admin | Aug 19, 2011
Berdasarkan identifikasi,
baru batas maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah lengkap
disepakati. Sementara batas
maritim dengan negara tetangga lain baru dilakukan penetapan batas-batas Dasar
Laut (Landas Kontinen) dan sebagian batas laut wilayah. Untuk menegakkan
kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan
batas-batas maritim secara lengkap. Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan
ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui
UU No 17 tahun 1985.
Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah
diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut
dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas. Adapun batas-batas
maritim Republik Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah
(Territorial Sea), batas perairan ZEE,
batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya penentuan batas maritim
antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga menjadikan daerah perbatasan
rawan konflik.
Penetapan batas maritim sangat dibutuhkan untuk
memperoleh kepastian hukum yang dapat mendukung berbagai kegiatan kelautan,
seperti penegakan kedaulatan dan hukum di laut, perikanan, wisata bahari,
eksplorasi lepas pantai (off shore),
transportasi laut dan lainnya.
Belum adanya kesepakatan batas laut Indonesia dengan
beberapa Negara tetangga menimbulkan permasalahan saling klaim wilayah
pengelolaan, khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Beberapa kasus yang ada antara Indonesia dan Malaysia merupakan cerminan
rentannya perairan daerah perbatasan. Terjadi saling tangkap nelayan baik dari
Indonesia maupun Malaysia bahkan bisa mengganggu hubungan diplomatic kedua
Negara.
Permasalahan batas laut merupakan hal mendasar yang
seharusnya segera di selesaikan dan disepakati oleh kedua negara. Bukan dengan
saling menangkap kapal atau saling klaim wilayah perairan. Sebagai Negara
kepulauan, Indonesia seharunya lebih proaktif dalam penyelesaian batas laut
dengan Negara tetangga, dengan demikian adanya keinginan untuk menjadikan
Indonesia sebagai Negara Maritim yang kuat bisa terealisasi Dari beberapa batas
laut Indonesia dengan Negara tetangga, ada Sembilan batas laut yang memiliki
kerawanan konflik antar negara. Indonesia Maritime Magazine mencoba
untuk mengulas permasalahan batas laut tersebut.
Indonesia-Malaysia
Garis
batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang
menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan
bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977. Berdasarkan UU No 4 Prp tahun
1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12
mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia
yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk
wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga
mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis
dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958
(mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak
garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang
sempit) atau kurang dari 24 mil laut.
Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan
berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang
disepakati bersama pada 27 Oktober 1969. Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan
(Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis
Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan
Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional
1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi
berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini penarikan batas
Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman
pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober
1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam
penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, karena median
line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut
cenderung mengarah ke perairan Indonesia. Tidak hanya itu,
Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya.
Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan
masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia
dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua
belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas
Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia.
Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan
perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas
laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang
letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state,
Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai
base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.
Jika
ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa
perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan
Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.
Indonesia-Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah
Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan.
Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua
pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok
perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah
Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil
laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik
koordinat.
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah
Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian
perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga
negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia. Pada sisi barat di perairan
sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura
yang jaraknya hanya 18 mil laut.
Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur
perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya
28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut. Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar
melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis
pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan
dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi
daratan yang luas.
Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura
yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan
masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan
Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat
diidentifikasi. Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua
negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai
berlaku pada 30 Agustus 2010.
Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan
Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak
tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama delapan kali. Dengan
demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik
tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun
demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih
terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara.
Indonesia-Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah
garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu
disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang
penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973. Titik
koordinat batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik
bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena
itu, sudah selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas
ditinjau kembali.
Apalagi Thailand telah
mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation pada
23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond
and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred
nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the
Territorial Sea”. Pada
prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas
antar negara.
Indonesia-India
Garis
Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari
titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di
New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun,
pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.
Indonesia-Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis
batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda
tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6
tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973). Adapun persetujuan antara Indonesia
dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani
paada 7 Nopember 1974.
Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional
nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef,
dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan
mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan
ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang
pengaturan
Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda
tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan
melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974.
Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan MOU 1974.
Indonesia-Vietnam
Pada
12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang
disebut“Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem penarikan garis
pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke
dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat
antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem
penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di
mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain
panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya
mencapai total luas 27.000 mil2. Sebelumnya, pada 1977 Vietnam
menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus
yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah.
Hal ini tidak sejalan dengan
Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang
jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang
tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.
Indonesia-Filipina
Berdasarkan
dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa
kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut
Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum
ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang
terletak dekat Filipina, diklaim miliknya.
Hal itu didasarkan atas ketentuan
konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of Paris 1898. Sementara
Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles)
sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
Indonesia-Republik
Palau
Republik
Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu
terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah
negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2. Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki
yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga
200 mil laut.
Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi
kepulauan. Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona
Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal
itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang
diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua
negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka,
menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan
negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor
Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang. First Meeting Joint Border
Committee Indonesia-Timor
Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta.
Pada tahap ini
disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang
dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada
Juli 2003.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.