suriadji
suryajaya
Message
1 of 1 , May 24, 2005
View Source
Australia,
berkali-kali tercatat mencederai kedaulatan Indonesia sebagai
negara merdeka. Dari masalah yang ringan, sampai persoalan yang
negara merdeka. Dari masalah yang ringan, sampai persoalan yang
tak bisa disepelekan.
Indonesia tak boleh tinggal diam. Jangan biarkan Australia
kian lancang dan kurang ajar!
Hari-hari ini, tensi hubungan Indonesia dan Australia menunjukkan
tingkat yang buruk. Lagi-lagi, negeri Kangguru menjadi pemicu yang
meresahkan hati. Kasus terakhir yang membuat harga diri Indonesia
terganggu adalah kematian pelaut Indonesia, Muhammad Heri (37) asal
Probolinggo, Jawa Timur.
Muhammad Heri ditahan pihak keamanan laut Australia bersama sembilan
anak buah kapalnya, KM Hunung Mas Baru. Kapal tradisional ini menarik
sauh dari pelabuhan Ambon beberapa bulan lalu dan meneruskan pencarian
ikan, hingga tanpa sadar memasuki perairan Australia. Bukan saja
tersasar, tapi juga karena potensi ikan di laut Indonesia yang menurun,
kadang memang membuat pelaut-pelaut Indonesia nekat menyeberangi batas
laut negara mereka.
Muhammad Heri yang ditahan di atas laut, meninggal 28 April lalu karena
sakit yang serius. Ditambah lagi tak mendapatkan perawatan yang layak
dari pemerintah Australia yang menahan mereka terapung-apung di atas
kapal. Ketika digugat, Australia mencoba mengelak dengan jawaban-jawaban
diplomatis. Menurut aparat negeri Kangguru ini, telah disediakan tahanan
khusus untuk pelanggaran batas wilayah laut, tapi fasilitas tersebut
memang belum rampung. "Kami memang sedang membangun tempat baru untuk
penahanan nelayan, tapi belum selesai. Dan sebetulnya, di kapal pun
tidak dalam kondisi yang buruk. Kami memperlakukan mereka dengan baik,"
tegas Elizabeth Oneil dari Kedubes Australia.
Kepada SABILI, jurubicara Kedutaan Australia di Jakarta mengatakan,
kematian pelaut Indonesia disebabkan faktor-faktor alamiah. "Dia
meninggal secara alami, karena gagal jantung. Kami turut bersedih
tentang hal itu," ujar Oneil.
kian lancang dan kurang ajar!
Hari-hari ini, tensi hubungan Indonesia dan Australia menunjukkan
tingkat yang buruk. Lagi-lagi, negeri Kangguru menjadi pemicu yang
meresahkan hati. Kasus terakhir yang membuat harga diri Indonesia
terganggu adalah kematian pelaut Indonesia, Muhammad Heri (37) asal
Probolinggo, Jawa Timur.
Muhammad Heri ditahan pihak keamanan laut Australia bersama sembilan
anak buah kapalnya, KM Hunung Mas Baru. Kapal tradisional ini menarik
sauh dari pelabuhan Ambon beberapa bulan lalu dan meneruskan pencarian
ikan, hingga tanpa sadar memasuki perairan Australia. Bukan saja
tersasar, tapi juga karena potensi ikan di laut Indonesia yang menurun,
kadang memang membuat pelaut-pelaut Indonesia nekat menyeberangi batas
laut negara mereka.
Muhammad Heri yang ditahan di atas laut, meninggal 28 April lalu karena
sakit yang serius. Ditambah lagi tak mendapatkan perawatan yang layak
dari pemerintah Australia yang menahan mereka terapung-apung di atas
kapal. Ketika digugat, Australia mencoba mengelak dengan jawaban-jawaban
diplomatis. Menurut aparat negeri Kangguru ini, telah disediakan tahanan
khusus untuk pelanggaran batas wilayah laut, tapi fasilitas tersebut
memang belum rampung. "Kami memang sedang membangun tempat baru untuk
penahanan nelayan, tapi belum selesai. Dan sebetulnya, di kapal pun
tidak dalam kondisi yang buruk. Kami memperlakukan mereka dengan baik,"
tegas Elizabeth Oneil dari Kedubes Australia.
Kepada SABILI, jurubicara Kedutaan Australia di Jakarta mengatakan,
kematian pelaut Indonesia disebabkan faktor-faktor alamiah. "Dia
meninggal secara alami, karena gagal jantung. Kami turut bersedih
tentang hal itu," ujar Oneil.
Jurubicara Kedutaan Australia ini juga mengatakan bahwa semua tahanan,
saat ditangkap, diperiksa dengan teliti oleh dokter dan mendapat makanan
yang layak. Menurutnya lagi, tak benar jika yang ditangkap adalah
pelaut-pelaut dari kapal tradisional yang tak memiliki sistem navigasi
yang tepat. Pelaut dan kapal modern pun banyak pula yang ditangkap.
Lebih lanjut Elizabeth Oneil menjelaskan, penangkapan atas pelaut-pelaut
asing itu dilakukan karena mereka telah melanggar Zona Ekonomi Eksklusif
Australia. Perihal ini, menurut Elizabeth, pihaknya akan mengadakan
penyuluhan kepada nelayan Indonesia, khususnya tentang batas-batas laut
agar tak ada lagi penangkapan karena pelanggaran batas. "Kami akan
segera pergi ke Kupang dalam waktu dekat ini, menjelaskan kepada nelayan
Indonesia tentang garis batas negara," papar Elizabeth.
Tapi, menurut Suripto, Anggota Komisi I DPR, kasus seperti ini bukan hal
yang pertama menimpa pelaut atau nelayan-nelayan Indonesia.
"Meninggalnya nelayan Indonesia sudah sering terjadi," tukas Suripto
yang membawahi bidang hubungan luar negeri.
Salah satu sebab yang seringkali terjadi karena status Pulau Pasir yang
sejak tahun 1970 diakuisisi oleh Australia. Padahal, pulau ini secara
geografis lebih dekat ke wilayah Indonesia. Tapi karena kekalahan
diplomat-diplomat Indonesia mempertahankan wilayahnya, Pulau Pasir
akhirnya berpindah tangan. "Padahal pulau ini menjadi tempat
persinggahan sementara bagi pelaut Indonesia. Tapi mereka tidak tahu
bahwa pulau ini sudah menjadi milik Australia," ujar Suripto.
Hal ini, cetus Suripto, oleh kepolisian air Australia dijadikan mata
pencarian dan salah satu sumber penghasilan. "Jadi, nelayan-nelayan yang
ditangkap itu memberikan tebusan atau insentif. Lalu, rajinlah para
polisi air itu menangkap dan melepaskan," terang Suripto.
Hal lain yang juga sedang hangat-hangatnya adalah barang-barang haram
yang banyak melayang dari benua di wilayah selatan itu masuk ke
Indonesia, khususnya Bali. Pengadilan atas warga Australia Schapelle
Leigh Corby, yang oleh pengadilan negeri Bali dinyatakan bersalah karena
berusaha menyelundupkan 4,2 kilogram mariyuana, adalah satu contoh.
Lalu, status sembilan warga negara Australia lainnya yang baru-baru ini
disanggong oleh kepolisian Bali di Bandara Ngurah Rai.
Sembilan tersangka itu adalah Stephen Martin, Lawrence Renae, Michael
William, Scott Anthony dan Chan Andrew yang ditangkap di Bandara Udara
Ngurah Rai. Empat lainnya, Tan Duc Nguyen, Si Yi Chen, Myuran
Sukamaran dan Mattew James Norman diciduk polisi di sebuah hotel. Mereka berusaha membawa masuk 10, 9 kilogram heroin murni lewat Bali.
Meski terbukti bersalah, ternyata masih ada usaha-usaha campur tangan
dari pemerintah Australia untuk membebaskan, setidaknya meringankan
hukuman para durjana yang merusak generasi muda Indonesia dengan
barang-barang haram yang mereka bawa itu.
Bali memang bak surga bagi para pembawa barang haram, yang sebagian
besar dari Australia itu. Setidaknya, sejak 1970-an, Bali dijadikan
pintu masuk dan tempat bertransaksi untuk barang-barang sejenis
mariyuana, heroin, dan berbagai jenis narkotika lainnya.
Dosa-dosa Australia pada Indonesia, tak hanya pada persoalan kematian
nelayan dan penyelundupan barang-barang haram, tapi juga dosa politik,
bahkan konspiratif. Misalnya saja penyadapan atas Kedutaan Indonesia di
Canberra yang terungkap tahun lalu.
Badan intelijen Australia kedapatan memasang alat penyadap di ruangan
kerja Duta Besar RI untuk Australia. Alat sadap yang bermerek Ademco itu
disisipkan ke dalam sistem alarm kedutaan. Anehnya, meski sudah terbukti
adanya penyadapan, alat tersebut untuk beberapa waktu masih terus
menempel di kedutaan Indonesia di Canberra. Alasannya, untuk
mencabutnya, pihak kedutaan harus mendapat izin dari kepolisian
Australia.
Kepala Lembaga Sandi Negara, Mayjen Nachrowi Ramli kala itu
membenarkan terjadinya penyadapan ini. Bahkan, menurut Nachrowi, tak hanya kantor kedutaan dan ruang kerja duta besar, sampai Satelit Palapa milik
Indonesia pun, Australia sudah berani menyadapnya. Penyadapan ini,
kabarnya sudah berlangsung sejak tahun 1991.
Indonesia pun, Australia sudah berani menyadapnya. Penyadapan ini,
kabarnya sudah berlangsung sejak tahun 1991.
Masih ingat bocornya pembicaraan pertelepon antara Presiden BJ Habibie
dengan Jaksa Agung Andi Ghalib yang heboh itu? Berita pertama kali
tentang penyadapan ini muncul dari Australia. Bahkan setelah itu, sebuah
surat kabar Australia, The Age, kembali mengungkapkan kebocoran
keputusan penting dari para diplomat Indonesia. Malah surat kabar yang
sama menuliskan, para diplomat Australia di Jakarta mendesak Canberra
untuk mengirimkan militer Australia agar terlibat dalam masalah Timor
Timur. Tak hanya itu, dikabarkan juga, selain Australia, ada pula
Amerika dan Kanada yang siap turut campur untuk mendorong terlepasnya
Timor Timur.
Puncak dari dosa politik Australia adalah keterlibatan negara ini secara
aktif untuk mendorong Timor Timur lepas dari Indonesia. Perdana Menteri
John Howard pernah mengirim disposisi pada Presiden BJ Habibie atas
kasus Timtim sebagai langkah awal merongrong kedaulatan RI.
Setelah itu, kita tahu jalan ceritanya. Berakhir dengan merdekanya Timor
Timur yang bernama Republik Timor Leste dengan Xanana Gusmao sebagai
presidennya. Tapi sesungguhnya, banyak cerita yang berseliweran tentang
keterlibatan aktif negara-negara besar seperti Amerika dan Australia
menghidupkan sel-sel aktif teroris di Timtim untuk mengobarkan
perlawanan pada Indonesia kala itu. Australia memang tampak ngotot dalam
keterlibatannya pada kasus Timtim. Maklum, celah Timor, laut antara
Timtim dan Australia disebut-sebut menyimpan banyak kandungan energi
yang kaya.
Tak berhenti sampai di situ. Setelah memperkaya teknologi perangnya,
kini, yang masih hangat adalah, Australia mengajukan keinginannya untuk
ikut mengontrol perairan Indonesia, hingga jauh ke Selat Jawa dan Selat
Sulawesi di bagian timur Indonesia. Lewat konsep Australian Maritime
Identification Zone atau AMIZ, Australia berniat menjalankan konsep
pertahanan mereka yang baru.
Dalam konsep baru tersebut, Australia akan mengawasi perahu dan kapal
yang berjarak 1.000 mil dari garis pantai mereka. Dan itu artinya,
Australia bisa masuk dengan leluasa ke dalam perairan Indonesia. Jarak
itu akan menjangkau Laut Jawa, Laut Sulawesi dan Laut Halmahera.
Padahal, menurut hukum laut internasional antar kedua negara yang
berdekatan ini, jarak yang diperbolehkan hanya sejauh 12 mil saja.
Terlebih setelah peristiwa Bom Bali dan Bom Kuningan, yang banyak
disebut sebagai rekayasa tingkat tinggi, Australia kian memperketat
keamanan negaranya dari kemungkinan serangan terorisme. Sebetulnya,
sah-sah saja mengamankan wilayah negara sendiri. Tapi yang menjadi haram
adalah, ketika kegiatan itu mengancam kedaulatan negara lain, dalam hal
ini Indonesia. Dan ini tak bisa didiamkan lama-lama.
Indonesia, dengan lantang harus mengatakan kepada Australia, baik dalam
ajang diplomasi maupun kedaulatan negara. Jika tidak, Australia kian
lancang dan kurang ajar.
Herry Nurdi
--
Suriadji Suryajaya
(Staf Ahli DPRD Kota Batam)
ahoo.com/neo/groups/batamtoday/conversations/topics/6groups.y
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.