Timor
Leste
Mencari Solusi Damai Sengketa Perbatasan
Di Timor, Nusa Tenggara Timur
Perbatasan RI – Timor Leste Belum Tuntas
Jumat, 21 Mei
2010 10:45
Membaca
berita tentang keberatan Indonesia atas pedoman pemerintah Timor Leste tentang
penentuan batas wilayah darat di Noel Besi, Manusasi dan Memo (Antara, 5 April
2010) mengingatkan kita bahwa kedua negara masih memiliki pekerjaan rumah untuk
menyelesaikan batas wilayah darat mereka yang belum tuntas. Kedua negara
memiliki tanggungjawab untuk segera menuntaskan demarkasi perbatasan, apalagi
sejumlah insiden kekerasan yang melibatkan aparat keamanan Indonesia dan Timor
Leste, dan bahkan masyarakat sipil kedua negara, sering kali terjadi.
Sayangnya, hingga saat ini Indonesia dan Timor Leste belum berhasil sepenuhnya
menyelesaikan persoalan batas wilayah daratnya. Melalui Provisional Agreement
(2005) kedua negara telah berhasil menyepakati 907 titik batas darat atau
sekitar 96%.
Dilihat dari
sisi prosentase yang belum memperoleh kesepakatan bersama tinggal sedikit lagi,
hanya menyisakan 4 (empat) persen, yaitu di Noel Besi, Manusasi, Memo Malibaka
dan Subina. Namun sesungguhnya, di empat segmen yang masih bermasalah tersebut,
masyarakat yang tinggal saling menyebelah di perbatasan Timor berulangkali
terlibat dalam konflik dan kekerasan fisik. Insiden kekerasan yang tercatat
adalah di Noel Besi menjelang tutup tahun 2009 lalu.
Sengketa tersebut
sifatnya sangat kompleks. Tidak hanya menyangkut persoalan kedaulatan
teritorial suatu negara, sengketa tersebut juga terkait persoalan perebutan
sumber-sumber daya ekonomi masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan yang
sesungguhnya masih memiliki pertalian hubungan kekeluargaan yang sangat erat
dan latar belakang sosial budaya yang sama. Ketika Timor Leste masih menjadi
bagian wilayah Indonesia sebagai provinsi ke-27, hal tersebut tidak menjadi
masalah. Mereka menggunakan dan memanfaatkan ruang wilayah secara bersama-sama.
Hanya ketika wilayah Timor sebelah timur memisahkan diri dan berdiri sebagai
Negara merdeka, wilayah tersebut menjadi sumber sengketa. Perebutan kedua
negara atas wilayah-wilayah tersebut tentu perlu dituntaskan segera secara
damai. Mungkinkah itu? Insiden berulang kali di wilayah yang disengketakan pada
dasarnya disebabkan oleh tumpang tindih klaim yang disebabkan oleh
ketidakjelasan garis batas.
Tidak bisa dipungkiri realitas pembentukan
perbatasan Indonesia-Timor Leste sesungguhnya merupakan produk hukum kolonial (Traktat
1904) yang menyisakan berbagai problematika. Bukan saja karena tidak semua
titik perbatasan dapat diselesaikan, melainkan juga menyangkut dinamika di
daerah perbatasan yang selama lebih dari satu abad telah menciptakan berbagai
persoalan teknis dan nonteknis, seperti misalnya perubahan kontur geografis
penanda perbatasan (sungai, bukit dan lain-lain), jual beli dan tukar guling
tanah secara adat tepat di perbatasan, serta perpindahan penduduk.
Klaim sepihak
Timor Leste atas lembah Naktuka di Noel Besi adalah contohnya. Lembah subur
seluas tiga hektar yang sudah didiami oleh beberapa puluh kepala keluarga warga
Timor Leste dianggap telah menyerobot masuk ke wilayah Indonesia. Dasar klaim
Indonesia adalah Traktat 1904 yang merujuk Noel Besi (sungai besar) sebagai
dasar batas wilayah, sementara pihak Timor Leste menggunakan Noemnea (sungai
kecil).
Ketidakjelasan dan ketidaktahuan masyarakat akan garis batas, selain
menyulut berbagai insiden kekerasan pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai
kasus pelanggaran batas. Kasus yang terakhir sifatnya lebih tradisional karena
alasan sosial budaya seperti kunjungan keluarga dan makam.
Hal demikian sangat
dimungkinkan mengingat masyarakat Timor Barat dan Timor Timur yang tinggal
sebelah menyebelah masih memiliki pertalian keluarga yang erat dengan adat
istiadat yang sama. Dengan
melihat realitas di atas, penyelesaian wilayah sengketa di perbatasan
Indonesia-Timor Leste perlu dilakukan. Agar penyelesaiannya
dapat diimplementasikan
dengan baik di lapangan, ada beberapa hal yang patut untuk menjadi bahan
pertimbangan.
Pertama,
harus diakui penyelesaian sengketa tersebut tidak bisa dilakukan secara instan
terlebih dengan pendekatan kekerasan. Konflik hanya akan bisa diselesaikan
secara bertahap dengan dialog dan negosiasi, yang tidak saja melibatkan
instansi terkait, tetapi juga melibatkan warga masyarakat yang tinggal di
perbatasan kedua negara. Dalam kaitan ini, persoalan demarkasi hendaknya harus
memperhatikan kekhususan wilayah perbatasan dimana warga yang tinggal saling
menyebelah memiliki hubungan kekeluargaan yang erat.
Kedua,
penyelesaian secara adat sebaiknya dibawa secara berjenjang pada tingkat yang
lebih tinggi, yaitu pada tingkatan pemerintah daerah dan kemudian tingkat
nasional melalui suatu perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Timor Leste.
Ketiga,
sementara belum dicapai kesepakatan antara kedua negara, wilayah sengketa
tersebut hendaknya dijadikan sebagai free zone, yaitu suatu area yang tidak
diperkenankan adanya suatu aktivitas. Diharapkan dengan status tersebut tidak
menjadi sengketa masyarakat di perbatasan, dengan demikian persoalan dapat
diminimalisir.
Hanya dengan cara bottom up, dengan memperhatikan kearifan lokal
di atas, berbagai persoalan di perbatasan Indonesia-Timor Leste dapat diselesaikan
secara damai dan diterima oleh kedua warga perbatasan. Untuk mencapai hal
tersebut tentu dibutuhkan proses dialog panjang yang menguji kesabaran dan
memakan waktu lama. Namun tentu ini bukan suatu hal sia-sia yang seharusnya
patut ditempuh. (Ganewati Wuryandari)
Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.