PENYEBARAN AGAMA KRISTEN DI BALI
Selama satu abad yang lalu
segala upaya dilakukan untuk mengkristenkan orang Bali telah gagal, dan kisah
Nicodemus, orang Bali pertama yang masuk Kristen, sudah sangat terkenal.
Nicodemus adalah pelayan dan murid pertama seorang missionari yang datang ke
Bali. Dia mengijinkan dirinya untuk dibaptis setelah beberapa tahun melayani
missionari itu, tapi waktu berjalan dan tidak ada orang Bali lain yang dapat ia
ajak masuk Kristen, demikianlah missionari itu mulai menekan Nicodemus untuk
membaptis orang lain. Anak malang ini, yang secara mental telah tersiksa karena
masyarakat (banjar dan keluarga besarnya) telah mengusirnya, dan menyatakan ia
secara moral “sudah mati” tidak mampu lagi menahan keadaan ini lebih jauh,
membunuh tuannya, membuang agama barunya, dan menyerahkan dirinya untuk dihukum
menurut hukum adat Bali. Skandal ini menyebabkan dibuatnya suatu undang-undang
di negeri Belanda untuk mencegah kegiatan missionari di Bali.
Namun ini tidak
menghentikan kegiatan para penyebar agama Kristen; ijin diberikan kepada mereka
pada tahun 1891, dan tahun 1920, dan lagi tahun 1924, ketika agama Katolik Roma meminta
ijin khusus, tapi gelombang penolakan oleh orang-orang Bali membuat upaya-upaya
konversi itu gagal. Pertemuan dilakukan oleh para pemimpin Bali untuk
“menghentikan malapetaka/gerubug ini” dan ijin yang telah diberikan dibatalkan
oleh Pemerintah Belanda.
Tapi pada akhir tahun 1930 missionari dari Amerika berhasil mendapat ijin masuk ke
Bali, dengan tujuan hanya untuk memelihara “jiwa-jiwa yang sudah diselamatkan”
dan tidak mencari pengikut baru. Tapi secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi
mereka mulai bekerja di antara orang-orang Bali.
Para missionari awal yang
lebih tulus berupaya mendapat pemeluk baru berdasarkan keyakinan tapi gagal,
tapi para missionari yang datang kemudian menginginkan hasil yang lebih cepat
dan memakai cara-cara yang efektif. Memanfaatkan krisis ekonomi yang mulai
terasa di Bali, mereka berusaha meyakinkan calon-calon atau sasaran mereka yang
umumnya sangat miskin dengan
menyatakan bahwa bila mereka masuk Kristen kesulitan ekonomi mereka akan
berakhir dan mereka akan bebas dari kewajiban-kewajiban (iuran) adat, –
satu-satunya yang perlu mereka lakukan hanyalah formula “Saja pertjaya Jesoes Kristos”.
Bila orang yang mengucapkan
kata-kata magik ini adalah seorang kepala keluarga, para missionari itu
mengklaim setiap anggota keluarganya juga sebagai Kristen dan mereka akan
menepuk dada mengenai tiga ratus orang pemeluk baru.
Tak berselang lama
orang-orang Kristen baru ini segera mengetahui mereka ditipu; mereka tetap
membayar pajak sama seperti sebelumnya, menjadi orang yang dibenci oleh desa
adatnya, dan mereka diboikot (‘kesepekang’). Di Mengwi, dimana para missionari itu mendapat sukses besar, para
penguasa menolak untuk membebaskan orang-orang yang pindah agama ini dari
kewajiban-kewajibannya, mengakibatkan konflik tak berkesudahan dengan banjar
atau desa adat dan subak; gugatan di pengadilan dilakukan dan kesusahanpun
dimulai. Di banyak desa awig-awig dibuat dan menjadi hukum adat yang menetapkan
bahwa orang-orang yang meninggalkan agama Bali dinyatakan sebagai orang yang “telah mati.”; rapat-rapat dilakukan
untuk mendiskusikan kemungkinan untuk membuang
orang-orang ini ke tempat-tempat jauh seperti Djimbrana (Jembarana) bersama-sama dengan para penjahat lain.
Orang-orang Kristen (baru) ini juga menjadi sangat susah mengurus mayat-mayat
keluarga mereka, karena mereka dilarang menguburkan mayat-mayat itu di kuburan
desa dan tempat lain yang tersedia adalah sawah atau semak-semak (yang di Bali
dilarang untuk mengubur mayat, pen). Pada saat itu suasana menjadi sangat
tegang dan hampir-hampir meletus jadi kerusuhan. Para pemuka desa yang
mempunyai keperdulian bicara dari hati ke hati dengan orang-orang yang pindah
agama ini dan berhasil membawa mereka kembali kepada agamanya semula (agama
Hindu).
Sangat unik adalah kisah Pan Luting, seorang kepala desa
yang pindah agama dan membantu missionari menambah jumlah pengikutnya. Dia
menyesal, mengaku ia telah ditipu, dan sebagai aktor topeng yang terkenal,
dalam setiap pertunjukkannya ia tidak pernah melewatkan kesempatan untuk
mengolok-olok para missionaris dan menyatakan kegembiraannya karena tidak lagi
menjadi Kristen. Seorang yang lain juga berhenti menjadi Kristen karena
penyakit sipilis yang dideritanya tidak sembuh setelah ia mengucapkan kata-kata
magik “Saja pertjaja pada Jesoes Kristos,”
sebagaimana ia dijanjikan oleh seorang missionari. Dan lagi, seorang pemeluk
Kristen baru pada saat
menjelang kematian cepat-cepat membuang agama barunya ketika ‘balian’ desa
menolak mengobatinya, karena menurutnya obatnya tidak akan mempan terhadap
seorang Kristen. Dia sembuh, dan tak perlu dikatakan lagi ia lalu mengadakan
piodalan besar di sanggahnya. Kisah-kisah semacam ini terus berulang di Bali,
tapi ilustrasi yang terbaik yang menggambarkan kedangkalan keyakinan para
pemeluk baru ini terhadap agama Kristen adalah percakapan antara seorang pemuda
yang baru masuk Kristen dengan seorang pejabat yang
tersadarkan berikut ini :
“Knapa Ktoet boeang agama
Bali?”
“Sebeb saja pertjaja!”
“Pertjaja apa?”
“Saja pertjaja Toean Jesoes
Kristos.”
“Siapa dia?”
“Itoe Toean jang pake
badjoe itam jang sering datang deri lombok.”
Akhirnya kekacauan sudah
sangat jelas dan Missionari Amerika
ini harus pergi meninggalkan Bali. Sampai saat itu para missionari Belanda
telah menahan diri untuk melakukan kegiatan di Bali, tapi ketika datang berita
bahwa missionaris saingannya berhasil mendapat berapa orang pemeluk, mereka
mulai muncul kepermukaan dan melakukan segala upaya agar undang-undang yang
melarang missi di Bali diubah. Kontroversi yang sengit marak di surat-surat
kabar di Belanda dan Jawa; para missionari mengklaim bahwa orang-orang Bali
sudah masak untuk dialih-agamakan sebab rasa keagamaan mereka, akhirnya sudah
pecah. Seorang Dr. Kraemer, kepala
dari missionari Protestan, pergi ke Bali untuk melakukan penyelidikan dan
setelah tinggal di pulau ini selama sebulan, menulis satu laporan tebal yang
dimaksudnya untuk membuktikan kegagalan dari agama Bali, dan ide bahwa
orang-orang Bali sesungguhnya ingin menjadi Kristen, tapi ditentang oleh para
intelektual Eropa yang tinggal di Bali. Argumen ini segera dijawab oleh Tjokorda Gede Raka Soekawati, wakil Bali di
Volksraad, “DPR” di Batavia. ‘Temuan’
Dr. Kraemer yang penuh prasangka itu segera dihancurkan oleh
jawaban-jawaban dan analisis atas argumennya yang dilakukan oleh para peneliti
yang sebenarnya (real students) tentang Bali, orang-orang seperti Bosch, Goris, Korn, Haga, Lekkerkerker, De
Bruyn Kops dan Damste. Dr. Goris menunjukkan bahwa pandangan para
missionari didasarkan atas prinsip bahwa semua manusia pada dasarnya “buruk”
(no good) dan dalam “konflik jiwa” tanpa harapan yang hanya dapat disembuhkan
oleh satu jenis agama khusus yang dipropagandakan oleh para missionari.
Menemukan bukti kecil dari “konflik jiwa” ini mereka memperbesarnya dan
menciptakannya dengan mengadu domba antara kasta-kasta dan mempermainkan
kemiskinan mereka, dengan demikian mereka mendorong pertentangan antar kasta
ini dari pada menghilangkannya, itulah klaim mereka. Aneh sekali, missionari
yang sama yang menuduh orang Bali dangkal agamanya justru menyetujui pengalihan
agama berdasarkan kepura-puraan yang sama sekali tidak tahu apapun mengenai
agama Kristen kecuali beberapa istilah Melayu yang umum.
Sementara itu, sementara
kontrversi terus berkobar, para missionari yang cerdik mulai menemukan pijakan.
Dewasa ini seorang pastor Katolik dan seorang pendeta Kristen Protestan
ditempatkan di Denpasar, dan seorang missionari lain di tempatkan di Buleleng,
ketiga-ketiganya tentu saja berhati-hati tapi tak kenal lelah dalam upayanya
untuk “menyelamatkan” orang-orang Bali.
Tapi Bali sama sekali
bukanlah tempat dimana para missionari ini dapat memperbaiki dengan cara apapun
standar moral dan phisik orang-orang Bali dan sangat sulit untuk percaya,
mengetahui karakter orang-orang Bali, bahwa mereka (para missionari itu) akan
berhasil. Agama bagi orang Bali lebih dari sekedar upacara spektakuler dengan
musik, tarian, dan sentuhan drama kejantanan; agama Hindu adalah hukum mereka,
kekuatan yang membuat mereka tetap bersama. Agama Hindu adalah pendorong terbesar
bagi hidup mereka sebab ia memberikan mereka etika, budaya, kebajikan dan
kebahagiaan dengan upacara-upacara yang penuh kegembiraan yang mereka cintai.
Lebih dari sekedar agama, agama Hindu adalah phalsafah moral dengan nilai
spiritual yang tinggi, kegembiraan dan bebas dari fanatisme, yang menjelaskan
kepada mereka kekuatan-kekuatan misterius dalam alam semesta ini. Sulit sekali
untuk membayangkan bahwa agama (Hindu) ini akan dapat digantikan oleh agama
eskapis (lari dari dunia nyata, pen) yang hambar kosong dari keindahan dan
upacara-upacara yang dramatis.
Pulau kecil yang bernama
Bali, sekarang terkenal karena keindahan orang-orangnya, kehidupan beragamanya
yang sangat sungguh-sungguh (intense), dan keseniannya yang sangat kaya, musik
dan theater, masih merupakan satu diantara bangsa-bangsa yang sangat
mengagumkan yang tidak akan pernah kita kenal lagi, salah satu dari
negeri-negeri yang disebut sebagai primitif. Memang benar orang-orang Bali
adalah orang-orang primitif, sekalipun kita menggunakan istilah ini untuk
membedakannya dengan peradaban kita yang materialis dari budaya asli dimana
kehidupan sehari-hari, masyarakat, seni, dan agama membentuk satu kesatuan yang
utuh yang tidak dapat dipisahkan kedalam unsur-unsur tanpa
menghancurkannya; kebudayaan
dimana nilai-nilai spiritual menuntun cara hidup.
Sumber : www.iloveblue.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.