Penanganan Pencemaran Minyak
Jumat, 23 Juli 2010, 13:20 WIB |
Oleh: Prof.
M.A. Noach, Ph.D., M.Ed.,
Usulan-usulanlain:
1. Batas Laut. Sebaiknya penyelesaian Batas Laut Timor dari 3 negara yang berada di Laut Timor mendapat prioritas untuk segera diselesaikan dengan menggunakan Middle Line (garis tengah). Karena sejak terbentuknya negara baru Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) pada tahun 1999 di kawasan Laut Timor, maka menurut Hukum Internasional perlu ada perundingan Trilateral dari 3 nagara di kawasan tersebut, yaitu RI, RDTL dan Australia. 2. Status Gugusan Pulau Pasir. Merujuk pada dasar keputusan Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia karena telah mengelola Pulau Sipadan dan Ligitan, meskipun sesungguhnya adalah milik Indonesia tetapi tidak dikelola oleh Indonesia, maka sesungguhnya Gugusan Pulau Pasir, yang terdiri dari 5 pulau: •Ashmore Reef (Pulau Pasir) terletak pada koordinat 12°15’ LS - 123°03’ BT; •Cartier Islet (Pulau Buru) terletak pada koordinat 12°32’ LS - 123°33’ BT; •Scott Reef terletak pada koordinat 14°03’ LS - 121°47’ BT; •Pulau Seringapan Reef (Pulau Datu) terletak pada koordinat 11°37’ LS - 122°03’ BT; •Browse Islet terletak pada koordinat 14°06’ LS - 123°32’ BT; Seharusnya menjadi milik RI karena berdasarkan sejarah Gugusan Pulau Pasir tersebut walau awalnya menjadi milik Inggris dan diberikan kepada Australia pada tahun 1931, tetapi sesungguhnya telah dikelola oleh orang-orang Rote (termasuk orang Buton – di Pulau Tukang Besi,, dan orang Madura – di pulau Tonduk) sejak abad ke 15, sebelum bangsa barat muncul di Laut Timor. Prof. James Fox mengakui kalau para nelayan Rote sudah ada di pulau itu sejak tahun 1725 berdasarkan berbagai bukti historis berupa kuburan, sumur, lutu (alat penangkap ikan orang Rote), serta pagar batu, sehingga membuktikan pengelolaan pulau-pulau itu secara berkala jauh sebelum ditemukannya pulau itu oleh orang barat bernama Samuel Ashmore dari Divisi Hiberia, pada tahun 1811. Ini menyebabkan klaim sepihak sebagai milik Inggris, dan selanjutnya diserahkan kepada Australia sebagaimana penjelasan di atas. Sampai saat ini ada ratusan nelayan Rote yang ditahan di penjara-penjara negara bagian Australia Barat karena sejak tahun 1974 mereka telah didepak keluar oleh MoU antara Australia dan Indonesia berdasarkan ketentuan dalam “MoU Box” yang hanya mengijinkan nelayan tradisional (artinya nelayan berperalatan tradisional tanpa motor) untuk beroperasi di wilayah tsb. Sejak tahun itu pula telah ratusan nelayan Rote yang meninggal di Laut Timor sehingga meninggalkan sebuah desa di Rote Timur dengan sebutan “Desa Janda”. Tidak ada orang Australia yang mati untuk Gugusan Pulau Pasir, bukan? Pendapat saya: Pemerintah Indonesia seharusnya membawa masalah Gugusan Pulau Pasir ke Mahkamah Internasional di Den Haag kalau Pemerintah Australia tetap bersikeras dengan caranya menangkap nelayan Indonesia di Laut Timor. Karena sesungguhnya Indonesia mempunyai opsi yang kuat. Kementerian Luar Negeri RI harus aktif kembali untuk mempertahankan pulau-pulau terluar Indonesia. Juga harus dipertanyakan motivasi Pemerintah Australia menjadikan kawasan reservasi satwa laut di wilayah ini, apakah sebenarnya bermotivasi ekonomi dan bukan lingkungan untuk jangka panjang, karena mengapa ijin pengeboran minyak lepas pantai kepada PTTEP Australasia (yg anjungannya: West Atlas Montara, meledak pada taanggal 21 Agustus 2009 dan baru berhasil diatasi pada tgl 3 November 2009) diberikan sangat dekat wilayah konservasi ini? 3. Indigenous People & Fishing Right. Hentikan sosialisasi “Illegal Fishing” karena berlayar dan melaut di Laut Timor adalah legal untuk nelayan Rote karena International Convention on the Indigenous People (Konvensi untuk Penduduk Asli) yang diberlakukan pada tanggal 13 September 2007, yang sudah diberlakukan Australia terhadap kaum Aborigin di Australia, seharusnya juga berlaku bagi nelayan tradisional Rote yang sudah diberi “MoU Box” di Laut Timor. Karena Laut Timor adalah milik 3 negara, termasuk nelayan Rote yang merupakan bagian dari nelayan Indonesia. Dan nelayan Rote hanya mencari ikan “secukupnya” demi kelestarian ikan-ikan di Laut Timor yang sudah diambilnya 500-an tahun dan tidak habis-habis. Disinilah kearifan lokal dalam format metode tradisional dalam melindungi biota laut di Laut Timor sehingga tangkapan tetap berlimpah sejak ratusan tahun yang lalu. Pendapat saya: Nelayan Rote tidak terlalu peduli dengan ladang minyak di Laut Timor, walaupun mereka sesungguhnya juga berhak atas sebagian hasilnya, mereka hanya perlu tetap terbukanya akses secara bebas atas daerah garapannya sejak ratusan tahun yang lalu. Jangan mereka didepak keluar dari Laut Timor. 4. Perlunya penelitian kembali secara komprehensif atas potensi minyak dan gas bumi Laut Timor. Menurut Majalah Elseviers terbitan Belanda (1917) di dunia ini selain Timur Tengah, masih ada 5 daerah sumber minyak dan gas terbesar, antara lain: Madagaskar, Laut Timor, Meksiko, dan Venezuela. Karena itulah, menurut analisa (Alm) Prof. Ir. Herman Johannes, Pahlawan Nasional Indonesia (ditetapkan tanggal 9 November 2009), yang juga mantan Rektor UGM dan mantan anggota DPA RI, pihak Australia berupaya “menguasai” Laut Timor dengan segala cara. Prof. Keith Sutter dari Australia mengatakan bahwa karena Indonesia tidak peduli (tidak tahu) akan potensi Laut Timor itu maka dalam perundingan tahun 1974, pihak Australia telah memperoleh 70% dari isi Laut Timor. Pendapat saya: Bukannya Indonesia tidak tahu isi Laut Timor, tetapi pemimpin Indonesia lebih mengutamakan kepentingan politik daripada ekonomi apalagi pada saat itu daerah-daerah lain masih sangat berlimpah dengan deposit minyak dan gas. Juga bahwa potensi migas ada di Pulau Timor, Laut Sabu, dan beberapa pulau kecil di NTT. 5. Penamaan pulau-pulau kecil. Penamaan pulau-pulau kecil agar dapat dipercepat sehingga dapat didaftarkan seluruhnya di PBB. Hal ini demi kepastian jumlah pulau di Indonesia (catatan: Data terakhir adalah 17.504 buah pulau karena 4 pulau sudah tenggelam, sedangkan sesungguhnya juga ada penambahan pulau akibat gempa bumi di beberapa tempat belakangan ini, di provinsi NAD 1 pulau dan di provinsi NTT 1 pulau, tetapi belum ditambahkan pada data jumlah pulau di Indonesia). Keterlambatan ini memicu kesimpang-siuran jumlah pulau yang dimiliki oleh masing-masing provinsi, misalnya provinsi NTT, apakah memiliki 566 pulau atau 1.192 pulau berdasarkan citra satelit yang terakhir. Mengajak keterlibatan kalangan akademisi dan masyarakat profesi sangatlah,dianjurkan. 6. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Melibatkan universitas di setiap provinsi untuk mengelola PPKT, seperti Pulau Ndana (Rote), Pulau Ndana (Sabu), Pulau Mangkudu (Sumba), Pulau Bidadari (Manggarai), dan Pulau Batek (Kab. Kupang). Pulau-pulau ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pelestarian satwa dan tanaman tertentu, penanaman mangrove (ini harus diprioritaskan demi kelestarian PPKT itu sendiri), maupun pariwisata. Kampus dapat menjalankan program KKN-nya dengan sangat efektif karena mampu memberdayakan sumber daya setempat secara efektif dan efisien. (catatan: dapat merujuk pada program-program yang dijalankan oleh Universitas Indonesia pada berbagai PPKT, termasuk di Rote dengan memberdayakan industri kelapa rakyat, dll. Di tempat lain mereka memberikan bibit tanaman sayur-sayuran agar masyarakat dapat mengadakan sayur secara swadaya, juga memanfaatkan SDA untuk sumber energi listrik. Demikian pula dalam aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat). Khusus Pulau Batek, yang memang menjadi hak milik RI karena pada zaman Belanda masuk Onderafdelling Noord – Middle Timor dengan ibukotanya Mio Mafo dan saat ini masuk Kecamatan Amfoang Utara (Naikliu), Kabupaten Kupang, bisa dicarikan kerjasama dengan RDTL untuk pengembangan industri pariwisata, tetapi tetap di bawah pengakuan resmi PBB bahwa pulau itu milik Indonesia. Demikian halnya dengan setiap pulau yang berbatasan dengan negara lain, bisa diupayakan kerjasama dengan negara lain tersebut dalam pengembangan pulau itu, tetapi sebaiknya setelah ada pengakuan internasional resmi (PBB) bahwa pulau itu adalah milik Indonesia
Penulis
: Drs.Simon Arnold Julian Jacob
|
alamat email
Minggu, 15 Februari 2015
PENANGANAN PENCEMARAN MINYAK
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.