alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Minggu, 25 Januari 2015

SEKTOR PERTANIAN DI ANAK TIRIKAN DAN FASE-FASE PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA

Sektor Pertanian Di Anak Tirikan Dan
Fase-Fase Pembangunan Pertanian di Indonesia
Oleh : Drs. Simon Arnold Julian Jacob

Indonesia sebagai negara agraris kurang lebih 80 persen penduduknya bergantung pada sektor pertanian, sejauh mana memberi kesejahteraan dan pangan yang cukup bagi rakyatnya terutama para petaninya.  Dari sisi budaya : Sektor pertanian ini lebih dikenal dengan sebutan: “budaya  pedalaman/daratan/agraris.” Sedang sebaliknya istilah untuk nelayan (maritim) disebut “budaya pesisir/pantai” Mereka yang tergolong dalam kedua sebutan ini identik dengan “kemiskinan” yang  kurang memperoleh akses pelayanan umum yang memadai.  

Faktor-faktor apa saja sebenarnya yang menjadi akar permasalahannya? Berikut ini disajikan topik tentang perkembangan dan sejauh mana perhatian pemerintah pada sektor yang satu ini. Dalam perjalanan 67 tahun Indonesia merdeka, sektor pertanian tercatat pernah menjadi primadona atau (leading sector) dalam perekonomian yang menyumbangkan sekitar, 70 persen lebih dari produk domestik bruto dan,  penciptaan lapangan kerja.  Namun, semrawut dan tak adanya visi jangka panjang pembangunan ekonomi di negara ini, membuat pertanian kemudian terpuruk dan peran sektor pertanian dalam perekonomian tak lebih dari  sekedar pengganjal atau pelengkap bagi sektor lain (adjusting atau following sector).
Dalam satu dekade lebih terakhir, sebagian besar subsektor,
1.      pertanian,
2.      perkebunan,
3.      peternakan, dan
4.      perikanan,
mengalami kemerosotan kinerja dan petaninya mengalami pemiskinan secara dramatis. Sementara ketergantungan pada impor pangan dan produk pertanian lain meningkat tajam, bahkan, Indonesia sempat menjadi penerima bantuan pangan terbesar dunia pada masa krisis.  Seorang pakar holtikultura Indonesia menceritakan bagaimana  sekitar tahun l980 dan l990 Ia di undang ke Vietnam, dan untuk mengajar para peneliti Thailand yang datang ke Indonesia tahun l992 soal budidaya tanaman hias. Kini, kedua negara ini sudah menyalip “Sang Guru” dalam industri budidaya tanaman hias. Indonesia yang pada awal abat ke-19 merupakan eksportir gula terbesar kedua dunia (setelah Kuba), kini berbalik menjadi impor gula terbesar kedua dunia.

Beras yang dulu swasembada, kini harus impor. Hal yang sama terjadi untuk produk pangan penting lain, seperti jagung dan kedelai, serta produk holtikultura, seperti buah-buahan dan tanaman hias, seperti pisang, jeruk, durian, dan mangga dll.
·         Dulu, kita bisa memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri, bahkan ekspor.
·         Kini produk impor menyerbu bukan saja untuk konsumsi hotel, restoran, dan supermarket, tetapi juga untuk rumah tangga.
Ketergantungan pada impor produk holtikultura dari luar semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan pesat jaringan supermarket internasional di kota-kota besar di Indonesia sejak sekitar tahun tahun l990.

Tahun 2002 nilai impor mencapai :
1.      217 juta dollar AS untuk buah-buahan,
2.      111 juta dollar AS untuk sayur-sayuran, dan sekitar
3.       0,824 juta dollar AS untuk tanaman hias.
Untuk produk perkebunan terjadi penurunan pangsa ekspor teh di hampir semua jenis teh yang di ekspor Indonesia pada periode 1997-2001, kecuali jenis teh hijau curah. Kondisi suram dan penurunan pangsa pasar juga dihadapi komoditas kopi karena kondisi tanaman yang umumnya sudah tua, kurang terpelihara, dan produktivitas yang semakin menurun. Indonesia yang sebelumnya produsen ketiga terbesar, tergusur ke urutan keempat oleh Vietnam pada tahun l998.

Jatuh bangun
Jatuh bangun sektor pertanian sangat terkait erat dengan berbagai faktor, seperti,
---sistem nilai,
---kemajuan  ilmu pengetahuan, perubahan teknologi,
---kebijakan ekonomi makro,
---dan strategi pembangunan ekonomi yang diterapkan pemerintah.

Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun l960-an, menurut pengamat pertanian Bustanul Arifin, Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun fondasi atas basis pertumbuhan ekonomi yang baik pada tahun l970-an, dengan terintegrasinya pembangunan pertanian dalam kebijakan ekonomi makro. Salah satu indikator yang dirasakan langsung oleh masyarakat banyak adalah, terciptanya swasembada beras tahun l980-an.  Namun, kondisi kondusif bagi pertanian itu berakhir tragis pada akhir l980-an dan l990-an, dengan terjadinya fase dekonstuktif sektor pertanian karena, proteksi berlebihan terhadap industri yang, mengorbankan pertanian.

Fase-fase Pembangunan Pertanian di Indonesia
Secara ringkas, pembangunan pertanian Indonesia bisa dibagi dalam enam fase.

1. Fase Revolusi (l945-l965).

Langkah pertama Presiden Soekarno membangun pertanian adalah melakukan nasionalisasi perkebunan dan perusahaan milik eks pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Pada fase ini, pertanian pangan belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat hingga akhir tahun l950-an.Produksi dan prodktivitas  baru meningkat setelah gerakan intensifikasi dibakukan menjadi Bimbingan Massal  pada awal tahun l960-an. Gerakan intensifikasi baru menemukan momentumnya dengan adanya Demonstrasi Massal berupa plot-plot percontohan dari para petugas pertanian di pantai utara Jawa. Apalagi, pada saat yang sama juga peneliti/mahasiswa tingkat akhir Institut Pertanian Bogor (IPB) pada lahan bermunculan berbagai varietas unggul baru padi, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian lainnya.

2.Fase Konsolidasi (l967-l978).  

Pada fase ini, sektor pertanian tumbuh 3,30 persen. Pertumbuhan ini terutama disumbangkan oleh sub sektor tanaman pangan dan perkebunan yang tumbuh 3,58 persen dan 4,53 persen. Produk beras mencapai di atas 2 juta ton pada tahun l970-an dan produktivitas berhasil ditingkatkan menjadi 2 kali lipat dari tahun l973, yakni menjadi 2,5 ton per hektar.
Tiga kebijakan penting pertanian diterapkan pada masa ini, yakni,
1.      intensifikasi,
2.      ekstensifikasi, dan
3.      deversifikasi, yang didukung kemampuan meningkatkan produksi pada produktivitas pertanian.
Fondasi kokoh untuk terjadinya pertumbuhan tinggi sektor pertanian pada periode berikutnya juga berhasil diciptakan pada fase ini.
Perhatian besar ditujukan oleh pemerintah pada upaya mengenjot
pembangunan sarana/infrastruktur vital pertanian, seperti,
1.   sarana irigasi,
2.   jalan, dan
3.   industri pendukung, seperti semen dan pupuk.
Selain itu dilakukan berbagai pembenahan institusi ekonomi, seperti :
1.      konsolidasi kelompok tani hamparan,
2.      koperasi unit desa,
3.      koperasi pertanian lainnya,
4.      terobosan skema pendanaan,
5.      sistem latihan dan kunjungan sebagai andalan sistem penyuluhan.
6.      peranan kredit pertanian (bersubsudi), keterjangkauan akses finansial hingga pelosok pedesaan yang terjadi pada masa tersebut, dinilai sebagai reformasi spektakuler bidang ekonomi yang tidak bisa ditandingi oleh negara berkembang mana pun.

3.Fase TumbuhTinggi (l978-l986).

Ini fase cukup penting bagi ekonomi pertanian Indonesia.
Sektor pertanian tumbuh di atas 5,7 persen karena strategi pembangunan
ekonomi berbasis pertanian.
1.      produksi pangan,
2.      perkebunan,
3.      perikanan, dan
4.      peternakan meningkat, dengan angka pertumbuhan 6,8 persen.
Lonjakan kinerja produksi, terutama pangan, seperti beras, jagung, dan biji-bijian lainnya ini, terutama disebabkan oleh meningkatnya peran riset atau iptek dalam sektor pertanian,
1.      Program Revolusi Hijau dan,
2.      Revolusi teknologi pangan berhasil meningkatkan produktivitas pangan hingga 5,6 persen dan memungkinkan tercapainya swasembada pangan  pada tahun l984.
Ketika itu daerah produksi padi identik dengan kesejahteraan pedesaan.
Kecuali demikian, Revolusi Hijau melalui sistem monokultur---yang dipaksakan di semua wilayah yang secara geografis sangat beragam dan secara tradisional selama ini mampu subsisten dengan bahan makanan pokok lain, seperti jagung, ubi, dan sagu—menyebabkan ketahanan pangan sangat rentan terhadap perubahan iklim dan mengakibatkan ekologi memburuk. Revolusi Hijau juga memunculkan ketergantungan petani kecil dan buruh tani pada tuan tanah dan pada input pertanian yang mahal dari luar, seperti bibit, pupuk, dan pestisida.

4.Fase Dekonstruksi (l986-l997).

Akibat kebijakan yang diterapkan sebelumnya dan diterapkan selama periode ini, sektor pertanian mengalami konstruksi pertumbuhan hingga 3,4 persen per tahun. Para perumus kebijakan dan ekonom meng-acuhkan/mengabaikan sektor ini sehingga pertanian terbengkalai.Anggapan telah dicapainya keberhasilan swasembada pangan telah memunculkan persepsi bahwa pembangunan pertanian akan bergulir dengan sendirinya (taken for granted) dan, melupakan prasyarat pemihakan dan kerja keras seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya. Masa gelap pertanian, semakin kental dengan adanya kebijakan teknokratik pembangunan ekonomi yang mengarah pada strategi industrilisasi footloose secara besar-besaran pada awal tahun l990-an. Sejak  pertengahan l980-an, berbagai komponen proteksi untuk sektor industri diberikan, sehingga industri dan manufaktur tumbuh diatas 2 digit per tahun. 

Saat itu muncul keyakinan Indonesia telah mampu bertransformasi, dari negara agraris menjadi, negara industri. Kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan penuh kesadaran waktu itu diarahkan untuk menyedot seluruh sumber daya dari sektor pertanian  ke sektor industri karena proyek-proyek pertanian dianggap tak bisa mendatangkan hasil yang secepat  industri atau investasi di perkotaan. Kebijakan pangan murah yang pada waktu itu didesain untuk menyubsidi industri dengan cara menjaga harga barang-barang tetap terjangkau oleh upah para pekerja di perkotaan yang masih rendah.

Upaya proteksi besar-besaran secara sistematis terhadap industri itu, membuat profitabilitas usaha pertanian tergerogoti, memicu kemerosotan investasi dan produktivitas di sektor pertanian, serta, merapuhkan basis pertanian di tingkat yang paling dasar atau petani dipedesaan, kebijakan pertanian juga sangat distortif sehingga meresahkan masyarakat. Salah satu contoh,  upaya memangkas rantai tata niaga komoditas dengan mendirikan lembaga pemasaran baru yang kental dengan aroma perburuan rente oleh pelaku ekonomi dan birokrasi yang sangat sentralistik (contoh perniagaan cengkeh). Kebijakan ini mengakibatkan ambruknya kesejahteraan petani dan pelencengnya pembangunan pertanian di Indonesia.
  
5.Fase Krisis (l997-2001).

Pada fase ini, sektor pertanian yang sudah babak belur harus menanggung dampak krisis, yakni menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan, dan harus menjadi penyelamat ekonomi Indonesia.Ketergantungan petani pada input  produksi mahal dari luar, akibat kebijakan di masa lalu, menjadi bumerang dan, saat panen gagal akibat kekeringan atau, saat krisis ketika keran devisa, subsidi pupuk dicabut, dan invasi beras dari luar menyerbu pasar domistik, baik dalam bentuk bantuan pangan murah, beras selundupan maupun, impor.

6.Fase Transisi dan Desentralisasi (2001—sekarang).

Ini fase yang serba tidak jelas bagi para pelaku ekonomi dan bagi sektor pertanian Indonesia. Pembangunan pertanian pada era desentralisasi, yang mestinya diterjemahkan menjadi peningkatan basis kemandirian daerah dan wewenang daerah untuk lebih leluasa melakukan kombinasi strategi pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif, ternyata tidak berjalan. Pembangunan sektor pertanian di tangan pemerintah daerah semakin terabaikan. Dari gambaran periodisasi pembangunan  pertanian ekonomi bisa disimpulkan naik turunnya pertanian sangat erat terkait dengan kebijakan ekonomi makro. Tidak ada kebijakan yang, konsisten, sistematis dan,  terencana, untuk mengembangkan sektor pertanian, dengan menjadikan pembangunan pertanian sebagai bagian penting dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan. Juga tidak ada kebijakan secara sadar untuk menjadikan keunggulan komparatif di sektor pertanian sebagai dasar membangun industri berbasis pertanian. (SRI HARTATI SAMHADI, Kompas, 16-8-2005)


1 komentar:

  1. Jika Anda memiliki masalah keuangan, sekarang saatnya Anda tersenyum. Anda hanya perlu menghubungi Bpk. Benjamin dengan jumlah yang ingin Anda pinjam dan periode pembayaran yang sesuai untuk Anda dan Anda akan memiliki pinjaman dalam waktu kurang dari 48 jam. Saya hanya mendapat manfaat untuk keenam kalinya pinjaman 700 ribu dolar untuk jangka waktu 180 bulan dengan kemungkinan membayar sebelum tanggal kedaluwarsa. Lakukan kontak dengannya dan Anda akan melihat bahwa dia adalah orang yang sangat jujur dengan hati yang baik. Surelnya adalah lfdsloans@lemeridianfds.com dan nomor telepon WhatApp-nya adalah + 1-989-394-3740

    BalasHapus

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.