Sengketa Perbatasan dan Keseriusan Pemerintah
Nasionalisme jutaan rakyat Indonesia kembali terusik. Bukan karena Timnas yang
sedang tertatih-tatih di kualifikasi Pra-Piala Dunia 2014 apalagi setelah dikalahkan Qatar 3-2 hari Selasa lalu, tetapi karena menurut informasi, ada wilayah di tanah air yang kembali dicaplok oleh Negara tetangga Malaysia. Adalah wakil ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, yang mengungkap berita pencaplokan itu.
Politisi PDIP yang pernah menjadi sekretaris militer itu mengatakan bahwa Indonesia telah kehilangan 1.400 hektare tanah di Camar Bulan dan 80 ribu meter persegi di pantai Tanjung Datu, Kalimantan Barat. Menurutnya lagi, ada sejumlah warga yang diusir oleh polisi diraja Malaysia karena tinggal di daerah tersebut.
Berita ini semakin menambah daftar panjang banyaknya wilayah kita yang hilang
begitu saja karena dicaplok oleh Negara lain. Perlahan tapi pasti, satu persatu, wilayah kita diperbatasan terus menerus diklaim oleh Negara tetangga sebagai miliknya. Sayangnya, pemerintah malah terkesan defensif dan reaktif menanggapi persoalan perbatasan ini.
Pemerintah baru bereaksi setelah wilayah tersebut diklaim oleh Negara lain, atau setidaknya setelah berita pencaplokan itu menjadi konsumsi publik. Bukannya memperbaiki sikap dan kebijakan dalam menangani perbatasan, pemerintah selalu bereaksi setelah pencaplokan tersebut benar-benar terjadi. Senjata paling ampuh yang selalu disampaikan pemerintah adalah bahwa pemerintah sedang melakukan negosiasi terhadap Negara pencaplok.
Pemerintah "Membela" Malaysia
Celakanya lagi, dalam kasus Camar Bulan dan Tanjung Datu ini, Pemerintah malah
terkesan melegalisasi kepemilikan Malaysia atas kedua wilayah tersebut. Bukannya, melakukan pengecekan dan mengusahakan upaya untuk mengembalikan kepemilikan wilayah itu, pemerintah malah terkesan "membela" Malaysia sebagai pemilik sah wilayah tersebut. Laksana sedang berliturgi, sejumlah menteri terkait dan sejumlah orang dalam istana lainnya, secara marathon dan berderet memberikan bantahan bahwa wilayah tersebut dicaplok Malaysia.
Sebaliknya, mereka mengakui bahwa kedua wilayah yang dipersoalkan Hasanuddin tersebut memang sudah menjadi milik Malaysia yakni berdasarkan MoU (memorandum of understanding) di Kinibalu pada 1975 dan di Semarang pada 1978. Walaupun sebenarnya menurut Traktat London yang dibuat oleh Inggris dan Belanda pada 1824, kedua wilayah ini adalah milik Indonesia. Sayangnya, pemerintah Indonesia sepertinya memilih mengalah kepada Negara yang katanya lebih maju dari Indonesia itu. Lengkaplah pula kekesalan publik dalam negeri.
Publik tak hanya berhadapan dengan Malaysia yang disebut sebagai Negara pencaplok, pemerintah pun sepertinya "berdiri" di pihak Malaysia. Apalagi pemerintah Malaysia ternyata sangat bertindak cepat. Kedua wilayah yang sudah dianggap sebagai miliknya itu, kini malah disulap menjadi kawasan wisata dengan mendirikan "Taman Negara Tanjung Datu" dan proyek penyu "Turtle Project". Langkah ini tentu saja kian menegaskan bahwa kedua wilayah ini sudah benar-benar milik Malaysia.
Pemerintah Harus Serius
Tak hanya "membela" Malaysia, pemerintah pun cuma bisa menyalahkan fenomena
alam sebagai penyebab mencuatnya kisruh soal perbatasan tersebut. Menurut klaim pemerintah, abrasi dan kerusakan membuat patok sebagai tanda perbatasan menjadi tak terlihat atau seperti kata Hasanuddin, bergeser. Namun tanpa disadari, disini pula pemerintah kian menegaskan ketidakpeduliannya terhadap perbatasan, salah satunya patok-patok batas. Tidak adanya perhatian perbatasan membuat pemerintah tidak pernah melakukan maintenance (perawatan) terhadap seluruh patok-patok perbatasan.
Akibatnya, bergeser atau tidak, baru diketahui pemerintah setelah patok tersebut dipersoalkan. Jangankan patok, warga disekitar perbatasan pun memang selalu luput dari perhatian pemerintah. Wajar banyak warga yang lebih memilih ke Malaysia karena kondisi kehidupan yang ditawarkan oleh negeri Jiran tersebut jauh lebih baik dibanding Indonesia. Situasi kehidupan antara warga yang tinggal di Malaysia dengan warga yang tinggal di Indonesia memiliki perbedaan yang jomplang -bagaikan langit dan bumi- meski jarak antara kedua warga tersebut hanya sejengkal.
Di Malaysia, kehidupan lekat dengan kesejahteraan, sementara di Indonesia, akses
masyarakat sangat minim.
Bahkan untuk air minum pun, tidak jarang masyarakat harus "mengimpor" dari
Malaysia. Ini pula yang ditengarai sebagai salah satu penyebab terjadinya pergeseran patok tersebut (jika patok benar-benar bergeser). Kepentingan ekonomi, baik oleh warga maupun oleh pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan dari pergeseran patok tersebut ditengarai sebagai penyebab adanya pihak-pihak tertentu yang secara sengaja menggeser patok. Tak ada kata lain bagi pemerintah Indonesia selain tegas soal perbatasan dalam menjaga keutuhan wilayah NKRI ini. Masih ada kesempatan untuk mempertegas kembali perihal keberadaan wilayah tersebut.
Harusnya pemerintah tak mengalah begitu saja terhadap MoU tahun 1978, yaitu dengan melakukan peninjauan kembali kesepakatan yang merugikan Indonesia tersebut. Disamping itu, pemerintah pun memang harus benar-benar serius memperhatikan perbatasan, baik terhadap patok-patok perbatasan dan terutama terhadap warga yang tinggal diperbatasan.
Berbagai akses terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana penting lainnya harus segera disediakan, agar warga tak lebih memilih ke Malaysia ketimbang Indonesia. Slogan "NKRI adalah harga mati" harus diikuti langkah konkrit dengan memberikan perhatian yang sama terhadap seluruh wilayah RI. ***(Penulis adalah mahasiswa Magister Studi Kebijakan UGM, tinggal di Jogjakarta) Opini - Kamis, 20 Okt 2011 01:31 WIB Oleh : Harmada Sibuea.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.