Sektor Pertanian Di Anak Tirikan Dan
Fase-Fase Pembangunan Pertanian di Indonesia
Oleh : Drs. Simon Arnold Julian Jacob
Indonesia sebagai negara agraris
kurang lebih 80 persen penduduknya bergantung pada sektor pertanian, sejauh
mana memberi kesejahteraan dan pangan yang cukup bagi rakyatnya terutama para
petaninya. Dari sisi budaya : Sektor
pertanian ini lebih dikenal dengan sebutan: “budaya pedalaman/daratan/agraris.” Sedang sebaliknya istilah
untuk nelayan (maritim) disebut “budaya pesisir/pantai” Mereka yang tergolong
dalam kedua sebutan ini identik dengan “kemiskinan” yang kurang memperoleh akses pelayanan umum yang
memadai.
Faktor-faktor apa saja
sebenarnya yang menjadi akar permasalahannya? Berikut ini disajikan topik tentang
perkembangan dan sejauh mana perhatian pemerintah pada sektor yang satu ini.
Dalam perjalanan 67 tahun Indonesia
merdeka, sektor pertanian tercatat pernah menjadi primadona atau (leading
sector) dalam perekonomian
yang menyumbangkan sekitar, 70
persen lebih dari produk domestik bruto dan, penciptaan lapangan kerja. Namun,
semrawut dan tak adanya visi jangka panjang pembangunan ekonomi di negara ini,
membuat pertanian kemudian terpuruk dan peran sektor pertanian dalam
perekonomian tak lebih dari sekedar
pengganjal atau pelengkap bagi sektor lain (adjusting atau following
sector).
Dalam satu
dekade lebih terakhir, sebagian besar subsektor,
1.
pertanian,
2.
perkebunan,
3.
peternakan, dan
4.
perikanan,
mengalami kemerosotan kinerja dan petaninya mengalami pemiskinan secara
dramatis. Sementara ketergantungan pada impor pangan dan produk pertanian lain
meningkat tajam, bahkan, Indonesia sempat menjadi penerima bantuan pangan
terbesar dunia pada masa krisis. Seorang
pakar holtikultura Indonesia menceritakan bagaimana sekitar tahun l980 dan l990 Ia di undang ke
Vietnam, dan untuk mengajar para peneliti Thailand yang datang ke Indonesia
tahun l992 soal budidaya tanaman hias. Kini, kedua negara ini sudah menyalip
“Sang Guru” dalam industri budidaya tanaman hias. Indonesia yang pada awal abat
ke-19 merupakan eksportir gula terbesar kedua dunia (setelah Kuba), kini
berbalik menjadi impor gula terbesar kedua dunia.
Beras yang
dulu swasembada, kini harus impor. Hal yang sama terjadi untuk produk pangan
penting lain, seperti jagung dan kedelai, serta produk holtikultura, seperti
buah-buahan dan tanaman hias, seperti pisang, jeruk, durian, dan mangga dll.
·
Dulu, kita bisa memenuhi
sendiri kebutuhan dalam negeri, bahkan ekspor.
·
Kini produk impor menyerbu
bukan saja untuk konsumsi hotel, restoran, dan supermarket, tetapi juga untuk
rumah tangga.
Ketergantungan
pada impor produk holtikultura dari luar semakin meningkat, seiring dengan
pertumbuhan pesat jaringan supermarket internasional di kota-kota besar di
Indonesia sejak sekitar tahun tahun l990.
Tahun 2002 nilai
impor mencapai :
1. 217
juta dollar AS untuk buah-buahan,
2. 111
juta dollar AS untuk sayur-sayuran, dan sekitar
3. 0,824 juta dollar AS untuk tanaman hias.
Untuk produk
perkebunan terjadi penurunan pangsa ekspor teh di hampir semua jenis teh yang
di ekspor Indonesia pada periode 1997-2001, kecuali jenis teh hijau curah.
Kondisi suram dan penurunan pangsa pasar juga dihadapi komoditas kopi karena
kondisi tanaman yang umumnya sudah tua, kurang terpelihara, dan produktivitas
yang semakin menurun. Indonesia yang sebelumnya produsen ketiga terbesar,
tergusur ke urutan keempat oleh Vietnam pada tahun l998.
Jatuh bangun
Jatuh bangun sektor pertanian sangat terkait erat dengan berbagai faktor,
seperti,
---sistem nilai,
---kemajuan ilmu pengetahuan,
perubahan teknologi,
---kebijakan ekonomi makro,
---dan strategi pembangunan ekonomi yang diterapkan pemerintah.
Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun l960-an,
menurut pengamat pertanian Bustanul Arifin, Indonesia sebenarnya cukup berhasil
membangun fondasi atas basis pertumbuhan ekonomi yang baik pada tahun l970-an,
dengan terintegrasinya pembangunan pertanian dalam kebijakan ekonomi makro.
Salah satu indikator yang dirasakan langsung oleh masyarakat banyak adalah,
terciptanya swasembada beras tahun l980-an. Namun, kondisi kondusif bagi pertanian itu
berakhir tragis pada akhir l980-an dan l990-an, dengan terjadinya fase
dekonstuktif sektor pertanian karena, proteksi berlebihan terhadap industri
yang, mengorbankan pertanian.
Fase-fase Pembangunan
Pertanian di Indonesia
Secara ringkas,
pembangunan pertanian Indonesia bisa dibagi dalam enam fase.
1.
Fase Revolusi (l945-l965).
Langkah
pertama Presiden Soekarno membangun pertanian adalah melakukan nasionalisasi
perkebunan dan perusahaan milik eks pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.
Pada fase ini, pertanian pangan belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat
hingga akhir tahun l950-an.Produksi dan prodktivitas baru meningkat setelah gerakan intensifikasi
dibakukan menjadi Bimbingan Massal pada
awal tahun l960-an. Gerakan intensifikasi baru menemukan momentumnya dengan
adanya Demonstrasi Massal berupa plot-plot percontohan dari para petugas pertanian
di pantai utara Jawa. Apalagi, pada saat yang sama juga peneliti/mahasiswa tingkat
akhir Institut Pertanian Bogor (IPB) pada lahan bermunculan berbagai varietas
unggul baru padi, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian lainnya.
2.Fase Konsolidasi (l967-l978).
Pada fase ini, sektor pertanian tumbuh 3,30 persen.
Pertumbuhan ini terutama disumbangkan oleh sub sektor tanaman pangan dan
perkebunan yang tumbuh 3,58 persen dan 4,53 persen. Produk beras mencapai di
atas 2 juta ton pada tahun l970-an dan produktivitas berhasil ditingkatkan
menjadi 2 kali lipat dari tahun l973, yakni menjadi 2,5 ton per hektar.
Tiga
kebijakan penting pertanian diterapkan pada masa ini, yakni,
1. intensifikasi,
2. ekstensifikasi, dan
3.
deversifikasi, yang didukung kemampuan meningkatkan
produksi pada produktivitas pertanian.
Fondasi kokoh untuk terjadinya pertumbuhan tinggi sektor
pertanian pada periode berikutnya juga berhasil diciptakan pada fase ini.
Perhatian
besar ditujukan oleh pemerintah pada upaya mengenjot
pembangunan
sarana/infrastruktur vital pertanian, seperti,
1. sarana irigasi,
2. jalan, dan
3.
industri pendukung, seperti semen dan pupuk.
Selain
itu dilakukan berbagai pembenahan institusi ekonomi, seperti :
1. konsolidasi kelompok tani hamparan,
2. koperasi unit desa,
3. koperasi pertanian lainnya,
4. terobosan skema pendanaan,
5. sistem latihan dan kunjungan sebagai andalan sistem penyuluhan.
6. peranan kredit pertanian (bersubsudi), keterjangkauan akses
finansial hingga pelosok pedesaan yang terjadi pada masa tersebut, dinilai
sebagai reformasi spektakuler bidang ekonomi yang tidak bisa ditandingi oleh
negara berkembang mana pun.
3.Fase
TumbuhTinggi (l978-l986).
Ini
fase cukup penting bagi ekonomi pertanian Indonesia.
Sektor pertanian tumbuh di atas 5,7 persen karena
strategi pembangunan
ekonomi berbasis pertanian.
1. produksi pangan,
2. perkebunan,
3. perikanan, dan
4.
peternakan meningkat, dengan angka pertumbuhan 6,8 persen.
Lonjakan kinerja produksi, terutama pangan, seperti
beras, jagung, dan biji-bijian lainnya ini, terutama disebabkan oleh
meningkatnya peran riset atau iptek dalam sektor pertanian,
1. Program Revolusi Hijau dan,
2. Revolusi teknologi pangan berhasil meningkatkan produktivitas
pangan hingga 5,6 persen dan memungkinkan tercapainya swasembada pangan pada tahun l984.
Ketika itu daerah produksi padi identik dengan
kesejahteraan pedesaan.
Kecuali demikian, Revolusi Hijau melalui sistem
monokultur---yang dipaksakan di semua wilayah yang secara geografis sangat
beragam dan secara tradisional selama ini mampu subsisten dengan bahan makanan
pokok lain, seperti jagung, ubi, dan sagu—menyebabkan ketahanan pangan sangat
rentan terhadap perubahan iklim dan mengakibatkan ekologi memburuk. Revolusi
Hijau juga memunculkan ketergantungan petani kecil dan buruh tani pada tuan
tanah dan pada input pertanian yang mahal dari luar, seperti bibit, pupuk, dan
pestisida.
4.Fase
Dekonstruksi (l986-l997).
Akibat
kebijakan yang diterapkan sebelumnya dan diterapkan selama periode ini, sektor
pertanian mengalami konstruksi pertumbuhan hingga 3,4 persen per tahun. Para perumus
kebijakan dan ekonom meng-acuhkan/mengabaikan sektor ini sehingga pertanian
terbengkalai.Anggapan telah dicapainya keberhasilan swasembada pangan telah
memunculkan persepsi bahwa pembangunan pertanian akan bergulir dengan
sendirinya (taken for granted) dan, melupakan prasyarat pemihakan dan kerja
keras seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya. Masa gelap pertanian,
semakin kental dengan adanya kebijakan teknokratik pembangunan ekonomi yang
mengarah pada strategi industrilisasi footloose secara besar-besaran pada awal
tahun l990-an. Sejak pertengahan l980-an, berbagai komponen
proteksi untuk sektor industri diberikan, sehingga industri dan manufaktur
tumbuh diatas 2 digit per tahun.
Saat itu muncul keyakinan Indonesia telah
mampu bertransformasi, dari negara agraris menjadi, negara industri. Kebijakan
yang diterapkan pemerintah dengan penuh kesadaran waktu itu diarahkan untuk
menyedot seluruh sumber daya dari sektor pertanian ke sektor industri karena proyek-proyek
pertanian dianggap tak bisa mendatangkan hasil yang secepat industri atau investasi di perkotaan. Kebijakan
pangan murah yang pada waktu itu didesain untuk menyubsidi industri dengan cara
menjaga harga barang-barang tetap terjangkau oleh upah para pekerja di
perkotaan yang masih rendah.
Upaya proteksi besar-besaran secara sistematis terhadap
industri itu, membuat profitabilitas usaha pertanian tergerogoti, memicu
kemerosotan investasi dan produktivitas di sektor pertanian, serta, merapuhkan basis pertanian di
tingkat yang paling dasar atau petani dipedesaan, kebijakan pertanian juga sangat distortif sehingga meresahkan
masyarakat. Salah satu contoh, upaya memangkas rantai tata niaga komoditas
dengan mendirikan lembaga pemasaran baru yang kental dengan aroma perburuan
rente oleh pelaku ekonomi dan birokrasi yang sangat sentralistik (contoh
perniagaan cengkeh). Kebijakan ini mengakibatkan ambruknya kesejahteraan petani
dan pelencengnya pembangunan pertanian di Indonesia.
5.Fase
Krisis (l997-2001).
Pada
fase ini, sektor pertanian yang sudah babak belur harus menanggung dampak
krisis, yakni menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan, dan
harus menjadi penyelamat ekonomi Indonesia.Ketergantungan petani pada input produksi mahal dari luar, akibat kebijakan di
masa lalu, menjadi bumerang dan, saat
panen gagal akibat kekeringan atau, saat
krisis ketika keran devisa, subsidi pupuk dicabut, dan invasi beras dari luar
menyerbu pasar domistik, baik dalam bentuk bantuan pangan murah, beras selundupan maupun, impor.
6.Fase Transisi dan Desentralisasi (2001—sekarang).
Ini fase yang serba tidak jelas bagi para pelaku ekonomi
dan bagi sektor pertanian Indonesia. Pembangunan pertanian pada era
desentralisasi, yang mestinya diterjemahkan menjadi peningkatan basis
kemandirian daerah dan wewenang daerah untuk lebih leluasa melakukan kombinasi
strategi pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif, ternyata tidak
berjalan. Pembangunan sektor pertanian di tangan pemerintah daerah
semakin terabaikan. Dari gambaran periodisasi pembangunan pertanian ekonomi bisa disimpulkan naik
turunnya pertanian sangat erat terkait dengan kebijakan ekonomi makro. Tidak
ada kebijakan yang, konsisten, sistematis dan, terencana, untuk mengembangkan sektor
pertanian, dengan menjadikan pembangunan pertanian sebagai bagian penting dari
kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan pengurangan kemiskinan secara
keseluruhan. Juga tidak ada kebijakan secara sadar untuk menjadikan keunggulan
komparatif di sektor pertanian sebagai dasar membangun industri berbasis
pertanian. (SRI HARTATI SAMHADI, Kompas, 16-8-2005)
Jika Anda memiliki masalah keuangan, sekarang saatnya Anda tersenyum. Anda hanya perlu menghubungi Bpk. Benjamin dengan jumlah yang ingin Anda pinjam dan periode pembayaran yang sesuai untuk Anda dan Anda akan memiliki pinjaman dalam waktu kurang dari 48 jam. Saya hanya mendapat manfaat untuk keenam kalinya pinjaman 700 ribu dolar untuk jangka waktu 180 bulan dengan kemungkinan membayar sebelum tanggal kedaluwarsa. Lakukan kontak dengannya dan Anda akan melihat bahwa dia adalah orang yang sangat jujur dengan hati yang baik. Surelnya adalah lfdsloans@lemeridianfds.com dan nomor telepon WhatApp-nya adalah + 1-989-394-3740
BalasHapus