alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Rabu, 14 Januari 2015

PAPAN DAN PERSYARATAN RUMAH SEHAT

PAPAN & PERSYARATAN PERUMAHAN SEHAT
Oleh :Drs.Simon Arnold Julian

Bahwa kemiskinan yang dialami oleh manusia khususnya di Indonesia,  adalah kemiskinan terpadu yaitu kemiskinan dalam hal pangan, sandang tetapi juga papan (rumah), lingkungan hidup, maupun jati diri bangsa, dan untuk mengetahui permasalahannya sesungguhnya pembaca perlu  mengikuti berbagai tulisan, analisis yang dikemukakan berbagai intelektrual akademis, pemerintah, pemerhati, pakar dalam bidangnya maupun dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang dibahas dibuku ini. Pada bahagian ini kita bahas sepintas tentang, rumah tradisonal dan rumah modern  persyaratan rumah sehat, karena kedua tipe rumah tersebut memiliki karakteristis tersendiri menyangkut kepantasan dan syarat untuk rumah sehat.

A. Rumah Tradisional

Sebelum membahas tentang persyaratan rumah sehat, maka telebih dahulu membicarakan kebutuhan akan papan (rumah) bagi sebagian terbesar penduduk yang hidup dalam rumah-rumah tradisional.
Tentu kesehatan dan kenyamanan maupun arsitektur rumah-rumah tradisional perlu dikemukakan disini untuk membandingkannya dengan rumah-rumah dengan bentuk arsitektur Barat yang lagi tren belakangan ini.
Terdapat beberapa pengertian dari para ahli tentang rumah tradisional sbb:

Pengertian Rumah Tradisional :

Sebutan rumah yang dibangun dan digunakan dengan cara yang  sama, sejak beberapa generasi dan memiliki kaitan yang erat dengan penerapan adat istiadat, kepercayaan yang dianut, ataupun sekedar menerapkan sesuatu  yang bersifat simbolik dalam perlakuan dan pemberian bentuk rumah tersebut.
Istilah lain untuk rumah tradisional adalah rumah adat, rumah asli, rumah rakyat yang dibedakan dengan rumah biasa atau yang konvensional. Di dalam menilai kualitas rumah tradisional terdapat ciri-ciri yang jelas antara “bentuk asli” “bentuk megah”, dan bentuk “modern”. (EI :2956).

Pengertian Arsitektur.

C.A.Doxiadis, dalam International Encyklopedia of the Sosial Sciences, antara lain menulis sebagai berikut : “Although the word “architect” deriver from the Greek pharase meaning ‘master builder’ in practice “architecture’ has gradually acquired the connotation art’ of building’,’
Jadi semula kata “arsitek”, yang berasal dari bahasa Yunani berarti ahli pembangunan, atau ahli bangunan. Tetapi kemudian kata arsitektur berangsur-angsur diberi arti “seni bangunan”.
Selanjutnya untuk bahan perbandingan, marilah kita amati pendapat lain yang tertulis dalam Encyclopedia Britanica :Architecture is the art and the tachnique of building, employed to fulfill the practical and expressive requirement of civilized people.”
 Dengan kata lain, dalam bahasa Indonesia, arsitektur adalah seni dan teknik bangunan yang diciptakan untuk memenuhi keperluan manusia yang berbudaya (beradab).
Dalam mempelajari arsitektur, secara umum kita kenal dua macam yaitu :
1.Arsitektur Asing/Barat dan
2.Arsitektur Tradisional.

B. Masalah Arsitektur Asing :

Betapun sederhananya, sebuah bangunan pastilah mempunyai arsitekturnya sendiri. Sebuah rumah yang dibangun, otomatis, memiliki arsitekturnya pula.
Demikian juga, pada waktu kita membangun rumah yang bagaimana pun murahnya, arsitekturnya juga terkait secara  dengan sendirinya.
Kita saja membangun tanpa atau kurang memperhatikan mutu keindahan.
Tetapi setiap kali kita membangun rumah, juga menciptakan suatu arsitektur. Lalu bagaimana kita harus menghadapi masalah perumahan yang sangat mendesak itu; kita harus memilih arsitektur asing atau arsitektur tradisional.?

Kita boleh memilih sesuka hati kita sendiri, namun syarat bahwa harganya haruslah semurah mungkin, supaya terjangkau oleh daya beli masyarakat luas.
Kalau demikian, pertanyaannya berbunyi sebagai berikut, dengan harga yang sama murahnya, kita pilih arsitektut asing atau arsitektur tradisional kita sendiri?
Jawabnya memang terbukti tidak sederhana. Kita harus melakukan pertimbangan sebaik-baiknya. Untuk itu, marilah kita pikirkan baik-baik. Kita mulai dengan membicarakan arsitektur asing/Barat, itu berarti  arsitektur yang kita timba dari bangsa atau negara lain.
Bila kita memilih arsitektur asing, kita akan menghadapi keasingan ganda, atau keasingan lipat dua.

Keasingan Pertama : si pemakai (konsumen) belum mengerti apa dan bagaimana arsitektur asing itu. Berapa besar biayanya, apa akibat sampingnya, kita belum tahu. Sebagai konsumen, arsitektur asing, orang hanya menurut saja. Bila kita membangun dengan arsitektur asing, kita tidak bisa lain, kecuali menurut saja kepada arsitektur dan pelaksanaan pembangunannya.
Satu-satunya yang boleh diketahui konsumen ialah, jumlah biaya yang harus dibayarnya. Tidak lebih dari itu.
Keasingan kedua : ialah keasingan pihak arsitek itu sendiri terhadap arsitek asing yang ditawarkan kepada konsumennya.
Andaikata pun ia telah mempelajari arsitektur yang ditawarkan kepada konsumennya itu, pastilah dalam taraf yang terbatas.
Kenyataan menunjukkan bahwa arsitek, kita mengambil alih saja model dari luar, tanpa pengenalan yang mendalam mengenai latar belakang kultur arsitektur tersebut.
Akibatnya ialah, tidak ada kecocokan dan kebetahan bagi konsumen, arsitektur terhadap karya yang diambil alih dari model asing tersebut.
Belum lagi adanya masalah di segi ekonomis. Model yang dipilih atau ditiru dari negeri asing, biasanya diambil dari segi bahan negeri maju.Dari segi ukuran cukup besar dan dari segi bahan yang digunakan juga cukup tinggi harganya, sehingga menelan biaya yang tinggi. Mengambil rumah mahal sebagai model pembangunan perumahan kita, tentu tidak mengena.  Sebab yang kita butuhkan adalah rumah murah yang sehat.

C. Kecocokan Arsitektur Tradisional

Maxwell Fry dan Jane Drew, dalam bukunya yang berjudul Tropical Architecture hal. 17 (Arsitektur Tradisional Minangkabau selayang pandang, Dep.Dikbud,Jakarta, l982/l983, hal.7-9), menulis,  bahwa arsitektur adalah suatu seni yang personal. Tentu saja pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Mengapa?
Kesimpulan itu hanya berlaku dalam arsitektur asing atau arsitektur Barat. Dalam arsitektur tradisional hal itu tidak berlaku.  Arsitektur tradisional bisa dimasukkan dalam golongan “Arsitektur tanpa Arsitek”.
Dalam arti, arsitektur tradisional tersebut diciptakan oleh masyarakat, tanpa perlu lagi dicari siapa arsitekturnya yang pertama.
Adalah suatu unik, bahwa arsitekturnya dapat dikenali dengan baik, namun kita tidak perlu mengetahui siapa gerangan arsiteknya. Itu hanya terjadi dalam arsitektur tradisional.
Mungkin sebaliknya yang terjadi dengan arsitektur asing,  kita tahu siapa penciptanya, namun kita mudah memahaminya.
Kita sulit memahami arsitektur tersebut, sebab memang asing dari segi bentuk, fungsi maupun keindahannya.
Ini bisa dimengerti sebab arsitektur Barat memang tidak cocok untuk  manusia Timur, dan sebaliknya.
Tetapi arsitektur Barat juga tidak hanya tidak cocok untuk masyarakat Timur. Bahkan orang Barat sendiri tidak jarang melontarkan kritik terhadap kepincangan-kepincangannya yang menimbulkan berbagai dampak negatif.

Ada kecaman, arsitektur Barat, kini melahirkan rumah yang bukan rumah, menghasilkan house yang bukan home. Misalnya arsitektur yang menelan banyak stroom listrik bagaikan sebuah kapal laut dan harus selalu dingin bagaikan dalam ruangan pesawat terbang.
Dalam arsitektur Barat, juga jarang terjadi, kreativitas sang arsitek dibatasi oleh sifat-sifat bahan bakunya.  Misalnya sebuah gedung yang terbuat dari balok-balok baja. Maka mau tidak mau, arsiteknya harus tunduk pada sifat-sifat balok baja dan bahan utama lainnya yang dihasilkan oleh pabrik pembuatnya.
Ini sungguh jauh berbeda dengan arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional kita dikuasai sepenuhnya oleh konsumennya. Sebab sang konsumen, sebagai pemakai memang tidak asing dengan arsitektur tradisional tersebut.

Masyarakat kita tahu benar apa yang diperlukan, bisa merancang dan melaksanakannya hingga selesai. Seorang masyarakat Pulau Rote, di Nusa Tenggara Timur, tahu benar apa yang diperlukan, bagaimana membangunnya dan berapa besar biaya yang harus dikeluarkannya.
Juga hasil akhir merupakan hasil ciptaan yang akrab dan dengan tepat bisa dinikmatinya.
Kini kita kembali kepada permasalahan semula, dengan biaya yang sama, kita memilih arsitektur asing atau arsitektur tradisional yang tidak asing bagi kita? 
Jawabnya yang rasional sudah jelas, lebih baik kita memilih arsitektur tradisional yang lebih cocok dengan iklim dan lingkungan kita

Juga lebih cocok dengan gaya hidup dan kemampuan ekonomi kita! Sebagaimana kita lebih cocok dengan kebudayaan kita,  maka kita pun lebih cocok dengan arsitektur tradisional kita sendiri.
Kritik di atas berasal dari seorang yang bernama Brent C.Brolin yang menuliskan alam pikirannya mengenai arsitektur dengan judul tajam :
“The Failure of Modern Architecture, (Kegagalan Arsitektur Modern).”
Di atas telah dikatakan bahwa seni dan ilmu pengetahuan, (termasuk teknologi, tentunya) termasuk dalam kata kebudayaan.
Arsitektur merupakan gabungan atau perpaduan antara seni dengan teknologi, maka juga termasuk kebudayaan.
Sebab arsitektur juga merupakan hasil dari kegiatan manusia dalam hidupnya, dalam upaya menyempurnakan hidup manusiawi lahir dan batin.
Arsitektur modern (Barat) mementingkan, suasana bersih, dinginnya ruangan seperti  dalam ruangan pesawat terbang atau kapal  laut saja.
Maka dengan demikian arsitektur modern (Barat) merupakan pesawat terbang atau kapal yang ditempatkan di atas tanah atau daratan.
Atau, seperti yang dikatakan oleh Brent C.Brolin dalam bukunya yang berjudul : The Failure of Modern Architecture :
 “Modern architecture’s obvious source of visual isnpiration are the basically simple, ‘clean’ and coldly precies qualities that were first appreciated in the tools of modern times : airplanes, ships, heavy and light machinery and industrial buildings. These became the basis of modern architecture’s antitradistional iconography”.

Kiranya benar apa yang dikatakan oleh Brolin itu.
Tetapi lebih dari itu, arsitektur modern kini semakin cenderung menghasilkan gedung-gedung besar, pencakar lagit.
Penciptaan gedung-gedung besar adalah suatu keperluan dalam masyarakat sekarang dan selanjutnya. Sebab jumlah penduduk tidak seimbang dengan areal tanah yang tersedia. Maka diciptakanlah gedung bertingkat. Selain itu gedung-gedung raksasa juga dibuat karena isi perencanaan yang dikehendaki oleh para pemilik kapital. Pemilik kapital menghendaki efesiensi setinggi mungkin, untuk mencapai keuntungan semaksimal mungkin.
Karena itu, di atas tanah yang sedikit, diusahakan mendirikan bangunan yang sebanyak mungkin. Boleh dikatakan, bahwa arsitektur modern lahir karena jayanya paham kapitalisme.
Namun gedung-gedung besar yang memberikan makna penting bagi masyarakat modern itu, memiliki beberapa kelemahan dan akibat yang negatif.

D. Kelemahannya ialah :

Gedung-gedung besar dalam arsitektur Barat ini tidak bisa dibangun dan dimiliki oleh kaum lemah ekonomi. Bangunan besar selalu milik kapital besar. Sebuah flat tentu didirikan oleh pemilik kapital, dan orang yang tidak mampu membangun rumah , harus menyewa dengan tarif tinggi. Akibat lainnya ialah, terjadinya masyarakat yang saling terasing satu sama lain. Keterasingan sosial tidak bisa dihindari lagi. Suasana hidup akrab kekeluargaan antar penduduk tidak bisa dicapai lagi. Akibat selanjutnya ialah terciptanya masyarakat yang semakin tidak acuh terhadap sesamanya, egoisme dan individualisme makin berkembang.

Masyarakat seperti ini bukanlah tujuan dari pembangunan yang tengah kita laksanakan. Masyarakat yang kita cita-citakan adalah masyarakat Pancasila. Pembangunan yang kita laksanakan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Studi mengenai pola-pola pemukiman  telah berkembang dalam tiga cabang ilmu adalah :
1. georgafi,
2. etnografi dan
3. arkeologi.
Secara umum dapat disimpulkan  bahwa pola pemukiman selalu berkaitan dengan dua hal  yakni, lingkungan alam dan, kebudayaan.

Pertama : Adapun lingkungan alam yang, mempengaruhi pola pemukiman  adalah morfologi permukaan bumi dan sumber daya alami yang ada disekitar pemukiman tersebut.
Tanahnya datar atau berbukit, ada sungainya atau tidak, tanah yang mau dibangun dibawahnya terdapat sumber air atau tidak, tanaman apa saja yang dapat tumbuh,  itu semua mengajak orang untuk mengatur  pemukimannya sedemikian rupa  sehingga sumber-sumber daya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Dalam hubungan ini pola keletakan unsur-unsur pemukiman ditentukan oleh pemikiran  untuk menguasai faktor jarak. Jarak dalam hal ini dapat ditinjau sebagai faktor ekonomis.
Bentuk maupun hiasan rumah sering pula dikaitkan dengan kepercayaan tertentu antara lain yang berhubungan dengan :
1. kosmologi,
2. kosmogoni,,
3. dunia arwah, dan
4. kekuatan-kekuatan gaib.

Kedua : Dalam konteks tradisi, ditinjau dari pada berbagai wilayah budaya, dikenal berbagai fungsi arsitektural.
Rumah adalah tempat pemenuhan hajat hidup sehari-hari :
1. untuk tempat berlindung,
2. tempat membina keluarga dan
3. tempat menyimpan serta mengatur makanan dan,
4. segala perlengkapan hidup.

Maka bagian-bagian rumah disesuaikan dengan fungsi-fungsi tersebut. Penempatan tertentu dari masing-masing bagian rumah dipengaruhi pula oleh penilaian mengenai makna kegiatan di bagian rumah tersebut.
Maka sering terlihat ada tempat-tempat yang dikhususkan untuk :
1. orang tua,
2. untuk tamu,
3. untuk wanita dan seterusnya.
4. Juga letak dapur,
5. letak tempat tidur, dan sebagainya, sangat ditentukan oleh nilai arah yang, dikenal dalam kebudyaan yang bersangkutan.

Bagian-bagian pokok sebuah rumah, yang memenuhi fungsi-fungsi  tertentu dan diwarnai oleh budaya setempat adalah :
1. Jalan masuk,
2. Ruang tidur,
3. Dapur,
4. Ruang tamu,
5. Tempat penyimpanan, (gudang, lumbung, kandang binatang).

Jalan masuk kerumah bermacam-macam bentuk dan letaknya :
dari yang satu dua anak tangga saja, sampai yang tinggi sekali pada rumah-rumah panggung,
1. ada yang di tengah,
2. ada yang di samping,
3. ada yang langsung menghubungkan  halaman dengan lantai rumah
4. ada pula yang menembus lantai.

Ada pula pola-pola rumah yang mempunyai dua jalan masuk :
1. satu untuk tamu dan
2. satu lagi untuk “orang dalam” atau
3. satu untuk para laki-laki dan yang lainnya
4. untuk para wanita dan anak-anak.
Melihat bermacam-macamnya  pola ini, nyata bahwa  persepsi ruang dapat sangat berbeda antara  satu kelompok enik  dengan yang lainnya, dan ini dihubungkan pula dengan tata masyarakat mereka. Sering pula bentuk dan letak jalan masuk ke rumah ini menunjukkan seberapa jauh faktor keamanan mempengaruhinya.

Tempat atau ruang tidur pun berbeda-beda letak dan wujudnya.
1. Ada  yang di bagian tengah,
2. ada yang dibagian belakang dari rumah; 
3. ada yang berupa kamar
 4. ada pula yang berupa balai-balai luas.

Dapur, suatu bagian rumah yang amat penting, juga mempunyai variasi dari kebudayaan ke kebudayaan.  Ada  yang menilai, dapur sebagai prasarana  service semata-mata dan meletakkannya dibagian rumah yang agak dijauhkan,  sehingga tidak “mengganggu” daerah tinggal utama. Ada pula yang menilai dapur sebagai bagian inti dari rumah dan meletakkannya benar-benar di pusat rumah.

Bagian terdepan rumah biasanya digunakan untuk menerima tamu. Bentuknya bervariasi antara:
1. serambi terbuka,
2. setengah terbuka, atau
3. berupa ruang tertutup.

Ada pula pola rumah adat yang memiliki dua ruang tamu, yaitu ruang tamu  luar dan ruang tamu dalam, yang penggunaannya adalah untuk memisahkan dua jenis  tamu misalnya laki-laki dan perempuan atau  tua dan muda; atau untuk membedakan nilai peristiwa yang dilangsungkan di tempat masing-masing, misalnya  upacara dan bertandan / bertamu  biasa.
Bagian terakhir yang selalu ada pada rumah adat adalah tempat penyimpanan, dari yang sangat sederhana sampai yang besar-besaran.

Bentuk yang paling sederhana untuk menyimpan,  bahan makanan atau barang-barang  berharga adalah berupa para-para, yang bisa terletak di bagian atas dapur ataupun di bagian atas kamar tidur.
Dalam tipe rumah tertentu (rumah panggung), kolong rumah digunakan untuk tempat penyimpanan  baik untuk barang maupun sebagai kandang ternak (babi, kambing, ayam).
Pada beberapa pola perumahan adat, lumbung padi bahan makanan, bahkan  dibangun  tersendiri terpisah dari bangunan tempat tinggal.
Adakalanya lumbung ini berfungsi menunjukkan prestise keluarga yang memilikinya.
Arsitektur  pada umumnya, arsitektur tradisional pada khususnya, telah bertumbuh dan berkembang semenjak manusia ada.
Hal ini disebabkan oleh karena dalam hidupnya,  manusia memerlukan rasa aman dari gangguan-gangguan, untuk menjalankan kehidupannya.
Oleh karena itu arsitektur khususnya arsitektur tradisional secara terpadu terlihat ujud-ujud kebudayaan. Ujud ideal yang merupakan gagasan, nilai-nilai, serta cita-cita yang dihayati oleh suatu kelompok manusia dicerminkan oleh, bentuk, susunan, ragam hias, serta upacara-upacara yang diperlukan baik dalam membangun  maupun dalam kenyataan arsitektur tradisional itu.
Di samping itu ujud-ujud sistem sosial yang ada dalam suatu masyarakat terlihat dan tertampung dalam arsitektur tradisional itu.
Keadaan-keadaan itu meyakinkan kita bahwa dalam arsitektur tradisional ujud-ujud kebudayaan yang dihayati, dan diamalkan di dalam suatu masyarakat tergambar pula sebagai arsitektur tradisional itu.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas sebagai identitas maupun sebagai perujudan dari ujud-ujud kebudayaan dari  suatu masyarakat, maka arsitektur tradisional mempunyai arti penting bagi suatu masyarakat.
Arsitektur tradisional merupakan, unsur kebudayaan yang selain memegang peran penting dalam menjalankan kehidupan, di lain pihak merupakan khasanah kebudayaan dari suatu masyarakat.
Kemajuan zaman telah menyebabkan terjadinya perobahan-perobahan termasuk di bidang kebudayaan.
Perobahan itu selain, menggeser ujud-ujud ideal kebudayaan yang lama, serta ujud sistem sosial, di lain pihak, telah merobah pula bentuk-bentuk ujud fisik dari suatu kebudayaan. Bahkan dengan adanya pembangunan yang pesat dilakukan pada saat ini, perobahan-perobahan itu berjalan dengan cepat.
Hal ini selain telah,  merobah ujud-ujud kebudayaan sebagaimana yang terlihat pada arsitektur tradisional, dilain pihak di khawatirkan arsitektur tradisional itu akan mengalami kepunahan dalam suatu masyarakat.

Perobahan-perobahan, ataupun kepunahan itu sudah barang tentu akan menjadi suatu masalah di bidang kebudayaan, yang menjadi kekayaan kebudayaan yang baik daerah maupun bangsa Indonesia. Dipihak lain karena perobahan serta kepunahan itu tidak berjalan dalam satu kurun waktu yang sama, karena secara phisik ujudnya telah ditinggalkan, tetapi secara ideal ujud kebudayaan itu masih dihayati.
Atau sebaliknya ujud-ujud ideal yang lama telah ditinggalkan sedang ujud-ujud ideal kebudayaan yang baru, belum terbentuk. Hal-hal tersebut yang memprihatinkan kita di atas,  telah menjadi pendorong dilakukannya pendokumentasian ini.

Suatu masalah tersendiri dalam arsitektur tradisional ini ialah belum adanya dokumentasi yang lengkap tentang hal ini. Ini adalah gambaran umum tentang berbagai pola-pola rumah adat etnik yang ada,  baik  terancam perobahan maupun kepunahan. Hal yang terakhir ini selain sangat penting artinya bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan,  tetapi sangat penting artinya bagi studi kebudayaan untuk kemajuan ilmu dan kebudayaan itu sendiri.
Guna kepentingan itu semua,  kami menyajikan Arsitektur Rumah Adat Tradisional Rote (Roti), NTT (disajikan dalam sebuah buku tersendiri oleh penulis juga),  sebagai salah suatu diantara kekayaan budaya Indonesia yang hampir punah pula karena zaman.

Arsitektur Tradisional Rumah Adat, oleh masyarakat umum,  biasa diberi  sebutan “Rumah-Rumah Kampung” (suatu penamaan yang menyakitkan hati) karena bentuknya tidak indah dan tidak mempersona yang  dianggap telah ketinggalan zaman.
Bagi pandangan sementara orang, termasuk sebagian Ilmuan, merasa tidak terlalu penting atau menarik baginya untuk menulis artikel-artikel yang menyangkut Istilah “Rumah-Rumah Kampung” ini,  mungkin karena begitu sederhana bentuknya atau tidak modern, tidak indah.
Pandangan semacam ini harus dibuang jauh-jauh, oleh karena memiliki nilai-nilai budaya dan penuh filosofi, simbul-simbul bermakna yang, terselubung didalamnya, yang sangat berharga untuk diketahui.

Kemiskinan yang dialami banyak orang, bukan saja karena kurang sandang dan pangan, tetapi juga kemiskinan papan atau rumah tempat bernaung.
Di kota-kota besar terdapat banyak pemukiman kumuh dimana-mana, seperti, di pinggir-pinggir kali, kolong jembatan layang, di lahan-lahan pemerintah yang belum dimanfaatkan, di dekat rel kereta api, diemper toko, dll.
Mereka ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan karena kemiskinan serta jauh dari pelayanan umum seperti, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, maupun pelayanan sosial lainnya.
Umumnya mereka terdiri dari para migran desa ke kota mencari lapangan kerja, karena tidak tersedia di desa. Nasib mereka hidup dibawah standar,  terdiri dari pemulung, pekerja kasar, buruh serta para pengangguran lainnya.
Golongan ini sangat miskin dalam hal sandang, pangan dan papan.
Setiap orang berhak atas perumahan yang sehat dan layak huni,  untuk hidup sejahtera.
Pertanyaannya, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai “sebuah rumah sehat”?

E. Kesimpulan & Saran-Saran

Setiap masyarakat suku bangsa memiliki arsitekturnya masing-masing. Setiap masyarakat lebih cocok dengan
arsitekturnya sendiri-sendiri. Perbedaan arsitektur satu masyarakat dengan masyarakat lainnya terjadi karena beberapa sebab, misalnya : latar belakang alam atau lingkungan, adat-istiadat, sistem sosial, ekonomi, pandangan hidup, keyakinan dan agama, tingkat kecerdasan dan teknologinya. Arsitektur suatu masyarakat adalah bagian integral dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena itu perubahan arsitektur bagi masyarakat tertentu adalah manyangkut kebudayaan masyarakat tersebut. Penggunaan gaya arsitektur lain terhadap suatu masyarakat bisa menimbulkan berbagai akibat negatif, seperti misalnya ketidak bertahan, keterasingan sosial, dsb. Masyarakat Indonesia paling cocok atau paling sesuai dengan arsitektur Indonesia sendiri.
Pertanyaan, apakah arsitektur Indonesia itu ada atau tidak, masih sulit untuk dijawab. Tetapi pertanyaan seperti itu kiranya kurang kena, atau tidak relevan. Yang jelas masyarakat Indonesia itu ada, telah lama ada dan terdiri dari berbagai suku bangsa dengan sub-kulturnya masing-masing. Setiap suku bangsa memiliki arsitekturnya sendiri-sendiri, yang disebut arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional Rote (Roti), paling sesuai bagi masyarakat Rote, karena arsitektur itu lahir bersama masyarakat Pulau Rote, NTT sendiri. Dipisahkannya masyarakat Rote dari arsitekturnya, akan membuat masyarakat Rote tersebut tercabut dari akar kulturalnya.

Brent C.Colin dalam bukunya The Fali Failure of Modern Architecture, Van Nostrand Reinhod Company, New York, l976, berpendapat, bahwa masyarakat bukan Barat, yang dulu menerima arsitektur modern, karena merasa rendah diri secara kultural, telah mencoba untuk menangkap kembali nilai-nilai tradisional dan sosial arsitektur  tradisional mereka sendiri.

Arah pembangunan dan modernisasi yang kita inginkan adalah membangun manusia seutuhnya. Karenanya pembangunan seperti itu haruslah pembangunan yang kultural, yakni pembangunan yang mementingkan lahir dan batin sekaligus, di segala bidang kehidupan manusia Indonesia. Konsekwensinya ialah, pembangunan itu juga meliputi pembangunan bidang arsitektur pula, di mana semua arsitektur tradisional wajib mendapat perhatian demi pembinaan, pengembangan dan pelestariannya. Pelestarian arsitektur tradisional, merupakan pelestarian kultural. Bangsa Indonesia adalah subyek, pelaku utama kebudayaan Indonesia. Karena itu seluruh bangsa Indonesialah yang bertanggung jawab atas pelestarian tradisional Indonesia. Pelestarian, karena itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi seluruh masyarakat Indonesia.
F. Saran-saran

Sebaiknya diusahakan agar lembaga Pendidikan Tinggi banyak menghasilkan tenaga ahli (arsitek) yang menguasai arsitektur tradisional tertentu.
Untuk itu kurikulum di Lembaga Pendidikan Tinggi bidang arsitektur perlu ditingkatkan atau lebih diidonesiakan agar arsitek yang diluluskannya mengerti dan memahami, serta mencintai arsitektur tradisional kita.
Sebaiknya arsitek hasil atau lulusan pendidikan luar negeri diwajibkan atau diberi kesempatan untuk mendalami ilmu mengenai arsitektur tradisional sampai cukup memadai keperluan bangsa di bidang tersebut.
Perlu dilakukan pewarisan pengetahuan, ketrampilan asritektur tradisional dari para seniman, tukang yang menguasai arsitektur tradisional berbagai suku bangsa dengan berbagai cara : lokakarya, wawancara, perekaman, pendokumentasian dan penyebarannya kepada masyarakat atas hasil-hasilnya.

H. Persyaratan Rumah Sehat & Aman Dihuni

Harus ada perlindungan dengan Undang-undang bagi arsitek Indonesia, terutama arsitek yang memilih arsitektur tradisional sebagai keahliannya, dari persaingan dengan arsitektur asing yang bekerja di Indonesia.
Diperlukan contoh konkrit dari “atas” dalam membangunan arsitektur tradisional, mengingat masih berlakunya watak paternalistis dalam masyarakat kita.
Sebaiknya Pemerintah Daerah, Dinas Tata Kota, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, memprioritaskan pembangunan arsitektur tradisional daerah tersebut.
Agar usaha pembangunan perumahan rakyat mengambil arsitektur tradisional sebagai jiwanya. Pembuatan Skripsi bagi mahasiswa jurusan Arsitek, Teknik Sipil, agar wajib membuat Skripsinya tentang Arsitektur tradisional. Semoga pendalaman pengetahuan mahasiswa tentang Arsitektur tradisional perlu diprioritaskan dimasa-masa mendatang.”Semoga”.(Penulis).
Selain kebutuhan akan makan dan pakaian, juga  kebutuhan akan rumah yang layak bagi setiap orang. Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan dengan berbagai bentuk, mengingat iklim dan keadaan lingkungan setempat.  Di Indonesia rumusan syarat perumahan sehat ditentukan sebuah Panitia Bersama dari :
1.      Depatemen Kesehatan,
2.      Departemen Pekerjaan Umum, dan
3.      Departemen Sosial.

American Public Health Association (1941) dan WHO (1961)
merumuskannya Rumah Sehat sbb.

1.      Keperluan dasar fisiologis, yaitu :
·         adanya lingkungan yang suhunya sedemikian, sehingga tidak terjadi kehilangan panas tubuh manusia berlebihan;
·         adanya lingkungan yang suhunya sedemikian, sehingga memungkinkan pengeluaran panas badan secara  adekuat.
·         adanya  admosfer (udara) yang bersih,
·         adanya penerangan cahaya alam tanpa menyilaukan,
·         adanya sinar matahari yang langsung masuk dalam rumah,
·         adanya penerangan buatan tanpa menyilaukan,
·         adanya perlindungan terhadap kebisingan,
·         adanya tempat olah raga dan bermain anak-anak.

2.      Keperluan dasar kejiwaan : yaitu :
·         adanya tempat bebas gangguan dan  tersendiri (privacy) yang adekuat untuk tiap penghuni rumah,
·         adanya kemungkinan untuk kehidupan keluarga yang normal,
·         adanya kemungkinan kehidupan sosial atau komunitas yang normal,
·         adanya fasilitas sedemikian, sehingga pekerjaan rumah tangga  dapat dilakukan tanpa kelelahan jasmaniah dan rohaniah yang berlebihan,
·         adanya fasilitas sedemikian, sehingga kebersihan rumah dan penghuni tetap terpelihara,
·         adanya keserasian bentuk dan kondisi rumah dengan standar sosial dan masyarakat sekitarnya.

3.      Perlindungan terhadap penyakit menular, yaitu :
·      adanya penyediaan air yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah,
·      adanya pencegahan pengotoran air yang dipakai dalam rumah,
·      adanya kamar kecil (WC) yang baik, sehingga dapat mencegah penularan penyakit,
·      adanya pencegahan pengotoran dalam rumah oleh air bekas,
·      menghindarkan sanitasi buruk disekitar rumah,
·      menghindarkan masuknya serangga dalam rumah yang dapat menularkan penyakit,
·      adanya fasilitas penyimpanan susu dan makanan agar tidak membusuk,
·      adanya kamar tidur yang cukup luas, sehingga tidak terjadi penularan kontak.

4.      Perlindungan terhadap terjadinya kecelakaan, yaitu :
·      bahan dan konstruksi rumah harus sedemikian, sehingga mengurangi kemungkinan roboh atau runtuhnya bagian-bagian rumah,
·      menghindarkan konstruksi atau keadaan rumah yang dapat  menimbulkan atau memudahkan meluasnya kebakaran,
·      adanya cukup fasilitas untuk keluar dari rumah, bila ada kebakaran atau gempa bumi dan angin puting beliung,
·      adanya perlindungan terhadap bahaya aliran listrik atau kebakaran,
·      adanya perlindungan terhadap bahaya jatuh atau kecelakaan mekanis lain dalam rumah,
·      adanya perlindungan di sekitar rumah terhadap bahaya lalu lintas kendaraan bermotor. (EI : 2691).
Semua bangunan untuk tempat tinggal, baik itu rumah modern ataupun rumah-rumah tradisional, dalam bentuk yang bagaimanapun, perlu memperhatikan syarat-syarat tersebut diatas, sebagai rumah sehat bagi setiap penghuninya.
Pertanyaannya : Apakah para developer dalam konsep perencanaan pembangunan untuk masyarakat bawah, memperhatikan persyaratan rumah sehat yang di sebutkan di atas atau tidak? 
Jawablah sendiri, kataku .(Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.