alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Jumat, 02 Januari 2015

SANKSI ADAT DAN BELIS PADA KAWIN LARI MENURUT ADA ORANG ROTE

Sanksi Adat Dan Belis Pada Kawin Lari
Menurut Adat Orang Rote

Yang memegang peranan dan berhak bersuara dipihak si gadis menurut adat orang Rote, adalah Paman kandung si gadis, yaitu saudara kandung laki-laki pihak ibunya (Paman) disebut  (To’O). Panggilan untuk bibi adalah (Te’O). To’O  inilah yang berhak mewakili pihak keluarga si gadis dalam semua pembicaraan saat pertemuan berlangsung. To’O ini juga yang menentukan sanksi adat apa yang harus dipenuhi oleh pihak keluarga laki-laki baik macam, maupun besarnya sanksi adat. Jadi bukan ayah kandung atau keluarga lainnya dari pihak si gadis.

Pembayaran sanksi adat antara lain ditentukan sebagai berikut:
Ø  Pembayaran sirih pinang dan sopi (wisky Rote), sebagai tanda pinangan   diterima dan  sebagai pengganti sirih pinang dan adat pada waktu meminang dilakukan oleh si lelaki / pemuda dalam keadaan perkawinan normal
Ø  Pembayaran “buka dan tutup pintu”; yang artinya sejak pinangan diterima, rumah orang tua si gadis terbuka dan masih terus terbuka (dianggap pintu rumah masih terbuka sejak saat si gadis meninggalkan rumah) baik saat penutup pintu (sejak saat penerimaan tersebut maka pintu harus ditutup kembali) dan pembuka pintu tersebut harus dibayar secara adat.
Ø  Pembayaran “air susu ibu” sebagai balas jasa kepada ibu si gadis yang telah memelihara dan membesarkan calon istrinya.
Ø  Belis (mas kawin), yang harus dibayar lunas agar  supaya istrinya kelak menjadi penuh masuk menjadi milik suku / clan suaminya. Biasanya berupa sawah atau kebun kelapa (Rote = “mamar” yaitu kebun dengan tanaman jangka panjang), bisa berupa hewan atau lainnya sesuai permintaan To’O nya. Apabila Belis ini tidak dibayar, maka kelak anak-anaknya yang lahir dari hasil perkawinan mereka akan masuk ke-Clan / Vam ibunya.
Ø  “Uang To’O,” suatu pembayaran kepada pihak paman (To’O) dari si gadis calon istrinya.
Ø  Pembayaran uang “cuci  muka” (uang malu), yang dilakukan sebelum terang kampung.  Cuci muka ini khusus dilakukan bagi mempelai yang sebelum kawin resmi telah melakukan persetubuhan, dan sekarang tidak perawan lagi. Oleh karena itu untuk menghapus malu yang diderita oleh pihak keluarga wanita, harus dibayar denda secara adat.
Ø  Pembayaran uang  “tutup pintu”, terutama khusus dilakukan bagi gadis yang dilarikan, sehingga pintu rumah pada waktu melarikan itu masih tetap terbuka, dan untuk menutup kembali pintu itu harus dibayar denda secara adat.
Ø  Pembayaran uang “potong duri” (uang lelah karena mencari kesana-kemari, ke-semak-belukar dan dihutan-hutan sehingga kaki-kaki keluarga perempuan  tersusuk duri), terutama bagi kawin lari. Pada waktu mencari si gadis yang dilarikan itu banyak rintangan-rintangan yang dihadapi pihak keluarga si gadis sehingga kakinya tertusuk duri, oleh karena itu untuk membalas jerih payah pada waktu  mencari itu harus dibayar denda cabut duri secara adat.
Semua pembayaran “belis” itu harus dibayar berupa: hewan, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, biri-biri dan kambing dan juga sawah atau kebun kelapa sesuai permintaan To’O dan disanggupi pihak laki-laki. Juga dilengkapi dengan pembayaran uang, selimut dan pakaian lainnya, sebagai kebesaran adat. Dalam setiap pembayaran yang dilakukan oleh pihak laki-laki, maka pihak keluarga perempuan / wanita harus membalasnya sesuai dengan pembayaran yang diterimanya atau tidak selalu sama. Selesai segala macam penentuan pembayaran adat ini disepakati, yang secara resmi diketahui oleh umum dan kepala adat, maka kedua mempelai  suami istri disyahkan perkawinannya menurut adat. Surat perkawinan ini ditanda tangani Kepada Desa dan para saksi-saksi adat. Jika masing-masing yang bersangkutan beragama Kristen, maka upacara perkawinan dengan sistem “Terang Kampung” ini masih akan dilanjutkan lagi dengan upacara Pernikahan di Gereja.
Tentu masing-masing pihak harus memenuhi beberapa persyaratan Gereja, antara lain,
Ø  mereka telah dipermandikan / dibaptis (ada suratnya) dan,
Ø  sudah mengikuti Pengakuan Iman / Sidi, (harus ada suratnya) dan,
Ø  mengikuti pemahaman pranikah / pengembalaan oleh Pendeta di gereja.
Walaupun  mereka telah memiliki  surat-surat diatas tetapi  tidak dilanjutkan dengan pernikahan gereja, maka mereka sebagai anggota gereja akan diberi sanksi oleh geraja yaitu mereka tidak diperkenankan mengikuti acara “Perjamuan Kudus” yaitu suatu perayaan orang Kristen tentang hari Peringatan Kematian “Kristus Jesus.

Surat Nikah Terang Kampung ini tidak diakui oleh gereja sebagai suatu surat pernikahan, demikian pula oleh Kantor Pencatatan Sipil. Kapan mereka akan menjalani pernikahan gereja, tidak dibicarakan pada saat upacara Terang Kampung ini berlangsung. Pembicaraan akan  dilakukan dilain waktu dan tempat, dimana masing-masing pihak  akan bertemu lagi  membicarakannya dikemudian hari.
Perkawinan “Terang Kampung” ini jarang sekali  terjadi, tetapi hanya merupakan beberapa  kasus saja, karena ulah si gadis dan pria pujaannya yang kelewat membara cinta mereka dengan mengambil jalan pintas bebas hambatan, atau istilah sekarang  mengambil jalur jalan Tol atau potong kompas,  tanpa memperhitungkan beratnya resiko sanksi adat yang kelak harus ditanggungnya sendiri seperti berbagai pembayaran yang disebutkan diatas.    Sering juga terjadi pihak keluarga si gadis tidak mau menerima anak gadisnya  dilarikan untuk kawin, sehingga  mengambil jalur hukum dengan melaporkan kejadian ini kepihak kepolisian dan diperkarakan hingga ke pengadilan negari. Apabila hal ini terjadi demikian,  maka tidak akan terjadi upacara adat perkawinan “Terang Kampung.” Yang paling fatal lagi ialah bahwa anak gadis yang lari kawin itu, terkadang tidak diakui” anak lagi oleh orang tuanya atau dengan istilah lain anak gadis itu di “buang” dan tidak diperkenankan pulang kerumah orang tua atau kekeluarganya sampai kapan pun juga.

Apakah orang Rote secara adat dapat kawin lebih dari satu istri?
Kecuali Raja dan Fetor pada zaman dahulu, maka yang lainnya tidak diperkenankan polygami. Adat perkawinan “Sororat dan “Levirat” di izinkan, yaitu perkawinan berganti tikar yang disebut “Alu Anak”. Menurut adat Rote juga diperkenankan jika seorang sudah beristri ingin menikah lagi dengan adik perempuan dari istrinya maka berlaku ketentuan hukum adat “Dangga Lena atau Natula Langgak” dimana lelaki harus menyerahkan satu ekor kerbau kepada keluarga wanita.

Apakah perceraian memungkinkan?

Perceraian dimungkinkan dalam alasan utama yaitu perzinahan dengan orang lain.  Jika terjadi perzinahan oleh wanita maka ia harus mengembalikan seluruh “Belis” yang pernah diterimanya, biaya perceraian tersebut dengan “Natateak”, tergantung dari siapa yang bersalah, meminta cerai dialah yang membiayai perceraian itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.