Sejarah Perjanjian Membagi
Keuntungan dari Celah Timor Antara Australia dengan Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Celah
Timor merupakan salah satu kawasan yang terletak di laut timor menyimpan deposit minyak dan gas alam.
Kawasan celah timor juga merupakan
sebuah blok perairan yang terletak di Laut Timor sepanjang garis batas
pulau Timor Australia. Celah itu di bagi kedalam tiga blok yaitu,( A, B,
dan C). potensi kandungan minyak
mentah/petroleum yang terdapat di celah tersebut diperkirakan bisa mencapai angka minimal 5 milliar barel dan di
taksir termasuk salah satu dari 23 lapangan minyak terbesar di dunia. Angka 5
milyar barel minyak mentah ini hanya di wilayah celah Timor belum di seluruh
Laut Timor yang diperkirakan potensinya mencapai lebih dari 10 milyar barel
minyak mentah.
Minyak
dan gas alam yang terletak di celah timor di kelilingi oleh laut Timor yang
merupakan perpanjangan dari samudra Hindia yang terletak di antara pulau Timor
yang kini terbagi antara Indonesia di bagian barat, Timor Timur di bagian Timur
dan Australia Utara (Northern Territory) di sebelah utara. Di bagian Timur, laut Timor
berbatasan dengan laut Arafura yang secara teknis merupakan perpanjangan dari
samudra Pasifik. Laut Timor memiki dua teluk kecil di pesisir utara Australia,
yakni Teluk Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Darwin yang terletak di
Australia berada di tepian laut yang berbatasan langsung dengan Laut Timor.
Laut
Timor memiliki luas sekitar 480 km persegi, meliputi wilayah sekitar 610.000
km, dengan titik terdalam adalah palung Timor. Di bagian utara, kedalaman Laut
Timor mencapai sekitar 3.300 m dan bagian yang lebih dangkal rata-rata
mempunyai kedalaman kurang dari 200 m. wilayah ini merupakan tempat utama
munculnya badai tropis dan topan.
Pasca
Timor-Timur sebagai Propinsi Republik Indonesia yang ke-27 menjadi negara
merdeka dan berdaulat terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan hasil jajak pendapat, celah Timor menjadi masalah baru. Perjanjian
Celah Timor atau disebut pula “Timor Gap Treaty” antara Indonesia dan Australia
yang di anggap sebagai perjanjian landas kontinen di Laut Timor antara kedua
negara. Penetapan garis batas landas
kontinen di Laut Arafura dan daerah utara irian jaya tahun 1971, dan kemudian
disusul lagi dengan persetujuan Republik Indonesia dan Australia mengenai batas
landas kontinen di selatan pulau Tanimbar dan Pulau Timor yang ditandatangani
tahun 1973.[1]
Perjanjian
Celah Timor bukanlah merupakan perjanjian garis batas landas kontinen,
melainkan suatu perjanjian yang bersifat sementara yang mengatur kerjasama
pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang terdapat disebagian dasar
laut dan tanah di bawahnya di laut timor. Pengaturan kerjasama pengelolaan
antara kedua negara bersifat sementara karena kedua negara belum berhasil
mencapai kesepakatan mengenai garis batas landas kontinen yang tumpang tindih
di sebagian laut timor pada tahun 1971 sehingga untuk menghindari timbulnya
konflik kedua negara mencari jalan keluar dengan menyepakati perjanjian yang
bersifat sementara.[2]
Australia
mengklaim luas wilayahnya sampai ke sumbu bathymetric (garis kedalamam punggung
laut terbesar) si palung Timor. Klaim Australia ini tidak pernah di setujui
oleh Timor Portugis karena tetap berpendirian bahwa batas dasar Laut Timor dan
Australia harus ditentukan dengan menggunakan garis tengah (median line) untuk membagi kedua wilayah tersebut. [3]
Namun
Indonesia dan Australia menyepakati sebuah
perjanjian penetapan batas-batas dasar laut tertentu pada tahun 1971 dan
dilanjutkan pada tahun 1972 dimana indonesia mengakui klaim Australia tersebut.
Pada tahun 1976, Timor-Timor secara resmi menjadi bagian dari Negara kesatuan
Republik Indonesia sehingga memungkinkan Australia memperkuat posisi klaimmya
yang dilegitimasi melalui penandatanganan perjanjian kerjasama
Indonesia-Australia di Celah Timor pada tahun 1989.[4]
Pada
masa penjajahan dulu, Pulau Timor di bagi menjadi dua wilayah jajahan yakni
Pulau Timor bagian barat (yang sekarang adalah
bagian dari negara kesatuan republik indonesia) merupakan wilayah
jajahan Belanda. Sementara Pulau Timort bagiaN Timur/Timor Timur (sekarang
menjadi negara berdaulat dengan nama Republik Democratik Timor Leste) merupakan
wilayah jajahan Portugal selama 400 tahuh lamanya.[5]
Dengan lepasnya wilayah Timor Leste dengan sendirinya mengugurkan perjanjian
Celah Timor yang disepakati Antara Indonesia-Australia ketika Timor Leste masih
berada dalam wilayah Kesatuan Republik indonesia.
Menteri
Luar Negeri Australia, William McMahon pada bulan oktober 1970 menjelaskan
tentang Palung Timor sebagai suatu Celah besar yang dalam dan memanjang dari
arah timur sampai barat dan relatif lebih dekat dengan pesisir Austarlia Utara.
Panjangnya lebih dari 550 mil kelaut dan lebarnya rata-rata 40 mil, dasar laut
pada kedua permukaan yang berhadapan miring hingga mencapai kedalaman lebih
dari 10.000 kaki.[6]
Pentingnya
Celah Timor bagi interpretasi kedua ini tersimpan dalam pengembangan dari apa yang di sebut oleh McMahon sebagai “batas alam (Unmitakeably Morphological)”
yang menjadi dasar klaim Australia atas daerah ini yakni Celah Timor memisahkan
landas kontinen antara Australia dan Timor. Tegasnya ada dua landas kontinen
yang jelas berbeda memisahkan kedua pesisir yang berhadapan.[7]
Bagi pemerintah Australia, Celah Timor menjadi pemisah kedua Landas Kontinen
yang sempit memanjang dari Timor dan
sebuah Landas Kontinen yang lebih lebar memanjang dari garis pantai Australia
ke dasar Celah Timor.[8]
Pada kenyataanya, pendapat di atas tidak ada yang benar sama sekali karena
Celah Timor tidak memisahkan dua Landas Kontinen. Yang benar, Timor dan
Australia berada dalam satu Landas Kontinen yang disebut Landasan Kontinen
Australia.[9]
Mengingat
Konvensi Jenewa pada tahun 1985 tidak secara eksplisit menetapkan suatu situasi
dimana ada dua Landas Kontinen, maka pemerintah Australia berpendapat bahwa
keadaan khusus seperti disebutkan pada pasal 6.1 yang digunakan, sedangkan
ketentuan garis tengah (median line) yang jatuh di belakang Celah Timor bisa
dipakai untuk menentukan batas antara dua pesisir negara. Tidak adanya
persetujuan negara antara mereka dianggap tidak tepat kerena tidak ada wilayah
yang sama untuk menentukan batas-batasnya.[10]
Pandangan
ini dikemas pada Garis Mackay atau
Garis Hijau. Garis ini dinamakan sesuai dengan nama salah satu pejabat pada
Departemen Pembangunan Nasional Australia. Garis itu mengikuti kemiringan kaki
Landas Kontinen Australia dan meskipun lokasinya yang persis sulit ditunjukk,
akan tetapi diyakini mengikuti Celah Timor yang terletak antara 11” lintang Selatan dan 8” Lintang Selatan. Australia melihat
madalah penetapan batas-batas dasar laut
sebagai masalah yang bersifat sangat segera dan mendesak.[11]
Hal
ini didasari dugaan awal bahwa terdapat cadangan hidrokarbon yang sangat besar
di Laut berbagai klaim tentang Landas Kontinen. Australia terus berusaha untuk
menguasai dasar Laut Timor seluas mungkin guna memperoleh penetapan batas-batas
wilayah di Laut Timor sesuai keinginannya, maka sebagai langkah awal Pemerintah
Australia mengambil sikap untuk merundingkan penetapan wilayah yang
menguntungkannya dengan pemerintahan indonesia.[12] Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas
maka penulis tertarik membahas masalah tersebut dengan judul “Pengaruh
Geostrategi Celah Timor terhadap Hubungan Kerjasama Timor Leste Australia”
B. Batasan
dan Rumusan Masalah
Pasca
lepasnya Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, Celah Timor menjadi salah satu masalah yang
harus segera diselesaikan oleh Negara baru tersebut. Celah Timor menjadi
kawasan minyak yang dilirik oleh
Australia. Sebelum ada perjanjian baru yang menetapkan eksploitasi
dan eksplorasi Celah Timor yang akan dilakukan oleh Australia dan Timor Leste
maka Australia menaati hukum laut internasional
yang berlaku yakni garis tengah (median line).
Celah
Timor yang terletak di Laut Timor merupakan garis batas antara Timor Timur dan
Australia dinyatakan sebagai kawasan “abu-abu” (gray area) .belakangan ini muncul saling klaim atas kawasan
tersebut antara Timor Timur dan Australia. Kini kedua Negara tersebut terus
bernegosiasi dan menyepakati mengenai pengelolaan kawasan yang kaya minyak
tersebut.[13] Gugusan pulau pasir, garis tengah perairan
Laut Timor, dan berdirinya Negara Timor Timur adalah tiga faktor terpisah,
tetapi ketiganya secara bersama maupun masing-masing menjadi dasar untuk
mengkaji kembali garis batas permanen Indonesia-Australia dan Timor Timur
sesuai hukum internasional.[14]
Pada
awal tahun 1970-an,saat akhir Portugis
berkuasa telah dilaporkan sejumlah perusahaan minyak telah melakukan eksplorasi
skala kecil di lepas pantai bagian selatan Timor Portugis. Setelah Timor Timur
menjadi bagian dari wilayah Indonesia, Australia dan Indonesia mengadakan negosiasi batas-batas dasar laut tanpa
mengindahkan penolakan Portugis. Portugis saat itu berpendirian bahwa dasar
laut hendaknya sesuai dasar garis tengah antara pulau Timor dan Australia.
Namun Australia dan Iandonesia menandatangani kesepakatan tersebut dengan
menetapkan batas-batas tertentu di dasar laut pada tahun 1972. Dasar perjanjian
itu adalah prinsip Landas Kontinen yang menurut Indonesia dan Australia bahwa
sebagian besar wilayah Laut Timor adalah terusan alamiah daratan Australia.
Padahal argumentasi yang dikemukakan tersebut tidak dapat dibuktikan secara
teknis dari segi ilmiah.[15]
Isi
dari Perjanjian Celah Timor Indonesia-Australia antara lain menegaskan;
“Perjanjian
Celah Timor (Timor Gap Treaty) yang telah disepakati Indonesia-Australia tersebut
hanyalah merupakan pengaturan sementara yang bersifat praktis yang memungkinkan
dimanfaatkan potensi sumber daya minyak dan gas bumi tanpa harus menunggu
tercapainya kesepakatan mengenai batas landas Kontinen yang akan terus
diupayakan. Dengan demikian perjanjian ini bukan merupakan perjanjian untuk
menetapkan batas Landas Kontinen kedua
Negara. Akan tetapi dalam prakteknya Canberra selalu saja bertindak semaunya di
Laut Timor dan Jakarta hanya membisu saja”
[16]
Australia mengembangkan dua interpretasi terhadap
Konvensi jenewa tahun 1958 tentang hukum laut. Pasal 6.1 konvensi itu
menyatakan;
“Penentuan
batas-batas internasional, wilayah dari dua, atau lebih negara yang berdekatan
berada di landas kontinen yang sama, pesisirnya berhadapan satu sama lain, maka
batas-batas pada landas kontinen yang menjadi bagian dari negara-negara itu
ditentukan melalui persetujuan antara mereka jika tidak ada persetujuan maka
kecuali kalau batas lain bisa dijustifikasi oleh keadaan-keadaan tertentu,
garis perbatasan adalah garis median, setiap titik pada garis itu sama jauhnya
dari titik terdekat pada garis dasar dari mana lebar laut wilayah dari setiap
negara diukur”[17]
Landas
kontinen yang terdapat di Laut Timor yang terletak di sebelah selatan wilayah
Timor Timur adalah merupakan Landas Kontinen
yang sama yang terletak di sebelah utara wilayah Australia sehingga
bagaimanapun menurut Indonesia penentuan
batas-batas yurisdiksi masing-masing Negara harus didasarkan pada
penggunaan median line karena hal ini dapat menjamin rasa keadilan dalam
hubungan antara Negara. Sebaliknya Australia beranggapan bahwa Landas
kontinennya di sebagian Laut Timor mencapai batas yang dinamakan “bathymetric
axis”, yaitu di Timor Trench (jurang Timor) yang terletak di sebelah selatan
pantai Timor Timur.[18]Perkembangan
terkini mengenai Celah Timor dengan Australia telah ditanda tangani Timor
Lorosae dan hanya 10 persen saja untuk Australia. Perjanjian tersebut di tanda
tangani pada tanggal 5 juli 2001 antara Australia, PBB, dan Timor Lorosae.[19]
Dari
isi perjanjian tersebut Australia seharusnya sadar dengan posisinya dalam
melihat batas-batas yang telah ditentukan oleh kedua Negara. Dari beberapa
klaim yang dilakukan oleh Australia tentunya sangat merugikan Timor Leste yang
memiliki celah timor. yang menjadi permasalahan adalah Indonesia yang pada
saat itu ikut andil dalam melegalkan klaim yang dilakukan oleh Australia.
Setelah timor lepas dari Negara kesatuan republik indonesia tentunya akan
menimbulkan kebingungan di Timor Leste. Sebelum melakukan perjanjian Australia
dengan bebasnya memasuki kawasan tersebut untuk mel;akukan eksploitasi dan
eksplorasi di celah timor. Austaralia, Timor Leste, dan Indonesia tentunya
harus bersama-sama menyelesaikan masalah kawasan celah timor di laut timor agar
tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan tidak mengganggu hubungan
trilateral yang telah dibangun sejak lama.
Berdasarkan
masalah tersebut di atas, penulis hanya membatasi pertanyaan - pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.Bagaimana
dampak eksploitasi dan eksplorasi Laut Timor terhadap hubungan kerjasama Timor
Australia?
2.Bagaimana perananan geostrategi Celah Timor
terhadap hubungan kerjasama Timor Leste Australia?
C. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1) Tujuan
Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk:
a. Menjelaskan
apa yang menjadi faktor pendorong eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas
alam di Celah Timor
b. Menjelaskan
bagaimana pengaruh geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor
Leste Australia
2) Kegunaan
Penelitian
Apabila tujuan tersebut dapat
tercapai, maka penelitian ini diharapkan:
a. Dapat
dijadikan bahan masukan bagi pihak-pihak ataupun praktisi Ilmu Hubungan
Internasional yang berminat dalam mengkaji Negara-negara di Asia Tenggara
dengan segala permasalannya khusunya menyangkut pengelolaan minyak dan gas Alam
di Celah Timor yang terdapat di dasar Laut Timor.
b. Dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi para penentu atau pembuat kebijakan yang
terkait, khusunya pemerintah Timor Leste-Australia dalam menyikapi dan mengkaji
lebih jauh perjanjian Celah Timor (Timor
Gap Treaty), demi kesejahtraan serta mengangkat harkat dan martabat masyarakat
dari negeri yang baru Sembilan tahun merdeka.
D. Kerangka
Konseptual
Seperempat
abad yang lalu, pertumbuhan ekonomi dunia dianggap dapat terus berlangsung
tanpa batas. Hampir tidak ada pemimpin dunia yang memperkirakan habisnya
kekayaan alam . guna melanggengkan kekuasaannya, mereka bahkan lebih memikirkan
aspek geopolitik lokasi sumber-sumber alam daripada kemungkinan habisnya
sumber-sumber tersebut. Tetapi embargo minyak di tahun 1973-1974 yang diikuti
politik minyak dunia telah mengubah pikiran itu untuk selamanya.[20]
Saat
ini, pemanfaatan sumber mineral telah sampai pada puncaknya, padahal
produktivitas sempat menurun dan
kegiatan ekonomi barat berkurang. Bahwa persediaan minyak dunia berkurang adalah yang sangat wajar karena masyarakat
begitu tergantung pada minyak untuk mengisi tangki mobil mereka, menghangatkan
udara rumah mereka, dan menjalankan industri-industri yang mempekerjakan
mereka. Namun penyusutan minyak , seperti
halnya metal-metal lainya kecuali besi, telah mencapai titik kritis.
Dalam jangka panjang penyusutan bahan bakar fosil (minyak, batu bara) itu
mungkin bisa digantikan dengan kombinasi energy nuklir, tenaga surya, bahan
bakar sintetis, dan energi thermal laut. Namun, banyak elemen dasar dalam
proses manufaktur dan proses lainya yang secara sosial penting, tidak bisa
digantikan. [21]
Perlu
ditekankan bahwa penyusutan persediaan
mineral dunia tidak hanya mengancam perekonomian nasional dan internasional.
Persediaan mineral-energi, termasuk minyak tidak merata penyebarannya. Bila
Amerika serikat, Cina, dan Uni Soviet kini Rusia yang kaya akan batu bara dan
minyak bumi (walaupun hanya Cina yang masih banyak memiliki persediaan minyak),
inggris dan Negara-negara Eropa Barat kontinental hanya kaya akan batu bara (
sampai saat ditemukannya minyak di laut utara). Sebaliknya, Jepang sampai era
tenaga nuklir sangat tergantung pada sumber-sumber minyak luar negeri.
Persediaan logam juga tidak merata di planet ini. Sebagian besar persediaan
yang belum terpakai pada saat ini ada di wilayah Negara-negara dunia ketiga.
Peningkatan ekspor logam tersebut memang menunjang pembangunan ekonomi mereka.
Tapi bila mereka terlalu tergantung padanya, begitu persediaan mereka menipis,
ekspor mereka akan lumpuh.[22]
Dari
konsekuensi-konsekuensi potensial di atas maka setiap Negara-negara di dunia
tentunya harus memperkuat basis kekuatan nasionalnya (National Power) yang
dimiliki suatu Negara atau suatu bangsa, baik yang nyata dan jelas terlihat
walaupun yang tersimpan sebagai potensi tetapi siap-siaga untuk digunakan atau diberdayakan. [23]
Kepentingan
Nasional (Nasional Interests) adalah
tujuan –tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara
sehubungan dengan hal yang dicita-citakan . dalam hal ini kepentingan nasional
yang relatif dan sama di antara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup
kelansungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahtraan. Kedua hal pokok ini, yaitu keamanan(security) dan
kesejahtraan(prosperity), pasti terdapat serta meruupakan dasar dalam
merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional setiap negara.[24]
Salah
seorang pemikir studi Ilmu Hubungan
Internasional, Hans J. Morgenthau menyatakan:
Strategi
diplomasi harus didasarkan kepada kepentingan nasional, bukan pada alasan-
alasan moral, legal, ideology yang utopis dan bahkan sangat berbahaya.
Kepentingan nasional setiap Negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja
yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu Negara atas Negara
lain.[25]
Morgenthau
menyamakan kepentingan Nasional dengan usaha Negara untuk mengejar Power, dimana power adalah Segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan memelihara
kontrol suatu Negara terhadap Negara lain. Hubungan power dan kontrol bisa
dicapai melalui teknik-teknik pemaksaan dan teknik kooperatif.[26]
Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nation menyebutkan bahwa power
atau kekuatan Negara mempunyai Sembilan unsur, yaitu, geografi, sumber
pendapatan alami untuk makanan dan bahan mentah, kemampuan industry, military
preperedness yaitu teknologi, kepemimpinan, kuantitas dan kualitas angkatan
perang, populasi yang terdiri dari persebaran dan kualitasnya, karakter
nasional, moral nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintahan.[27]
Kepentingan
nasional dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir
yang mengarahkan para pembuat keputusan
dari suatu Negara merumuskan kebijakan politik luar negerinya. Kepentingan
nasional suatu Negara secara khas merupakan unsu-unsur yang membentuk kebutuhan
Negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer, dan
kesejahtraan ekonomi.
Dalam
pandangan Morgenthau, kepentingan nasional yakni:
Kemampuan
minimum yang inheren dalam konsep kepentingan nasional adalah kelangsungan
hidup (survival). Kemampuan minimum Negara bangsa ini, yakni melindungi
identitas fisik, politik, dan kulturalnya dari ganguan Negara bangsa lain.
Dalam pengertian lebih spesifik, Negara bangsa harus bias mempertahankan integritas
teritorialnya, rezim ekonomi-politiknya, serta memelihara norma-norma etnis,
religious, linguistik, dan sejarahnya.[28]
Ratzel
menyendirikan tiga fakta geografis yang asasi
yang menurut pendapatnya mengaba atau menetukan sifat-sifat pertumbuhan suatu Negara. Pertama, suatu
negara bersifat territorial, artinya meliputi suatu teritorial tertentu; karena
itu negara sebagai suatu organisme spatial memilki lokasinya tertentu, yang
dapat ditaksir secara fisis maupun geografi politik dalam hubungannya dengan
Negara-negara lainnya, sebagai pusat-pusat kekuatan politik.
Kedua,
negara itu mencerminkan suatu kelompok pendududuk atau bangsa yang merasakan
dirinya tak terpisahkan dari wilayah geografis negaranya, dan yang bertambah
jumlahnya terus-menerus mengikuti proses
partumbuhan negaranya.
Ketiga,
negara acapkali berkembang didalam batas-batas kerangka alami (natural
framework); dari pusatnya yang sempit, negara meluas ke arah luarnya, yang
dalam gagasan kemudian melahirkan istilah perbatasan dalam sebutan natural frontiers.[29]
Ratzel kemudian mempertegas bahwa, kekuatan Negara banyak ditentukan oleh
faktor geografis (letak, luas, bentuk, sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan hubungan internalnya). Faktor geografis merupakan indikator tumbuh dan
berkembangnya kekuatan Negara. Negara merupakan Organic State yang mengalami
perkembangan dan pertumbuhan seperti halnya makhluk hidup yang tergantung dari
faktor-faktor geografis, karena setiap makhluk hidup membutuhkan ruang hidup
dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itu ia harus berjuang untuk
mendapatkan dan memperluas ruang hidupnya.[30]
Dari
tiga fakta yang diungkapkan oleh Ratzel, maka secara geostrategi, geopolitik,
dan geoekonomi celah timor menjadi salah satu ladang minyak yang dapat
dijadikan sumber energi bagi
negara-negara yang membutuhkan energi untuk mendukung kepentingan nasionalnya,
Australia secara geografis memiliki kesempatan untuk menguasai celah timor
tersebut. Konsep geoekonomi yang perlu dipahami menurut Alexander, Economic
Geography is the study of areal variation or the earth’s surface in man’s
activities related producing, exchanging, and consuming wealth. yang berarti
bahwa geoekonomi adalah studi tentang variasi daerah atau permukaan bumi
dalam kegiatan manusia yang berkaitan
dengan produksi, pertukaran, dan konsumsi kekayaan.[31]
Penulis
juga menggunaka konsep bilateral untuk melihat bagaimana hubung kersama antara
Timor Leste dan Australia yang saling menguntung kedua Negara tersebut. Dalam
hal ini pengaruh minyak dan gas alam yang berada di Celah Timor menarik
investor asing untuk melakukan eksplorasi terhadap kilang-kilang minyak yang
berada di Timor Leste.
E. Metode
Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe
Penelitian ini bersifat analisis eksplanatif. Analisis eksplanatif digunakan untuk
menjelaskan “bagaimana dampak
eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas alam di laut timor ?
serta menjelaskan “Bagaimana pengaruh
geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Leste Australia?
2. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan oleh penulis, yaitu data teoritis yang
berasal dari berbagai sumber literatur.
Penulis kemudian menganalisis hubungan satu variabel dengan variabel yang lain.
Sumber data yang diolah banyak diperoleh melalui telaah pustaka serta internet.
3. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan
Data yang penulis gunakan adalah telaah
pustaka (Library Research), yaitu pengumpulan data dengan menelaah
sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, baik berupa
buku-buku, jurnal, artikel-artikel dari majalah dan surat kabar, serta dari
situs-situs internet. Data diperoleh dari beberapa tempat seperti perpustakaan
maupun wadah-wadah yang terkait, yaitu:
a. Perpustakaan Fisip
UNHAS Makassar.
b. Perpustakaan Pusat
Universitas Hasanuddin Makassar.
c. Perpustakaan
Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional.
4.
Teknik Analisis data
Data
yang berhasil didapat, lalu dikumpulkan dan dianalis dengan menggunakan teknik
analisis kualitatif dengan tidak mengesampingkan penyertaan data-data yang
bersifat angka-angka atau grafik untuk lebih memperjelas substansinya.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
A. Kepentingan
Nasional
Kepentingan
nasional merupakan konsep suatu Negara dalam melakukan hubungan kerjasama
dengan Negara-negara di dunia.kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama
tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena
kepentingan nasional menetukan tindakan politik suatu Negara. Kalau menggunakan
pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan
Negara, unitary actor yang
penekanannya pada peningkatan national
power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara
tersebut. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan
perilaku politik luar negeri suatu Negara. Para penganut realis menyamakan
kepentingan nasional sebagain upaya Negara untuk mengejar power dimana power
adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas
suatu Negara terhadap Negara lain.
Menurut
Wolfers, konsep kepentingan nasional dapat didefenisikan sebagai berikut :
Secara
minimum, kepentingan nasional mencakup keutuhan wilayah suatu bangsa,
kemerdekaan dan kelangsungan hidup nasional. Namun kelangsungan hidup nasional
itu sendiri diberi bermacam-macam interpretasi oleh bermacam-macam negara yang
menghadapi kondisi yang berlain-lainan tersebut.[32]
Menurut Holsti, kepentingan nasional itu dapat diklasifikasikan kedalam tiga
klasifikasi. Pertama,core values, sesuatu
yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi suatu negara.
Kedua, middle range objectives, biasanya
menyangkut tentang peningkatan derajat perekonomian suatu negara, dan yang
ketiga long range goals yaitu yang
bersifat ideal misalnya, keinginan untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban
dunia.[33]
Kepentingan
nasional kerapkali juga dikatakan sebagai tujuan utama suatu negara dalam
menjalin hubungan dengan negara lain. Dalam penjalinan hubungan dengan negara
lain tentu saja banyak mengusung berbagai macam entry point yang secara umum menjadi tujuan-tujuan dari kerja sama
atau hubungan yang dijalin. Maka dari hubungan tersebut kepentingan nasional
muncul sebagai target dari hubungan kerja sama, baik secara bilateral maupun
multilateral secara garis besarnya, tetapi secara khusus dari tujuan-tujuan
tadi pada akhirnya inti dari hubungan itu adalah Kepentingan Nasional. Wolfers,
mengungkapkan kepentingan nasional:
Mencakup keutuhan wilayah suatu bangsa, kemerdekaan,
dan kelangsungan hidup nasional. Namun, kelangsungan hidup nasional itu
sendiri diberi bermacam-macam
interprestasi oleh bermacam -macam negara yang menghadapi kondisi yang
berlain-lain. (Dougherty,1971)
Sedangkan,
Paul Seabury yang menyatakan bahwa :
Ide
kepentingan nasional mungkin menyatu pada serangkaian tujuan ideal yang
seharusnya diusahakan untuk diwujudkan oleh suatu bangsa dalam tindakan
hubungan luar negerinya, kepentingan nasional dapat dianggap sebagai tujuan
yang ingin dicapai melalui kepemimpinan dengan perjuangan yang gigih (Holsti,
1998:138)
Pandangan
di atas menunjukkan bahwa hubungan antar negara yang tercipta dimaksudkan untuk
mencapai tujuan – tujuan nasional dari negara tersebut yang menjadi wujud dari
kepentingan nasionalnya. Rudi (2003:118) mengartikan kepentingan nasional (national
interest) sebagai:
“tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara yang
dicita-citakan.” Hal ini dipertegas Mappa Nasrun yang mendefinisikan
kepentingan nasional:
Meliputi kepentingan - kepentingan yang berkaitan
dengan kebutuhan bangsa dan wilayah, kehidupan ideology politik, kehidupan
ekonomi, kehidupan sosial budaya, kehidupan pertahanan keamanan, serta
kemampuan politik luar negeri dan diplomasi. Dari situ jelas bahwa kepentingan nasional bersifat multidimensional,
dan masing-masing dimensi saling berkaitan secara sistematis dalam
aplikasinya(Nasrun, 1990:6)
Dalam
menganalisis hubungan antar negara, konsep kepentingan nasional adalah sebuah
konsep yang sangat lazim dan juga popular digunakan. Konsep ini digunakan
sebagai barometer keberhasilan suatu politik luar negeri yang dijalankan oleh
suatu negara, seperti apa yang dikemukakan oleh Morgenthau (1990) bahwa :
Kepentingan
yang sebenarnya dari suatu bangsa merupakan kenyataan obyektif yang bisa
digambarkan dan bahwa dengan membuat outline tentang kenyataan itu,
analisis-analisis bisa menggunakan konsep kepentingan nasional sebagai pengukur
sesuai atau tidaknya, benar atau tidaknya berbagai politik luar negeri yang
dijalankan.
Menurut
Hans J. Morgenthau didalam “The Concept
of Interest defined in Terms of power”, konsep kepentingan nasional
(interest) yang didefenisikan dalam istilah “power” menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal, atau “reason” yang
berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus
dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan intstrumen penting
untuk mencapai kepentingan nasional.[34]
Konsep
kepentingan nasional juga mempunyai
indikasi dimana Negara atau state
berperan sebagai aktor utama di dalam formusi politik yang merdeka berdaulat.
Selanjutnya di dalam mekanisme interaksinya masing-masing Negara atau actor
berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang
akhirnya diformulasikan ke dalam konsep “power” kepentingan “interest” di
defenisikan kea lam terminologi power.[35]
Ada
kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu Negara karena terkait
dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai Negara berdaulat suatu Negara
harus mempertahankan kedaulatan atau yurisdiksinya dari campur tangan asing.
Selain itu Negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial integrity) sebagai wadah
bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang bersifat vital
biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai
inti (core values) yang menjadi
identitas kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis
suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara
tersebut akan menggunakan segala instrument yang dimilikinya termasuk kekuatan
minyak untuk mempertahankannya.
Kepentingan
nasional merupakan konsep kunci dalam segala kebijakan yang dilakukan oleh
sebuah negara terhadap negara lain dan merupakan tujuan umum yang akan terus
berkesinambungan agar suatu negara dapat bertindak. Oleh karenanya dapat
disebutkan bahwa kepentingan nasional itu merupakan aspirasi sebuah negara dan
dari kepentingan tersebuat dapat diambil langkah-langkah kebijaksanaan terhadap
lingkungan tempat berinteraksinya negara tersebut. Pengertian Kepentingan nasional
itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh Nasrun :
Kepentingan
nasional biasanya meliputi kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan
keutuhan bangsa dan wilayah, kehidupan ideology politik, kehidupan ekonomi,
kehidupan social budaya, kehidupan pertahanan keamanan, dan kemampuan politik
luar negeri dan diplomasi. Dari hal ini sangat jelas bahwa kepentingan nasional
bersifat dimensional dan masing-masing dimensi berkaitan secara sistematik
dalam aplikasinya.[36]
Para ilmuwan realis mengatakan bahwa meskipun
negara dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi itu sangat bergantung
pada tindak tanduk negara itu. Karena Kepentingan Nasional seperti layaknya
rasa lapar pada manusia merupakan kepentingan secara alamiyah suatu negara,
yang dengan semampunya akan diusahakan oleh negara.Sebagaimana yang dijelaskan oleh Paul Seabury bahwa :
Istilah
Kepentingan Nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita tujuan suatu
bangsa…..yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan Negara lain dengan
kata lain, Gejala tersebut merupakan suatu normatif, atau konsep umum
Kepentingan Nasional….arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat
deksriptif, dalam pengertian deskriptif, Kepentingan Nasional dianggap sebagai
tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan
pemerintah. Kepentingan Nasional dalam pengertian dekskriptif, berarti
memindahkan metafisika kedalam fakta (kenyataan)….dengan kata lain Kepentingan
Nasional serupa dengan para perumus Politik Luar Negeri. (Holsti, 1987:168-169).[37]
Timor
Leste memiliki ladang minyak di laut timor
tepatnya di Celah Timor yang berbatasan langsung dengan Australia. Secara geostrategi posisi Australia dalam hal ini
Darwin yang yang berada ditepian laut yang berbatasan langsung dengan laut
timor tentunya sangat berpengaruh bagi hubungan bilateral kedua negara
tersebut.faktor geografi juga lebih menekankan kepada letak geografis suatu
negara. bagaimana besarnya pengaruh letak geografis terhadap posisi kedua
negara tersebut khusunya dalam hal kekuatan atau power, baik kekuatan kedalam
atau keluar.[38]
tentunya kondisi tersebut bisa menghadirkan konflik antar kedua negara. Hal ini
bisa diihat dari potensi kandungan minyak mentah/petroleum yang terdapat di
celah timor saja diperkirakan bisa mencapai angka minimal 5 miliar barel dan
ditaksir termasuk salah satu dari 23 lapangan minyak terbesar di dunia.[39]
Kembali
lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasionalnya, dimana dalam
mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa yang
disebut sebagai “power”. Jika ada power,
pasti ada kepentingan nasional. Begitu juga sebaliknya. Timor Leste yang
mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan negaranya dari eksplorasi
dan eksploitasi minyak yang terjadi di negaranya sebelum adanya perjanjian
celah timor. Maka Timor Leste punya “power”, yaitu sebagai negara yang merdeka,
memiliki minyak dan gas di celaht timor.
Suatu
negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau mendeklarasikan kepentingan nasionalnya. Pada dasaranya
kepentingan nasional adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang
dilaluinya adalah sesuatu yang nyata. konsep kunci yang dipergunakan pembuat
kebijakan dalam memakai pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik
adalah kepentingan nasional. Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar
dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat umum, jangka panjang, yang menjadi
tujuan abadi dari negara, bangsa, dan pemerintah, serta mencakup segala gagasan
mengenai “kebaikan”. Dalam prakteknya ia disintesiskan dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan
sendiri.[40]
Dengan
demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis yang
digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat
dalam politik dunia. Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang
diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan
kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung
untuk memperhatikan keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya
daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru.
Kepentingan
nasional menurut yusuf adalah sebagai berikut:
“Kepentingan nasional termasuk dalam visium dan
diperjuangkan oleh suatu bangsa atau Negara untuk dipergunakan dalam rangka
ketertiban nasional. Konsep ini adalah buatan manusia dan dirumuskan oleh
pemimpin-pemimpin negara dan para ahli teori politik dan dipatuhi oleh
masyarakat, karena disangkutkan pada situasi
sosial dan mencerminkan adanya nilai-nilai, ide-ide, kepentingan
golongan dan juga kepentingan pada perumusnya”.[41]
Pandangan tersebut menekankan bahwa kepentingan nasional negara-negara,
selain merupakan cerminan kondisi dalam negeri, juga mencerminkan keterkaitan
internasional dalam keberadaan suatu negara. Pada satu sisi, kepentingan
nasioanal merupakan pernyataan mengenai kebutuhan- kebutuhan dalam negeri yang
diharapkan terpenuhi dengan melakukan hubungan ke luar negeri, baik bilateral
maupun multilateral. Sementara pada sisi lain, konsep ini juga diharapkan pada
tanggung jawab inetrnasional dari setiap Negara
di dunia, yakni menciptakan ketertiban dan perdamaian internasional.
Berdasarkan
asumsi seperti itu, maka kepentingan nasional dapat diklasifikasi menjadi enam
variable yang dikemukakan oleh Robinson, sebagaimana dikutip oleh J. Salusu,[42]
membagi kepentingan nasional sebagai berikut:
1. Primary Interest, yakni kepentingan yang
meliputi perlindungan atas wilayah negara dan identitas politik dan kebudayaan
serta kelanjutan hidup bangsa terhadap ganguan yang berasal dari luar,
kepentingan ini tidak akan pernah dikompromi. Semua Negara mempunyai
kepentingan serupa dan sering dipertahankan dengan pengorbanan yang lebih
besar.
2. Secondary Interest, yakni kepentingan yang berada diluar kepentingan primer,
tetapi cukup member konstribusi pada kepentingan itu, misalnya melindungi warga
Negara di luar negeri dan mempertahankan kekebalan diplomatic atas para
diplomatic di luar negeri.
3. Permenent Interest, yakni kepentingan yang relative konstan untuk jangka
waktu yang lama. Seperti kepentingan Inggris untuk mempengaruhi lautan selama
berabad-abad.
4. Variabel Interest, yakni kepentingan yang berubah-ubah yang oleh Negara
dianggap sebagai kepantingan nasional pada saat tertentu, biasanya lahir dari
pernyataan-pernyataan perorangan,
kepentingan kelompok dan lain-lain.
5. General Interest, yakni kepentingan yang bersifat umum yang dapat
diberlakukan untuk banyak Negara dan untuk wilayah geografis yang luas, atau
untuk beberapa bidang khusus, seperti dalam bidang perdagangan, investasi, dan
lain-lain.
6. Specific Interest, yakni kepentingan khusus tidak termasuk dalam
kepentingan umum, namun biasanya ditentukan dari sana, lebih berkaitan dengan
satu daerah tertentu atau saat tertentu.
Berdasarkan
pandangan yang dikemukan diatas maka dapat dijelaskan bahwa kepentingan
nasional merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam melakukan
hubungan kerjasama dengan negara lain. negara memegang peranan penting dalam
mengontrol kepentingan nasionalnya dalam hal ini menjaga dan bertanggung jawab
penuh untuk mengatasi berbagai masalah di dunia yang dianggap sebagai
kepentingan global dari suatu negara.
Kepedulian
terhadap masalah-masala global mungkin akan berlanjut terus pada tingkat
organisasi nasional dan internasional dan diatara golongan cendekiawan dan
orang-orang bisnis. Masalah global seperti perang nuklir, ketidakseimbangan
ekologis, sumber alam yang semakin menipis, polusi lingkungan dan pertumbuhan
penduduk, mendorong dibentuknya suatu institusi baru yang berorientasi global
dan bukan nasional.
Dalam mengatasi kepentingan suatu
negara yang meyentuh wilayah negara lain, misalanya secara geostartegi,
geopolitik, dan geoekonomi tentunya negara memainkan peranan lebih dalam
melihat peluang dan tantangan dari wilayah yang memiliki sumber daya alam dalam
memenuhi dan membantu terwujudnya kepentingan nasional. Dalam kerangka
eksternal, dalam artian pemenuhan kepentingan nasional dengan melakukan
hubungan atau melibatkan Negara lain.
Setiap
negara dalam kepentingan nasionalnya adanya kebebasan, kemerdekaan, kedaulatan,
keadilan, kemakmuran, kesejahtraan, kebahagiaan, ketertiban, serta keamanan.
Sejauh mana sasaran ini dapat dicapai tergantung pada seberapa penting sasaran
tersebut bagi suatu negara. menurut K.J. Holsti, kepentingan dapat dibagi
kedalam tiga klasifikasi, yaitu: pertama, Core
Values atau sesuatau yang dianggap paling vital bagi Negara dan menyangkut
eksistensi suatu Negara. kedua, middle range objectives, biasanya
menyangkut tentang peningkatan derajat perekonomian suatu Negara. dan yang
ketiga, long range goals yaitu
sesuatu yang bersifat ideal misalnya, keinginan untuk mewujudkan
perdamaian dan ketertiban dunia.[43]
B. Geostrategi, Geopolitik, dan Geoekonomi
Geopolitik
merupakan suatu kajian yang melihat fenomene Hubungan Internasional dari sudut
pandang ruang atau geosentrik. Geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo”
dan “politik”. Maka, membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari
pembahasan mengenai masalah geogarfi dan politik. “Geo” artinya Bumi/Planet
Bumi. Menurut Preston E.James, geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem
dalam hal menempati suatu ruang di permukaan bumi. Dengan demikian geografi
berhubungan dengan interrelasi antara
manusia dengan lingkunagn tempat hidupnya. Sedangkan politik, selalu
berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.
Geopolitik
secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang
menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan
masyarakat yang berdiri sendiri atau negara; dan teia yang berarti urusan
(politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso,
2006:195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu
penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan
masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich
Ratzel mengenalkan istilah ilmu bumi
politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.[44]
Berdasarkan
defenisi di atas maka ada beberapa unsur utama Geopolitik yaitu:
1.
Konsepsi ruang
diperkenalkan Karl Houshofer menyimpulkan bahwa ruang merupakan wadah dinamika
politik dan militer, teori ini disebut pula teori kombinasi ruang dan kekuatan.
2.
Konsepsi
frontier (batas imajiner dari dua negara).
3.
Konsepsi politik kekuatan
yang terkait dengan kepentingan nasional.
4. Konsepsi
keamanan negara dan bangsa sama dengan konsep ketahanan nasional.
Hal ini berkaitan langsung
dengan peranan-peranan geopolitik. Adapun peranan-peranan tersebut adalah:
1. Berusaha menghubungkan kekuasaan negara dengan
potensi alam yang tersedia;
2. Menghubungkan kebijaksanaan suatu pemerintahan
dengan situasi dan kondisi alam;
3. Menentukan bentuk dan corak politik luar dan
dalam negeri;
4. Menggariskan pokok-pokok haluan negara,
misalnya pembangunan;
5. Berusaha untuk meningkatkan posisi dan
kedudukan suatu negara berdasarkan teori
negara sebagai organisme, dan
teori-teori geopolitik lainnya;
6. Membenarkan tindakan-tindakan ekspansi yang
dijalankan oleh suatu negara.
Dengan demikian Geopolitik
adalah studi tentang pengaruh faktor geografis pada perilaku negara atau studi
yang mempelajari relasi antara kehidupan dan aktivitas politik dengan
kondisi-kondisi alam dari suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa yang
dijelaskan oleh John Mackinder bahwa posisi geografi suatu negara menentukan
politik luar negerinya.
Dengan kata lain,
geopolitik meneliti unsur-unsur untuk memperoleh data yang akan memberikan
konsep strategi nasional (geostrategis) sebagai suatu realisasi dari suatu kebijakan
suatu bangsa. Unsur yang diperlukan dalam aspek geopolitik suatu negara
menyangkut lingkunagn alam, transportasi dan komunikasi, sumber-sumber ekonomi
baik yang telah ada maupun yang masih bersifat potensial, keadaan penduduk,
lembaga-lembaga politik dan aktifitas politiknya, serta yang menyangkut ruang
seperti lokasi dan batas-batas negara.
Letak geografis celah timor
yang berbatasan langsung dengan Australia memberikan peluang yang bagi hubungan
kerjasama antara Timor Leste dan Australia yang dalam hal pengelolaan minyak
dan gas alam yang berada di celah timor tersebut. Hubungan yang telah dibangun
oleh Indonesia dengan Australia memberikan peluang bagi negara baru Timor
Leste yang pernah berintegrasi dengan Indonesia.
konsep geopolitik bagi suatu negara atau
bangsa yaitu sistem dalam hal menempati suatu
ruang di permukaan bumi.
penting jika sesuai dengan kadarnya yang sesuai. Dalam dunia yang didukung oleh teknologi yang canggih sebenarnya tidak
ada yang cocok lagi. Membangun kekuatan dari darat, di laut, maupun udara
tidaklah cukup efektif jika perang antarmanusia dalam skala”perang bintang”.
Membangun konsepsi geopolitik di zaman perang dunia II sudah tidak popular
lagi. Pemetaan politik yang akan menggusur lagi kepada Pan-re-gion adalah
Huntington dengan teori benturan peradabannya.
Berdasarkan
asumsi seperti itu, maka untuk membangun konsepsi geopolitik dimasa yang akan
datang, dibutuhkan beberapa dimensi untuk mendukungnya, menurut Huntington,[45]
antara lain:
1. Dimensi ruang, yakni ruang sebagai ruang hidup
seluas negara. Batas Negara di lautan dan daratan akan berbeda jika dilihat
dari dimensi ruang. Ruang adalah inti dari geopolitik. Menurut Haushofer ruang
adalah dinamika dari politik dan militer. Dengan demikian geopolitik merupakan
cabang ilmu pengetahuan yang mengaitkan ruang dengan kekuatan poltik dan
keksuasaan fisik militer dan ekonomi. Kekuatan politik selalu menginginkan
penguasaan ruang dalam arti pengaruh, jika ruang pengaruh diperluas maka akan
ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan
dan kerugian akan lebih besar apabila hal itu terjadi melalui perang.
2. Dimensi perbatasan negara, yakni batas negara
dalam zaman sekarang sebenarnya terletak jauh diluar batas negaranya sendiri.
batas negara dalam konteks globalisasi tidak memiliki makna yang pasti karena
masyarakat dunia sudah sangat dinamis dan terus bergerak. Frointer pada zaman
sekarang ini menjangkau batas imajiner sejauh mana kepentingan nasional
terjamin perwujudan atau pemenuhan. pada masa lalu, batas negara adalah sesuatau
yang sangat penting dan masuk dalam strategi pertahanan negara dengan wajah
kekuatan militer. Keadaan ini memaksa negara-negara di suatu kawasan melakukan kerjasama untuk menghadapi
persaingan global guna meningkatkan bargaining
power bukan saja soal harga, tetapi juga penting adalah keamanan. Membangun
konsepsi geopolitik di zaman sekarang sebaiknya memiliki dua sisi, yaitu
memahami batas negara dalam dimensi fisik dan dalam dimensi imajiner. batas
fisik boleh sangat stabiltetapi batas imajiner sebaiknya dikendalikan dan atau
diwaspadai secara baik. negara-negara barat yang sudah maju memiliki batas
fisik yang tetap tetapi batas imajinerya sangat luas menembus batas-batas fisik
negara lain. pengaruh batas imajiner perlu disadari oleh setiap warga negara, karena
itu mereka harus terdidik. Perilaku warga negara pada dasarnya merupakan hasil
perpaduan”perintah” dari berbagai negara yang memiliki batas imajiner yang
sangat luas dan beririsan satu dengan yang lain. Contoh konkret adanya batas
imajiner telah mempenagruhi kita, misalnya perilaku kita yang terpaksa tunduk
kepada Jepang, Australia, dan Amerika Serikat secara sekaligus.
3. Dimensi
kekuatan, yakni utuk memenuhi tujuan nasional dan cita-cita bangsa diperlukan
kekuatan politik, ekonomi dan militer secara parallel dalam bingkai kekuatan
nasional. Oleh karena itu politik kekuatan menjadi masalah salah satu faktor
dalam geopolitik. contoh geopolitik jepang misalnya menggunakan kekuatan
ekonomi ditambah sedikit kekuatan politik. negara Eropa dengan kekuatan politik
dan kekuatan hampir seimbang. Amerika Serikat menggunakan ketiganya, yaitu
dengan menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer. Membangun geopolitik
dari aspek kekuatan dalam arti kekuatan militer adalah sesutau yang tidak akan
pernah berhenti. Kekuatan suatau bangsa hanya dapat dibangun dengan keberanian
untuk hidup. Sejumlah negara kecilyang paling sederhana adalah iran.
4. Dimensi
keamanan negara, yakni, geopolitik ditujukan untuk menetukan keamana negara dan
bangsa. Ketahanan nasional tidak cukup menjamin keamanan dalam negeri. ruang
yang diartikan rill secara geografi dapat diartikan secara semu atau maya dari
sudut pandang keaamanan, yaitu semangat persatuan dan kesatuan.
Dari
dimensi geopolitik yang yang dikemukan di atas, dapat ditelaah bahwa geopolitik
bertalian dengan kebutuhan negara akan ruang, kekuatan, dan keamanan yang
tentunya sangat berpengaruh bagi geopolitik suatu negara. celah timor merupakan
ruang, kekuatan bagi timor leste untuk mempertahankan eksistensinya. begitu
pula secara geografi dan geostrategi Celah Timor merupakan salah satu
potensi besar dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Negara tetangga,
seperti Austarlia yang secara geografi dan geostrategi sangat berdekatan dengan
timor leste. Begitupula secara geoekonomi, celah timor merupakan sumber minyak
yang sangat bernilai ekonomis bagi hubungan kerjasama kedua negara tetangga
tersebut.
C. Hubungan Bilateral
Sudah menjadi bagian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa setiap bangsa-bangsa di dunia ini akan
melakukan interaksi global yang mana terselenggaranya suatu hubungan
internasional baik melalui berbagai criteria seperti terselengaranya suatu
hubungan yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. Namun
pembahasan dalam penulisan skripsi ini lebih diarahkan pada seperti apa
hubungan bilateral yang terselenggara antara timor leste dengan australia dari
dimensi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih dikhususkan lagi pada
intensitas hubungan bilateral tersebut terhadap perkembangan kerjasama ekonomi
timor leste-australia.
Hubungan bilateral
dimaksudkan adalah hubungan yang terjadi antara timor leste dan australia yang
mana membawa kepentingan nasionalnya masing-masing kedalam suatu komitmen yang
sama-sama saling menguntungkan.
Terselenggaranya hubungan
bilateral juga tidak terlepas dari tercapainya beberapa kesepahaman antara dua
negara yang melakukan hubungan yang mana mereka mengabdi pada kepentingan
nasionalnya dalam usaha untuk menyelenggarakan politik luar negerinya
masing-masing. Dengan tujuan nasional yang ingin dicapai suatu bangsa dapat
terlihat dari kepentingan nasional yang dirumuskan oleh elit suatu negara.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plano dan Olton bahwa :
Hubungan kerjasama yang terjadi antara dua negara didunia
ini pada dasarnya tidak terlepas dari kepentingan nasional masing-masing
negara. Kepentingan nasional
merupakan unsur yang sangat vital yang mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan,
keutuhan wilayah, keamanan, militer, dan
kesejahteraan ekonomi.
Kemudian selanjutnya dalam
kamus politik internasional, Didi Krisna mendefinisikan konsep tentang hubungan
bilateral adalah sebagai berikut, bahwa “hubungan bilateral adalah keadaan yang
menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadi hubungan
timbale balik antara dua belah pihak (dua negara)”.
Hubungan bilateral yang
dimaksud adalah kerjasama dibidang ideology, politik, ekonomi, hukum, keamanan.
Namun dalam penulisan ini yang akan dibahas adalah hubungan bilateral yang
difokuskan pada kerjasama ekonomi. Adapun menurut Holsty dan Azhary tentang
Variabel-Variabel yang harus diperhitungkan dalam kerjasama bilateral adalah:
1. Kualitas
dan kuantitas kapabilitas yang dimiliki suatu negara.
2. Keterampilan
mengerahkan kapabilitas tersebut untuk mendukung berbagai tujuan.
3. Kredibilitas
ancaman serta gangguan.
4. Derajat
kebutuhan dan ketergantungan
5. Responsivitas
di kalangan pembuat keputusan.
Hubungan bilateral
mengandung dua unsur pemaknaan, yakni: konflik dan kerjasama. antara keduanya
memiliki arti yang saling bergantian tergantung dari konssep apa yang
ditawaarkan antaara kedua negara menurut motivasi-motivasi internal dan opini
yang melingkupinya. Setiap terbinanya hubungan bilateral yang diupayakan oleh
suatu negara dengan negara lain dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan
diantara keduanya. Seperti yang dikemukakan oleh Coplin bahwa:
Melalui kerjasama internasional,
negara-negara berusaha memecahkan masalah sosial, ekonomi dan politik. Tipe
yang pertama menyangkut kondisi-kondisi di lingkungan internasional yang
apabila tidak diatur akan mengancam negara-negara yang terlibat… Tipe kedua
mencakup keadaan sosial, ekonomi dan politik domestic tertentu yang dianggap
membawa konsekuensi luas terhadap
system internasional sehingga dipersepsi
sebagai masalah internasional bersama.
Selanjutnya dalam konsepsi
ideal pengambilan keputusan politik luar negeri senatiasa memperhatikan
nilai-nilai ideal, yaitu membentuk system yang lebih menawarkan pola dan tata
cara hidup politik dalam arti yang seluas-luasnya, bebas dari kekurangan
materil serta bebas untuk mengembangkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan
(Sudarsono, 1988, 607).
Dalam kaitannya dengan
rationality and foreign policy, bahwa perwujudan atau penentu sasaran, obyek
atau mitra hubungan merupakan pillihan yang rasional dengan memperhitungkan
sirkumstansi internasional dan kondisi domestik demi meminimalisasi kerugian
politik serta mempertahankan posisi politik dipentas internasional. Oleh karena
itu hal ini sangat penting untuk diperhatikan dari efisiensi dan tujuan yang
ingin dicapai. Adapun sisi lain yang dapat ditimbulkan dari adanya hubungan
bilateral adalah bisa jadi mengandung makna konflik dan kerjasama.[46]
BAB III
GAMBARAN
UMUM MENGENAI LETAK GEOSTARTEGI CELAH TIMOR DAN HUBUNGAN KERJASAMA TIMOR LESTE-
AUSTRALIA
A. Celah
Timor
1. Potensi Minyak
dan Gas Alam di Laut Timor
Celah
Timor yang terletak di kawasan laut timor merupakan salah satu kekayaan sumber
daya alam berupa kandungan minyak dan gas bumi yang menunjang perekonomian
suatu Negara bila dikelola dengan baik. Sejak Timor Leste bergabung dengan
wilayah Negara republik indonesia pada tahun 1975.
Dari
data yang didapatkan oleh penulis bahwa
minyak yang terdapat di Celah Timor merupakan salah aset atau cadangan terbesar
yang dimiliki oleh Timor Leste. Lima tahun dari sekarang Timor Leste di
prediksi akan sangat tergantung pada pendapatan minyak dan gas alam yang berada
di Laut Timor, khususnya di Celah Timor.
89% ekonomi (GDP) dan 94% dari
pendapatan pemerintah Timor
Leste berasal berasal dari penjualan
minyak dan gas.
Data
yang menguatkan mengenai pendapatan tersebut dapat kita lihat pada grafik
ini berasal dari Departemen RDTL Perencanaan dan kertas Keuangan latar belakang
untuk Pertemuan Mitra Pembangunan pada bulan April 2005, dikombinasikan dengan
Juli 2005 proyeksi IMF tentang non-minyak pertumbuhan ekonomi. La’o Hamutuk[47]
telah disesuaikan untuk kenaikan harga
minyak diprediksi.
Gambar 1
Sumber: http:// www.laohamutuk.org,
di Akses tanggal 4 agustus 2011
Garis
biru solid merupakan bagian timor-leste dari produksi Bayu-Undan sebagai
persentase dari total perekonomian timor-leste (PDB). Jika Greater Sunrise atau
bidang lain yang dikembangkan, timor-este akan menjadi lebih tergantung pada
minyak.
Garis
putus-putus mewakili coklat pendapatan minyak (keduanya dari produksi minyak
bumi dan dari bunga Dana Perminyakan) sebagai persentase dari pendapatan
pemerintah. Ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak akan menghabiskan semua
pendapatan setiap tahun, tetapi akan mengikuti kebijakan yang dinyatakannya
hanya menghabiskan jumlah yang berkelanjutan. Akibatnya, pemerintah masih akan
tergantung pada pendapatan minyak (dari Dana) bahkan setelah produksi minyak
telah berhenti. Minyak dan gas di Bayu-Undan akan digunakan oleh 2023, jika
bidang lain, seperti Greater Sunrise, dikembangkan lama mereka mungkin akan
habis tahun 2050 atau lebih cepat.
Alasan
utama Timor-Leste sangat tergantung pada minyak bukan bahwa mereka memiliki
begitu banyak minyak dan gas, tetapi sektor lain perekonomian kita sangat
kecil, dengan pertumbuhan yang diharapkan sedikit pada dekade berikutnya.
Saat
ini, ada sangat sedikit non-migas kegiatan ekspor. Pada tahun 2004, Timor-Leste
hanya mengekspor produk senilai $ 7.000.000, hampir semua ini adalah kopi.
Selama periode yang sama, negara mengimpor $ 113.000.000 senilai barang. Hampir
sepertiga dari impor bahan bakar fosil, dan 53% dari seluruh impor berasal dari
Indonesia.
Berikut
adalah beberapa statistik dasar dan proyeksi. Semua angka uang dalam jutaan
dolar Amerika Serikat.
Gambar 2.
2005
|
2010
|
2025
|
||
Populasi
|
947,000
|
1,216,500
|
1,938,000
|
Tertinggi
tingkat pertumbuhan alami di dunia saat ini, tingkat kesuburan delapan anak
per perempuan.
|
Minyak PDB
|
$ 925
|
3.800 $
|
0
|
Hanya
mencakup minyak Bayu-Undan dan ladang gas. Kolom lainnya dapat melipatduakan
pendapatan minyak Timor-Leste, dan / atau memperpanjang periode produksi
minyak.
|
GDP non-minyak
|
$ 349
|
$ 452
|
$ 714?
|
2025
tergantung pada seberapa baik sektor-sektor lain dari ekonomi dikembangkan.
Melalui 2010 berdasarkan proyeksi IMF.
|
Minyak% ekspor
|
99,0%
|
99,6%
|
0%
|
Mengasumsikan
pertumbuhan tahunan 5% pada ekspor non-migas.
|
Minyak% dari PDB
|
73%
|
89%
|
0%
|
Ini tidak
termasuk bunga dari investasi pendapatan kelebihan minyak di Dana
Perminyakan, yang akan menjadi semakin signifikan dari waktu ke waktu, dan
dapat membantu mengganti pendapatan minyak setelah minyak habis.
|
Minyak% dari pendapatan pemerintah
|
65%
|
94%
|
79%
|
Termasuk
bunga Dana Perminyakan. Tidak semua pendapatan akan dihabiskan, surplus
diinvestasikan di luar negeri.
|
Sumber: : http:// www.laohamutuk.org,
di Akses tanggal 4 agustus 2011
Pendapatan
minyak dan gas akan menjadi sebagian besar perekonomian Timor-Leste dan
pendapatan pemerintah untuk generasi, tetapi deposito akan segera habis. Sejak
Bayu-Undan adalah lepas pantai dan hilir (pencairan gas) pengolahan dilakukan
di Australia, hampir tidak ada spin-off pendapatan akan masuk ke Timor-Leste,
dengan sedikit keuntungan ekonomi sekunder. Timor Leste sudah memiliki melihat
fenomena ini - lebih dari $ 2 miliar dihabiskan di Timor-Leste oleh PBB dan
badan-badan bantuan selama enam tahun terakhir hampir tidak ada dampak ekonomi
yang berlangsung, meskipun hampir dua kali lipat GDP non-minyak seluruh dari
2000 sampai 2003.
Negara-negara
lain sangat tergantung pada hasil minyak dan gas di Timor Leste, bisa dilihat
pada grafik ketergantungan minyak Negara-negara tersebut.
Gambar
3.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org,
di Akses tanggal 4 agustus 2011
Grafik
ini menunjukkan informasi dasar untuk beberapa tergantung pada minyak sebagian
besar negara [ Catatan 3 ]. Mereka dari kiri ke kanan sesuai dengan Indeks
Pembangunan Manusia mereka (HDI) [ Catatan 2
], dengan orang-orang ke arah kiri memberikan kehidupan terbaik bagi rakyatnya.
Nomor berikutnya untuk setiap nama negara adalah peringkat, dari 1 sampai 177,
dari yang HDI dibandingkan dengan semua negara-negara lain.
Semua
minyak bumi, populasi dan data ekonomi untuk tahun 2004, kecuali untuk
Timor-Leste, yang merupakan proyeksi untuk 2010 ketika Bayu-Undan akan berada
di puncak produksi. Timor-Leste 2005 HDI 140, apakah itu naik atau turun pada
tahun 2010 tergantung pada seberapa bijaksana uang dari ekspor minyak
digunakan.
Setiap
negara memiliki tiga batang:
1.
Bar kiri (merah)
menunjukkan berapa banyak minyak bumi (minyak dan gas) yang dihasilkan negara,
dibagi dengan penduduk. Ini menunjukkan kemungkinan bahwa pendapatan minyak
bumi bisa meningkatkan kehidupan masyarakat.
2.
Bar kedua (hitam)
mengindikasikan berapa banyak minyak yang diekspor untuk setiap orang. Jika itu
adalah sama tingginya dengan bar pertama, negara ekspor hampir semua minyak dan
gas.
3.
Bar kanan (kuning)
menunjukkan jumlah minyak yang diekspor negara, dibagi dengan Produk Domestik
Bruto (GDP). Semakin tinggi bar ini, semakin perekonomian negara tergantung
pada ekspor minyak dan gas. Data untuk Guinea Khatulistiwa tidak bisa diandalkan,
maka ketidakpastian di bar, meskipun sangat tinggi.
Beberapa
negara yang tergantung pada minyak di Celah Timor antara lain, Norwegia, Oman,
Anggola, Libya, Arab Saudia, Nigeria, Kanada, Amerika Serikat, dan Australia.
tapi karena Australia secara geostrategi lebih dekat dengan Australia maka
minyak dan gas alam tersebut sangat mudah di akses.
Bagaimana
minyak dan gas alam di Celah Timor dapat mempengaruhi perekonomian di Timor
Leste, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
- Sumbangsih Celah Timor Terhadap APBN Timor Leste
Gambar 4.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org,
di Akses tanggal 4 agustus 2011
Untuk 2010, Timor-Leste yang dioperasikan di bawah dua anggaran negara.
Pada bulan Juli, $ 660.000.000 dialokasikan untuk pengeluaran di akhir tahun 2009 meningkat
sebesar 27%, untuk $ 838.000.000,
pada perbaikan pertengahan
tahun Juli, yang juga meningkatkan jumlah yang akan ditarik dari Dana Minyak
selama 2010 untuk $ 811.000.000, $ 309.000.000 lebih dari Pendapatan berkelanjutan Estimasi untuk tahun ini.
Pemerintah juga punya masalah yang signifikan melaksanakan program-programnya. Seperti dijelaskan dalam Laporan Pelaksanaan Anggaran untuk
semester pertama tahun 2010, Pemerintah telah menghabiskan hanya 30% dari alokasi anggaran asli selama
enam bulan. Dalam rangka untuk
mengeksekusi anggaran keseluruhan diperbaiki pada
akhir tahun 2010, Pemerintah akan
harus menghabiskan uang tiga kali lebih cepat yang telah. Dengan kata lain, setelah menghabiskan $ 1.100.000 / hari dari
Januari sampai Juni, pengeluaran dari bulan Juli sampai
Desember akan memiliki rata-rata $ 3.500.000 /
hari untuk menjalankan anggaran.
(Untuk referensi, rata-rata pengeluaran selama 2009 1660000 $ / hari, termasuk Referendum Pakote tidak
efektif.)
Berikut
adalah beberapa statistik dasar. Semua angka uang dalam jutaan dolar Amerika
Serikat, mata uang hukum Timor-Leste :
Gambar
5.
2005
|
2010
|
2050
|
Komentar
|
|
Populasi
|
947,000
|
1,216,000
|
3,265,000
|
Tingkat
pertumbuhan tertinggi di dunia, tingkat kesuburan delapan anak per perempuan.
|
Luas
|
15.007 sq
km
|
7% dari
lahan irigasi. Wilayah laut di bawah sengketa.
|
||
Minyak PDB
|
$ 703
|
3135 $
|
0
|
Angka-angka
ini mengikuti asumsi pemerintah hanya termasuk minyak Bayu-Undan dan ladang
gas. Bidang aktual dan potensial lainnya dapat meningkatkan pendapatan minyak
Timor-Leste dengan faktor tiga atau lebih. Bidang Bayu-Undan akan habis pada
2023.
|
GDP non-minyak
|
$ 341
|
$ 391
|
?
|
2050
tergantung pada seberapa baik sektor-sektor lain dari ekonomi dikembangkan.
|
Minyak persentase dari GDP
|
67%
|
89%
|
0%
|
Ini tidak
termasuk bunga dari investasi pendapatan kelebihan minyak di Dana
Perminyakan, yang akan menjadi semakin signifikan dari waktu ke waktu, dan
mungkin mengganti pendapatan minyak ketika minyak habis.
|
Domestik non-minyak persentase dari
pendapatan pemerintah
|
18,5%
|
6,1%
|
Tidak
termasuk kontribusi donor. Tidak semua pendapatan akan dihabiskan, surplus
diinvestasikan di luar negeri dalam Dana Perminyakan. Dana Perminyakan bunga
tidak disertakan.
|
Sumber: http://
www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4
agustus 2011
Setelah melihat daftar gross domestic produc maka kita akan melihat bagaimana struktur perminyakan dan dan gas di celah
timor. Dapat kita dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.
Sumber:
http:// www.laohamutuk.org, di Akses
tanggal 6 agustus 2011
Pemerintah timor leste telah melakukan terobosan baru dalam hal perminyakan celah timor dengan membentuk
strukur perminyakan untuk menjaga potensi minyak dan gas di laut timor. Hal
tersebut menunjukan keseriusan pemerintah timor leste untuk membangun kembali
perekonomian melalui potensi minyak di laut timor. Mengenai palung timor yang
yang berada di tengah (median line) antara Timor Leste dan Australia adalah
salah satu garis yang membatasinya.
Dapat dilihat pada peta berikut ini:
Gambar 6.
Sumber:
http:// www.laohamutuk.org, di Akses
tanggal 6 agustus 2011
Pasca
konflik yang terjadi 30 agustus 1999 di Timor Leste, banyak negara-negara
pendonor yang yang membantu
perekonomian. Salah satu negara terseut adalah Australia yang merupakan negara
tetangga. dapat
dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 7.
Selama masih menjadi bagian dari
Indonesia, di Provinsi Timor Timur belum mempunyai kesepakatan Landas Kontinen
dengan Australia. Padahal di Celah Timor banyak mengandung sumber daya minyak
dan gas bumi. Sesuai dengan alasan dikemukakan oleh Indonesia dan Australia
pada waktu itu agar hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia tidak
terganggu dan tidak tertundanya pemnanfaatan potensi sumber daya minyak dan gas
bumi di Celah Timor, maka pertemuan padda tanggal 11 desember 1989 berhasil
membuat perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai Zona
Kerjasama diantara Provinsi Timor Timur Indonesia dan Australia bagian utara,
yang kemudian dikenal dengan sebutan “Perjanjian Kerjasama Celah Timor”.[48]
Perjanjian
kerjasama ini merupakan pengaturan semenatara yang bersifat praktis untuk
memungkinkan dimanfaatkananya potensi sumber daya minyak dan gas bumi tanpa
harus menunggu tercapainya kesepakatan batas Landas Kontinen antara Indonesia
dan Australia. Dengan demikian, perjanjian kerjasama ini bukan merupakan
perjanjian untuk menetapkan batas landas
Kontinen kedua Negara melainkan hanya sebatas pengaturan zona pegembangan
bersama (joint development zone) di daerah “tumpang tindih klaim”.
Kesepakatan
yang diatur dalam perjanjian kerjasama ini adalah pembagaian daerah di dalam
zona kerjasama menjadi tiga daerah, dengan kekuasaan hukum (legal regim) yang
berbeda-beda sesuai dengan status hukum dari masing-masing daerah tersebut
yaitu:[49]
1. Daerah A
Daerah
A merupakan sebagian dari daerah tumpang tindih klaim (daerah tumpang tindih
yang sebenarnya adalah daerah yang dalam perjanjian ini disebut daerah A dan
daerah C). daerah A akan dimanfaatkaan bersama oleh kedua pihak dengan
pembagian hasil masing-masing 50%. Untuk mengelola daerah A akan dibentuk Dewan
Menteri dan Otorita Bersama serta diberlakukan
kontrak bagi hasil.
2. Daerah B
Daerah
B merupakan daerah di sebelah selatan garis tengah yang terletak di luar
daerah-daerah tumpang tindih klaim dan di selatan dibatasi oleh batas 200 mil
laut dari garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia. Daerah B ini akan
dikelola oleh Australia seperti ysng berlaku selama ini, tetapi Australia akan
memberikan kepada Indonesia 16% dari penghasilan pajak bersih atau “Net
Resource Rent Tax” (Net RRT) atau 10% dari penghasilan pajak kotor (groos RRT).
Selain itu Australia akan memberikan informasi kepada Indonesia tentang
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di daerah B sebelum kegiatan tersebut
dimulai.
3. Daerah C
Daerah
ini sebenarnya merupakan bagian dari daerah tumpang tindih tuntutan yurisdiksi
masing-masing pihak. Daerah C akan
dikelola oleh Indonesia dengan ketentuan bahwa Indonesia akan memberikan 10%
dari pajak pendapatan kontraktor. Selain itu, Indonesia juga akan memberitahukan
Australia tentang kegiatan tersebut. Oleh pemerintah Indonesia perjanjian
kerjasama ini diratifikasi pada tanggal 7 januari 1991 melalui Undang-undang RI
Nomor 1 Tahun 1991.
Berdasarkan
hasil pembagian tiga daerah tersebut dapat dikatakan bahwa Australia memiliki
andil besar untuk menguasai hasil minyak yang ada di daerah celah timor.
Australia telah memiliki data yang banyak mengenai total cadangan minyak dan
gas bumi (migas) di Laut Timor diperkirakan mencapai lebih dari 10.000 juta (10
miliarl) barel. Yang telah dan sedang di ekspoitasi hingga mencapai diatas
5.000 juta (5 milliar) barel, termasuk di Celah Timor dan yang ditemukan di
sekitar gugusan pulau pasir. Cadagan minyak dan gas alam tersebut bertebaran
antara lain, Ladang Evans Shoal, Petrel-Tern Blacktip 1.540 juta barel, Elang-Kakatua,
Bayu-Undan, Chudditch-Kuda-Tasi Jahal sebanyak 1,110 juta barel. Cadangan
minyak ini termasuk juga dengan 30 juta
barel minyak yang telah diekspoitasi serta lading Greater Sunrise yang
diperkirakan mencapai 1.920 juta barel. Data- data ini telah di kumpulkan oleh
Australia dari bebagai sumber termasuk dari sejumlah perusahaan minyak dan gas
alam yang kini beroperasi di Laut Timor jauh sebelum Timor Timur merdeka.
Analisa
dan perkiraan dari sejumlah ahli perminyakan di Australia mengatakan bahwa
total cadangan minyak dan gas alam Laut Timor sesungghnya jauh lebih besar dari
data awal yang dikemukakan ini. oleh karena itu, cadangan minyak dan gas alam
yang diperoleh ini masih terus akan berubah-ubah seiring dengan eksplorasi dan
ekspoitasi terhadap lading minyak dan gas alam di Laut Timor. Sementara,
perminyakan di dunia diperkirakan bahwa sudah sejak awal tahun 1990-an, tiap harinya ratusan ribu
barel minyak dan gas alam di Laut Timor
di sedot, dan yang paling beruntung adalah Australia. kini angka yang
fantastis itu hanya di kuasai Australia saja.
Australia
melihat potensi kekayaan alam berupa minyak dan gas alam yang terletak di Laut
Timor adalah salah satu kekayaan yang membantu membangkitkan perekonomiannya
setelah lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Celah Timor yang
terletak di Laut Timor telah di invasi/ dicaplok oleh Australia yang merupakan tetangganya yang
paling kaya. Hal ini dipertegas oleh Perdana Menteri Howard:
“atas nama perusahaan-perusahaan minyak menelpon
perdana Menteri Timor Timur, Dr Alkatiri lalu mengatakan, menurut laporan The Age ( Harian yang terbit di Melbourn),
jika anda tidak menandatangani kesepakatan pembangunan Ladang Greater Sunrise
yang merupakan lading terbesar yang menjadi milik Timor Timur dan menyerahkan
kekayaan alam tersebut dalam jumlah besar kepada Australia, maka kami tidak
akan menyampaikan legislasi ini kepada senat hari ini, dan membolehkan
pembangunan lading lainya yang lebih kecil yang diharapkan oleh pemerintah
Timor Timur agar dieksplorasikan. Ini yang dikatakan oleh Perdana
Menteri,Lakukan seperti yang kami kehendaki atau kami membatalkan kontrak yang
menguntungkan dengan Jepang untuk eksplorasi ladang minyyak Bayu-Undan” .[50]
Dari
peryataan yang dipertegas oleh Howard dapat dikatakan bahwa Australia sangat
menginginkan Celah Tmor yang berada di Laut Timor tersebut. Cadangan minyak dan
gas alam yang telah dieksplorasi lebih dari 40 tahun. Ada beberapa
ladang-ladang minyak dan alam yang berada di Timor Leste, seperti tertera dalam
tabel berikut ini:
Tabel 1.
Ladang-ladang minyak dan gas lepas pantai yang lebih dekat ke Timor Leste
dibandingkan ke negara-negara lain
|
|||||||
Nama ladang
Oprator
|
Lokasi
|
%TL sesuai
perjanjian
Hulu/hilir
proyek gas; minyak untuk hulu saja
|
Status
|
Total cadangan
gas (perkiran P50)
Juta barel
|
Total
cadangan gas (perkiraan P50)
Triliun
kaki kubik
|
Minyak yang
diproduksi hingga september 2007
Juta barel
|
Gas yang
diproduksi hingga september 2007
Triluan
kaki kubik
|
Greater
sunrise
Woodside
|
20% dalam
JPDA, dibagi sesuai CMATS
|
50% belum
diputuskan
|
Produksi
akan dimulai setelah rencana
pengembangan disepakati oleh semua pihak mungkin sebelum 2012
|
300
|
8,3
|
0
|
0
|
Bayu-Undan
Conoco
Philips
|
JPDA
|
90% / 0
|
Memulai
produksi minyak tahun 2004 dan gas tahun 2006. Ladang ini menyediakan hampir seluruh pendapatan
Timor Leste saat ini.
|
400
|
3,4
|
81
ref.(92)
|
0,2
ref.(92)
|
Buffalo*
Nexen
(sebelumnya BHP)
|
JPDA
|
90%
|
Pada masa
produksi 1999- 2004, sekarang sudah ditutup
|
16
|
0
|
16
|
0
|
Elang
kakatua*
Conoco
Philips (sampai juli 2007)
|
JPDA
|
90%
|
Pada masa
produksi dari 1998-juli 2007, TSDA, sedang mencari oprator baru karena
Conocophilips tidak lagi tertarik
|
32, 7
Ref.(102)
|
0
|
31,3
Ref.(102)
|
0
|
Laminaria
Corallina
Woodside
|
Tept diluar
JPDA, disengketakan hingga 2006 ketika timor leste menyerahkannya ke
Australia dalam CMATS.
|
0%
|
Memulai
produksi tahun 1999. Australia telah menerima US$ 1,5 miliar pendapatan.
|
210
|
0
|
183
Ref.(124)
|
0
|
TOTAL
|
61%
|
959
|
11,7
|
311
|
0,2
|
||
·
Ladang- ladang ini memulai produksi
selama pendudukan Indonesia. Kepemilikannya telah berubah sebanyak dua kali sejak tahun 1999.
|
Sumber: Buletin La’o Hamutuk
Institut
Pemantau dan Rekonstruksi Timor-Leste, 2008, hal. 90
Pada
tahun 1991, Indonesia dan Australia
mengeluarkan kontrak eksplorasi pertama bagi sumber daya Timor Leste, kedua
Negara tersebut membagi menurut perjanjia Celah Timor (Timor Gap Treaty) yang
illegal, perusahaan-perusahaan yang
sangat berminat terhadap minyak hasil curian
ini adalah Royal Dutch Shell, Woodside Petroleum Ltd. (kemudian
menjadi Woodside Australian Energy),
Santos, dan Philips Petroleum (berubah menjadi conocoPhilips), yang semuanya
masih mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber minyak lepas pantai
Timor Leste. Ladang Minyak Elang-kakatua yang dikerjakan ConocoPhilips adalah
yang pertama ditemukan pada tahun 1994, ladang ini mulai menghasilkan uang bagi
Indonesia dan Australia pada bulan Juli 1998, dan ketika nyaris terkuras habis,
oprasi terhenti sembilan tahun kemudian. Adapun kronologi dari peristiwa tersebut
antara lain:
1970-1998
1970-1973
|
Australia dan Indonesia memulai
negosiasi batas-batas dasar laut, mengabaikan keberatan
Portugis, bahwa dasar laut
seharusnya berada tepat separuh jarak antara pantai-pantai Timor dan Australia.
Australia menandatangani beberapa perjanjian “Penentuan batas-batas Dasar Laut Tertentu” (“Establishing
Certain Seabed Boundaries”) pada tanggal 18 Mei 1971 dan 9 Oktober 1972, yang
mulai berlaku pada bulan November 1973. Perjanjian-perjanjian tersebut didasarkan pada
prinsip landas kontinen, yang lebih menguntungkan Australia.
Karena Portugis tidak
berpartisipasi, kedua negara tidak dapat menyelesaikan garis antara Timor
Portugis dan Australia, yang menciptakan Celah Timor (Timor Gap).
|
1974
|
Ladang minyak dan gas Troubadour dan
Sunrise, secara kolektif dinamakan Greater Sunrise.
Woodside mengebor sebuah sumur uji
Troubadour-1, dengan sumur-sumur tambahan di Sunrise pada tahun 1975.
|
7 Desember
1975
|
Indonesia
mengnvasi Timor Portugis (Timor-Leste).
|
1979
|
Australia memberikan pengakuan de
jure legal terhadap pencaplokan Indonesia, sehingga ia dapat melakukan negosiasi
dengan Jakarta tentang batas laut untuk mengamankan Celah Timor.
Lebih dari 10 tahun berikutnya, Australia
dan Indonesia mengadakan lebih dari selusin putaran negosiasi.
Meskipun negara-negara ini tidak
bersepakat tentang batas dasar
laut,akhirnya mereka berhasil
membuat perjanjian menyangkut pembagian pendapatan minyak
|
11 Desember
1989
|
Australia dan Indonesia menandatangani Perjanjian
Celah Timor
(Timor Gap Treaty). Perjanjian ini menghasilkan zona kerja sama (ZOC),.
Timor-Leste dan Australia
(belakangan dinamakan
JPDA), di sebelah utara dari garis
tengah. Ini memungkinkan Indonesia
dan Austrlia melakukan eksplorasi
bersama atas teritori yang dikuasai
secara ilegal, dengan
pendapatan yang dibagi 50/50.
Perjanjian ini diratifikasi dan diberlakukan pada tanggal
9 Februari
1991.
|
11 Desember
1991
|
Australia dan Indonesia menganugrahi kontrak bagi Phillips
Petroleum
(berubah menjadi ConocoPhillips), Royal Dutch Shell,
Woodside Australian Energy (berubah menjadi Woodside Petroleum),
dan perusahaan-perusahaan lain untuk
mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alam di Kawasan Kerjasama Celah
Timor
|
1995-1996
|
Australia dan Indonesia mengeluarkan
Kontrak Pembagian Produksi No. 95-19 dan 96-20 sebagai bagian dari Greater Sunrise
di dalam Daerah Kerjasama (JPDA) kepada the Northern Australia Gas Venture
(Woodside dan Shell). Australia juga mengeluarkan kontrak NT/P55 dan NT/RL2
sebagai bagian dari Greater Sunrise di bagian timur JPDA.
|
Agustus
1995
|
Evakuasi
Sumur Sunrise yang dibor di Laxton Shoals, dengan jumlah total tujuh buah
sumur yang dibor sebelum 2007.
|
1999-2001
21 Maret
2002
|
Secara
rahasia Australia menarik diri dari proses-proses internasional unutk
menyelesaikan sengketa perbatasan
maritime sesuai Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) dan Mahkamah
Internasional (Internasional court of
justice). Dan tindakan menunjukkan bahwa Canberra mengetahui lemahnya
argument-argumen yang digunakan. Langkah ini mencegah Timor Leste untuk
membawa sengketa ini ke pengadilan pihak ke tiga yang tidak memihak,
memaksanya bersandar pada negosiasi-negosiasi yang tidak seimbang.
|
19 Mei 2002
|
Kelompok-Kelompok
masyarakat sipil Timor Leste dan partai-partai politik oposisi memprotes
rencana penandatangan perjanjian Laut Timor antara PM Timor Leste, Mari
Alkatiri dan PM Australia John Howard. Perjanjian CMAT tahun 2006 menggunakan
ketentuan hukum Timor Leste (yang belum tersedia) dan perundang-undangan
Australia mulai tanggal penandatangan guna member legitimasi atas eksploitasi
Australia di daerah yang sedang disengketakan.
|
19-20 Mei
2002 (tengah malam)
|
Republik
Demokratik Timor-Leste merdeka.
|
20 mei 2002
|
Perdana
menteri Timor Leste dan Australia menandatangani perjanjian laut timor (Timor
Sea Treaty/TST) untuk menggantikan perjanjian tahun 2001. Substansi
perjanjian tersebut masih dipertahankan, “tanpa menaruh prasangka” pada
penyelesaian batas laut di masa mendatang yang nantinya akan menyelesaikan
kesepakatan penyatuan sunrise (sunrise unitization agreement) sebelum tahun
2002.
|
19 juli
2002
|
Putaran
pertama negosiasi antara timor leste dan Australia tentang kesepakatan
penyatuan internasioanal sunrise berakhir dengan ikrar kedua pihak untuk
mencapai kesepakatan sebelum akhir 2002. Kesepakatan penyatuan internasioanl
ini akan mengatur bagaimana lading greater sunrise, yang mengandung 9 triliun
kaki kubik gas alam akan dibagi.
Australia(belakangan ini berharap dapat memperoleh 82% pebdapatan hulu sunrise)
member prioritas tinggi pada penyelesaian kesepakatan sehingga proyek sunrise
dapat berlanjut.
|
24 agustus
2002
|
Timor leste
meloloskan hukum batas maritime berdasarkan prinsip-prinsip UNCLOS, dengan
mengklaim Zona Ekonomi Ekslusif selebar 200 mill dari garis pantai Timor
Leste. Undang-undang ini bersifat retroaktif hingga 20 Mei 2002.
|
20
September 2002
|
Australia
menganugrahi kontak eksplorasi untuk suatu daerah disengketakan yang
sebagiannya berada pada sisi garis median Timor Leste. Kontrak-kontrak yang
serupa, yang diprotes oleh Timor Leste, juga dikeluarkan pada bulan April
2003 dan Februari 2004.
|
3 Oktober
2002
|
PM Timor
Leste Mari Alkatiri mengusulkan pembahasan awal mengenai batas-batas maritim
kepada Australia John Howard. Sebulan kemudian, Howard memberikan jawaban
dengan menyatakan bahwa Australia”berkeinginan untuk memulai diskusi”
setelah Perjanjian Laut Timor diberlakukan
dan IUA sunrise”telah diselesaikan”. Pada tanggal 18 november,
Alkatiri menulis jawaban bahwa ia tidak melihat alasan mengapa”penyelesaian
perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara ini”diperlukan sebelum
pembicaraan batas dimulai, dan member sebuah “jadwal kilat” untuk membahas
persoalan perbatasan.
|
0ktober
2002
|
Pembicaraan
tentang kesepakatan penyatuan sunrise berlanjut. Australia dan Woodside ingin
mengaitkan kesepakatan ini dengan ratifikasi perjanjian Laut Timor, sehingga
membuat proyek Bayu-Undan menjadi sandera Australia bagi konsesi Timor Leste
atas sebagian besar pendapatan Negara ini dari proyek sunrise yang lebih
besar.
|
27 November
2002
|
Menteri
Luar Negeri Australia Alexander Downer, setelah pertemuan yang cukup keras
dengan Mari Alkatiri di Dili, menyatakan bahwa Australia mungkin tidak akan
meratifikasi Perjanjian Laut Timor hingga Februari 2003 atau sesudahnya, yang
sebenarnya melanggar komitmen kedua pemerintahan untuk menyelesaikan
ratifikasi dalam tahun 2002. Perusahaan tersebut menyatakan bahwa penundaan
tersebut dapat membahayakan perjanjian penjualan gas dari Bayu-Undan dan
Sunrise, yang dapat menambah tekanan pada pemerintah Timor Leste untuk secara
tegas menerima syarat-syarat penyatuan sunrise, yang secara tidak adil
menguntungkan Australia, dan bukannya menekankan agar batas-batas maritime
dinegosiasikan.
|
6 Desember
2002
|
Mitra-
mitra sunrise; Woodside, Conocophilips, shell dan Osaka Gas mengumumkan
penundaan tidak terbatas atas proyek sunrise, dengan mengklaim bahwa tak ada
satu pun dari kilang pengolahan LNG mengambang atau jaringan pipa ke Darwin
layak secara ekonomi. Banyak pihak melihat hal ini sekedar taktik untuk
menekan Timor Leste agar menerima harapan-harapan Australia pada Sunrise.
|
17 Desember
2002
|
Parlemen
Timor Leste meratifikasi Perjanjian Laut Timor.
|
2003
26 Januari
2003
|
East Timor
Action Network/ETAN berdemonstrasi di Washington menutnut agar Australia
patuh pada hukum internasional. Ini adalah pertama dari banyak demonstrasi
serupa di seluruh dunia dalam kurun waktu 2 ½
tahun berikut.
|
1 Februari
2003
|
Auatralia,
dengan menolak ketidak-setujuan Timor Leste untuk menyerahkan kedaulatan
bagian dari Greater Sunrise yang berada diluar JPDA, menyatakan bahwa
parlemen Negara tersebut tidak akan meratifikasi Perjanjian Laut Timor hingga
Timor Leste menyerah adan menandatangani versi usulan Australia tentang
perjanjian penyatuan Internasional Sunrise tersebut.
|
4 Maret
2003
|
Tanpa ada
jawaban atas suratnya bertanggal 18 November 2002 yang menunut diadakannya
negosiasi perbatasan, Mari Alkatiri mengirim surat kepada John Howard bahwa
TST segera diberlakukan, dan saat ini perjanjian penyatuan internasional
(IUA) sedang dikirim ke Dewan Menteri
RDTL. Ia minta sebuah “perkiraan waktu” kapan pembahasan batas-batas
permanent”akan di mulai, dan sebuah tanggal diskusi yang anda anggap dapat
menghasilkan garis batas yang permanent. “Howard memberi jawaban lima bulan
kemudian, dengan mengindikasikan keingianan untuk memulai pembicaraan tentang
masalah perbatasan, tanpa jadwal pasti.
|
6 Maret
2003
|
Australia
dan Timor Leste menandatangani IUA untuk greater sunrise.
Parlemen
Australia meratifikasi Perjanjian Laut Timor. Senator Partai Hijau Bob Brown
dikeluarkan dari parlemen Australia karena menuduh John Howard blackmail
dengan menunda ratifikasi sampai setelah Timor Leste menandatangani IUA.
|
2 April
2003
|
Perjanjian
Laut Timor memasuki masa pemberlakuan, dengan membentuk otoritas Khusus untuk
Laut Timor dua Negara (TSDA) untuk mengelola proyek-proyek di daerah
pengembanngan bersama. Otoritas akan usai dalam 30 tahun , atau ketika
batas-batas maritime telah dipastikan, tergantung yang mana yang datang lebih
dahulu.
|
Mei 2003
|
Kontrak-kontrak
pembagian produksi ditandatangani antara TSDA dan Sunrise Joint Ventur untuk
menggantikan kontrak-kontrak yang ditandatangani selama pendudukan Indonesia.
Kontrak-kontrak JPDA No. 03-19 dan JPDA No.03-20 melanjutkan persyaratan
kontrak-kontrak tahun 1995-96, seperti yang dapat dilihat pada Annex F
perjanjian Laut Timor, dan retroaktif hingga tanggal 20 Mei 2002. The Sunrise
joint Venture ssat ini terdiri dari Woodside (oprator, dengan saham 33,44%),
ConocoPhilips (30%), Shell(26%), dan Osaka Gas(10%).
|
12 November
2003
|
Para
perunding dari Timor Leste dan Australia bertemu di Darwin untuk mengadakan
‘sesi pengamatan” yang pertama dari negosiasi-negosiasi batas maritime.
Pemerintah Timor Leste mengungkapkan
ketidaksukaannya setelah pembicaraan.
|
2004
Januari
2004
|
Pemerintah
Timor Leste melobi Woodside dan Australia untuk mengalirkan Gas Sunrise ke
Timor Leste, dengan mengajak Woodside untuk membuat studi kelayakan opsi ini.
Woodside menangani studi(lihat pada Agustus 2004 di bawah), sambil melnjutkan
ancamanya bahwa “peluang pasar” untik LNG sunrise akan tertutup, kecuali jika
pembangunan segera dimulai.
|
29 Maret
2004
|
Australia
meratifikasi Perjanjian Penyatuan Internasional (IUA) Sunrise.
|
April 2004
|
Beberapa
kampanye baru yang memperotes pencurian kekayaan alam Timor Leste oleh
Australia diluncurkan pada kedua pihak laut Timor. Kampanye keadilan laut
timor (timor sea justice campaign/ TSJC) di Australia dan gerakan menentang
pendudukan laut timor (movimentu kontra okupasaun tasi timor/ MKOTT) di timor
leste. Protes besar-besaran berlangsung di dilli
|
19-22 april
2004
|
Putaran
pembicaraan penting yang pertama diadakan di dilli, dengan hasil yang kurang
berarti.
|
11 agustus
2004
|
Woodside
menyerahkan “laporan tentang studi kelayakan jaringan pipa” kepada TSDA dan
pemerintah timor leste, dan menyimpulkan bahwa jaringan pipa dari sunrise ke
timor leste secara financial kurang menarik dibandingkan dengan jika ditarik
ke Darwin. Timor leste menyewa seorang ahli independen untuk mengkaji ulang
studi tersebut, dan woodside menyertakan beberapa saran mereka. Tetapi, pada
januari 2005, kajian akhir ahli tersebut menyatakan bahwa studi tersebut
masih belum bisa dianggap sebagai sebuah perbandingan yang objektif atas
biaya proyek tersebut.
|
17 november
2004
|
Woodside menunda
aktivitasnya di greater sunrise disebabkan oleh kegagalan kedua pemerintah
dalam menyediakan aturan dan dasar hukum yang pasti.
|
2005
7-9 Maret
2005
|
Para
perunding Australia dan RDTL, bertemu di Canberra. Bulan berikutnya mereka
bertemu di Dili, yang diwarnai dengan unjuk rasa di berbagai tempat di
Australia. pertemuan ketiga berlangsung di Sidney.
|
September
2005
|
Timor leste
dan Australia menyepakati rincian ketentuan penambangan minyak (petroleum
mining code) untuk JPDA, yang harus disahkan secara resmi sebelum putaran
pemberian izin bari JPDA baru, yang pelaksanaannya dijadwalkan pada awal
2006.
|
29
november 2005
|
Delegasi
teknis auustralia dan timor leste bertemu di Darwin, berhasil mencapai sebuah
kesepakatan yang tertutup untuk umum
|
2006
12 januari
2006
|
Australia
dan RDTL menandatangani perjanjian tentang ketentuan khusus maritime di timor
leste (CMATS) di Sidney.
|
28 februari
2006
|
Australia
menyetujui ketentuan penambangan minyak JPDA, yang memungkinkan proses lelang
TSDA berlanjut.
|
Mei 2006
|
Otoritas
khusus laut timor memegang satu putaran lelang untuk eksplorasi
kawasan-kawasan baru di daerah pengembangan bersama di laut timor. Empat buah
kontrak dikeluarkan pada 16 agustus
|
12 oktober
2006
|
Australia
dan timor leste menandatangani ketentuan-ketentuan di Daerah Minyak bersama.
|
2007
7 februari
2007
|
Australia
membahas perjanjian CMATS di parlemen
|
20 februari
2007
|
Parlemen
timor leste meratifikasi perjanjian CMATS dan IUA sunrise
|
22 februari
2007
|
Menteri
luar negeri Australia Alexander Downer meramaikan isu “pengecualian demi
kepentingan bangsa” untuk membuat perjanjian CMATS diberlakukan hari
berikutnya tanpa menunggu periode ratifikasi.
|
Februari
2007 sampai hari ini
|
Woodside
melanjutkan pekerjaan teknik di greater sunrise, mengolah ulang data seismik,
membuka kantor di dilli, membuka diskusi dengan kedua pemerintahan, mencerai
pelanggaran, dan mengkaji konsep-konsep pengembangan. Mereka berharap dapat
memiliki konsep pengembangan yang disetujui pemerintah dalam tahun 2008
|
Agustus
2007
|
Pemerintah
baru di timor leste mempertahankan sasaran-sasaran pemerintah sebelumnya
untuk mengalirkan gas sunrise ke daratan timor leste dan terus mengumpulkan
informasi
|
November
2007
|
Australia
memilih pemerintahan baru, tetapi posisi mereka tentang LNG Sunrise masih
belum jelas.
|
2008
Juni 2008
|
Woodside
menyerahkan beberapa saran bagi opsi-opsi pengembangan fasilitas LNG sunrise
kepada TSDA dan pemerintah timor leste.
|
Sumber: Buletin La’o Hamutuk Institut Pemantau dan Rekonstruksi Timor-Leste, 2008, hal.
91-98
Gambar 8. Ladang-ladang
minyak dan gas di Timor Leste.
Sumber: http://
www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4
agustus 2011
Keterangan:
ü Merah : minyak dan gas.
ü Coklat muda dan kuning :
kawasan dibawah kontrak.
ü Hijau: kawasan yang saat
ini
ü Merah muda: kawasan
sebelumya yang tersedia untuk lelang di
dan di sekitar kawasan Timor Leste.
Peta ini adalah perluasan /penetapan sepihak zona ekonomi
eksklusif (ZEE) Timor Leste (garis biru disamping kiri kanan JPDA) yang
diukur sejauh 200 mil dari bibir pantai.
Dalam peta ini menjelaskan beberapa kilang minyak yang berada di Laut Timor.
Perjanjian
“Timor Gap” yang nama lengkapnya adalah “a Treaty the Zone of Cooperation in
Area between the Indonesia Province of East Timor and Northen Australia” yang
ditandatangaini diatas pesawat Angkatan Udara Australia yang terbang diatas
kawasan yang dipersengketakan tidak berlaku lagi bagi Indonesia dan Australia
setelah Menlu Indonesia Dr. Alwi Syihab mengirim
surat kepada mitranya Menlu Australia Alexander Downer pada tanggal 25 Mei 2000.
Dalam
suratnya itu Menlu Alwi Syihab merujuk pada “the
1989 Timor Gap Treaty” serta pada butir-butir kesepakatan pada pertemuan
tingkat teknis antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia
tentang status “The Timor Gap Treaty” yang diadakan di Jakarta pada tanggal 1-3
februari 2000. Beliau menyatakan bahwa perjanjianTimor Gap tahun 1989 sudah tidak berlaku lagi ketika
otoritas Indonesia atas Timor Leste beralih kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Juga dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi oprasional yang timbul akibat
berakhirnya perjanjian itu akan diselesaikan dan diimplementasikan menurut
ketentuan-ketentuan praktis yang disepakati bersama. Diharapkan bahwa apa yang
dikemukakan dalam surat itu dapat dipahami oleh Pemerintah Australia atas surat tersebut akan menimbulkan saling
pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia
mengenai status perjanjian tersebut maupun konsekuensi-konsekuensi oprasionalnya . demikian peryataan Menteri
Luar Negeri Indonesia, Alwi Syihab mengenai status perjanjian Timor Gap
sebagaimana tertuang dalam suratnya kepada Menteri Luar Negeri Australia,
Alexander Downer 25 Mei 2000.[51]
Pada
tanggal 1 juni 2000 Menteri Luar Negeri Australia membalas surat Menteri Luar
Negeri Republik Indonesia yang pada intinya menerima peryataan dari Menteri
Luar Negeri Indonesia, Alwi Syihab. Perkembangan terkini mengenai kawasan laut
timor adalah ditandatanganinya di Dili pada tanggal 5 juli 2001. Perjanjian
bagi hasil minyak dan gas bumi laut timor dengan Basis 90:10 untuk timor leste.
Perjanjian yang disebut nota kesepakatan pengaturan laut timor, ditandatangani
oleh menteri luar negeri Australia, Alexander Downer, pejabat menteri urusan
politik pada pemerintahan sementara PBB di timor leste, peter Gairaith dan
Menteri Ekonomi Timor Leste Mari Alkatiri.
Penandatanaganan
perjanjian itu diwarnai oleh adanya protes dari anggota parlemen sementara
Timor Leste, Angela de Freitas, yang begitu marah dan berteriak dengan
mengatakan jangan menjual negara sendiri kepada negara asing. Walaupun
perempuan ini kemudian digiring keluar ruangan upacara oleh petugas keamanan,
berbagai kalangan baik di timor leste maupun diluar negeri termasuk Indonesia
menaruh simpati atas sikapnya dalam mengantisipasi akibat dari perjanjian bagi
hasil minyak laut timor yang telah ditandatangani. Walaupun kemudian masih
harus diratifikasi oleh pemerintah timor leste.
Sepanjang tahun 2006 kontrak-kontrak eksplorasi
baru untuk kawasan-kawasan dalam daerah pengembangan minyak bersama
(joint pertoleum Developmen Areal/JPDA) dan di dalam daerah maritim exclusif Timor Leste. Negara ini juga
memiliki cadangan dibawah daratannya, termasuk rembetan gas dan minyak yang
dikumpulkan selama era portugis, tetapi tak satupun dari rembesan tersebut yang
berproduksi. Gas alam daratan juga dapat diolah dari di kilang LNG yang
dibanhun untuk Greater Sunrise, tetapi ini mungkin jauh lebih sedikit daripada
yang diperoleh dari ladang –ladang lepas pantai.
Gambar 8. Celah timor yang di apit oleh dua ladang cadangan minyak
terbesar di Timor Leste
Sumber:
Buletin La’o Hamutuk
Peta ini menjelaskan mengenai dua
ladang terbesar yakni, Bayu-Undan dan Greater Sunrise yang disedot hasil minyak
dan gas alamnya melalui pipa gas yang dipasang oleh Australia melaui bawah laut untuk dialirkan ke Darwin.
Gambar
9. Pengembangan Wilayah bersama (JPDA)
Sumber: Buletin La’o Hamutuk
Dari
tabel dan gambar diatas dijelaskan megenai ladang-ladang minyak dan gas di
sekitar Timor Leste yang sebagian besar di kuasai oleh Australia yang
menggunakan kekuaatan menekan negara baru tersebut. terbesar adang dan gas yang
secara keseluruhan merupakan yang terbesar dalam JPDA adalah Ladang Minyak dan
Gas Bayu-Undan-400 juta barel kondensat (cairan) dan 3,4 triliun kaki kubik
gas. ConocoPhilips dan mitra-mitranya mulai mengembangkan ladang ini pada akhir
tahun 1990-an, ketika masi merupakan teritori curian. Pengembangan lepas pantai
Bayu-Undan berlangsung terus tanpa gangguan selama jajak pendapat di Timor
Leste, tanpa kerusakan yang mengikutinya, dan selama pemerintah transisi PBB.
Sejak 2006, gas alam dialirkan melalui jaringan pipa ke darwin, memberi
australia sebagian besar pekerjaan dan semua pendapatan hilir. gas tersebut
dicairkan di sana dan dikapalkan ke Jepang. produksi akan mencapai puncaknya
pada tahun 2010, dan ladang ini akan terkuras habis sebelum 2024. Proyek ini
menghasilkan 58% pendapatan nasional bruto (Gross National Income/NGI) dan memasok
lebih dari 90% pendapatan pemerintah Timor Leste.[52]
Sejak
1999 hingga september 2007, australia telah mengambil lebih dari U$$1,5 milliar
dari Laminaria-Corallina, sebuah ladang minyak yang jauh lebih dekat ke timor
leste. ladang yang tepat berada diluar JPDA dan di klaim oleh kedua Negara ini
hampir terkuras habis. timor leste telah memperotes pencurian kekayaan
miliknya, tetapi Australia bersikukuh dan pada tahun 2006 timor leste
menelorkan Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS).
Greater
Sunrise, termasuk ladang-ladang Sunrise dan Troubadour, merupakan cadangan
terbesar ai wilayah tersebut. Sesuai dengan perjanjian Laut Timor, 20, 1% dari
Greter Sunrise terletak didalam wilayah JPDA dan 79%nya berada diluarnya, dalam
perairan yang dipersengketakan dimana Timor Leste memberikan ijin bagi
Australia untuk mengontrolnya melalui CMTAS. Wodside telah lama memeiliki
kontrak untuk mengembangkan Sunrise, tetapi ia menunda pekerjaan pada tahun
2004, dan melanjutkan kembali pada tahun 2007, setelah australia dan timor
leste menyepakati kepemilikan dan pembagian pendapatan untuk ladang ini.
pendapatan hulu (ekstraksi) akan dibagi secara 50/50 antar kedua negara, tetapi
pembagian-pembagian dari proyek hilir akan bergantung pada di mana LNG tersebut
di bangun.
Timor
leste, Australia dan Indonesia masing-masing berharap agar sebuah kilang LNG
didalam teritori mereka dapat menjadi pusat yang mengelola gas dari beberapa
ladang. disamping Bayu-Undan dan Sunrise, empat ladang lepas pantai lain mungkin
akan dikembangkan dalam kurun 5-10 tahun.perusahaan Australia Santos memegang
lisensi dan sedang melakukan pengeboran sumur-sumur eksplorasi di Evans Shoal
diperkirakan mengandung 6,6 tcf gas), Caldita and barossa di teritori
Australia, sedangkan perusahaan Jepang Inpes memegang lisensi untuk abadi (5,0
tcf), tepat diseberang di perbatasan Indonesia. Beberapa atau semua Ladang
tersebut dapat mendatangkan keuntungan jika mengolah gas-gasnya di suatu kilang
LNG di Timor Leste, asalkan perusahaan dan negara-negara dimana ladang tersebut
terletak diyakinkan bahwa ini adalah opsi yang atraktif secara ekonomi politik.[53]
Urgensi
dibuatnya perjanjian garis- garis batas maritime, khususnya garis batas landas
kontinen di antara instalasi
pertambangan tersebut berlokasi di lepas pantai Negara kepulauan Indonesia.
Demikian pula dengan dampak negative yang mungkin terjadi akibat kegiatan
pertambangan di celah timor yang dapat dikatakan sepenuhnya dijalankan oleh
pihak Australia, yang dampaknya membahayakan perairan kita harus dapat
mendorong percakapan penyelesaian garis-garis batas maritim.
Perkembangan
terkini mengenai soal Celah Timor dengan Australia telah ditandatangani
perjanjian bagi hasil minyak di laut Timor dengan basis pembagian 90% untuk
Timor Lorosae dan hanya 10% untuk Australia. namun demikian oleh banyak
kalangan baik dari dalam negeri Timor Leste maupun dari kalangan Internasional
perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 5 juli 2001 antara Australia, PBB
dan Timor Leste dikhawatirkan tidak akan mampu mengangkat harkat dan martabat
masyarakat dari negeri yang baru saja merdeka.
2. Celah
Timor Pasca Timor Timur berdaulat
Setelah
dikeluarkannya TAP MPR V/MPR 1999 yang menerima hasil jajak pendapat di Timor-
Timur pada tanggal 30 Agustus 1999 sekaligus mencabut TAP MPR VI/MPR/1978
tentang integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan
berdasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1272 tanggal 25 Oktober
1999, maka Timor Timur berada dibawah administrative PBB (United Nation Transnational
Administration on East Timor-UNTAET) sehingga secara yuridis kedaulatan dan
kewenangan Republik Indonesia atas Timor timur dianggap telah berakhir.
Pasca
lepasnya Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999,
persoalan Celah Timor (Timor Gap) dilupakan begitu saja oleh Indonesia. Padahal
bila Indonesia menyadari batapa pentingnya Celah Timor tersebut bagi
kepentingan sebuah negara dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Negara
lain. Indonesia malah memberikan peluang besar bagi Australia untuk
mengekspoitasi dan mengeksplorasi lebih banyak lagi hasil minyak dan gas alam
selama lebih dari 40 tahun dan malahan
sekarang bertambah tingkat untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas yang berada di Celah Timor.
Pengolahan
minyak dan Gas alam di Laut Timor dalam hal ini Celah Timor kini menjadi
tanggung jawab RDTL (Republik Demokratik Timor Leste), TAP MPR V /MPR/1999
dijadikan sebagai dasar oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia untuk
melakukan pertukaran nota diplomatic (Exchange of Letters) dengan Australia
tentang berakhirnya Traktat Celah Timor.
Menurut
Departemen Luar Negeri Indonesia, pertukaran nota diplomatic efektif berlaku
sejak tanggal 1 juni 2000 sehingga telah menggurkan seluruh hak dan kepentingan
masyarakat Indonesia di Celah Timor.
Padahal
dalam TAP MPR tersebut tidak ada satu katapun yang menyinggung mengenai status
perjanjian Celah Timor. Dengan berlakunya pertukaran nota diplomatic tersebut,
menurut Departemen Luar Negeri Republik Indonesia , Traktat Celah Timor telah
secara resmi dinyatakan idak berlaku
lagi, dan posisi Indonesia dalam perjanjian Celah Timor telah diberikan
kepada/digantikan dengan Timor Timur sama artinya dengan menghibahkan atau mewariskan Celah Timor kepada Timor Timur secara utuh.
Menurut
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia lagi, atas dasar inilah maka pihaknya
telah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan Celah Timor kepada Australia dan Timor
Leste untuk dirudingkan lebih lanjut tanpa harus melibatkan Indonesia. Mungkinkah
pemerintah Indonesia tidak pernah tahu meegenai sengketa yang dikenal dengan nama “North Sea Continental Shel Case” tahun
1969 yaitu suatunpenyelesaian sengketa
landas kontinen di Laut Utara antara Jerman dan Belanda di satu sisi dan Jerman
dengan Denmark di sisi lain?, sehingga dengan begitu mudahnya Indonesia
menyerah terhadap kepentingan Australia.
Untuk
kesekian kalinya, tidak pernah diketahui secara pasti pula, mengapa tindakan
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia terkesan sangat tergesa-gesa untuk
menggantikan posisinya dengan Timor Leste dalam Traktat Celah Timor yang sangat
penting dan strategis tersebut. Sekalipu mungin ada celah dalam hukum
internasiona yang bisa membenarkan tindakan Indonesia yang telah digantikan
posisinya dengan Timor Leste, namun adalah hak Indonesia pula untuk tidak harus
merasa terpaksa dan tergesa-gesa menggantikan posisinya dengan Timor Leste.
Bukankah
jauh lebih baik dan menguntungkan bila Indonesia memilih untuk merundingkan
kembali perjanjian Celah Timor yang kaya akan deposit bahan bakar fosil itu
secara trilateral bersama Australia dan Timor Leste?. Bukankah sebagian sisi
dari Celah Timor yang berbatasan langsung dengan Timor Barat adalah milik
bangsa Indonesia?. Bukannkah Indonesia juga memiliki hak dan kepentingan yang
sama besarnya dengan Timor Leste dan Australia di Ladang minyak dan gas
tersebut?.
Sangat
disayangkan pula ketika Departemen Luar Negeri Republik Indonesia menetapkan
harga mati bahwa masalah Laut Timor yang didalamnya tercakup Celah Timor dan
Gugusan Pulau Pasir merupakan sesuatu yang tidak layak untuk dibicarakan
kembali atau “ditabuhkan”. Padahal
Celah Timor dan Gugusan Pulau Pasir ini berada didalam pekarangan depan
(wilayah) kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wajar
saja bila mantan rektor Universitas Gajah Mada (Prof.DR. Herman Johannes,Alm)
menuai protes sebelum dan sesudah Perjanjian Celah Timor ditandatangani oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia waktu itu Ali Alatas dan Gareth Evans dari
Australia, mengecam keras dan menuntut agar perjanjian tersebut ditinjau
kembali atau dibatalkan karena sangat merugikan rakyat Indonesia yang mendiami
wilyah Nusa Tenggara Timur.
Tim
perunding Indonesia dinilainya terlalu bersedia melayani kepentingan Australia
dengan mengabaikan kepentingan nasional dalam perjajian tersebut. Selanjutnya,
Prof. DR. Herman Johannes (Alm) menyatakan bahwa Indonesia telah kebobolan
dengan Agreed Seabed Boundary tahun 1971-1972 yang menyepakati argumentasi
Australia tentang perpanjangan daratan alamiah dibawah Laut Timor dengan
mengadopsi Konvensi Hukum Laut PBB 1958, dimana garis batas laut antara
Indonesia dan Australia ditentukan jauh kesebelah barat jauh mendekati pantai
Pulau Timor. Padahal argumentasi Australia tentang perpanjangan daratan alamiah
tersebut tidak benar sama sekali (lihat peta….)
Dilain
pihak dengan berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982 yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia yang
mengatur antara lain tentang 200 mill Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan
penggunaan garis tengah (median line) maka
seyogyanya di Laut Timor teridentifikasi daerah konflik antara 3 (tiga) Negara
yaitu Indonesia, Timor Leste dan Australia.
Oleh
sebab itu, ketiga Negara tersebut selalu memiliki kepentingan yang sama dalam
setiap kegiatan di Laut Timor termasuk Celah Timor dan Gugusan Pulau Pasir.
Persoalan mendasar saat ini adalah bagaimana untuk bisa melakukan negosiasi
kembali semua perjanjian Indonesia dan Australia di Laut Timor yang sebelumnya
merupakan perjanjian bilateral, namun sekarang ini sudah menjadi trilateral.
Hal
ini penting dilakuakan agar lebih adil dan berimbang serta tidak merugikan hak
dan kepentingan bangsa Indonesia termasuk hak-hak tradisional masyarakat adat
Timor Barat, Rote Ndao, Sabu dan Alor di Laut Timor. Melalui beberapa hasil
kajian yang telah dilakukan dapat
disimpulakan bahwa ada banyak sekali peluang bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi ulang dengan Australia,
seandainya ada “political will” yang
kuat dari Jakarta.
Seyogyanya
dengan hadirnya Negara Timor Leste di kawasan Laut Timor, perundingan
trilateral antara Indonesia, Timor Leste dan Australia untuk menetukan garis
batas territorial maritim yang permanen sudah saatnya dilakukan dan tidak bisa
ditunda-tunda lagi. Penetapan suatu batas Landas Kontinen Indonesia –Australia
dan Timor Leste yang baru, permanen dan benar-benar objektif sesuai dengan
keadaan geologi dan geomorfologi di Laut Timor harus menggunakan pendekatan
prinsip “median Line” sesuai Konvensi Hukum Laut PBB merupakan
satu-satunya solusi yang tepat, adil, dan berimbang.
Penetapan
batas landas kontinen yang baru setelah Timor Leste menjadi sebuah negara
berdaulat dengan asas yang adil, berimbang dan saling menguntungkan dan
melengkapi antara Indonesia Australia dan Timor Leste di Laut Timor demi
kepentingan nasional masing-masing negara sudah merupakan hal yang sangat
mendesak untuk dilakukan. Berangkat dari pemikiran-pemikiran diatas, melalui
rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) provinsi NTT tanggal 23 Maret
2001 telah disepakati untuk membentuk
suatu kelompok kerja yang dikukuhkan dengan keputusan Gubernur NTT
No.54/SKEP/HK/2001 tanggal 18 mei 2001tantang Pembentukan Tim Kelompok Kerja
Pengkajian dan Perumusan Berbagai Aspek Strategis di Celah Timor Provinsi NTT,
yang beranggotakan unsure eksekutif, legislative, LSM, akademisi dan Lembaga
Pers yang kemudian dikenal dengan Kelompok Kerja Celah Timor (Pokja Celah
Timor).
Berdasarkan
kajian sementara yang dilakukan Pikja Celah Timor dan telah disampaikan pula
kepada berbagai pigak terkait di pusat maupun di daerah sebagai hal pokok yang sangat mendesak untuk dilaksanakan
sebagai berikut:
- Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT,
DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Australia untuk meninjaun kembali perjanjian atau penetapan Batas Landas
Kontinen Indonesia dan Australia yang dibuat pada tahun 1971-1972.
Kemudian dirundingkan lagi secara trilateral bersama Timor Leste sesuai
dengan keadaan geologi dan geomorfologi di Laut Timor dengan menggunakan
prinsip “median Line” dari
Konvensi Hukum Laut PBB yang berlaku.
- Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT,
DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Australia untuk membatalkan Memorandum
of Understanding tahun 1974
yang sangat merugian Indonesia dan Perjanjian RI Australia tentang Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas-batas dasar laut tertentu tahun 1997
yang dibuat pada saat Timor Leste masih merupkan bagian integral dari
Indonesia.
- Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT,
DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta dunia Internasional untuk menghormati
dan mengembalikan hak tradisional masyarakat adat Timor Barat, Rote Ndao,
Sabu dan Alor di Laut Timor dan Gugusan Pulau Pasir.
- Agar lebih transparan , kredibel dan objektif dalam
penetapan batas maritime Indonesia dan Australia di Laut Timor, maka
seluruh titik pangkal yang telah ditetapkan di Laut Timor sebelumnya harus
ditinjau kembali. Untuk tujuan dimaksud DPRD Provinsi NTT, kabupaten/ kota
se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI segera merekomendasikan kepada
pemerintah republik Indonesia untuk melibatkan berbagai pakar independen
dalam bidang geologi, sejarah, hukum, politik, lingkungan, dan lain-lain,
termasuk masyarakat dan pemerintah daerah provinsi NTT dalam penetapan
garis batas maritim yang baru dan permanen di laut timor yang dirasa lebih
adil dan berimbang bagi kepentingan nasional Indonesia, Australia, dan
timor leste.
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia segera
melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber migas di laut timor,
Indonesia, sehingga dapat mengembangkan perekonomian NTT dari potensi
sumber daya laut yang terkandung di laut timor
- Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT,
DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk
mengklaim hak rakyat Indonesia terhadap hasil eksploitasi minyak dan gas
bumi di laut timor yang dilakukan oleh Australia secara tidak transparan dan
mengabaikan berbagai hak dan kepentingan masyarakat NTT di laut timor
selama ini
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI menyatakan bahwa perjanjian kerja sama eksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas di laut timor termasuk di celah timor antara
Australia dan timor leste adalah tindakan illegal karena tidak menyertakan
Indonesia sebagai salah satu stakeholder laut timor yang secara ekologis
pasti akan menerima dampak pencemaran lingkungan akibat eksplorasi dan
eksploitasi yang dilakukan.
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI mendukung pemerintah republik Indonesia melalui
departemen kelautan dan perikanan dalam program pengelolaan pulau-pulau
kecil termasuk di wilayah NTT yang berbatasan langsung dengan Australia
dan timor leste
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI mendesak pemerintah Indonesia mempercepat pembangunan
basis perdagangan internasional melalui pembangunan kupang sebagai pintu
gerbang perdagangan asia pasifik dengan menjadikan kupang sebagai “Free port” atau”
special economy zona”.
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI meminta pemerintah Indonesia secepatnya merampungkan
pemetaan seluruh pulau di NTT dalam rangka pengamanan wilayah yang
berwawasan nusantara
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI bersama pemerintah Indonesia menghimpun berbagai dokumen
dalam rangka memposisikan kembali siapa sesungguhnya yang paling berhak
mengelola dan memiliki gugusan pulau pasir
- DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI,
DPR-RI dan MPR-RI menyatakan bahwa seluruh perjanjian Indonesia dan
Australia di laut timor tidak sesuai dengan ketentuan hukum internasional
yang berlaku. Pertukaran nota diplomatik yang dilakukan departemen luar
negeri Indonesia dan Australia pada tanggal 1 juni 2000 tanpa terlebih
dahulu meminta persetujuan lembaga rakyat Indonesia dinyatakan batal demi
hukum.
Sikap
pemerintah Timor Leste pasca berdaulat, pada dasarnya menginginkan agar rakyat
Indonesia khususnya di Timor Barat ikut menikmati kekayaan minyak dan gas bumi
di Celah Timor. Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Luar Negeri Timor Leste pada
Kabinet Transisi (ETTA) II, Fernando Lasama de Araujo di Kupang. Menurut
Fernando, “dalam masalah Celah Timor, pandangan Xanana dan Alkatiri sama yakni
ingin agar Indonesia khusunya rakyat Timor Barat ikut menikmati kekayaan alam
di sana.[54]
Presiden pertama Timor Leste, Kayrala Xanana Gusmao (saat ini menjabat Perdana
Menteri) pernah menawarkan secara resmi soal kerjasama di Celah Timor kepada
sejumlah Menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri yang berkunjung ke Dili
pada tahun 2003 silam. Namun tidak ditanggapi oleh Jakarta.
- Pencemaran Laut Timor
A.
Laut Timor : Satu Laut Tiga
Negara
Perairan
Laut Timor adalah salah satu perairan yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, seperti perikanan, pertambangan minyak, dan gas lepas pantai dan
pulau-pulau kecil yang berpotensi untuk pengembangan pariwisata bahari.
Berdiriya
Negara Timor Leste pada tahun 2002, melalui jajak pendapat yang difasilitasi
PBB berimplikasi pada pengelolaan sumber daya kelautan di perairan Laut Timor.
Perairan Laut Timor pasca berdirinya Negara Timor Leste, akhirnya dimiliki oleh
tiga Negara yaitu Indonesia, Australia, dan Timor Leste. Bagi Indonesia
perairan Laut Timor berbatasan langsung dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Luas perairan laut provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 199.529 km2
Luas perairan tersebut tidak termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki garis pantai sepanjang 5.700 km. secara administrasi di bagian utara
daerah ini berbatasan dengan Laut Flores, di bagian timur berbatasan langsung
dengan Negara Timor Leste; di bagian selatan berbatasan dengan Laut Timor dan Samudra
Hindia; serta di bagian bara berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB).
Pulau
terluar yang menjadi perbatasan antara Indonesia dengan Pemerintahan Timor
Leste adalah pulau batek. Secara geografis pulau batek terletak pada posisi 90
15’ 30” Lintang Selatan-1230 59’ 30” Bujur Timur. Pulau yang oleh
masyarakat setempat menyebutnya sebagai Fatu Sinai berada di lepas pantai Laut
Sawu dan berada di perbatasan antara wilayah Kabupaten Kupang dengan
enclave (wilayah kantong) oekusi (
Oecusse/Ambeno), Timor Leste. Pulau dengan luas 25 hektar ini memiliki panjang
garis pantai 1.680 meter dan kedalaman rata-rata 72 meter. Pulau ini berada
pada jarak 5 mill dari Tanjung Batuanyo, Oepoli yang secara administrative
masuk di Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang.
Pulau
ini berbatasan langsung dengan Negara tetangga Timor Leste yang sudah memiliki
titik refrensi(TR). Di pulau ini juga terdapat tiga rumah yang dugunakan oleh
penjaga menara suar dan TNI yang dirugaskan untuk menjaga keamanan di wilayah
perbatasan serta instalasi menara suar
Pulau Batek (Romimohtarto et all.,2005
). Status hukum Pulau Batek sudah jelas yakni milik Indonesia, termasuk dalam
wilayah Kabupaten Kupang.
Perjanjian
Belanda dan Portugis pada tangga 20 April 1859, menyangkut keberadaan pulau
Batek. Dalam perjanjian tersebut menyatakan bahwa pulau Batek tidak masuk
bagian isi perjanjian. Hal ini dapat diartikan bahwa pulau Batej tetap
merupakan wilayah Hindia Belanda berdasarkan
sejarah pendududukan Pulau Timor oleh
Hindia Belanda. Dalam Staatsblad 1916 No.331 tanggal 13 April 1916 tentang
Binnelandsch Bestuur Gezaghebbers Huishuurindemnteiten Tolken Timor en
Onderhoorigheden disebutkan bahwa Wilayah Assisten Resident (Kabupaten)
West-Midden Timor meliputi juga wilayah Pulau Batek atau Pulau Gala Bata.
Sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945, pulau timor dibag menjadi tiga
bagian, yaitu Pulau Timor bagian Barat mrupakan wilayah Republik Indonesia,
Pulau Timor bagian Timur dan Pulau Atauro menjadi wilayah koloni Portugis dan
terdapat kantong Oecusi yang terletak di Timor bagian Barat merupakan enclave (bagian dari) wilayah koloni Inggris. Peta Laut Hindia
Belanda nomor 117, Nusa Tenggara (kleine
soenda einlenden enaanggrezende vaarwater bald V) terbitan 1925 tentang kepemilikan pulau-pulau di wilayah
sekitar pulau Timor menggambarkan bahwa wilayah milik Portugis adalah Oecusi,
Timor-Portugis, Pulau Jako dan Pulau Atauro sedangkan Pulau Batek tidak
termasuk didalamnya. Setelah Timor Leste merdeka pada tahun 2002, secara
yuridis formal wilayah bekas Timor Portugis menjadi wilayah Timor Leste. Dengan
demikian Pulau Batek tidak masuk wilayah
Timor Leste (Romimohtarto et all.,
2005). Sementara Australia dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dibatasi oleh
pulau terluar yang berbatasan dengan Australia yaitu Gugusan Pulau Pasir yang
du klaim sebagai teritori Australia.
Gugusan
Pulau ini pernah diregulasikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sehingga jelas
merupakan bagian integral dari Wilayah
Nusantara. Namun kerajaan Inggris Raya menganeksasi wilayah gugusan pulau pasir
pada tahun 1878, dan baru pada tahun 1974 Indonesia seolah mengakuinya
sebagai teritori Australia melalui
sebuah Nota Kesepahaman (MoU) yang dibuat bersama pada tanggal 7 November 1974.
Tetapi
rakyat Indonesia di Timor Barat tetap menganngap bahwa Gugusan Pulau Pasir
merupakan warisan nenek moyang mereka. Nelayan-nelayan dari Nusa Tenggara Timur
tetap saja melakukan aktivitas penangkapan ikan di perairan tersebut seperti
pengumpulan teripang, belut laut, dan ikan hiu, banyak diantara mereka yang
ditangkap oleh Angkatan Laut Australia dan dituduh melanggar dan masuk wilayah
Zona Ekonomi Eksklusif Australia.
Akibat
belum tuntasnya batas wilayah Negara di Laut Timor, maka muncul banyak tuduhan
pelanggaran di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Australia oleh pihak
Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA). Nelayan tradisonal Indonessia
dituduh telah melewati batas wilayah Australia dan mencuri ikan serta biota
laut lainnya di perairan Australia. masalah lainnya adalah ketidaktegasan sikap
Indonesia sehingga Australia merasa seperti yang paling benardan bertindak
sendiri dalam memberangus para nelayan tradisional Indonesia tanpa ampun.
Gambar
10. Peta Laut Timor
Sumber:
Buletin La’o Hamutuk
Laut
Timor memilki luas sekitar 480 km persegi, meliputi wilayah sekitar 610.000 km,
dengan titik terdalam adalah Palung Timor. Di bagian utara, kedalaman Laut
Timor mencapai sekitar 3.300 m dan
bagian yang lebih dangkal rata-rata mempunyai kedalaman kurang dari 200 m. wiyah ini merupakan tempat utama munculnya
badai tropis dan topan.
Sejumlah
pulau dan gugusan pulau terletak di Laut Timor termasuk Pulau Malville yang
belum lama ini telah ditemukan bebatuan yang mengandung berlian yang terlepas di
lepas pantai Australia. di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas
bumi dalam jumlah yang besar. Australia dan Timor Portugis atau saat ini
Republik Demokratik Timor Leste, telah melakukan perdebatan panjang atas hal
eksploitasi kekayaan minyak dan gas di daerah yang dikenal sebagai Celah Timor.
Australia
mengklaim luas wilayahnya sampai ke sumbu bathymetric (garis kedalaman punggung
laut terbesar) di Palung Timor. Klaim Australia ini tidak pernah disetujui oleh
Timor Portugis karena tetap berpendirian tetap berpendirian bahwa batas dasar
Laut Timor dan Australia harus ditentukan dengan menggunakan garis tengah (median line) unutk membagi kedua
wilayah tersebut.
Namun Indonesia dan Australia menyepakati
sebuah perjanjian petetapan batas-batas dasar laut tertentu pada tahun 1971 dan
dilanjutkan pada tahun 1972 dimana Indonesia mengakui klaim Australia tersebut.
Pada tahun 1976, Timor Leste secara resmi menjadi bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia sehingga memungkinkan Australia memperkuat posisi klaimnya
yang dilegitimasi melalui penandatangan perjanjian kerjasama Indonesia Australia di Celah Timor tahun 1989.
Dalam
sebuah dokumen di majalah Belanda (Elseviers) terbitan tahun 1979 dilaporkan
pendapat ahli geologi dunia yang menyatakan bahwa masih ada 5 daerah yang
memiliki potensi minyak yang jumlahnya hampir sebanding dengan potensi minyak
yang ada di Timur Tengah (Negara-negara Arab). Kelima daerah tersebut adalah
Mexico, Venuzuela, Argentina, Madagaskar dan Pulau Timor (Timor Barat dan Timor
Leste).[55]
Keberadaan
milyaran barel minyak di Laut Timor juga diakui oleh berbagai pihak, antar
lainkalangan analis industry perminyakan Australia, Menteri Perdagangan dan
Masalah Luar Negeri Auatralia, serta Asosiasi Eksplorasi Perminyakan Australia
(Woodside News Release, 1996). Dari
sikap dan kejelian Australia memperjuangkan wilayah yang luas di Laut Timor
dapatlah dimaklumi karena kandungan minyak dan gas buminya. Australia juga
telah berhasil meyakinkan Indonesia untuk mengakui bahwa gugusan Pulau Pasir
yang letaknya hanya 170 kilo meter dari pulau Rote itu adalah milik Australia yang sesungguhnya
merupakan ladang garapan nelayan tradisional Indonesia yang berbasis dipulau
Rote sejak 450 tahun lalu.
B.
Tumpahan Minyak Montara
Pada
tahun 2010 laut timor positif tercemar
minyak mentah Sabtu,24 Oktober 2009 10:21 WIB, Tumpahan minyak Montara yang
mencemari perairan Laut Timor Indonesia pertama kali dibuktikan berdasarkan
hasil analisis sampel minyak dan air dari Laut Timor oleh Leeders Consulting
Australia yang meneliti atas permintaan Komisi penyelidikan tumpahan minyak
montara. hasilnya kandungan minyak
tersebut tela mencemari perairan Indonesia serupa dengan tumpahan minyak
yang dimuntahkan dari ladang montara. Hal tersebut di pertegas oleh Ferdi
Tanoni.Senator dari Partai Hijau di parlemen Australia, Rachel Siewert, juga
mengkonfirmasi hal itu. Kepada pers ia menyatakan hasil uji laboratorium atas
sampel minyak yang dikirim oleh Ferdi Tanoni dari Timor Barat menunjukkan bahwa
perairan Indonesia telah tercemar tumpahan minyak Montara.
“Tidak
ada keraguan, pencemaran yang mempengaruhi perairan wilayah perairan Indonesia
di Laut Timor berasal dari Montara," katanya sebagaimana dikutip Ferdi
Tanoni. Hasil analisis Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia menunjukkan pencemaran minyak di Laut Timor sudah
mencapai 38,15 persen. Kandungan zat timah hitam dan zat berbahaya lainnya juga
mencapai lebih dari 100 kali dari kadar normal, lalu contoh rumput laut mati
yang diambil dari pesisir Pulau Rote menunjukkan bahwa tumbuhan itu mati akibat
pencemaran minyak mentah. Sejumlah sampel diambil dari wilayah perairan Laut
Timor pada Oktober dan Nopember 2009”.
Menurut
mantan agen imigrasi kedutaan besar Australia,meski kebakaran sudah ditangani,
ternyata minyak terus mengalir. hingga saat ini diperkirakan tidak kurang dari
40 juta liter minyak mentah yang tumpah di laut. gas, kondensat, zat timah
hitam, serta zat-zat kimia berbahaya lainnya pun ikut masuk lautan. Ferdi Tanoni
mengutip pernyataan Yeti Darmayati, peneliti dari Pusat Oseanografi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan tumpahan minyak di perairan sangat
berbahaya bagi kehidupan biota laut dan manusia, gumpalan minyak akan mengurangi kandungan
oksigen dalam air laut dan secara langsung mempengaruhi satwa yang bergantung
pada lautan. Gas, alkana, aspal, zat aromatik, timbel, nikel, aspal resin, dan
lainnya yang terbawa minyak juga berbahaya. salah satu yang paling berbahaya
tapi justru tidak terlalu terlihat adalah polycyclic aromatic hydrocarbon.
"zat ini amat karsinogenik, menyebabkan kanker jika masuk ke tubuh
manusia,".
PTTEP
Australia memang telah berupaya mengatasi tumpahan minyak dan mengurangi
dampaknya. Mereka menggunakan metode boom dan skimmer untuk melokalisasi dan
menyedot minyak mentah. Minyak yang telanjur mengalir disemprot bahan kimia
dispersant. Upaya ini dilakukan di bawah pengawasan Otoritas Keselamatan
Maritim Australia (AMSA),akan tetapi tidak menghentikan pencemarn yang telah
terjadi kata Ferdi Tanoni. Ferdi Tanoni mengatakan bahwa paparan Yeti sama
seperti yang dipaparkan juga oleh DR.Felix Rebhung dari Universitas Nusa
Cendana dan para pakar lingkungan di Australia bahwa metode boom dan skimmer
merupakan perlakuan standar saat terjadi tumpahan minyak ke lautan. Minyak
mentah dilokalisasi supaya tidak menyebar, kemudian disedot menggunakan skimmer
untuk dimasukkan lagi ke tangki atau dibawa ke darat dan dipisahkan antara air
dan minyak. Jika masih tersisa, minyak akan dihilangkan secara kimiawi, yaitu
menyemprotnya dengan bahan dispersant.
Bahan
kimia disemprotkan dengan kapal atau helikopter ke gumpalan minyak. Dalam
proses ini, minyak dicacah secara kimiawi sehingga permukaannya mengecil.
Dispersant yang mempunyai berat jenis tinggi kemudian mengikat minyak sehingga
minyak tenggelam dan menjadi sedimen. Minyak tak hilang begitu saja dan justru
mengendap sehingga lebih lama terdegradasi. Ini akan membahayakan biota laut
dan terumbu karang. "Cara ini memang lebih cepat untuk menghilangkan
gumpalan minyak, orang lebih cepat tidak melihat. Tapi dampak tersembunyi
muncul belakangan," kata Ferdi Tanoni.Sebenarnya ada satu metode yang
relatif lebih aman, yaitu dengan memanfaatkan bakteri yang ada di perairan.
Cara ini disebut bioremediasi, yaitu proses remediasi atau pemulihan lingkungan
yang tercemar dengan menggunakan bakteri atau mikroba.
Pada
prinsipnya, mengatakan alam sanggup memperbaiki diri sendiri. Tumpahan minyak
secara alamiah dapat dibersihkan oleh bakteri pengurai, tenaga matahari, dan
gerakan air. namun, jika dalam jumlah yang sangat besar, seperti saat kilang
bocor atau terjadi ledakan sumur minyak, bakteri yang tersedia tidak akan cukup
untuk mengurai minyak yang berlimpah.
Maka salah satu caranya dengan meningkatkan
aktivitas bakteri serta menambah jumlahnya. Mikroba endemik di perairan
Indonesia banyak yang bisa dimanfaatkan untuk proses ini, di antaranya
Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus,
Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter. Setelah terurai,
minyak akan menjadi senyawa CO2 dan H20 yang sudah tidak berbahaya lagi. Meski
lebih murah dan aman, proses itu membutuhkan waktu yang lama. Sejauh ini metode
bioremediasi juga baru dilakukan di skala laboratorium di Indonesia. Di luar
negeri, metode ini sudah banyak digunakan untuk mengatasi pencemaran akibat
minyak di Jepang, Kanada, dan Amerika.
Untuk
itu sudah seharusnya Pemerintah Daerah menjadi lokomotif untuk mengatasi
pencemaran ini dengan mendorong Pemerintah Pemerintah pusat dengan Tim Nasional
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Laut Timor yang selama ini tidak
pernah melakukan penelitian dan investigasi secara ilmiah di Laut Timor
itu,untuk segera melakukan sesuatu sekarang,kata pemerhati masalah laut Timor
Ferdi Tanoni. Tim Nasional yang hanya bisa menduga-duga angka kerugian 510
miliar rupiah kemudian cepat-cepat sodorkan kepada Australia untuk dilakukan
ganti rugi itu adalah merupakan sebuah tindakan yang sangat tidak profesional
dan tidak berdasar sama sekali ini patut dipertanyakan motif dan latar
belakangnya.Jangan hanya mau menghitung uang saja dengan mengorbankan kita yang
terkena dampak di daerah ini.Saya beripikir jernih dan positif saja bahwa
sekiranya uang tuntutan ganti rugi 510 miliar itu bukan untuk dijadikan sebuah
proyek baru lagi disini,kata Ferdi Tanoni.
Pemerintah
Provinsi NTT diminta untuk tidak harus mengikuti kesalahan dan kecerobohan yang
dipertontonkan oleh Tim Nasional ini dan menolak hitungan angka ganti rugi yang
diumumkan Tim Nasional tersebut karena tidak berdasar sama sekali,akan tetapi
mulai melakukan sesuatu yang jauh lebih penting demi masa depan laut Timor dan
seluruh perairan di NTT yang sudah tercemar akibat semburan minyak Montara yang
sangat dahsyat ini.
Berikut
beberapa kasus yang terjadi di beberapa Negara akibat dari bocornya kilang
minyak dan menimbulkan dampak bagi lingkungan di sekitarnya.
1944 Cleveland Ohio, Amerika Serikat
|
Di kilang
peak-showing, sebuah tangki bocor dan menumpahkan isinya ke jalan raya dan
masuk kedalam saluran pembuangan. Ledakan dan kebakaran yang dihasilkan
membunuh 128 orang. Tanki tersebut terbuat dari alloy baja yang memiliki
kandungan nikel rendah, yang membuat alloy tersebut gampang pecah (getas)
jika bersentuhan dengan LNG yang teramat dingin.
|
1964 Arzew,
Aljazair
|
Ketika
melakukan pemuatan LNG, kilat menyambar pengatur ventilasi dari Methane
progress dan menayalakan uap yang secara rutin dialirkan melalui system
ventilasi dikapal. Hal ini serupa terjadi juga pada awal 1965 ketika kapal
baru saja bergerak meninggalkan Arzew. Dalam dua kasus tersebut, kobaran api
dapat segera dipadamkan dengan mengalirkan nitrogen melalui sebuah saluran ke
pengatur ventilasi.
|
1965 Tumpahan Jules, Verne, Arzew, Aljazair
|
Cairan LNG
tumpah karena tangki kargo yang terlalu penuh, sehingga menyebabkan timbulnya
retakan pada lapisan penutup tangki dan dek di sekitarnya.
|
1965 Tumpahan Methane Princess
|
Lengan
penguras LNG putus hubungan secara prematur sebelum selang-selang dikeringkan
secara sempurna, yang menyebabkan cairan LNG lolos melalui sebuah katup yang
setengah terbuka dan melewati penadah tetesan, yang terbuat dari bahan
stainless steel, yang diletakkan tepat dibawah lengan. Hal ini menyebabkan
retakan beebentuk bintang muncul diatas lapisan dek meskipun sudah disiram
air laut
|
1969 portland, Oregon, Amerika Serikat
|
Sebuah
ledakan terjadi didalam tangki LNG yang sedang dibangun. Belum ada LNG yang
pernah dimasukan kedalam tangki tersebut. Penyebab kecelakaan adalah
pembuangan saringan dari pipa-pipagas alam yang dihubungkan ke tangki
tersebut. Ini menyebabkan gas alam mengalir ke tangki ketika proses
konstruksi sedang berjalan.
|
1971 La
Spezia, Italia
|
Kecelakaan
ini disebabkan oleh adanya pembebasan gas secara mendadak dimana dua lapis
LNG yang memiliki kepadatan, dan kapasitas panas berbeda tercampur.
Percampuran yang mendadak dua lapisan LNG ini menyebabkan terbebasnya uap
dalam volume sangat besar. Dalam kasus ini, 2.000 ton uap LNG dikuras dari
katup pengaman tangki dan ventilasi
dalam waktu beberapa jam, yang merusakan atap tangki.
|
1972
Montreal, Quebec, Kanada
|
Suatu
aliran balik gas alam dari kompresor ke pipa saluran nitrogen terjadi ketika
kegitan menghilangkan atau mencairkan
bekuan pada fasilitas LNG dan kilang di Montreal East. Katup-katup
saluran nitrogen tidak tertutup setelah kegiatan selesai. Hal ini menyebabkan
kompresor bekerja dengan tekanan yang terlalu kuat dan berlebihan dan gas
alam masuk keruang kontrol (dimana para oprator diijinkan merokok) melalui
suatu terminal nitrogen ledakan pun terjadi ketika seorang oprator menyalan
korek untuk merokok.
|
1973 staten
Island, NY, AS
|
Pada bulan
ebruari 1973, kebakaran terjadi ketika melakukan perbaikan bagian dalam
tangki penyimpanan yang kosong di Staten Island. Akibatnya tekanan didalam
tangki naik dengan sangat cepat sehinnga kubah baja di tangki terangkat dan
kemudian runtuh kedalan tangki, sekaligus membunuh 37 tenaga konstruksi yang
berada didalamnya.
|
1974 Tumpahan Tongkang Massachusetts, AS
|
Setelah
gagal memperoleh pasok tenaga dan penonaktifan otomatis katup-katup pipa
cairan utam, 40 galon LNG bocor ketika sedang dimuatkan ke sebuah tongkang.
Bocoran LNG berasal dari katup bulat pembersih nitrogen yang berukuran satu
inci pada header cairan di kapal, yang menyebabkan beberapa retakan pada
lapisan dek.
|
1977
Tumpahan Aquarius, Bontang Indonesia
|
Selama
pengisian sebuah tangki kargo, LNG mengalir hingga ujung ventilasi yang
mengisikan LNG ke tangki. Kecelakaan
ini mungkin ini disebabkan oleh munculnya persoalan pada sistem pengukur
volume cairan. Alarm untuk Volume cairan yang terlalu besar berada pada
posisi yang pas untuk menghalangi alarm gangguan.
|
1978 Das
Island, UEA.
|
Sebuah
kecelakaan terjadi karena kegagalan dalam menyambung pipa bagian bawah dari
tangki LNG. Tangki tersebut memilki dinding ganda (baja nikel 9% pada dinding
bagian dalam dan baja karbon untuk dinding luar), uap dari lapisan luar
tangki membentuk sebuah awan besar yang “lebih berat dari udara” yang tidak
menyala.
|
1979
Tumpahan Mostafa Ben Bouliad, AS
|
Ketika
menguras kargo di Cove Point, Maryland, sebuah katup perikasa dalam sistem
pipa kapal gagal mengalirkan sejumlah kecil LNG yang mengakibatkan timbulnya
retakan-retakan kecil pada pelapis dek.
|
1983
Bontang, Indonesia
|
Sebua
kebocoran kilang LNG terjadi karena tekanan yang lebih dari piranti penukar
panas yang disebabkan oleh katup yang tertutup pada saluran dorong bagian
bawah. Penukar panas tersebut dirancang untuk beroprasi pada 25,5 psig.
Ketika tekanan gas mencapai 500 psig, piranti ini gagal dan ledakan pun
terjadi.
|
1987
Mercury, Nevada, AS
|
Pada bulan
Agustus 1987, kebakaran awan uap LNG terjadi dilapangan uji milik
departemen Energi AS di Nevada ketika
dilakukan percobaan berskala besar menyangkut tumpahan LNG. Awan tersebut
secara tidak sengaja menyala dan merusak sekaligus melontarkan isolasi pipa
poliuretan keluar dari pagar.
|
2003
Bintulu, Malaysia
|
Kebakaran
besar terjadi dalam sitem penyedot dari turbin gas propane di train pertama
(tarain nomor 7) proyek MNLG Tiga di kompleks LNG petronas.
|
2004
Skikda, Aljazair
|
Sebuah
pendidih uap yang merupakan bagian dari kilang produksi LNG meledak, dan
selanjutnya memicu ledakan awan uap
besar yang disertai kebakaran. Ledakan dan kebakaran tersebut menghancurkan
sebagian fasilitas LNG dan menyebabkan 27 kematian, 74 luka berat, dan kerugian material di
kawasan yang berada diluar batas kilang.
|
2004
Ghislenghien, Belgia
|
Saluran
pipa yang membawa gas alam dari pelabuhan Zeebrugge, Belgia ke bagian utara
Prancis meledak, dan menyebabkan 23 orang meninggal dunia. Penyebab
kecelakaan tersebut masih dalam penyelidikan, tetapi kemungkinan adalah bahwa
kontraktor secara tidak sengaja merusakan pipa.
|
2004
Trinidad dan Tobago
|
Pada bulan
juni 2004, para pekerja dievakuasi setelah sebuah turbin gas di Train 3 fasilitas
LNG Atlantic (Trinidad dan Tobago) meledak.
|
2005
Distric Heights, Maryland, AS
|
Sebuah
kajian atas sponsor Washington Gas Company yang diluncurkan pada bulan juli
2005 menyebutkan bahwa perbedaan kecil ditingkat molecular dalam LNG yang
diimpor, mulai digunakan pelayanannya pada Agustus 2003, sebagai penyebab
timbulnya ledakan sebuah rumah pada bulan maret 2003.
|
2005
Nigeria
|
Saluran
pipa LNG bawah tanah berukuran 28 inci meledak di Nigeria dan mengakibatkan
kebakaran yang menyebar hingga 27 kilometer persegi.
|
Sumber:
bulletin La’o Hamutuk hal.109-11
BAB
IV
DAMPAK
GEOSTRATEGI CELAH TIMOR TERHADAP HUBUNGAN KERJASAMA TIMOR LESTE-AUSTRALIA
A.
Dampak Ekspoitasi dan
Eksplorasi di Celah Timor
Celah
timor yang berada di kawasan laut timor merupakan salah satu aset Negara bagi
kemajuan perekonomian Negara tersebut. Secara geostrategi celah timor yang
berdekatan dengan Australia memberikan kesempatan bagi kedua Negara untuk
melakukan hubungan kerjasama dalam bidang perekonomian. Minyak dan gas alam
yang berada di celah timor dalam perjanjian sementara yang di sepakati oleh
Indonesia dan Australia pada saat itu dibagi kedalam tiga bagian atau zona,
yaitu zona A, zona B, dan C. dalam pembagian tiga kawasan tersebut Indonesia
dan Australia menyebutnya sebagai kawasan yang diolah bersama.
B.
Peranan Geostrategi Celah
Timor terhadap Hubungan Kerjasama Timor Leste- Australia
Letak
geostrategi suatu wilayah mempengaruhi interaksi atau hubungan kerjasama antara
negara yang satu dengan negara lain yang berdekatan dan tentunya memiliki
potensi untuk melakukan hubungan bilateral. Timor Leste secara geostrategi
memililiki wilayah yang sangat strategis untuk melakukan hubungan kerjasama
dengan Australia.
Penemuan
minyak dan gas alam atau emas seringkali dianggap sebagai akhir dari persoalan
ekonomi. Kenyataannya bagi banyak negara minyak, gas dan kekayaan mineral
justru menjadi kutukan daripada rahmat. Banyak studi membuktikan bahwa
dibandingkan dengan Negara-negara serupa yang memiliki sedikit sumber daya
alam, negara-negara kaya sumber daya alam justru banyak menghadapi masalah,
seperti: rendahnya pertumbuhan ekonomi, kurang demokratis, dan rawan terhadap
konflik kekerasan. Disamping itu sector ekonomi non-sumber daya alam biasanya
tidak berkembang seiring dengan sector sumber daya alam, sehingga ketika sumber
daya alam terkuras habis, kekayaan yang dihasilkannya juga berhenti.
Ada
sejumlah alasan untuk “paradox kelimpahan”ini satu hal adalah dengan sector
sumber daya alam besar, maka sumber daya yang minim difokuskan untuk ekstraksi
sumber daya alam itu, dan derasnya pemasukan devisa justru mendorong kenaikan
harga-harga. dampaknya sektor ekspor lain seperti manufaktur menjadi kurang
kompetitif. Alasan lain yang menyebabkan Negara-negara kaya sumber daya alam
tertinggal bahwa “uang gratis” telah menciptakan insentif yang berkebalikan
(perverse incentives).
Orang-orang
yang punya kesempatan untuk mengamankan bagin dari uang tersebut akan berupaya
mengejarnya ketimbang bekerja keras untuk menciptakan sumber uang yang
sebenarnya lebih produktif dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Terlebih
dalam birokrasi yang kurang berpengalaman dan kekurangan personil, arus masuk
uang dalam jumlah besar dan control yang minim justru akan mendorong korupsi,
menghilangkan tekanan bagi perlunya manejeman yang sehat untuk dana-dana
public, dan menciptakan imbalan bagi pelanggaran aturan hukum.
Sumber
daya minyak dan gas serta mineral juga menyebabkan konflik dan perang. Kita
keduanya dari terjadi di atau negara (aceh, Indonesia atau bougainville, papua
nugini) dan masuknya pendudukan asing (seperti timor leste pada tahun 1975,
papua barat sejak 1963, atau irak). “kutukan sumber daya alam” juga mewujud dalam instabilitas politik dalam
negeri, korupsi, dan konflik antar masyarakat atau ketimpangan ekonomi.[56]
Hingga
sekarang timor leste belum menderita konsekuensi pendapatan minyak dan gas alam
seperti terjadi di Negara-negara lain. Harapanya, pendapatan minyak akan
mendatangkan manfaat bagi generasi bangsa timor leste di masa depan, sepanjang
hasil minyak itu tidak dicuri dan diselewengkan. Namun pendapatan minyak ini
juga belum memberikan perbaikan pada kehidupan Negara sekarang.
Pengalaman
Negara-negara lain yang terkena “kutukan sumber daya alam” seharusnya
memberikan peringatan pada kita, agar tidak berfikir bahwa minyak akan secara
ajaib memecahkan masalah tantangan pembangunan. Timor Leste tidak boleh berpuas
diri hanya dengan menerima pembayaran atas sumber daya alam yang dikuras dari
tanah kita. Seluruh kebijakan pembangunan, dan teristimewa kebijakan yang
terkait dengan ekspoitasi minyak, haruslah ditunjukkan untuk mengembangkan
ekonomi dalam negeri dengan basis produktif yang lebih terdiversifikasi.
Sejalan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan yang lebih luas
seperti sudah dijelaskan sebelumnya.
Meskipun
hampir semua politisi dan warga Negara timor leste menginginkan kilang Sunrise
LNG ditempatkan di daratan , tampaknya keinginan itu tak akan menjadi
kenyataan. gas akan tetap dialirkan melalui pipa ke Australia atau diproses
dilaut. Bahkan kalau ini yang terjadi, hampir semua rekomendasi yang dan
informasi yang di bahas dalam laporan ini masih tetap penting dan relevan.
Hasil laporan ini bisa diterapkan di proyek industry besar, dan ditiap
aktivitas perminyakan di daratan. Timor Leste masih memerlukan kebijakan yang
praktis, realistis, dan berpandangan ke depan. Termasuk membtuhkan mekanisme
untuk membangun ekonomi, mengamankan lingkungan, dan melindungi hak-hak rakyat
kita dari proyek atau industri, serta apapun yang membawa peluang dan resiko
yang di bahas laporan ini dalam kaitannya dengan gas alam Sunrise.
Greater
Sunrise merupakan sumber daya minyak dan gas di Laut Timor telah menjadi
sengketa lebih dari tiga dekade, sejak masa penjajahan Portugis. Banyak pihak
turut memainkan peran dalam proses Laut Timor, seperti perusahaan-prusahaan
minyak internasional dan Negara-negara asing.
Greater
Sunrise yang mencakup Ladang Sunrise dan Troubadour, ditemukan pada tahun 1974.
Ia merupakan ladang terbesar didaerah yang diklaim oleh Timor Leste maupun
Australia, diperkirakan mengandung 300 juta barel light oil (kondensat dan LPG)
dan 8,3 triliun kaki kubik (tcf) , sekitar seperlima wilayah Greater Sunrise
berada dalam daerah pengembangan Minyak Bersama yang dibentuk melalui
perjanjian Laut Timor pada tahun 2002 dan dibawah administrasi Timor
Leste/Australia, otoritas khusus untuk Laut Timor (Timor Sea designated
Authority/TSDA), sementara sisanya berada di wilayah yang dikalimoleh kedua
Negara dan dikuasai oleh Australia, meskipun semuanya lebih dekat ke wilayah
Timor Leste.
Woodside
Petroleum telah mengeksplorasi ladang Greater Sunrise sejak sebelum Indonesia
mencaplok Timor Leste pada tahun 1975. Persyaratan kontark mereka dengan
Australia dan TSDA dinegosiasikan dengan Australia dan Indonesia pada
pertengahan 1990-an, tanpa keterlibatan Timor Leste. Dalam Annex F perjanjian
Laut Timor tahun 2002, Timor Leste sepakat untuk melanjutkan
persyaratan-persyaratan tersebut, dan
perjanjian-perjajian CMTAS dan IUA yang diratifikasi pada tahun 2006
menyediakan kepastian hukumdan fiscal bahwa Woodside dan mitra-mitranya wajib
melanjutkan pengembangan. Meskipun Woodside merupakan oprator ladang Greater
Sunrise, ia hanya memilki 33,4% proyek yang disatukan, sedangkan saham lainnya
dipegang oleh ConocoPhilips (30%), Shell (25, 56%) and Osaka Gas (10%).
Sesuai
dengan perjannjian Laut Timor tahun 2002, International Unitization Agreement
(IUA) tahun 2003 dan perjanjian atas kesepakatan Maritim Khusus (Treaty on
Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea/CMTAS) tahun 2006, Timor Leste
dan Autralia masing-masing akan menerima 50 % pendapatan hilir dari ladang
Greaater Sunrise, tetapi kemana gas akan dialirkan untuk pengolahan hilir
(pencairan/liquefaction) yang masih belum diputuskan.
Harga
minyak dalam jangka panjang sulit diramal, tetapi diperkirakan bahwa pemerintah Timor Leste dapat menerima
U$$10-16 miliar secara keseluruhan dari gas alam ladang
Greater Sunrise dalam 40 tahun mendatang. Australia akan menerima jumlah
yang sama atau lebih. Meskipun ladang Sunrise telah ditemukan beberapa dekade
silam, penegembangannya baru dimulai
beberapa tahun belakangan ini karena sengketa perbatasan.
Dari
pembahasan di atas dapat di lihat bagaimana peranan geostrategi Celah Timor terhadap hubungan
kerjasama Timor Leste-Australia melalui hasil minyak dan Gas alam yang berada
di Celah Timor.
\
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN-SARAN
A.
KESIMPULAN
Celah
Timor yang merupakan salah kawasan minyak dan gas alam yang berada di Laut
Timor memiliki potensi untuk membangun kembali perekonomian Timor Leste pasca
lepasnya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Setelah
mengalami masa transisi dalam kontrol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Timor
Leste akhirnya memperoleh kemerdekaan secara penuh dan mendapatkan pengakuan
secara internasional.
Dalam
kaitannya dengan hubungan kerjasama Timor Leste dengan Australia pasca lepasnya
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya merupakan salah satu aset
besar untuk memperbaiki perekonomianya. Perjanjian Celah Timor pun telah
diratifikasi oleh kedua Negara pada tahun 2008 yang sudah membahas mengenai
bagi hasi dari beberapa kilang minyak yang besar di Timor Leste dan sedang
beroprasi. Kilang minyak tersebut antara lain, Graeter sunrise dan Bayu-Undan
serta Woodside yang dalam satu kali produksi bisa menghasilkan bertriliuan
minyak dan gas bumi.
Adapun
kawasan daerah pengembangan perminyakan bersama (JPDA) yang berada di wilayah
Laut Timor antara Timor Leste dan Australia yang pertama kali pada tahun 1989
dalam perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty) sebagai Zona kerjasama Areal A, dan dikukuhkan ulang dengan
perjanjian Laut Timor (Timor Sea Treaty) pada tahun 2002. wilayah ini sekarang
dikembangkan secara bersama-sama oleh timor leste dan Australia, dengan timor
leste menerima 90% untuk pendapatan Pemerintah dari produk Hulu. JPDA ini
meliputi ladang minyan dan gas Bayu –Undan
dan Elang-kakatua, dan sekitar 20% dari ladang Greater Sunrise.
Adapun
dalam penyelesain sengketa lahan minyak dan alam yang pernah terjadi antara Indonesia,
Australia dan timor leste telah dibuatkan kesepakatan untuk meninjau kembali
hasil perjanjian celah timor tersebut. perjanjian celah timor telah
diratifikasi oleh timor leste pada tahun 2002. Hal tersebut membuka peluang
yang besar bagi investor-investor negara asing untuk menanamkan modalnya di
timor leste. Apalagi celah timor merupakan salah satu kawasan yang masuk dalam
kelima peringkat negara-negara yang memiliki cadangan minyak dan gas alam yang
sejajar dengan negara-negara penghasil minyak di timur tengah.
Dari
hasil minyak dan gas alam yang tertanam di dalam bumi timor leste tentunya
memberikan kesempatan kepada timor leste untuk bangun dari keterpurukan ekonomi
pada tahun 1999 sejak lepas dari negara kesatuan republik indonesia. Saat ini
timor teste telah membangun dan mengembangkan semua potensi yang berada di laut
timor untuk membangun lini-lini kehidupan baik dari segi ekonomi, politik,
budaya sosial dan pemerintahanya.
Dengan
adanya hasil di celah timor kedepanya timor leste akan menunjukan bagaimana
kepentingan nasional negaranya dalam hal ini minyak dan gas alam dapat
memnpengaruhi nengara-negara lain untuk melakukan kontrak kerjasama, baik
bentuk kersama dalam bentuk apaun yang saling menguntungkan hubungan bilateral
kedua Negara tersebut. Dalam hal ini bagaimana pengaruh geostrategic Celah
Timor mempengaruhi hubungan kerjasama antar Timor Leste dan Australi yang
mengalami kedkatan secara batas wilayah tentunya lebih mudah untuk membagun
hubungan kersama yang lebu erat diatara bkedua Negara tersebut.
Setelah
melalui perdebatan yang panjang akhirnya bisa menyelesaikan persengketaan di
Celah Timor dengan memberikan kesempatan kepada Timor Leste untuk membangun
kembali Negaranya dengan melakukan hubungan bilateral dengan Negara lain, dalam
hal ini Australia melaui potensi minyak dan gas alam yang berada di Celah
Timor.
Dari
data-data yang didapat oleh penulis sumber minyak dan gas alam di Timor Leste
memiliki nilai ekonomis untuk memperbaiki kondisi perekonomian Timor Leste
pasca kemerdekaannya. Dari APBN (Anggaran Pembelajaan Negara) yang jika
dihitung dalam kurs dolar maka Negara Timor Leste sudah masuk dalam kategori
Negara yang maju dalam perekonomianya berkat sumbangan dari minyak dan gas alam
di Celah Timor.
B.
SARAN-SARAN
Berdasarkan
keadaaan yang ada di Celah Timor, maka diberikan saran sebagai berikut:
- Kepada Pemerintah Australia untuk mengevaluasi hasil
bagi minyak yang selama ini tidak merata. Sehingga mengakibatkan perang
dingin diatara kedua Negara. hasil evaluasi ini dapat dijadikan pedoman
oleh Pemerintah Australia untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di
masa yang akan datang.
- Kepada pemerintah Australia disarankan untuk menjaga
hasil perundingan mengenai kesepakatan Celah Timor yang baru dalam
membangun hubungan bilateral yang lebih harmonis antar kedua Negara.
- Kepada Pemerintah Timor Leste agar lebih memajukan
perekonomianya dengan mengolah hasil minyak dan gas alam untuk kepetingan
dalam negerinya serta mencapai kepentingan nasionalnya.
Penulis
: Drs.Simon Arnold julian Jacob
[1] Marcel Hendrapati, Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa
No.13/tahunXI/Januari-Maret 2003, hal.416
[2]
Ibid,.
[3]Ferdy Tanoni, Skandal Laut
Timor”Sebuah Barter Politik-Ekonomi
Canberra-Jakarta, Yayasan Peduli Timor Barat, Kupang, 2008, Hal.2
[4] Ibid,.
[5] Ibid, Hal, 2-3
[6] Op.cit, Hal.34
[7] Op.cit
[8] Ibid
[9] ibid
[10] Loc.cit,Hal.34-35
[11] Ibid.,
[12] Ibid
[13] Ibid, Hal.54
[14] Loc cit.
[15]
Ibid, Hal.55
[16] Ibid, Hal.58
[17] Ibid, Hal 33
[18] Marcel Hendrapati, Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa No.13/tahunXI/Januari-Maret
2003, hal.420
[19] Ibid, Hal.428
[20] Walter S. Jones, Logika Hubungan
Internasional:Kekuasaan,Ekonomi-Politik Internasioanal, dan Tatanan Dunia 2, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal. 484
[21] Ibid.,
[22] Ibid
[23]
Teuku May Rudy, Studi
Strategis:Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika
Aditama, Bandung, 2002, hal. 114
[24] Ibid, Hal.116
[25] Andi Nurditha E 131 06
620, Skripsi: Peranan PBB Dalam
Penyelesaian Status Kewarganegaraan Rakyat Timor Timur Dari Negara Indonesia, 2001,
Hal. 6
[26] Theodore A. Couloumbis,
James H. Wolfe, Pengantar Hubungan
Internasional:Keadilan dan Power, edisi ketiga, Percetakan Abardin,
Bandung, 1990, Hal. 114
[27] Sri Hayati, Ahmad Yani, Geografi Politik, Refika Aditama, Bandung,
2007, Hal. 64
[28] Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan
metodologi, cetakan kedua, LP3ES, Jakarta, hal. 141
[29] N. Daldjoeni, Dasar-Dasar Geografi Politik, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1991,Hal.53
[30] Sri Hayati, Ahmad Yani, Geografi Politik, Refika Aditama, Bandung,
2007, Hal. 10
[31] Skripsi Nurjannah
Adullah, E13107059, 2011. Analisis
Kebijakan Ekonomi China di Greater Mekong sub-region (GMS), hal. 18
[32] Arnolds Wolfers, dalam Robert L. Pfatzgraff,
Jr dan James E. Dougherty : Contending
Theories in International Relations, JB. Lippncot CO, New York : 1971
[33] K.J. Holsti, dalam Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya
University Press, Jakarta : 1999, Hal. 63
[35] Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans.
J. Morgenthau Dalam studi Politik dan
HI, hal. 56
[36]
Nasrun Mappa, 1990, Hubungan Indonesia dengan Negara-negara Pasifik Selatan, Masalah dan
Prospek, Ujung Pandang : Universitas Hasanuddin, hal. 3
[37]
T.May Rudy, S.H., MIR,. M.sc. ,2003, Hubungan
Internasional kontemporer dan Masalah-masalah Global, hal. 92
[38] Sri Hayati, Ahmad Yani,Geografi Politik, refika aditama,Bandung:2007,
Hal.64
[39] Ferdi Tanoni, skandal laut
timor:sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor
barat,kupang:2008, Hal.51-52
[40] Nasution, Dahlan. Politik Internasional: Konsep
dan Teori. Erlangga. Jakarta: 1991. hal. 6-7
[41] Safri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Sebuah Analisis
Teoritis dan Uraian Tentang
Pelaksanaannya, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1989, hal. 77
[42] J, Salusu, Makalah Untuk Dialog Perdamaian
Dunia, HIMAHI, Ujung Pandang, 25 Oktober 1988, hal. 7
[43]
Santhi Septiani Arifin. E13103021. Dampak Pembanguan Militer CINA Terhadap Stabilitas
Kawasan Asia Tenggara. 2007
[44] Skripsi Nurjannah Adullah, E13107059,
2011. Analisis Kebijakan Ekonomi China di
Greater Mekong sub-region (GMS)
[45] Sri Hayati, Ahmad Yani,Geografi Politik, refika aditama,Bandung:2007, Hal.165
[46]
Andi Muh. Hamka, E131 09 038, “Dampak
Kebijakan Pakistan Tentang Terorisme Pasca 11 September 2001 Terhadap Politik
Luar Negeri Amerika di Kawasan Asia Selatan”, 2004
[47] Institut Pemantau dan
Analisis Pembangunan di Timor Leste
[48] Ferdi
Tanoni, skandal laut timor: sebuah
barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor
barat,kupang:2008. Hal.124
[49] Ferdi Tanoni, skandal laut
timor: sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor
barat,kupang:2008. Hal.124-125
[50] Ferdi Tanoni, skandal laut
timor: sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor
barat,kupang:2008. Hal .88
[51] Majalah Ilmiah Hukum
Amanna Gappa No.13/Tahun XI/Januari-Maret 2003, hal.425
[52] Ibid, 2008, hal.91-92
[53] di hitung oleh La’o
Hamutuk berasarkan informasi penjualan
dan pajak dalam
laporan Woodside pada bursa
saham Australia (Australian Stock Exchange). Lihat
http://www.laohamutuk.org/Oil/Boundari/laminaria
revenues.htm
[54] Sinar harapan, 8 Mei 2002
[55] Loc. Cit hal. 16
[56] CD-ROM Oil/Web La’o
Hamutuk berisi banyak artikel, analisis dan riwayat kasus tentang contoh-contoh
berbeda, serta manfestasi dari kutukan sumberdaya Alam.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.