam menjalankan kehidupan, di lain pihak merupakan khasanah
kebudayaan dari suatu masyarakat.
Kemajuan
zaman telah menyebabkan terjadinya perobahan-perobahan termasuk di bidang
kebudayaan.
Perobahan
itu selain, menggeser ujud-ujud ideal kebudayaan yang lama, serta ujud sistem
sosial, di lain pihak, telah merobah pula bentuk-bentuk ujud fisik dari suatu
kebudayaan. Bahkan dengan adanya pembangunan yang pesat dilakukan pada saat
ini, perobahan-perobahan itu berjalan dengan cepat.
Hal
ini selain telah, merobah ujud-ujud
kebudayaan sebagaimana yang terlihat pada arsitektur tradisional, dilain pihak
di khawatirkan
arsitektur tradisional itu akan mengalami kepunahan dalam suatu masyarakat.
Perobahan-perobahan,
ataupun kepunahan itu sudah barang tentu akan menjadi suatu masalah di bidang
kebudayaan, yang menjadi kekayaan kebudayaan yang baik daerah maupun
bangsa Indonesia. Dipihak lain karena perobahan serta kepunahan itu tidak
berjalan dalam satu kurun waktu yang sama, karena secara phisik ujudnya
telah ditinggalkan, tetapi secara ideal ujud kebudayaan itu masih dihayati.
Atau
sebaliknya ujud-ujud ideal yang lama telah ditinggalkan sedang ujud-ujud ideal
kebudayaan yang baru, belum terbentuk. Hal-hal tersebut yang memprihatinkan
kita di atas, telah menjadi pendorong
dilakukannya pendokumentasian ini.
Suatu
masalah tersendiri dalam arsitektur tradisional ini ialah belum adanya
dokumentasi yang lengkap tentang hal ini. Ini adalah gambaran umum tentang
berbagai pola-pola rumah adat etnik yang ada,
baik terancam perobahan
maupun kepunahan.
Hal yang terakhir ini selain sangat penting artinya bagi pembinaan dan
pengembangan kebudayaan, tetapi sangat
penting artinya bagi studi kebudayaan untuk kemajuan ilmu dan kebudayaan itu sendiri.
Guna
kepentingan itu semua, kami menyajikan Arsitektur Rumah
Adat Tradisional
Rote (Roti), NTT (disajikan dalam sebuah buku tersendiri oleh penulis juga), sebagai salah suatu diantara kekayaan budaya
Indonesia yang hampir punah pula karena zaman.
Arsitektur Tradisional Rumah
Adat, oleh masyarakat umum, biasa diberi
sebutan “Rumah-Rumah Kampung” (suatu penamaan yang menyakitkan hati)
karena bentuknya tidak indah dan tidak mempersona yang dianggap telah ketinggalan zaman.
Bagi
pandangan sementara orang, termasuk sebagian Ilmuan, merasa tidak terlalu
penting atau menarik baginya untuk menulis artikel-artikel yang menyangkut
Istilah “Rumah-Rumah
Kampung” ini, mungkin karena
begitu sederhana
bentuknya atau tidak modern, tidak indah.
Pandangan
semacam ini harus dibuang jauh-jauh, oleh karena memiliki nilai-nilai budaya
dan penuh filosofi, simbul-simbul bermakna yang, terselubung didalamnya, yang
sangat berharga untuk diketahui.
Kemiskinan yang dialami banyak orang, bukan saja karena
kurang sandang dan pangan, tetapi juga kemiskinan papan atau rumah tempat
bernaung.
Di kota-kota besar terdapat banyak pemukiman kumuh
dimana-mana, seperti, di pinggir-pinggir kali, kolong jembatan layang, di
lahan-lahan pemerintah yang belum dimanfaatkan, di dekat rel kereta api,
diemper toko, dll.
Mereka ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan
karena kemiskinan serta jauh dari pelayanan umum seperti, pelayanan kesehatan,
pendidikan, air bersih, maupun pelayanan sosial lainnya.
Umumnya mereka
terdiri dari para migran desa ke kota mencari lapangan kerja, karena tidak
tersedia di desa. Nasib mereka hidup dibawah standar, terdiri dari pemulung, pekerja kasar, buruh
serta para pengangguran lainnya.
Golongan ini
sangat miskin dalam hal sandang, pangan dan papan.
Setiap orang
berhak atas perumahan yang sehat dan layak huni, untuk hidup sejahtera.
Pertanyaannya, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan
sebagai “sebuah rumah sehat”?
E.
Kesimpulan & Saran-Saran
Setiap masyarakat suku bangsa memiliki arsitekturnya masing-masing.
Setiap masyarakat lebih cocok dengan
arsitekturnya sendiri-sendiri. Perbedaan
arsitektur satu masyarakat dengan masyarakat lainnya terjadi karena beberapa
sebab, misalnya : latar belakang alam atau lingkungan, adat-istiadat, sistem
sosial, ekonomi, pandangan hidup, keyakinan dan agama, tingkat kecerdasan dan
teknologinya. Arsitektur suatu masyarakat adalah bagian integral dari
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena itu perubahan arsitektur bagi
masyarakat tertentu adalah manyangkut kebudayaan masyarakat tersebut.
Penggunaan gaya arsitektur lain terhadap suatu masyarakat bisa menimbulkan
berbagai akibat negatif, seperti misalnya ketidak bertahan, keterasingan
sosial, dsb. Masyarakat Indonesia paling cocok atau paling sesuai dengan
arsitektur Indonesia sendiri.
Pertanyaan, apakah arsitektur Indonesia itu ada
atau tidak, masih sulit untuk dijawab. Tetapi pertanyaan seperti itu kiranya
kurang kena, atau tidak relevan. Yang jelas masyarakat Indonesia itu ada, telah
lama ada dan terdiri dari berbagai suku bangsa dengan sub-kulturnya
masing-masing. Setiap suku bangsa memiliki arsitekturnya sendiri-sendiri, yang
disebut arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional Rote (Roti), paling sesuai
bagi masyarakat Rote, karena arsitektur itu lahir bersama masyarakat Pulau
Rote, NTT sendiri. Dipisahkannya masyarakat Rote dari arsitekturnya, akan
membuat masyarakat Rote tersebut tercabut dari akar kulturalnya.
Brent
C.Colin dalam bukunya The
Fali Failure of Modern Architecture, Van Nostrand Reinhod Company, New York,
l976, berpendapat, bahwa masyarakat bukan Barat, yang dulu menerima
arsitektur modern, karena merasa rendah diri secara kultural, telah mencoba
untuk menangkap kembali nilai-nilai tradisional dan sosial arsitektur tradisional mereka sendiri.
Arah
pembangunan dan modernisasi yang kita inginkan adalah membangun manusia
seutuhnya. Karenanya pembangunan seperti itu haruslah pembangunan
yang kultural, yakni pembangunan yang mementingkan lahir dan
batin sekaligus, di segala bidang kehidupan manusia Indonesia. Konsekwensinya
ialah, pembangunan itu juga meliputi pembangunan bidang arsitektur pula, di
mana semua arsitektur tradisional wajib mendapat perhatian demi pembinaan,
pengembangan dan pelestariannya. Pelestarian arsitektur tradisional, merupakan pelestarian
kultural. Bangsa Indonesia adalah subyek, pelaku utama kebudayaan Indonesia.
Karena itu seluruh bangsa Indonesialah yang bertanggung jawab atas pelestarian
tradisional Indonesia. Pelestarian, karena itu bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja tetapi seluruh masyarakat Indonesia.
F.
Saran-saran
Sebaiknya
diusahakan agar lembaga Pendidikan Tinggi banyak menghasilkan tenaga ahli
(arsitek) yang menguasai arsitektur tradisional tertentu.
Untuk itu
kurikulum di Lembaga Pendidikan Tinggi bidang arsitektur perlu ditingkatkan
atau lebih diidonesiakan agar arsitek yang diluluskannya mengerti dan
memahami, serta mencintai arsitektur tradisional kita.
Sebaiknya
arsitek hasil atau lulusan pendidikan luar negeri diwajibkan atau diberi
kesempatan untuk mendalami ilmu mengenai arsitektur tradisional sampai cukup
memadai keperluan bangsa di bidang tersebut.
Perlu
dilakukan pewarisan pengetahuan, ketrampilan asritektur tradisional dari para
seniman, tukang yang menguasai arsitektur tradisional berbagai suku bangsa
dengan berbagai cara : lokakarya, wawancara, perekaman, pendokumentasian dan
penyebarannya kepada masyarakat atas hasil-hasilnya.
H. Persyaratan
Rumah Sehat & Aman Dihuni
Harus ada
perlindungan dengan Undang-undang bagi arsitek Indonesia, terutama arsitek yang
memilih arsitektur tradisional sebagai keahliannya, dari persaingan dengan
arsitektur asing yang bekerja di Indonesia.
Diperlukan
contoh konkrit dari “atas” dalam membangunan arsitektur tradisional, mengingat
masih berlakunya watak paternalistis dalam masyarakat kita.
Sebaiknya
Pemerintah Daerah, Dinas Tata Kota, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota,
memprioritaskan pembangunan arsitektur tradisional daerah tersebut.
Agar usaha
pembangunan perumahan rakyat mengambil arsitektur tradisional sebagai jiwanya.
Pembuatan Skripsi bagi mahasiswa jurusan Arsitek, Teknik Sipil, agar wajib
membuat Skripsinya tentang Arsitektur tradisional. Semoga
pendalaman pengetahuan mahasiswa tentang Arsitektur tradisional perlu
diprioritaskan dimasa-masa mendatang.”Semoga”.(Penulis).
Selain kebutuhan akan makan dan pakaian, juga kebutuhan akan rumah yang layak bagi setiap
orang. Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan dengan berbagai bentuk,
mengingat iklim dan keadaan lingkungan setempat. Di Indonesia rumusan syarat perumahan sehat
ditentukan sebuah Panitia Bersama dari :
1. Depatemen
Kesehatan,
2. Departemen
Pekerjaan Umum, dan
3. Departemen
Sosial.
American Public Health
Association (1941) dan WHO (1961)
merumuskannya Rumah Sehat sbb.
1. Keperluan
dasar fisiologis, yaitu :
·
adanya lingkungan yang suhunya sedemikian,
sehingga tidak terjadi kehilangan panas tubuh manusia berlebihan;
·
adanya lingkungan yang suhunya sedemikian,
sehingga memungkinkan pengeluaran panas badan secara adekuat.
·
adanya
admosfer (udara) yang bersih,
·
adanya penerangan cahaya alam tanpa menyilaukan,
·
adanya sinar matahari yang langsung masuk dalam
rumah,
·
adanya penerangan buatan tanpa menyilaukan,
·
adanya perlindungan terhadap kebisingan,
·
adanya tempat olah raga dan bermain anak-anak.
2. Keperluan
dasar kejiwaan : yaitu :
·
adanya tempat bebas gangguan dan tersendiri (privacy) yang adekuat untuk tiap penghuni rumah,
·
adanya kemungkinan untuk kehidupan keluarga yang
normal,
·
adanya kemungkinan kehidupan sosial atau komunitas
yang normal,
·
adanya fasilitas sedemikian, sehingga pekerjaan
rumah tangga dapat dilakukan tanpa
kelelahan jasmaniah dan rohaniah yang berlebihan,
·
adanya fasilitas sedemikian, sehingga kebersihan
rumah dan penghuni tetap terpelihara,
·
adanya keserasian bentuk dan kondisi rumah dengan
standar sosial dan masyarakat sekitarnya.
3. Perlindungan
terhadap penyakit menular, yaitu :
· adanya
penyediaan air yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah,
· adanya
pencegahan pengotoran air yang dipakai dalam rumah,
· adanya
kamar kecil (WC) yang baik, sehingga dapat mencegah penularan penyakit,
· adanya
pencegahan pengotoran dalam rumah oleh air bekas,
· menghindarkan
sanitasi buruk disekitar rumah,
· menghindarkan
masuknya serangga dalam rumah yang dapat menularkan penyakit,
· adanya
fasilitas penyimpanan susu dan makanan agar tidak membusuk,
· adanya
kamar tidur yang cukup luas, sehingga tidak terjadi penularan kontak.
4. Perlindungan
terhadap terjadinya kecelakaan, yaitu :
· bahan dan
konstruksi rumah harus sedemikian, sehingga mengurangi kemungkinan roboh atau
runtuhnya bagian-bagian rumah,
· menghindarkan
konstruksi atau keadaan rumah yang dapat
menimbulkan atau memudahkan meluasnya kebakaran,
· adanya
cukup fasilitas untuk keluar dari rumah, bila ada kebakaran atau gempa bumi dan
angin puting beliung,
· adanya
perlindungan terhadap bahaya aliran listrik atau kebakaran,
· adanya
perlindungan terhadap bahaya jatuh atau kecelakaan mekanis lain dalam rumah,
· adanya
perlindungan di sekitar rumah terhadap bahaya lalu lintas kendaraan bermotor. (EI : 2691).
Semua
bangunan untuk tempat tinggal, baik itu rumah modern ataupun rumah-rumah
tradisional, dalam bentuk yang bagaimanapun, perlu memperhatikan syarat-syarat
tersebut diatas, sebagai rumah sehat bagi setiap penghuninya.
Pertanyaannya
: Apakah para developer dalam konsep perencanaan pembangunan untuk masyarakat
bawah, memperhatikan persyaratan rumah sehat yang di sebutkan di atas atau
tidak?
Jawablah
sendiri, kataku .(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.