ZONASI PENGUKURAN LAUT DALAM UNCLOS 1982
Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut (United Nations Convention
on the Law of the Sea)
Konvensi
Hukum Laut atau Hukum perjanjian
Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III )
yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum
Laut ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan
di dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber
daya alam laut. Konvensi
kesimpulkan pada tahun 1982, menggantikan perjanjian internasional mengenai
laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada tahun 1994, setahun setelah Guyana
menjadi negara ke-60 untuk menandatangani perjanjian.
Untuk saat
ini telah 158 negara dan Masyarakat Eropa telah bergabung dalam Konvensi. Sedangkan Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima instrumen ratifikasi danaksesi dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan untuk pertemuan negara
pihak Konvensi, PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam
pelaksanaan
Konvensi. Ada, bagaimanapun, peran yang
dimainkan oleh organisasi-organisasi seperti Organisasi Maritim Internasional, Komisi Penangkapan Ikan
Paus Internasional, dan Otorita Dasar laut Internasional (yang terakhir yang
didirikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Prinsip-Prinsip
Pengukuran Laut
Konvensi
Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 mengatur mengenai beberapa
hal, pertama mengenai laut teritorial. Penarikan garis pangkal untuk mengukur
lebar laut territorial harus
sesuai dengan ketentuan garis pangkal lurus, mulut sungai dan teluk atau garis
batas yang diakibatkan oleh
ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan
tempat berlabuh di tengah laut. Dan penerapan garis batas laut teritorial
antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan, harus
dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala
yang memadai untuk penetapan garis posisinya (pasal 16 ayat 1).
Kedua, untuk
perairan Zona Ekonomi Eksklusif penarikan garis batas terlihat ZEE
dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan
batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penetapan batas ekonomi
eksklusif antar negar yang pantainya berhadapan (opposite) atau berdampingan
(adjacent) harus dicantumkan pada peta dengan sekala yang memadai untuk
menentukan posisinya (Pasal 75 Ayat 1).
Ketiga, untuk
landas kontinen. Penarikan garis batas terluar landas kontinen
dan penetapan batas yang ditarik harus sesuai dengan ketentuan penentuan
batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan (opposite) atau
berdampingan (adjacent), harus dicantumkan pada peta dengan skala atau
skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya (pasal 84 ayat 1). Konvensi
Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk
melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil
laut dari garis pangkal.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan
adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk
melakukan submission ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia
diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi geologis,
Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan
penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut. Konvensi PBB tentang Hukum
Laut 1982 (UNCLOS 1982) juga melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum
laut yaitu,
1. Perairan
Pedalaman (Internal waters),
2. Perairan
kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional,
3. Laut
Teritorial (Teritorial waters),
4. Zona
tambahan ( Contingous waters),
5. Zona
ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone),
6. Landas
Kontinen (Continental shelf),
7. Laut lepas
(High seas),
8. Kawasan
dasar laut internasional (International sea-bed area).
Konvensi
Hukum Laut 1982 mengatur juga pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum
darikedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan
laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan untuk zona
tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak
eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada di zona
tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh
Negara manapun, sedangkan kawasan
dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.
Sejarah
Rezim-rezim Hukum Laut.
Pada abad ke
16 dan ke 17, Negara-negara kuat maritim diberbagai kawasan Eropa saling
merebutkan dan memperdebatkan melalui berbagai cara untuk menguasai lautan di
dunia ini. Negara- negara tersebut yaitu adalah Negara-negara yang
terkenal kuat dan tangguh di lautan yaitu antara Spanyol dan Portugis.
• Spanyol dan
Portugis yang menguasai lautan berdasarkan perjanjian Tordesillas tahun 1494,
ternyata memperoleh tantangan dari Inggris (di bawah Elizabeth 1) dan Belanda.
• Konferensi
Internasional utama yang membahas masalah laut teritorial ialah
“codificationconference” (13 Maret – 12 April 1930) di Den Haag, di bawah
naungan Liga Bangsa Bangsa, dan dihadiri delegasi dari 47 negara.
• Konferensi
ini tidak mencapai kata sepakat tentang batas luar dari laut teritorial dan
hak menangkap ikan dari negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang
menginginkan lebar laut teritorial 3 mil (20 negara), 6 mil (12 negara),
dan 4
mil.
Setelah
perdebatan panjang dan tidak menemukan kata kesepakatan diantara negara-negara
yang bersengketa tentang wilayah maritim, maka PBB yang sebelumnya bernama Liga
Bangsa-Bangsa mengadakan konferensi hukum laut pertama pada tahun 1958 dan
konfrensi hukum laut yang kedua pada tahun 1960 yaitu yang lebih dikenal dengan
istilah UNCLOS 1 danUNCLOS 2. Dalam konfrensi hukum laut pertama ini melahirkan
4 buah konvensi, dan isi dari konvensi Unclos pertama ini adalah:
1. Konvensi
tentang laut teritorial dan jalur tambahan (convention on the territorial sea
and contiguous zone) belum ada kesepakatan dan diusulkan dilanjutkan di UNCLOS
II
2. Konvensi
tentang laut lepas (convention on the high seas)
a. Kebebasan pelayaran,
b.
Kebebasan menangkap ikan,
c. Kebebasan meletakkan kabel di bawah laut dan
pipa-pipa,
d. Kebebasan terbang di atas laut lepas
3. Konvensi
tentang perikanan dan perlindungan sumber-sumber hayati di laut lepas
(convention onfishing and conservation of the living resources of the high sea)
4. Konvensi
tentang landas kontinen (convention on continental shelf). Konvensi ini telah
disetujui. Pada tanggal 17 Maret – 26 April 1960 kembali dilaksanakn konferensi
hukum laut yang kedua atau UNCLOS
II, membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona
tambahan perikanan, namun masih mengalami kegagalan untuk mencapai
kesepakatan, sehingga perlu diadakan konferensi lagi.
Pada
pertemuan konfrensi hukum laut kedua, telah disapakati untuk mengadakan
kembali pertemuan untuk mencari kesepakatan dalam pengaturan kelautan maka
diadakan kembali Konferensi Hukum Laut PBB III atau Unclos III yang dihadiri 119
negara. Dalam pertemuan ini,disepakati 2 konvensi yaitu:
· Konvensi hukum laut 1982 merupakan
puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yangdisetujui di Montego Bay, Jamaica
(10 Desember1982), ditandatangani oleh 119 negara.
· Ada 15 negara yang memiliki ZEE besar:
Amerika Serikat, Australia, Indonesia, New Zealand,Kanada, Uni Soviet, Jepang,
Brazil, Mexico, Chili, Norwegia, India, Filipina, Portugal, danRepublik
Malagasi.
Dalam dekade
abad ke-20 telah 4 kali diadakan usaha untuk memperoleh suatu himpunan
tentang hukum laut, diantaranya:
1. Konferensi
kodifikasi Den Haag (1930) di bawah naungan LigaBangsa-Bangsa
2. Konferensi
PBB tentang hukum laut I (1958) UNCLOS I
3. Konferensi
PBB tentang hukum laut II (1960) UNCLOS II
4. Konferensi
PBB tentang hukum laut III (1982) UNCLOS III.
Kepentingan
dunia atas hukum laut telah mencapai puncaknya pada abad ke-20. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Negara-negara di dunia membutuhkan pengaturan tatanan hukum
laut yang lebihsempurna adalah:
• Modernisasi
dalam segala bidang kehidupan
• Tersedianya
kapal-kapal yang lebih cepat
• Bertambah
pesatnya perdagangan dunia
• Bertambah
canggihnya komunikasi internasional
• Pertambahan
penduduk dunia yang membawa konsekuensi bertambahnya perhatian pada usaha
penangkapan ikan.
Dari
penjelasan-penjelasan sejarah konfrensi hukum laut diatas, terdapat 4
pengaturan hukum laut internasional yang telah disepakati oleh beberapa Negara
dalam konvensi-konvensi yang selanjutnya dikatakan sebagai rezim-rezim hukum
laut.
Dasar Hukum
Laut Indonesia
I
ndonesia
adalah negara kepulauan yang terbentang
dari sabang hingga merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3 mil laut dari garis
pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang mengelilingi Kepulauan Indonesia bekas
wilayah Hindia Belanda (Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 dalam
Soewito et al 2000). Namun ketetapan batas tersebut,yang merupakan warisan
kolonial Belanda, tidak sesuai lagi untuk memenuhi kepentingan keselamatan dan keamanan Negara
Republik Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara
(Archipelago) yang dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi tersebut
“Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang
termasuk daratan Negara Republik Indonesia tanpamemandang luas atau lebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan NegaraRepublik Indonesia,
dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di
bawah kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia”.
Deklarasi
Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp
tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ketetapan wilayah Republik Indonesia
yang semula sekitar 2 juta km2 (daratan) berkembang menjadi sekitar 5,1 juta
km2 (meliputi daratan dan lautan). Dalam hal ini, ada penambahan luas sebesar
sekitar 3,1 juta km2, dengan laut teritorial sekitar 0,3 juta km2 dan perairan
laut nusantara sekitar 2,8 juta km2. konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara
sebagai dasar pokok pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara melalui ketetapan MPRS
No. IV tahun 1973.
Pada
konferensi Hukul Laut di Geneva tahun 1958, Indonesia belum berhasil
mendapatkan pengakuan Internasional. Namun baru pada Konferensi Hukum Laut
pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi Wawasan Nusantara mendapat
pengakuan dunia internasional. Hasil
perjuangan yang berat selama sekitar 21 tahun mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa
visi maritim seharusnya merupakan pilihan yang tepat dalam mewujudkan
NegaraKesatuan Republik Indonesia.
Melalui
Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982, yang hingga kini
telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan (Archipelagic
states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas 200 mil laut
diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola
(yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru meratifikasinya. Hal
itu kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 13 Desember 1985
tentang pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).
Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut,
dikukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas. Ketetapan
tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-Undang Nomor 5/1983 tentang Zona
Ekonomi Eklsklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi undang-undang
tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah
sekitar 2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2. Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982
(UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut
yaitu:
1. Perairan
Pedalaman (Internal waters),
2. Perairan
kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional,
3. Laut
Teritorial (Teritorial waters),
4. Zona
tambahan ( Contingous waters),
5. Zona
ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone),
6. Landas
Kontinen (Continental shelf),
7. Laut lepas
(High seas),
8. Kawasan
dasar laut internasional (International sea-bed area).
Konvensi
Hukum Laut 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status hukum dari
kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan dengan
laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan
pedalaman, perairan kepulauan danlaut teritorial; sedangkan untuk zona
tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif,
misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada dizona tersebut.
Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara
manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian
warisan umat manusia.
http://rakaraki.blogspot.com/2012/04/zonasi-pengukuran-laut-dalam-unclos.html
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.