Bahasa Politik Luar Negeri, Dalam Kasus Perbatasan
Oleh : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Pokok Pikiran
Dalam persoalan Pulau-pulau Terluar atau Pulau-pulau Perbatasan dengan negara tetangga terdapat 3 (tiga ) Istilah pokok (katagori/penggologan) masalah yang perlu dibedakan yaitu
Istilah penting dalam kasus perbatasan adalah :
(1). “ Kasus “Penyerobotan” dan
(2). “Kasus “Sengketa”
(3) Kasus “Provokasi”
Kasus Kapal Perang Malaysia memasuki Blok Ambalat wilayah Kedaulatan
Indonesia kita namakan sebagai suatu provokasi atau suatu tindakan penyerobotan untuk mau menguasai atau mau memiliki atau mau merampas wilayah Ambalat milik Indonesia secara melawan hukum. Tindakan penyerobotan atau provokasi Malaysia dengan mengerahkan Kapal Perangnya memasuki wilayah Ambalat, sudah nertentangan dengan ketentuan undang-undang dan peraturan negara Pantai maupun Hukum Laut Internasional 1982, karena berlayar bukan dalam Keadaan Damai, sebagai pelanggar Batas Perairan Indonesia, maka seharusnya, Komandan Kapal Perang Indonesia, atau Pesawat Militer Indonesia memerintahkan Kapal Perang Malaysia untuk segera meninggalkan wilayah teritorial Indonesia.
Apabila telah diperintahkan tetapi ternyata Kapal Perang Malaysia terus saja memasuki wilayah Ambalat, maka sepatutnya TNI AL atau Pesawat Militer Indonesia menembaki dan menenggelamkan Kapal Perang Malaysia tersebut, sedang segala resiko yang ditimbulkan menjadi tanggung jawab Negara Penyerobot tersebut. Sedang perlanggaran wilayah Kedaulatan Indonesia oleh Kapal Perang Malaysia sudah berlngsung hingga 100 kali, tetapi, Pemerintah Indonesia tidak mengambil tindakan keras. Jadi tindakan Malaysia dalam hal ini adalah melakukan provokasi dan penyerobotan untuk merampas wilayah kedaulatan Indonesia secara melawan hukum dan harus ditindak secara tegas. Tidak masuk logika jika Wilayah Ambalat wilayah Indonesia yang mau diserobot Malaysia lalu dikatagotikan sebagai Wilayah Sengketa adalah suatu istilah yang tidak tepat.
Malaysia sebenarnya yang menamakan Wilayah Sengketa, supaya ujung-ujungnya, dibawa ke meja perundingan, dan jika gagal maka Malaysia akan mengandalkan Mahkamah Internasional untuk mermutuskannya, dan tentu dalam hal Malaysia akan memainkan peranannya, seperti pada kasus Pulau Sipadan dan Pulau Lingtan. Oleh karena itu mssalah yang sebenarnya adalah Malaysia mau memperluas wilayahnya dengan mengadakan provokasi dan penyerobatan mau merampas wilayah AMBALAT menjadi miliknya. Oleh karena itu satuan TNI Angkatan Lasut, harus tetap siaga di wilayah Ambalat dan jika Kapal Perang Malaysia memasuki wilayah Ambalat, maka langsung menembaki dan menenggelamkan Kapal Perang Malaysia.
Disinilah Presiden Joko Widodo, harus Tegas dan Berani untuk mengumumkan kepada Malaysia untuk tidak memasuki wilayah Ambalat, dan jika melanggar maka Kapal Perang malaysia akan ditembaki dan ditenggelamkan oleh satuan TNI Angkatan Laut maupun oleh Pesawat Militer Indonesia. Jika Pemerintah Indonesia tidak tegas dan berani seperti dise4butkan di atas maka Indonesia akan jadi bulan-bulanan Malaysia. Sekarang telah tiba saatnya untuk menunjukkan ketegasa dan keberanian menghadapi Malaysia yang terus saja mengincar pulau-pulau terluar Indonesia dalam memperluas wilayah perairannya., Kalau Kapal Ikan Negara Asing ditenggelamkan maka Kapal Perang Malaysia yang memasuki wilayak kedaulatan Indonesia harus ditenggelamkan juga. Itu namanya Berani dan Tegas dan Punya Nyali. (Penulis).
Kamis, 31 Maret 2011
DEFINISI SENGKETA
A. PENGERTIAN SENGKETA
Sengketa
tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik.
Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan
bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan.
Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita
menyikapinya. Dengan cara lapangkah, atau bahkan cara yang kasar dan merugikan
orang lain. Tentu kita harus profesional menyikapi semua ini demi kelangsungan
hidup yang harmonis tentram dan nyaman, dan tentu tidak untuk merugikan orang
lain. Kenapa kita harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui
lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya. Berikut
adalah pengertian dari sengketa itu sendiri, menurut kamus bahasa indonesia dan
menurut Ali Achmad.
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia
Berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu
objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan,
yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad
berpendapat :
Sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya.
Dari
kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah masalah antara
dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek
tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat
atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya. Jelas kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu subjeknya tidak hanya
satu, namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi
bahkan lembaga besar sekalipun.
Objek dari suatu sengketa sendiri cukup
beragam. Misalnya saja rumah, hak milik rumah atau tanah, tanah, uang, warisan,
bahkan bisa objek ini adalah hak asuh anak. Kenapa bisa terjadi demikian? Tentu
karena adanya kesalahpahaman, atau bahkan karena adanya
unsur ingin memiliki meski pihak tersebut
mengetahui kalau itu bukan miliknya. Hal inilah yang paling sering kita
temui dimana menjadi penyebab suatu konflik. Semoga kita sadar dan peka untuk
melihat kebenaran dan kita bisa melangkah ke jalan kebenaran, karena hidup ini
akan indah dengan jalan kebenaran.
Sumber :
Dalam pengertian ke-1 yaitu “Penyerobotan” Arti Kata :(Curi, Rampas, Pencaplokan, Penguasaan, serobot, ingin menguasai, mengambil, menduduki, mau merebut, aneksasi). Dalam kasus Blok Ambalat, Malaysia yang ingin merampas, ingin menduduki, ingin menguasai, mau mencuri, dan mau merebut wialayah Blok Ambalat milik Indonesia.Kasus tersebut kita namakan Penyerobotan.
.
1.Mengapa dinamakan Penyerobotan
Seperti diuraikan pada bagian-bagian di atas, bahwa Indonesia telah menetapkan 92 buah pulau perbatasan dan 12 pulau terluar dalam berbagai Peraturan Pemerintah
dan dinyatakan sebagai pulau-pulau milik Indonesia. Dengan demikian telah memiliki Dasar Hukum yang kuat dan tetap dipertahankan dalam bentuk dan resiko apapun. Namun berlakangan Malaysia mengklaim beberapa kawasan atau pulau sebagai miliknya juga. Jika demikian halnya maka tindakan Malaysia tersebut dikatagorikan sebagai upaya Penyerobotan kawasan atau pulau milik Indonesia secara tidak syah.
Bagaimana Penyelesaian (Penyerobotan)?
a) Indonesia memberi peringatan keras kepada negara tetangga tersebut untuk tidak memasuki kawasan Kedaulatan Perairan Indonesia disekitar pulau atau kawasan
yang mau diserobot tersebut.
b) Bila telah diberi peringatan, tetapi masih terulang lagi, maka Indonesia memberi
ultimatum secara tegas untuk tidak memasuki kawasan tersebut lagi.
c) Jika telah diberi ultimatum tetapi masih terjadi pelanggaran juga, maka tindakan
Malaysia tersebut dianggap telah menyatakan Perang dengan Indonesia baik cecara langsung atau tidak langsung. Dalam keadaan demikian, maka Indonesia segera mengarahkan segala potensi kekuatan TNI .yang ada untuk menyerang Malaysia dan semua resiko apapun harus ditanggung sepenuhnya oleh negara Penyerobot (Malaysia).tersebut. Penyelesaian dengan point 1 ini, tidak perlu diadakan Perundingan dalam bentuk apapun. (Ibarat kita tidak perlu berkompromi dengan si maling yang memasuki rumah kita dan segera mengambil senjata lalu membak mati ditempat).
Arti Kata Penyerobotan
Related
Word(s)
2.Penyelesaian pada point 2 yaitu “Kasus Sengketa”
Kata “Sengketa” dapat diartikan sebagai (perselisihan, bentrokan, perebutan, meributkan, persengketaan).
Sebagai contoh misalnya terdapat sebuah pulau atau kawasan yang semula tidak
bertuan, kemudian masing-masing pihak negara bertetangga saling mengklaim atau saling berebut kawasan tersebut sebagai miliknya juga. Dalam persoalan ini, baru dapat kita artikan sebagai sebuah pulau atau kawasan menjadi obyek Sengketa. Dan penyelesaiannya lewat Meja Perundingan. Pihak mana yang mempunyai buklti kuat dan
syah dan meyakinkan maka negara tersebutlah yang berhak atas wilayah sengketa tersebut. Jika tidak terdapat kesepakatan maka masing terdapat 2 jalan yaitu 1) Perang; 2) atau Penyelesaian lewat Mahkamah Internasional.
Dalam kasus Blok Ambalat, Indonesia tidak pernah melakukan perselisihan,
perebutan, meributkan, bentrokan sebelumnya dengan pihak Malaysia tentang Blok Ambalat karena memang benar adalah milik Indonesia, sehingga Indonesia tidak pernah bersengketa dengan Malaysia. Oleh karena itu Blok Ambalat bukan Wilayah Sengketa melainkan Malaysia sebagai negara Penyerobot yang ingin menguasai , menduduki Blok Ambalat milik Indonesia. Sehingga . tindakan Malaysia tersebut adalah sebagai negara Penyerobot yang merlakukan provokasi dengan mengewrashkan Kapal Perangnya memasuki wilayah perairan Blok Ambalat hak kewdaulatan Indonesia..
Oleh karena Blok Ambalat adalah milik Indonesia, maka dalam kasus ini, bukan
Kasus Sengketa. Kalau milik Indonesia lalu diserobot Malaysia apakah pantas disebut SENGKETA?
Kata Sengketa yang salah kaprah yang diucapkan oleh Presiden SBY dan Menlu RI, ketika Malaysia memasuki pertairan Blok Ambalat untuk direbutnya, merupakan salah langkah yang fatal, dan sebagai akibatnya persoalan Blok Ambalat hingga berakhirnya masa tugas Presiden SBY tidak pernah tuntas dan selalu diulur-ulur waktunya
oleh Malasysia.
Pertanyaannya adalah : Apakah Pantas Indonesia harus berunding dengan Negara
Penyerobot Malaysia.
Jawabnya : Karena bukan kasus Sengketa, maka tidak perlu ada perundingan.
Sanksi Menurut Hukum Laut Internasional 1982 bagi Negara Penyerobot Malaysia
Terdapat beberapa pasal UNCLOS 1982 yang berbunyi sbb :
Kesimpulannya adalah :
1.Kasus Ambalat adalah Penyerobotan dan bukan sengketa.
2.Karena itu maka Indonesia secepatnya mengundurkan diri dari Perundingan
dengan Malaysia kasus Ambalat.
3.Dengan mengundurkan diri dari Meja Perundingan maka kita memberi ultimatum
keras kepada Malaysia untuk tidak memasuki wilayah Blok Ambalat wilayah kedaulatan NKRI.
4.Apabila telah diberi ultimatum namun tetap memasuki Blok Ambalat maka sama artinya Malaysia telah menyatakan perang dengan Indonesia, baik secara langsung ataun tidak langsung
5.Dengan demikian Pemerintah Indonesia dapat memerintahkan segenap TNI dengan segala jenis persenjataan untuk menempabki Kapal Perang Malaysia dengan resiko ditanggung oleh Malaysia.
Presiden SBY seharus malu, telah mengumumkan Pulau-pulau Terluar adalah Pulau Sengketa, padahal semua pulau-pulau tersebut telah memiliki Dasar Hukum lewat
berbagai Peraturan Pemerintah yang syah, yang ditandatangani sendiri oleh Presiden. (Lihat Dasar-Dasar Hukum dan berbagai Peta Indonesia tentang Kepemilikan Pulau-pulau Terluar yang telah di jelaskan di atas).
Pada setiap kasus klaim atas sesuatu pulau atau wilayah Indonesia, oleh negara tetangga, maka harus dirumuskan terlebih dahulu katagorinya, yaitu kasus tersebut dinilai sebagai penyerobotan atau sengketa, oleh karena kedua kasus ini akan berbeda dalam penyelesaiannya seperti yang dijelaskan di atas. Jika klaim tersebut menyangkut wilayah kedaulatan Indonesia, maka termasuk kasus penyerobotan, dan penyelesaian terakhir tidak ada jalan lain selain perang dan tanpa kompromi maupun tanpa Meja Perundingan dalam bentuk apapun. Ini namanya “TEGAS”.
Mengapa demikian?
Mungkin Presiden SBY begitu gugup menghadapi Malaysia yang menyatakan klaim
terhadap kawasan Ambalat juga. Jadi tindakan Presiden SBY ini menyebabkan urusan penyelesaiannya begitu rumit, dimana lewat meja perundingan yang seharus tidak, dan dapat berakibat kita Kalah atau Menang menghadapi Malaysia soal Ambalat ini.
Jika dilakukan “perundingan”, itu berati kita masih “ragu dan belum pasti milik kita”. Dan berakhir dengan kemungkinan “menang” atau “kalah”. Ketegasan dan keberanian adalah modal kita menghadapi lawan. Singkat tetapi berisi. Tidak perlu jawaban
yang panjang lebar, dan bertele-tele apalagi mempergunakan kata-kata “santun” menghadapi musuh. Jika kita menyatakan sesuatu pulau milik kita, maka tentu paling tidak telah terpasang/tertanam beberapa “monumen” yang berlabel “RI”. Dengan demikian negara manapun yang mendekat, apalagi mau diklaim menjadi miliknya, kita beri “ultimatum”,
“ Menjauh dari lokasi tersebut atau siap “menerima tembakan”.” Jika masih bandel, tunjukanlah ketegasan kita dengan menghajarnya. Tentu resiko ditanggung oleh pelanggar batas tersebut. Janganlah lagi beri kesempatan lawan untuk mempermainkan kita seperti yang sudah-sudah (masalah Ambalat).Pemerintah sekarang harus menunjukkan sifat tegas seperti di contohkan di atas. Dan tidak akan mengenal ada kata-kata atau istilah “persoalannya dimajukan ke Mahkamah Internasional”, karena itu menandakan keraguan kita sendiri.
Pertanyaannya : Apakah semua pulau-pulau-kecil dan karang yang berada di
perbatasan sudah dibangun “monumen” atau banguan lainnya sebagai “tanda syah milik Indonesia”? Jawabnya :” jika belum”, segera dilaksanakan sebelum diklaim negara tetangga. Atau jika tidak, maka ada peluang negara tetangga untuk boleh menyatakan pulau tersebut adalah miliknya juga. Dalam keadaan semacam ini dapat dikatagorikan sebagai “pulau/wilayah sengketa”. Jika demikian halnya, maka konyolah kita, karena harus melalui perjuangan panjang dalam “perundingan” yang menyababkan kita bisa “menang” atau “kalah”? Dalam “persoalan Perbatasan”, “pimpinanTNI” harus diberi wewenang penuh untuk memberi keputusan tegas dalam waktu sesingkat mungkin, selain “Deplu” dllnya, karena pada akhirnya “TNI” yang berhadapan langsung dilapangan.
G. Kesimpulan
Pulau-pulau yang telah diberi bangunan monumen atau semacamnya berarti pulau-
pulau/karang terluar itu milik Indonesia. Sedang pulau-pulau terluar yang tidak diberi bangunan monumen atau tanda-tanda khusus lainnya, maka digolongkan sebagai pulau milik negara tetangga. Jika diklaim oleh negara tetangga, tetapi kita menyatakan juga milik Indonesia, maka pulau itu masuk katagori “pulau sengketa”. Sebab di pulau atau di karang tertsebut tidak ada merek Indonesia. Penyelesaiannya adalah lewat Meja Perundingan.
Sebagai contoh di pulau Ambalat telah dibangun marcusuar dan ada kegiatan disana. Jika Malaysia mengklaimnya juga sebagai juga miliknya, maka status Ambalat
bukan pulau sengketa dan tidak perlu perundingan Indonesia-Malaysia. Tindakan Malaysia itu dikatagorikan sebagai upaya penyerobotan terhadap pulau milik Indonesia secara tidak syah. Untuk itu kita peringatkan pada Malaysia untuk tidak memasuki perairan disekitar Ambalat.
Seandainya sudah diperingatkan tetapi tetap memasuki wilayah itu, maka satu-satunya tindakan adalah melakukan penembakan langsung pada sasarannya karena melanggar dan memasuki perairan Indonesia secara tidak syah.. Ini namanya tidakan tegas dan konsekuen melindungi kedaulatan NKRI. Karena itu tidak perlu berunding soal Ambalat. Kecuali di Ambalat itu tidak ada sesuatu bangunan atau tanda-tanda lain oleh Indonesia. Berdasarkan alasan tersebut di atas maka Indonesia dapat menarik diri dan menghentikan dari perundingan tersebut. (Ini adalah bahasa politik soal perbatasan).
Selama ini banyak kejadian dan kasus dari negara tetangga kita yang merugikan kita soal perbatasan, dan kelautan, sehingga hal ini membuat segenap rakyat Indonesia “naik darah” oleh karenanya; (buktinya, para pemuda dan pendemo mendatangi
Kedutaan Malaysia yang mengajukan protes atas pelanggaran tentara Diraja Malaysia di Ambalat beberapa waktu lalu, sedang dipihak lain, pihak pimpinan kita masih tetap bermuka manis dan lamban bertindak tegas. Tidak ada istilah SANTUN dalam persoalan pulau-pulau perbatasan. Jika menyangkut persoalan perbatasan, maka tidak mengenal muka manis dan senyum simpul, tetapi melototkan mata dan geram yang ditunjukkan kepada pihak lawan atau dengan istilah pasaran, (“begitu maling tepergok, langsung dihajar sampai babak belur).
Bahwa cara-cara pimpinan nasional kita dalam penyelesaian Ambalat memang
memprihatinkan sekali, yang menawarkan diri untuk sama-sama menyelesaikan secara damai lewat Meja Perundingan adalah fatal dan tidak masuk logika maupun hukum yang sehat. Itu berarti Pemerintah telah menyimpang dari segala peraturan maupun Peta Perbatasan yang sudah dibakukan secara resmi dan memiliki Dasar Hukum yang kuat. (Prihatin sekali). Profokasi Memasuki Perairan RI oleh Malaysia Di Blok Ambalat Sama dengan Telah Memberi Isyarat Untuk Perang. Mengapa Kita Diam Saja? Kalau Blok Ambalat Milik Indonesia, mengapa Harus Berunding? Apakah Kalau Maling Masuk Pekarangan Rumah Kita, Apa Perlu Perundingan dengan Si Maling, Supaya Lain kali Jangan Datang Lagi? Ini Kebodohan? atau Aneh kan?
Blok Ambalat Bukan Wilayah Sengketa, tetapi Milik Indonesia, Titik. Logikanya,
Indonesia menghentikan Perundingan dengan Malaysia, Dan Siap Tempur. Presiden SBY adalah seorang mantan militer, namun semua kasus-kasus perbatasan seharusnya mengambil keputusan dan penyelesaian secara militer juga, dan bukan dengan bahasa Santun dan Damai melulu yang bertele-tele. Dalam istilah militer dimedan perang, siapa yang duluan menembak pasti dia menang. Kalau terlambat menembak, maka kita akan mati konyol kena peluru musuh. Begitulah ibaratnya.
Dengan masuknya kepal perang Angkatan Diraja Malaysia ke Blok Ambalat,
sebenarnya harus diartikan sebagai tanda, Malaysia menyatakan perang melawan Indonesia, oleh karena angkatan perangnya memasuki wilayah kedaulatan Indonesia dengan etiket buruk tampa izin. Oleh karena itu satuan keamanan laut ALRI seharusnya sudah sewajarnya menembaki Kapal Angkatan Laut Malaysia adalah mengandung kebenaran, oleh karena memasuki teritorial Indonesia sama dengan telah menyatakan perang secara fisik. Apalagi telah memasuki wilayah Ambalat hingga ratusan kali, apakah harus ditanggapi seolah-olah belum apa-apa sehingga tidak dilakukan tindakan apapun?.
Jadi istilalah provokasi harus diartikan sebagai niat berperang. atau siap
berperang. Kenapa kita tidak tanggapi dengan senjata pula. Jika terjadi perang maka, itu adalah karena Malaysia mendahuluinya, sehingga Indonesia tidak menaggung resiko apapun seandainya terjadi perang sungguhan.Dalam hal ini Angkatan Laut diberi wewenang penuh, dalam keadaan seperti itu untuk mengambil tindakan tegas dan nyata. Selama ini sistem komando berjenjang dengan jalur yang panjang dan bertele-tele, pada hal pasukan kita dilapangan sebenarnya tidak sabar lagi melihat gelagat musuh yang seperti mengejek dan meremehkan kewibawaan angkatan perang kita yang tanpa berbuat sesuatu untuk menghajar musuh. Kesan selama ini, Indonesia terlalu “baik hati yang berlebihan”, yang seperti berbagai “budaya tradisional”, sehingga terkesan kita “lembek”, dengan hanya mengandalkan perundingan yang bertele-tele yang tidak jelas hasil akhirnya.
Kenapa takut? Tembak saja di tempat bagi si pelanggar teritorial.
Dua Contoh Perintah Tembak di tempat sbb :
Kesatu : Para nelayan tradisional Indonesia ketika memasuki Pulau Pasir (Ashmore
Reef)- wilayah Kabupaten Rote Ndao, NTT, Badan Penjaga Keamanan Pantai Australia merembak langsung dan menenggelamkan perahu nelayan tersebut, padahal mereka bukan nelayan bersenjata. Kenyataannya Indonesia juga tidak berbuat apa-apa. Persoalan ini pun sepertinya pemerintah pusat diam saja terhadap tindakan Australia yang tidak bersahabat tersebut, dan tidak memberi perlindungan yang memadai kepada nelayan tradisional kita
Kedua : Juga ada perintah dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan saat Fredy
Numberi sewaktu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, menginstruksikan untuk menembak Kapal Nelayan Asing yang kepergok sedang mencuri ikan di Laut Indonesia. Tentu lebih tepat lagi tindakan yang serupa juga diterapkan kepada Kapal Perang Malaysia, yang memasuki wilayah Laut Teritorial Indonesia. Hal ini tentu masuk akal. Apalagi menyangkut intervensi asing ke wilayah Indonesia untuk merampas dan mengklaim pulau-pulau kita menjadi miliknya.
Ketiga. Menteri Kelautan dan Perikanan dengan bantuan TNI Angkatan Laut, telah menembak dan menenggelamkan beberapa kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia.
Tetapi mengapa Kapal Perang Malaysia yang melanggar wilayah kedaulatan Indonesia, juga harus ditenggelamkan.
Contoh lain lagi tentang kelemahan Indonesia,
Kesatu : Ketika tiga orang pengungsi Timor-timur di Atambua, NTT, secara tidak
sengaja memasuki perbatasan Timor Leste-Indonesia, ditembak mati oleh Keamanan Timor Leste, sedang dipihak TNI tidak mengadakan tindakan balasan kepada Keamanan Timor-Leste, hanya lewat protes melulu. Begitu pula Komandan TNI penjaga perbatasan yang ditembak mati oleh Keamanan Perbatasan Timor Leste, juga tidak membalas dengan setimpal. Inilah contoh-contoh dilapangan, bahwa pengambil keputusan kita terkesan “lembek”.Pelanggaran batas oleh Angkatan Laut Diraja Malaysia hingga ratusan kalipun, hanya berupa kata-kata protes saja dengan bahasa SANTUN, tanpa tindakan tegas di lapangan. Yang tetap menjadi korban sia-sia adalah mereka yang di front/dilapangan.
Kedua : Pemerintah Pusat Cq Menteri Luar Negeri sekarang, terkesan sangat “lemah” dalam diplomasi perbatasan dengan Malaysia, lebih banyak didekte, ditekan oleh
Malaysia, dan kurang ngotot memperjuangkan kepentingan Indonesia dengan gigih dan berani.
Kesan perundingan RI – Malaysia 6 September 2010, delegasi RI yang dipimpin Menlu, dianggap gagal, karena tidak memperjuangkan perlakuan keamanan Malaysia
terhadap Pejabat Indonesia, secara tidak wajar. Secara profil, Menlu RI sekarang ini dianggap tidak tepat menduduki jabatan Menlu, dan karena itu perlu menempatkan pejabat baru yang lebih agresif, tegas, dan berani dan menguasai masalah maupun menemukan solusi yang tepat dan akurat sehingga tidak merugikan kepentingan Indonesia dimata dunia internasional.
Banyak Pimpinan, Pejabat Negari kita yang bersifat sebagai “ANAK MAMA” yaitu
Tanpa Nyali, penakut, dan cepat Menyerah dalam hal sepele sekalipun.
Persoalan dalam negeri dengan sebuah negara tetangga, tidak diperkenankan negara lain (pihak ketiga) turut ikut campur) Harus bersikap keras dan menantang, bila
terdapat negara tetangga yang mau berekspansi ke perairan Indonesia maka kita harus membela mati-matian dengan melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, Indonesia perlu memperkuat diri dengan system keamanan, yakni menghidupkan kembali wajib militer bagi semua lapisan masyarakat untuk membela negara bila diperlukan. Untuk menjaga kedaulatan NKRI, tidak hanya mengandalkan kekuatan TNI yang jumlahnya tidak mencapai 500.000-an prajurit. Menurut para ahli diperlukan sekitar 2.000.000 anggota TNI sebagai pengawal 17.506 pulau yang tersebar luas.
Dan minimnya anggaran dan sarana-prasarana yang tidak memungkinkan gerak
cepat dan tepat pada waktu yang tepat pula, jika terjadi keadaan darurat. Berapa pesawat tempur dan sarana angkutan udara kita, jatuh secara beruntan dan mengorbankan para prajurit profesional kita dengan sia-sia. Inilah menunjukkan suatu bentuk kemiskianan dalam sektor Pertahanan dan Keamanan dalam mempertahankan kedaulatan dari serangan luar. Perlu ada upaya memberdayakan dan menanggulanginya sedini mungkin, layaknya seperti penanggulangan kemiskinan rakyat Indonesia dari kelaparan, kurang gizi, kesehatan, pendidikan dan pengangguran saat ini. Yah kira-kira identik seperti itu dalam masalah Pertahanan dan Keamanan kita.
Memang banyak kalangan sepertinya menentang wajib militer ini, tetapi sebenarnya mereka kurang membaca situasi politik pertahanan dan kerawanan teritorial dewasa
ini, dimana Indonesia dibuat bulan-bulanan oleh negara tetangga dalam berbagai persoalan perbatasan. Sebagai misalnya, Singapura semakin canggih peralatan persenjataannya, dibanding dengan Indonesia, yang ingin memamerkan kekuatannya dan kehebatan persenjataannya kepada Indonesia dengan ingin memanfaatkan lokasi-lokasi disekitar pulau Batam.
Itu tidak lain, hanya suatu bentuk kompensasi yang memberi kesan seolah-olah , “ia kecil tetapi hebat”. “Siapa takut”? Banyak negara tetangga yang mengincar pulau-pulau kita, demikian pula pencurian ikan oleh negara-negara asing, oleh karena itu diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas dalam system pertahanan dan keamanan menghadapi semua itu. Guna kepentingan tersebut, wajib militer perlu diadakan sebagai antisipasi tantangan-tantangan tersebut. Selain itu juga menyangkut nasip pulau-pulau terluar, pulau-pulau kecil terpencil dan perbatasan perairan laut kita masih memprihatinkan.
(Bagaimana Manajemennya?)
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.