Wahana Berbagi Dari Kang Ade Bastiawan
Kamis, 27 Februari 2014
Konferensi
Internasional pertama yang membahas masalah laut teritorial adalahCodification
Conference pada tanggal 13 Maret hingga 12 April 1930 di Den Haag, di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa
dan dihadiri delegasi dari 47 negara. Konferensi ini tidak mencapai kata sepakat,
terutama tentang: batas luar dari laut teritorial dan hak menangkap ikan dari
negara-negara pantai pada zona tambahan. Ada yang menginginkan lebar laut
teritorial 3 mil (oleh 20 negara), 6 mil (12 negara), dan negara sisanya
menginginkan 4 mil. Pada tahun 1957, Indonesia mendeklarasikan penguasaannya atas laut
diantara pulau-pulau di Indonesia melalui: Deklarasi Djuanda.
Hal ini merupakan
respon atas Ordonansi 1939 (Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie) yang dianggap
tidak menguntungkan bagi Indonesia yang berbentuk kepulauan. Menurut Ordonansi tersebut, dengan
hanya memiliki 3 mil laut dari masing-masing pulau, berarti ada banyak 'laut bebas' diantara
pulau-pulau di Indonesia. Selanjutnya, hal ini diperjuangkan di dunia
internasional. Melihat fenomena klaim kawasan laut yang bersifat 'sporadis'
ini, maka pada tahun 1958 PBB merasa perlu adanya pengaturan penguasaan atas
laut.
Dilakukanlah
Konferensi PBB Pertama tentang: Hukum Laut, pada tanggal 24 Februari hingga 29 April 1958 di Jenewa yang
menghasilkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1958). Meski dianggap 'langkah
maju', namun UNCLOS 1958 tidak menghasilkan keputusan tentang luas yang
maksimum dari laut teritorial. Pada tanggal 17 Maret hingga 26 April 1960, diselenggarakan
Konferensi PBB Kedua. Namun, konferensi gagal menghasilkan kesepakatan
internasional. Konferensi ini sekali lagi gagal untuk memperbaiki luas yang
seragam untuk wilayah, dan gagal menetapkan konsensus tentang 'Hak-hak Penangkapan
Ikan Berdaulat'.
Dalam perkembangannya, terjadi penyempurnaan hingga
disepakati konvensi terbaru, yakni: UNCLOS 1982. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) –juga disebut
Konvensi Hukum Laut atau Hukum Perjanjian Laut, adalah perjanjian
internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan
tahun 1982, ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay - Jamaika.
Konvensi Hukum Laut
ini mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di
dunia serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber
daya alam laut. Konvensi kesimpulkan pada tahun 1982, menggantikan perjanjian internasional mengenai
laut tahun 1958. UNCLOS diberlakukan pada 16 November 1994, setahun setelah Guyana menjadi negara ke-60 untuk
menandatangani perjanjian. Untuk saat ini, 158 negara dan Masyarakat Eropa telah bergabung dalam
Konvensi.
Sedangkan
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima instrumen ratifikasi
dan aksesi. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan untuk pertemuan
negara pihak Konvensi, PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam
pelaksanaan Konvensi. Peran tersebut dimainkan oleh organisasi-organisasi,
seperti: Organisasi Maritim Internasional, Komisi Penangkapan Ikan Paus
Internasional, dan Otorita Dasar laut Internasional –yang terakhir, yang
didirikan oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hukum Laut Internasional
1. Landas Kontinen
Landas Kontinen adalah wilayah
laut dari suatu negara pantai, meliputi: dasar laut dan tanah di bawahnya dari
daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritori sebatas
landas kontinen yang merupakan wilayah kelanjutan dari daratan alamiah –hingga jarak 200
mil diukur dari garis pangkal.
Cara Mengukur Landas Kontinen:
1) Ditarik
garis lurus mulai dari garis pangkal hingga 200 mil ke arah laut.
2) Untuk
wilayah di atas 200 mil harus ditetapkan batasnya dengan cara menarik garis
lurus tidak boleh lebih dari 60 mil.
3) Untuk
negara yang berbatasan, maka harus ditentukan batasnya dari tempat titik
pangkal di mulai menarik garis dan di tentukan titik koordinatnya demi
tercapainya penyelesaian yang adil sesuai dengan ketentuan.
4) Peta-peta
koordinat tersebut harus diumumkan sebagaimana mestinya oleh negara pantai.
2. Hak
Negara Pantai dan Negara Asing di Wilayah Landas Kontinen
Setiap negara
memiliki hak-hak atas landasan kontinen. Hak negara-negara tersebut ialah
sebagai berikut:
2.1.
Hak Negara pantai:
1) Hak
berdaulat dengan tujuan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam.
Negara pantai
memiliki hak untuk mengeksplorasi mauapun mengekploitasi kekayaan yang ada di
laut maupun tanah di wilayah landas kontinen untuk kepentingan negara tersebut.
Baik itu kekayaan alam hayati –berupa makhluk hidup, seperti: ikan, kerang, dan biota
laut lainnya baik untuk kepentingan komersial maupun
penelitian dan kekayaan non hayati, seperti: mineral, tambang minyak bumi, gas
alam, batubara, nikel, tembaga, nikel, bauksit dan lain sebagainya. Semua dapat
di manfaatkan untuk kepentingan negara pantai. Negara pantai adalah negara yang
berdaulat penuh atas landas kontinen.
2) Memasang
kabel dan pipa bawah laut
Semua negara pada
dasarnya berhak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan
memperhatikan: tidak ada yang
dirugikan dari pemasangan tersebut. Dan sebagai negara berdaulat atas
landas kontinen, maka negara pantai memiliki hak untuk memasang pipa maupun
kabel bawah laut dengan tidak menganggu aktivitas lainnya di permukaan laut.
2.2.
Hak negara asing atas landas kontinen
1. Hak
melayari.
Setiap negara
mempunyai hak untuk berlayar di atas landas kontinen, asalkan tidak berada di
landasan kontinen yang terletak wilayah laut teritori
2. Hak membuang sauh atau
jangkar.
Setiap negara
mempunyai hak untuk berhenti –berlabuh di tengah laut di daerah
wilayah landasan kontinen.
3. Hak memasang pipa dan
kabel bawah laut.
Negara asing berhak
melakukan pemasangan kabel maupun pipa bawah laut, dengan ketentuan: tidak
mengganggu dan mendapat izin dari negara yang berdaulat. Sementara itu, negara
berdaulat tidak boleh menghalangi pemasangan kabel dan pipa bawah laut oleh
negara asing.
Pun demikian tiap
negara yang melekukan kegiatan di daerah landas kontinen, tidak boleh
mengganggu aktivitas pelayaran maupun aktivitas laut lainnya di atas landasan
kontinen. Juga terkait pencemaran yang timbul akibat pemasangan pipa, kabel,
serta eksplorasi dan eksploitasi, semua pihak negara, berkewajiban untuk
merawat dan melestarikan kelangsungan kehidupan di wilayah landasan kontingen
3. Landas Kontinen
(Perbandingan Konsep UNCLOS 1982 dan Konvesi Jenewa 1958)
Cukup banyak
persamaan pada UNCLOS 1982 dengan Konvensi Jenewa tahun 1958. Namun demikian,
terdapat juga hal-hal yang telah dirubah atau berbeda. Namun substansial
perubahan juga berdampak besar pada pengertian dan seperti apa landas kontinen
suatu negara.
Perbedaan antara
UNCLOS 1982 dengan terdapat pada luas wilayah teritorial. Menurut kedua pakta
tersebut tentang sedimentasi lanjutan dari daratan, memang masih di sepakati
namun jelas jika dalam UNCLOS di katakan luas terbatas sampai daerah di titik
200 mil dari titik pangkal, maka dalam Konvensi Jenewa sampai pada daerah
berkedalaman 200 meter dari titik pangkal dan ini masih bisa bertambah sampai
pada daerah yang lebih dalam –asal masih bisa di eksplorasi bahkan sampai pada
daerah berkedalaman 500 meter lebih.
Beberapa persamaan
yang ada dalam UNCLOS 1982 dan Konvensi Jenewa 1982, meliputi: status
hukum dan hak-hak negara atas landas kontinen, baik negara pantai maupun negara
asing. Meskipun dari redaksinya ada yang berubah namun pada substansialnya
memiliki kesamaan pengertian tentang apa yang diatur oleh kedua pakta tersebut.
Meski ada perbedaan
dari segi redaksi kata, namun dapat dipastikan status hukum dari landas
kontinen adalah tidak berpengaruh apapun pada laut dan udara di atasnya. Kedaulatan
negara pantai hanya sebatas memanfaatkan sumber daya yang ada di bawahnya.
Untuk kepentingan negara lain di atas laut di landas kontinen, maka hak-hak
tersebut tetap dijamin dan tidak ada alasan untuk menggangu hak tersebut.
Sedangkan terkait
hak negara pantai dan hak negara asing, juga dia atur dan cenderung ada
persamaan dari segi substansi hukum dari kedua pakta tersebut –dimana hak-haknya itu
tidak ada yang berubah. Menurut kedua pakta kedaulatan dari negara pantai
atas landas kontinen tersebut adalah hak untuk meng-eksplorasi dan
meng-eksploitasi kekayaan alam yang ada di bawah laut dan tanah yang ada di
bawahnya.
Serta memasang pipa
dan kabel di bawah laut dengan memperhatikan keadaan lingkungan tidak sampai
mengganggu aktivitas pelayaran dan eksloitasi/eksplorasi. Jadi, sama sekali
tidak mengganggu hak-hak negara asing lainnya terkait hak dari negara asing itu
sendiri di atas landas kontinen, seperti: hak berlayar, hak membuang sauh atau melempar jangkar –berlabuh di
daerah landas kontinen suatu negara pantai adalah tidak boleh dilarang.
Demikian juga
tentang hak negara lain dalam hal pemasangan kabel dan pipa bawah laut, sama
sekali tidak boleh dilarang oleh negara pantai. Dan pemasangan tersebut tetap
harus memperhatikan kondisi lingkungan, tidak sampai mengganggu pelayaran serta
eksplorasi dan eksploitasi.
Sumberdaya yang di
manfaatkan pun sama apa saja yang di atur di dalam UNCLOS maupun Konvensi Jenewa 1958. Baik pemanfaatan
sumberdaya alam hayati maupun non hayati. Yakni sumberdaya sedenter yang ada di
bawah laut dan tanah yang ada di bawahnya. Terkait ikan bergerak dan tidak
bergerak ataupun menempel pada dasar laut. Mineral yang ada di dalam tanah di
bawah laut, seperti: timah, tembaga, bauksit, minyak bumi, dan gas alam.
Referensi:
1. UNCLOS 1982
2. UU No. 19 Tahun
1961 (isi: UU Ratifikasi dari Konvensi Jenewa 1958)
***
Diposkan oleh Ade Bastiawan di 20.41
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.