alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Selasa, 31 Maret 2015

SEJARAH PERJANJIAN MEMBAGI KEUNTUNGAN DARI CELAH TIMOR ANTARA AUSTRALIA DENGAN INDONESIA

Sejarah Perjanjian Membagi Keuntungan dari Celah Timor Antara Australia dengan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Celah Timor merupakan salah satu kawasan yang terletak di laut timor  menyimpan deposit minyak dan gas alam. Kawasan celah timor juga merupakan  sebuah blok perairan yang terletak di Laut Timor sepanjang garis batas pulau Timor Australia. Celah itu di bagi kedalam tiga blok yaitu,( A, B, dan  C). potensi kandungan minyak mentah/petroleum yang terdapat di celah tersebut diperkirakan bisa  mencapai angka minimal 5 milliar barel dan di taksir termasuk salah satu dari 23 lapangan minyak terbesar di dunia. Angka 5 milyar barel minyak mentah ini hanya di wilayah celah Timor belum di seluruh Laut Timor yang diperkirakan potensinya mencapai lebih dari 10 milyar barel minyak mentah.

Minyak dan gas alam yang terletak di celah timor di kelilingi oleh laut Timor yang merupakan perpanjangan dari samudra Hindia yang terletak di antara pulau Timor yang kini terbagi antara Indonesia di bagian barat, Timor Timur di bagian Timur dan Australia Utara (Northern Territory)  di sebelah utara. Di bagian Timur, laut Timor berbatasan dengan laut Arafura yang secara teknis merupakan perpanjangan dari samudra Pasifik. Laut Timor memiki dua teluk kecil di pesisir utara Australia, yakni Teluk Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Darwin yang terletak di Australia berada di tepian laut yang berbatasan langsung dengan Laut Timor.
Laut Timor memiliki luas sekitar 480 km persegi, meliputi wilayah sekitar 610.000 km, dengan titik terdalam adalah palung Timor. Di bagian utara, kedalaman Laut Timor mencapai sekitar 3.300 m dan bagian yang lebih dangkal rata-rata mempunyai kedalaman kurang dari 200 m. wilayah ini merupakan tempat utama munculnya badai tropis dan topan.

Pasca Timor-Timur sebagai Propinsi Republik Indonesia yang ke-27 menjadi negara merdeka dan berdaulat terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan hasil jajak pendapat, celah Timor menjadi masalah baru. Perjanjian Celah Timor atau disebut pula “Timor Gap Treaty” antara Indonesia dan Australia yang di anggap sebagai perjanjian landas kontinen di Laut Timor antara kedua negara. Penetapan garis batas  landas kontinen di Laut Arafura dan daerah utara irian jaya tahun 1971, dan kemudian disusul lagi dengan persetujuan Republik Indonesia dan Australia mengenai batas landas kontinen di selatan pulau Tanimbar dan Pulau Timor yang ditandatangani tahun 1973.[1]

Perjanjian Celah Timor bukanlah merupakan perjanjian garis batas landas kontinen, melainkan suatu perjanjian yang bersifat sementara yang mengatur kerjasama pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang terdapat disebagian dasar laut dan tanah di bawahnya di laut timor. Pengaturan kerjasama pengelolaan antara kedua negara bersifat sementara karena kedua negara belum berhasil mencapai kesepakatan mengenai garis batas landas kontinen yang tumpang tindih di sebagian laut timor pada tahun 1971 sehingga untuk menghindari timbulnya konflik kedua negara mencari jalan keluar dengan menyepakati perjanjian yang bersifat sementara.[2]

Australia mengklaim luas wilayahnya sampai ke sumbu bathymetric (garis kedalamam punggung laut terbesar) si palung Timor. Klaim Australia ini tidak pernah di setujui oleh Timor Portugis karena tetap berpendirian bahwa batas dasar Laut Timor dan Australia harus ditentukan dengan menggunakan garis tengah (median line)  untuk membagi kedua wilayah tersebut. [3]
Namun Indonesia dan Australia menyepakati sebuah  perjanjian penetapan batas-batas dasar laut tertentu pada tahun 1971 dan dilanjutkan pada tahun 1972 dimana indonesia mengakui klaim Australia tersebut. Pada tahun 1976, Timor-Timor secara resmi menjadi bagian dari Negara kesatuan Republik Indonesia sehingga memungkinkan Australia memperkuat posisi klaimmya yang dilegitimasi melalui penandatanganan perjanjian kerjasama Indonesia-Australia di Celah Timor pada tahun 1989.[4]

Pada masa penjajahan dulu, Pulau Timor di bagi menjadi dua wilayah jajahan yakni Pulau Timor bagian barat (yang sekarang adalah  bagian dari negara kesatuan republik indonesia) merupakan wilayah jajahan Belanda. Sementara Pulau Timort bagiaN Timur/Timor Timur (sekarang menjadi negara berdaulat dengan nama Republik Democratik Timor Leste) merupakan wilayah jajahan Portugal selama 400 tahuh lamanya.[5] Dengan lepasnya wilayah Timor Leste dengan sendirinya mengugurkan perjanjian Celah Timor yang disepakati Antara Indonesia-Australia ketika Timor Leste masih berada dalam wilayah Kesatuan Republik indonesia. 

Menteri Luar Negeri Australia, William McMahon pada bulan oktober 1970 menjelaskan tentang Palung Timor sebagai suatu Celah besar yang dalam dan memanjang dari arah timur sampai barat dan relatif lebih dekat dengan pesisir Austarlia Utara. Panjangnya lebih dari 550 mil kelaut dan lebarnya rata-rata 40 mil, dasar laut pada kedua permukaan yang berhadapan miring hingga mencapai kedalaman lebih dari 10.000 kaki.[6]  

Pentingnya Celah Timor bagi interpretasi kedua ini tersimpan dalam pengembangan  dari apa yang di sebut oleh McMahon sebagai “batas alam (Unmitakeably Morphological)” yang menjadi dasar klaim Australia atas daerah ini yakni Celah Timor memisahkan landas kontinen antara Australia dan Timor. Tegasnya ada dua landas kontinen yang jelas berbeda memisahkan kedua pesisir yang berhadapan.[7] Bagi pemerintah Australia, Celah Timor menjadi pemisah kedua Landas Kontinen yang sempit memanjang  dari Timor dan sebuah Landas Kontinen yang lebih lebar memanjang dari garis pantai Australia ke dasar Celah Timor.[8] Pada kenyataanya, pendapat di atas tidak ada yang benar sama sekali karena Celah Timor tidak memisahkan dua Landas Kontinen. Yang benar, Timor dan Australia berada dalam satu Landas Kontinen yang disebut Landasan Kontinen Australia.[9] 

Mengingat Konvensi Jenewa pada tahun 1985 tidak secara eksplisit menetapkan suatu situasi dimana ada dua Landas Kontinen, maka pemerintah Australia berpendapat bahwa keadaan khusus seperti disebutkan pada pasal 6.1 yang digunakan, sedangkan ketentuan garis tengah (median line) yang jatuh di belakang Celah Timor bisa dipakai untuk menentukan batas antara dua pesisir negara. Tidak adanya persetujuan negara antara mereka dianggap tidak tepat kerena tidak ada wilayah yang sama untuk menentukan batas-batasnya.[10]

Pandangan ini dikemas pada Garis Mackay atau Garis Hijau. Garis ini dinamakan sesuai dengan nama salah satu pejabat pada Departemen Pembangunan Nasional Australia. Garis itu mengikuti kemiringan kaki Landas Kontinen Australia dan meskipun lokasinya yang persis sulit ditunjukk, akan tetapi diyakini mengikuti Celah Timor yang terletak  antara 11” lintang Selatan  dan 8” Lintang Selatan. Australia melihat madalah penetapan batas-batas  dasar laut sebagai masalah yang bersifat sangat segera dan mendesak.[11]

Hal ini didasari dugaan awal bahwa terdapat cadangan hidrokarbon yang sangat besar di Laut berbagai klaim tentang Landas Kontinen. Australia terus berusaha untuk menguasai dasar Laut Timor seluas mungkin guna memperoleh penetapan batas-batas wilayah di Laut Timor sesuai keinginannya, maka sebagai langkah awal Pemerintah Australia mengambil sikap untuk merundingkan penetapan wilayah yang menguntungkannya dengan pemerintahan indonesia.[12]  Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas maka penulis tertarik membahas masalah tersebut dengan judul “Pengaruh Geostrategi Celah Timor terhadap Hubungan Kerjasama Timor Leste Australia”
B.   Batasan dan Rumusan Masalah
Pasca lepasnya Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,  Celah Timor menjadi salah satu masalah yang harus segera diselesaikan oleh Negara baru tersebut. Celah Timor menjadi kawasan minyak yang  dilirik oleh Australia. Sebelum ada perjanjian baru yang menetapkan  eksploitasi dan eksplorasi Celah Timor yang akan dilakukan oleh Australia dan Timor Leste maka Australia menaati hukum laut internasional  yang berlaku yakni garis tengah (median line).

Celah Timor yang terletak di Laut Timor merupakan garis batas antara Timor Timur dan Australia dinyatakan sebagai kawasan “abu-abu” (gray area) .belakangan ini muncul saling klaim atas kawasan tersebut antara Timor Timur dan Australia. Kini kedua Negara tersebut terus bernegosiasi dan menyepakati mengenai pengelolaan kawasan yang kaya minyak tersebut.[13]  Gugusan pulau pasir, garis tengah perairan Laut Timor, dan berdirinya Negara Timor Timur adalah tiga faktor terpisah, tetapi ketiganya secara bersama maupun masing-masing menjadi dasar untuk mengkaji kembali garis batas permanen Indonesia-Australia dan Timor Timur sesuai hukum internasional.[14]

Pada awal  tahun 1970-an,saat akhir Portugis berkuasa telah dilaporkan sejumlah perusahaan minyak telah melakukan eksplorasi skala kecil di lepas pantai bagian selatan Timor Portugis. Setelah Timor Timur menjadi bagian dari wilayah Indonesia, Australia dan Indonesia mengadakan  negosiasi batas-batas dasar laut tanpa mengindahkan penolakan Portugis. Portugis saat itu berpendirian bahwa dasar laut hendaknya sesuai dasar garis tengah antara pulau Timor dan Australia. Namun Australia dan Iandonesia menandatangani kesepakatan tersebut dengan menetapkan batas-batas tertentu di dasar laut pada tahun 1972. Dasar perjanjian itu adalah prinsip Landas Kontinen yang menurut Indonesia dan Australia bahwa sebagian besar wilayah Laut Timor adalah terusan alamiah daratan Australia. Padahal argumentasi yang dikemukakan tersebut tidak dapat dibuktikan secara teknis dari segi ilmiah.[15]

Isi dari Perjanjian Celah Timor Indonesia-Australia antara lain menegaskan;
Perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty) yang telah disepakati  Indonesia-Australia   tersebut hanyalah merupakan pengaturan sementara yang bersifat praktis yang memungkinkan dimanfaatkan potensi sumber daya minyak dan gas bumi tanpa harus menunggu tercapainya kesepakatan mengenai batas landas Kontinen yang akan terus diupayakan. Dengan demikian perjanjian ini bukan merupakan perjanjian untuk menetapkan batas  Landas Kontinen kedua Negara. Akan tetapi dalam prakteknya Canberra selalu saja bertindak semaunya di Laut Timor dan Jakarta hanya membisu saja”  [16]

Australia mengembangkan dua interpretasi terhadap Konvensi jenewa tahun 1958 tentang hukum laut. Pasal 6.1 konvensi itu menyatakan;
  “Penentuan batas-batas internasional, wilayah dari dua, atau lebih negara yang berdekatan berada di landas kontinen yang sama, pesisirnya berhadapan satu sama lain, maka batas-batas pada landas kontinen yang menjadi bagian dari negara-negara itu ditentukan melalui persetujuan antara mereka jika tidak ada persetujuan maka kecuali kalau batas lain bisa dijustifikasi oleh keadaan-keadaan tertentu, garis perbatasan adalah garis median, setiap titik pada garis itu sama jauhnya dari titik terdekat pada garis dasar dari mana lebar laut wilayah dari setiap negara diukur”[17]

Landas kontinen yang terdapat di Laut Timor yang terletak di sebelah selatan wilayah Timor Timur adalah merupakan Landas Kontinen  yang sama yang terletak di sebelah utara wilayah Australia sehingga bagaimanapun menurut Indonesia penentuan  batas-batas yurisdiksi masing-masing Negara harus didasarkan pada penggunaan median line karena hal ini dapat menjamin rasa keadilan dalam hubungan antara Negara. Sebaliknya Australia beranggapan bahwa Landas kontinennya di sebagian Laut Timor mencapai batas yang dinamakan “bathymetric axis”, yaitu di Timor Trench (jurang Timor) yang terletak di sebelah  selatan  pantai Timor Timur.[18]Perkembangan terkini mengenai Celah Timor dengan Australia telah ditanda tangani Timor Lorosae dan hanya 10 persen saja untuk Australia. Perjanjian tersebut di tanda tangani pada tanggal 5 juli 2001 antara Australia, PBB, dan Timor Lorosae.[19]

Dari isi perjanjian tersebut Australia seharusnya sadar dengan posisinya dalam melihat batas-batas yang telah ditentukan oleh kedua Negara. Dari beberapa klaim yang dilakukan oleh Australia tentunya sangat merugikan Timor Leste yang memiliki celah timor. yang menjadi permasalahan adalah Indonesia yang pada saat itu ikut andil dalam melegalkan klaim yang dilakukan oleh Australia. Setelah timor lepas dari Negara kesatuan republik indonesia tentunya akan menimbulkan kebingungan di Timor Leste. Sebelum melakukan perjanjian Australia dengan bebasnya memasuki kawasan tersebut untuk mel;akukan eksploitasi dan eksplorasi di celah timor. Austaralia, Timor Leste, dan Indonesia tentunya harus bersama-sama menyelesaikan masalah kawasan celah timor di laut timor agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan tidak mengganggu hubungan trilateral yang telah dibangun sejak lama.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, penulis hanya membatasi pertanyaan - pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.Bagaimana dampak eksploitasi dan eksplorasi Laut Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Australia?
2.Bagaimana perananan geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Leste Australia?
C.   Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1)    Tujuan Penelitian
                 Penelitian ini ditujukan  untuk:
a.    Menjelaskan apa yang menjadi faktor pendorong eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas alam di Celah Timor
b.    Menjelaskan bagaimana pengaruh geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Leste Australia
2)    Kegunaan Penelitian
Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini diharapkan:
a.    Dapat dijadikan bahan masukan bagi pihak-pihak ataupun praktisi Ilmu Hubungan Internasional yang berminat dalam mengkaji Negara-negara di Asia Tenggara dengan segala permasalannya khusunya menyangkut pengelolaan minyak dan gas Alam di Celah Timor yang terdapat di dasar Laut Timor.
b.    Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para penentu atau pembuat kebijakan yang terkait, khusunya pemerintah Timor Leste-Australia dalam menyikapi dan mengkaji lebih jauh  perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty), demi kesejahtraan serta mengangkat harkat dan martabat masyarakat dari negeri yang baru Sembilan tahun merdeka.

D.   Kerangka Konseptual
Seperempat abad yang lalu, pertumbuhan ekonomi dunia dianggap dapat terus berlangsung tanpa batas. Hampir tidak ada pemimpin dunia yang memperkirakan habisnya kekayaan alam . guna melanggengkan kekuasaannya, mereka bahkan lebih memikirkan aspek geopolitik lokasi sumber-sumber alam daripada kemungkinan habisnya sumber-sumber tersebut. Tetapi embargo minyak di tahun 1973-1974 yang diikuti politik minyak dunia telah mengubah pikiran itu untuk selamanya.[20]

Saat ini, pemanfaatan sumber mineral telah sampai pada puncaknya, padahal produktivitas  sempat menurun dan kegiatan ekonomi barat berkurang. Bahwa persediaan minyak dunia berkurang  adalah yang sangat wajar karena masyarakat begitu tergantung pada minyak untuk mengisi tangki mobil mereka, menghangatkan udara rumah mereka, dan menjalankan industri-industri yang mempekerjakan mereka. Namun penyusutan minyak , seperti  halnya metal-metal lainya kecuali besi, telah mencapai titik kritis. Dalam jangka panjang penyusutan bahan bakar fosil (minyak, batu bara) itu mungkin bisa digantikan dengan kombinasi energy nuklir, tenaga surya, bahan bakar sintetis, dan energi thermal laut. Namun, banyak elemen dasar dalam proses manufaktur dan proses lainya yang secara sosial penting, tidak bisa digantikan. [21]

Perlu ditekankan bahwa penyusutan  persediaan mineral dunia tidak hanya mengancam perekonomian nasional dan internasional. Persediaan mineral-energi, termasuk minyak tidak merata penyebarannya. Bila Amerika serikat, Cina, dan Uni Soviet kini Rusia yang kaya akan batu bara dan minyak bumi (walaupun hanya Cina yang masih banyak memiliki persediaan minyak), inggris dan Negara-negara Eropa Barat kontinental hanya kaya akan batu bara ( sampai saat ditemukannya minyak di laut utara). Sebaliknya, Jepang sampai era tenaga nuklir sangat tergantung pada sumber-sumber minyak luar negeri. Persediaan logam juga tidak merata di planet ini. Sebagian besar persediaan yang belum terpakai pada saat ini ada di wilayah Negara-negara dunia ketiga. Peningkatan ekspor logam tersebut memang menunjang pembangunan ekonomi mereka. Tapi bila mereka terlalu tergantung padanya, begitu persediaan mereka menipis, ekspor mereka akan lumpuh.[22]

Dari konsekuensi-konsekuensi potensial di atas maka setiap Negara-negara di dunia tentunya harus memperkuat basis kekuatan nasionalnya (National Power) yang dimiliki suatu Negara atau suatu bangsa, baik yang nyata dan jelas terlihat walaupun yang tersimpan sebagai potensi tetapi siap-siaga untuk digunakan  atau diberdayakan. [23]

Kepentingan Nasional (Nasional Interests)  adalah tujuan –tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara sehubungan dengan hal yang dicita-citakan . dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif dan sama di antara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup kelansungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahtraan. Kedua  hal pokok ini, yaitu keamanan(security) dan kesejahtraan(prosperity), pasti terdapat serta meruupakan dasar dalam merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional setiap negara.[24]
Salah seorang  pemikir studi Ilmu Hubungan Internasional, Hans J. Morgenthau menyatakan:
Strategi diplomasi harus didasarkan kepada kepentingan nasional, bukan pada alasan- alasan moral, legal, ideology yang utopis dan bahkan sangat berbahaya. Kepentingan nasional setiap Negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu Negara atas Negara lain.[25]

Morgenthau menyamakan kepentingan Nasional dengan usaha Negara untuk mengejar Power, dimana power adalah Segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu Negara terhadap Negara lain. Hubungan power dan kontrol bisa dicapai melalui teknik-teknik pemaksaan dan teknik kooperatif.[26] Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nation menyebutkan bahwa power atau kekuatan Negara mempunyai Sembilan unsur, yaitu, geografi, sumber pendapatan alami untuk makanan dan bahan mentah, kemampuan industry, military preperedness yaitu teknologi, kepemimpinan, kuantitas dan kualitas angkatan perang, populasi yang terdiri dari persebaran dan kualitasnya, karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintahan.[27]

Kepentingan nasional dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan  para pembuat keputusan dari suatu Negara merumuskan kebijakan politik luar negerinya. Kepentingan nasional suatu Negara secara khas merupakan unsu-unsur yang membentuk kebutuhan Negara yang paling vital, seperti pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahtraan ekonomi.
Dalam pandangan Morgenthau, kepentingan nasional yakni:
Kemampuan minimum yang inheren dalam konsep kepentingan nasional adalah kelangsungan hidup (survival). Kemampuan minimum Negara bangsa ini, yakni melindungi identitas fisik, politik, dan kulturalnya dari ganguan Negara bangsa lain. Dalam pengertian lebih spesifik, Negara bangsa harus bias mempertahankan integritas teritorialnya, rezim ekonomi-politiknya, serta memelihara norma-norma etnis, religious, linguistik, dan sejarahnya.[28]

Ratzel menyendirikan tiga fakta geografis yang asasi  yang menurut pendapatnya mengaba atau menetukan sifat-sifat  pertumbuhan suatu Negara. Pertama, suatu negara bersifat territorial, artinya meliputi suatu teritorial tertentu; karena itu negara sebagai suatu organisme spatial memilki lokasinya tertentu, yang dapat ditaksir secara fisis maupun geografi politik dalam hubungannya dengan Negara-negara lainnya, sebagai pusat-pusat kekuatan politik.

Kedua, negara itu mencerminkan suatu kelompok pendududuk atau bangsa yang merasakan dirinya tak terpisahkan dari wilayah geografis negaranya, dan yang bertambah jumlahnya terus-menerus mengikuti  proses partumbuhan negaranya.
Ketiga, negara acapkali berkembang didalam batas-batas kerangka alami (natural framework); dari pusatnya yang sempit, negara meluas ke arah luarnya, yang dalam gagasan kemudian melahirkan istilah perbatasan dalam sebutan natural frontiers.[29] 
Ratzel kemudian mempertegas bahwa, kekuatan Negara banyak ditentukan oleh faktor geografis (letak, luas, bentuk, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan hubungan internalnya). Faktor geografis merupakan indikator tumbuh dan berkembangnya kekuatan Negara. Negara merupakan Organic State yang mengalami perkembangan dan pertumbuhan seperti halnya makhluk hidup yang tergantung dari faktor-faktor geografis, karena setiap makhluk hidup membutuhkan ruang hidup dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itu ia harus berjuang untuk mendapatkan dan memperluas ruang hidupnya.[30]
Dari tiga fakta yang diungkapkan oleh Ratzel, maka secara geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi celah timor menjadi salah satu ladang minyak yang dapat dijadikan sumber  energi bagi negara-negara yang membutuhkan energi untuk mendukung kepentingan nasionalnya, Australia secara geografis memiliki kesempatan untuk menguasai celah timor tersebut. Konsep geoekonomi yang perlu dipahami menurut Alexander, Economic Geography is the study of areal variation or the earth’s surface in man’s activities related producing, exchanging, and consuming wealth. yang berarti bahwa geoekonomi adalah studi tentang variasi daerah atau permukaan bumi dalam  kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, pertukaran, dan konsumsi kekayaan.[31]  
Penulis juga menggunaka konsep bilateral untuk melihat bagaimana hubung kersama antara Timor Leste dan Australia yang saling menguntung kedua Negara tersebut. Dalam hal ini pengaruh minyak dan gas alam yang berada di Celah Timor menarik investor asing untuk melakukan eksplorasi terhadap kilang-kilang minyak yang berada di Timor Leste.
E.   Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
            Tipe Penelitian ini bersifat analisis eksplanatif. Analisis eksplanatif digunakan untuk menjelaskan “bagaimana dampak eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas alam di laut timor ? serta menjelaskan “Bagaimana pengaruh geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Leste Australia?
2.     Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan oleh penulis, yaitu data teoritis yang berasal dari  berbagai sumber literatur. Penulis kemudian menganalisis hubungan satu variabel dengan variabel yang lain. Sumber data yang diolah banyak diperoleh melalui telaah pustaka serta internet.
3.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang penulis gunakan  adalah telaah pustaka (Library Research), yaitu pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku, jurnal, artikel-artikel dari majalah dan surat kabar, serta dari situs-situs internet. Data diperoleh dari beberapa tempat seperti perpustakaan maupun wadah-wadah yang terkait, yaitu:
 a. Perpustakaan Fisip UNHAS Makassar.
 b. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin Makassar.
 c. Perpustakaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional.
4. Teknik Analisis data
Data yang berhasil didapat, lalu dikumpulkan dan dianalis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan tidak mengesampingkan penyertaan data-data yang bersifat angka-angka atau grafik untuk lebih memperjelas substansinya.


BAB II
TELAAH PUSTAKA

A.   Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan konsep suatu Negara dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Negara-negara di dunia.kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menetukan tindakan politik suatu Negara. Kalau menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan Negara, unitary actor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan  keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu Negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagain upaya Negara untuk mengejar power dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu Negara terhadap Negara lain.
Menurut Wolfers, konsep kepentingan nasional dapat didefenisikan sebagai berikut :
Secara minimum, kepentingan nasional mencakup keutuhan wilayah suatu bangsa, kemerdekaan dan kelangsungan hidup nasional. Namun kelangsungan hidup nasional itu sendiri diberi bermacam-macam interpretasi oleh bermacam-macam negara yang menghadapi kondisi yang berlain-lainan tersebut.[32] Menurut Holsti, kepentingan nasional itu dapat diklasifikasikan kedalam tiga klasifikasi. Pertama,core values, sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi suatu negara. Kedua, middle range objectives, biasanya menyangkut tentang peningkatan derajat perekonomian suatu negara, dan yang ketiga long range goals yaitu yang bersifat ideal misalnya, keinginan untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.[33]
Kepentingan nasional kerapkali juga dikatakan sebagai tujuan utama suatu negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Dalam penjalinan hubungan dengan negara lain tentu saja banyak mengusung berbagai macam entry point yang secara umum menjadi tujuan-tujuan dari kerja sama atau hubungan yang dijalin. Maka dari hubungan tersebut kepentingan nasional muncul sebagai target dari hubungan kerja sama, baik secara bilateral maupun multilateral secara garis besarnya, tetapi secara khusus dari tujuan-tujuan tadi pada akhirnya inti dari hubungan itu adalah Kepentingan Nasional. Wolfers, mengungkapkan kepentingan nasional:
Mencakup  keutuhan wilayah suatu bangsa, kemerdekaan, dan kelangsungan hidup nasional. Namun, kelangsungan hidup nasional itu sendiri  diberi bermacam-macam interprestasi oleh bermacam -macam negara yang menghadapi kondisi yang berlain-lain. (Dougherty,1971)
Sedangkan, Paul Seabury yang menyatakan bahwa :
Ide kepentingan nasional mungkin menyatu pada serangkaian tujuan ideal yang seharusnya diusahakan untuk diwujudkan oleh suatu bangsa dalam tindakan hubungan luar negerinya, kepentingan nasional dapat dianggap sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui kepemimpinan dengan perjuangan yang gigih (Holsti, 1998:138)
Pandangan di atas menunjukkan bahwa hubungan antar negara yang tercipta dimaksudkan untuk mencapai tujuan – tujuan nasional dari negara tersebut yang menjadi wujud dari kepentingan nasionalnya. Rudi (2003:118) mengartikan kepentingan nasional (national interest) sebagai: “tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara yang dicita-citakan.” Hal ini dipertegas Mappa Nasrun yang mendefinisikan kepentingan nasional:
Meliputi  kepentingan - kepentingan yang berkaitan dengan kebutuhan bangsa dan wilayah, kehidupan ideology politik, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial budaya, kehidupan pertahanan keamanan, serta kemampuan politik luar negeri dan diplomasi. Dari situ jelas bahwa  kepentingan nasional bersifat multidimensional, dan masing-masing dimensi saling berkaitan secara sistematis dalam aplikasinya(Nasrun, 1990:6)
Dalam menganalisis hubungan antar negara, konsep kepentingan nasional adalah sebuah konsep yang sangat lazim dan juga popular digunakan. Konsep ini digunakan sebagai barometer keberhasilan suatu politik luar negeri yang dijalankan oleh suatu negara, seperti apa yang dikemukakan oleh Morgenthau  (1990) bahwa :
Kepentingan yang sebenarnya dari suatu bangsa merupakan kenyataan obyektif yang bisa digambarkan dan bahwa dengan membuat outline tentang kenyataan itu, analisis-analisis bisa menggunakan konsep kepentingan nasional sebagai pengukur sesuai atau tidaknya, benar atau tidaknya berbagai politik luar negeri yang dijalankan.
Menurut Hans J. Morgenthau didalam “The Concept of Interest defined in Terms of power”, konsep kepentingan nasional (interest) yang didefenisikan dalam istilah “power” menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal, atau “reason” yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan intstrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional.[34]
Konsep kepentingan nasional  juga mempunyai indikasi dimana Negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formusi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya di dalam mekanisme interaksinya masing-masing Negara atau actor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang akhirnya diformulasikan ke dalam konsep “power” kepentingan “interest” di defenisikan kea lam terminologi power.[35]
Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu Negara karena terkait dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai Negara berdaulat suatu Negara harus mempertahankan kedaulatan atau yurisdiksinya dari campur tangan asing. Selain itu Negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrument yang dimilikinya termasuk kekuatan minyak untuk mempertahankannya.
Kepentingan nasional merupakan konsep kunci dalam segala kebijakan yang dilakukan oleh sebuah negara terhadap negara lain dan merupakan tujuan umum yang akan terus berkesinambungan agar suatu negara dapat bertindak. Oleh karenanya dapat disebutkan bahwa kepentingan nasional itu merupakan aspirasi sebuah negara dan dari kepentingan tersebuat dapat diambil langkah-langkah kebijaksanaan terhadap lingkungan tempat berinteraksinya negara tersebut. Pengertian Kepentingan nasional itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh Nasrun :
Kepentingan nasional biasanya meliputi kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan keutuhan bangsa dan wilayah, kehidupan ideology politik, kehidupan ekonomi, kehidupan social budaya, kehidupan pertahanan keamanan, dan kemampuan politik luar negeri dan diplomasi. Dari hal ini sangat jelas bahwa kepentingan nasional bersifat dimensional dan masing-masing dimensi berkaitan secara sistematik dalam aplikasinya.[36]
  Para ilmuwan realis mengatakan bahwa meskipun negara dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi itu sangat bergantung pada tindak tanduk negara itu. Karena Kepentingan Nasional seperti layaknya rasa lapar pada manusia merupakan kepentingan secara alamiyah suatu negara, yang dengan semampunya akan diusahakan oleh negara.Sebagaimana yang  dijelaskan oleh Paul Seabury bahwa :
Istilah Kepentingan Nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita tujuan suatu bangsa…..yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan Negara lain dengan kata lain, Gejala tersebut merupakan suatu normatif, atau konsep umum Kepentingan Nasional….arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat deksriptif, dalam pengertian deskriptif, Kepentingan Nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Kepentingan Nasional dalam pengertian dekskriptif, berarti memindahkan metafisika kedalam fakta (kenyataan)….dengan kata lain Kepentingan Nasional serupa dengan para perumus Politik Luar Negeri. (Holsti, 1987:168-169).[37]
          Timor Leste memiliki ladang minyak di laut timor  tepatnya di Celah Timor yang berbatasan langsung dengan Australia. Secara geostrategi posisi Australia dalam hal ini Darwin yang yang berada ditepian laut yang berbatasan langsung dengan laut timor tentunya sangat berpengaruh bagi hubungan bilateral kedua negara tersebut.faktor geografi juga lebih menekankan kepada letak geografis suatu negara. bagaimana besarnya pengaruh letak geografis terhadap posisi kedua negara tersebut khusunya dalam hal kekuatan atau power, baik kekuatan kedalam atau keluar.[38] tentunya kondisi tersebut bisa menghadirkan konflik antar kedua negara. Hal ini bisa diihat dari potensi kandungan minyak mentah/petroleum yang terdapat di celah timor saja diperkirakan bisa mencapai angka minimal 5 miliar barel dan ditaksir termasuk salah satu dari 23 lapangan minyak terbesar di dunia.[39]  
          Kembali lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasionalnya, dimana dalam mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa yang disebut  sebagai “power”. Jika ada power, pasti ada kepentingan nasional. Begitu juga sebaliknya. Timor Leste yang mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan negaranya dari eksplorasi dan eksploitasi minyak yang terjadi di negaranya sebelum adanya perjanjian celah timor. Maka Timor Leste punya “power”, yaitu sebagai negara yang merdeka, memiliki minyak dan gas di celaht timor. 
          Suatu negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau mendeklarasikan  kepentingan nasionalnya. Pada dasaranya kepentingan nasional adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang dilaluinya adalah sesuatu yang nyata. konsep kunci yang dipergunakan pembuat kebijakan dalam memakai pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik adalah kepentingan nasional. Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat umum, jangka panjang, yang menjadi tujuan abadi dari negara, bangsa, dan pemerintah, serta mencakup segala gagasan mengenai “kebaikan”. Dalam prakteknya ia disintesiskan  dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan sendiri.[40] 
          Dengan demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat dalam politik dunia. Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung untuk memperhatikan keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru.
          Kepentingan nasional menurut yusuf adalah sebagai berikut:
“Kepentingan nasional termasuk dalam visium dan diperjuangkan oleh suatu bangsa atau Negara untuk dipergunakan dalam rangka ketertiban nasional. Konsep ini adalah buatan manusia dan dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin negara dan para ahli teori politik dan dipatuhi oleh masyarakat, karena disangkutkan pada situasi  sosial dan mencerminkan adanya nilai-nilai, ide-ide, kepentingan golongan dan juga kepentingan pada perumusnya”.[41]
        Pandangan tersebut menekankan bahwa kepentingan nasional negara-negara, selain merupakan cerminan kondisi dalam negeri, juga mencerminkan keterkaitan internasional dalam keberadaan suatu negara. Pada satu sisi, kepentingan nasioanal merupakan pernyataan mengenai kebutuhan- kebutuhan dalam negeri yang diharapkan terpenuhi dengan melakukan hubungan ke luar negeri, baik bilateral maupun multilateral. Sementara pada sisi lain, konsep ini juga diharapkan pada tanggung jawab inetrnasional dari setiap Negara  di dunia, yakni menciptakan ketertiban dan perdamaian internasional.
   Berdasarkan asumsi seperti itu, maka kepentingan nasional dapat diklasifikasi menjadi enam variable yang dikemukakan oleh Robinson, sebagaimana dikutip oleh J. Salusu,[42] membagi kepentingan nasional sebagai berikut:
1.  Primary Interest, yakni kepentingan yang meliputi perlindungan atas wilayah negara dan identitas politik dan kebudayaan serta kelanjutan hidup bangsa terhadap ganguan yang berasal dari luar, kepentingan ini tidak akan pernah dikompromi. Semua Negara mempunyai kepentingan serupa dan sering dipertahankan dengan pengorbanan yang lebih besar.
2.  Secondary Interest, yakni kepentingan yang berada diluar kepentingan primer, tetapi cukup member konstribusi pada kepentingan itu, misalnya melindungi warga Negara di luar negeri dan mempertahankan kekebalan diplomatic atas para diplomatic di luar negeri.
3.  Permenent Interest, yakni kepentingan yang relative konstan untuk jangka waktu yang lama. Seperti kepentingan Inggris untuk mempengaruhi lautan selama berabad-abad.
4.  Variabel Interest, yakni kepentingan yang berubah-ubah yang oleh Negara dianggap sebagai kepantingan nasional pada saat tertentu, biasanya lahir dari pernyataan-pernyataan  perorangan, kepentingan kelompok dan lain-lain.
5.  General Interest, yakni kepentingan yang bersifat umum yang dapat diberlakukan untuk banyak Negara dan untuk wilayah geografis yang luas, atau untuk beberapa bidang khusus, seperti dalam bidang perdagangan, investasi, dan lain-lain.
6.  Specific Interest, yakni kepentingan khusus tidak termasuk dalam kepentingan umum, namun biasanya ditentukan dari sana, lebih berkaitan dengan satu daerah tertentu atau saat tertentu.
          Berdasarkan pandangan yang dikemukan diatas maka dapat dijelaskan bahwa kepentingan nasional merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam melakukan hubungan kerjasama dengan negara lain. negara memegang peranan penting dalam mengontrol kepentingan nasionalnya dalam hal ini menjaga dan bertanggung jawab penuh untuk mengatasi berbagai masalah di dunia yang dianggap sebagai kepentingan global dari suatu negara.
          Kepedulian terhadap masalah-masala global mungkin akan berlanjut terus pada tingkat organisasi nasional dan internasional dan diatara golongan cendekiawan dan orang-orang bisnis. Masalah global seperti perang nuklir, ketidakseimbangan ekologis, sumber alam yang semakin menipis, polusi lingkungan dan pertumbuhan penduduk, mendorong dibentuknya suatu institusi baru yang berorientasi global dan bukan nasional.
          Dalam mengatasi kepentingan suatu negara yang meyentuh wilayah negara lain, misalanya secara geostartegi, geopolitik, dan geoekonomi tentunya negara memainkan peranan lebih dalam melihat peluang dan tantangan dari wilayah yang memiliki sumber daya alam dalam memenuhi dan membantu terwujudnya kepentingan nasional. Dalam kerangka eksternal, dalam artian pemenuhan kepentingan nasional dengan melakukan hubungan atau melibatkan Negara lain.
          Setiap negara dalam kepentingan nasionalnya adanya kebebasan, kemerdekaan, kedaulatan, keadilan, kemakmuran, kesejahtraan, kebahagiaan, ketertiban, serta keamanan. Sejauh mana sasaran ini dapat dicapai tergantung pada seberapa penting sasaran tersebut bagi suatu negara. menurut K.J. Holsti, kepentingan dapat dibagi kedalam tiga klasifikasi, yaitu: pertama, Core Values atau sesuatau yang dianggap paling vital bagi Negara dan menyangkut eksistensi suatu Negara.  kedua, middle range objectives, biasanya menyangkut tentang peningkatan derajat perekonomian suatu Negara. dan yang ketiga, long range goals yaitu sesuatu yang bersifat ideal misalnya, keinginan untuk mewujudkan perdamaian  dan ketertiban dunia.[43] 
B.   Geostrategi, Geopolitik, dan Geoekonomi
Geopolitik merupakan suatu kajian yang melihat fenomene Hubungan Internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik. Geopolitik berasal dari dua kata, yaitu “geo” dan “politik”. Maka, membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai masalah geogarfi dan politik. “Geo” artinya Bumi/Planet Bumi. Menurut Preston E.James, geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati suatu ruang di permukaan bumi. Dengan demikian geografi berhubungan dengan interrelasi antara  manusia dengan lingkunagn tempat hidupnya. Sedangkan politik, selalu berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.
Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006:195). Sebagai acuan bersama, geopolitik dimaknai sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Frederich Ratzel mengenalkan istilah  ilmu bumi politik (political geography), Rudolf Kjellen menyebut geographical politic dan disingkat geopolitik.[44]
Berdasarkan defenisi di atas maka ada beberapa unsur utama Geopolitik yaitu:
1.    Konsepsi ruang diperkenalkan Karl Houshofer menyimpulkan bahwa ruang merupakan wadah dinamika politik dan militer, teori ini disebut pula teori kombinasi ruang dan kekuatan.
2.    Konsepsi frontier (batas imajiner dari dua negara).
3.    Konsepsi politik kekuatan yang terkait dengan kepentingan nasional.
4.  Konsepsi keamanan negara dan bangsa sama dengan konsep ketahanan nasional.
Hal ini berkaitan langsung dengan peranan-peranan geopolitik. Adapun peranan-peranan tersebut adalah:
1.  Berusaha menghubungkan kekuasaan negara dengan potensi alam yang tersedia;
2.  Menghubungkan kebijaksanaan suatu pemerintahan dengan situasi dan kondisi alam;
3.  Menentukan bentuk dan corak politik luar dan dalam negeri;
4.  Menggariskan pokok-pokok haluan negara, misalnya pembangunan;
5.   Berusaha untuk meningkatkan posisi dan kedudukan  suatu negara berdasarkan teori negara  sebagai organisme, dan teori-teori geopolitik lainnya;
6.  Membenarkan tindakan-tindakan ekspansi yang dijalankan oleh suatu negara.
Dengan demikian Geopolitik adalah studi tentang pengaruh faktor geografis pada perilaku negara atau studi yang mempelajari relasi antara kehidupan dan aktivitas politik dengan kondisi-kondisi alam dari suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh John Mackinder bahwa posisi geografi suatu negara menentukan politik luar negerinya.
Dengan kata lain, geopolitik meneliti unsur-unsur untuk memperoleh data yang akan memberikan konsep strategi nasional (geostrategis) sebagai suatu realisasi dari suatu kebijakan suatu bangsa. Unsur yang diperlukan dalam aspek geopolitik suatu negara menyangkut lingkunagn alam, transportasi dan komunikasi, sumber-sumber ekonomi baik yang telah ada maupun yang masih bersifat potensial, keadaan penduduk, lembaga-lembaga politik dan aktifitas politiknya, serta yang menyangkut ruang seperti lokasi dan batas-batas negara.
Letak geografis celah timor yang berbatasan langsung dengan Australia memberikan peluang yang bagi hubungan kerjasama antara Timor Leste dan Australia yang dalam hal pengelolaan minyak dan gas alam yang berada di celah timor tersebut. Hubungan yang telah dibangun oleh Indonesia dengan Australia memberikan peluang bagi negara baru Timor Leste  yang pernah berintegrasi dengan Indonesia.
 konsep geopolitik bagi suatu negara atau bangsa yaitu sistem dalam hal menempati suatu ruang di permukaan bumi. penting jika sesuai dengan kadarnya yang sesuai. Dalam dunia yang didukung oleh teknologi yang canggih sebenarnya tidak ada yang cocok lagi. Membangun kekuatan dari darat, di laut, maupun udara tidaklah cukup efektif jika perang antarmanusia dalam skala”perang bintang”. Membangun konsepsi geopolitik di zaman perang dunia II sudah tidak popular lagi. Pemetaan politik yang akan menggusur lagi kepada Pan-re-gion adalah Huntington dengan teori benturan peradabannya.
          Berdasarkan asumsi seperti itu, maka untuk membangun konsepsi geopolitik dimasa yang akan datang, dibutuhkan beberapa dimensi untuk mendukungnya, menurut Huntington,[45] antara lain:
1.    Dimensi ruang, yakni ruang sebagai ruang hidup seluas negara. Batas Negara di lautan dan daratan akan berbeda jika dilihat dari dimensi ruang. Ruang adalah inti dari geopolitik. Menurut Haushofer ruang adalah dinamika dari politik dan militer. Dengan demikian geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengaitkan ruang dengan kekuatan poltik dan keksuasaan fisik militer dan ekonomi. Kekuatan politik selalu menginginkan penguasaan ruang dalam arti pengaruh, jika ruang pengaruh diperluas maka akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan  dan kerugian akan lebih besar apabila hal itu terjadi melalui perang.
2.    Dimensi perbatasan negara, yakni batas negara dalam zaman sekarang sebenarnya terletak jauh diluar batas negaranya sendiri. batas negara dalam konteks globalisasi tidak memiliki makna yang pasti karena masyarakat dunia sudah sangat dinamis dan terus bergerak. Frointer pada zaman sekarang ini menjangkau batas imajiner sejauh mana kepentingan nasional terjamin perwujudan atau pemenuhan. pada masa lalu, batas negara adalah sesuatau yang sangat penting dan masuk dalam strategi pertahanan negara dengan wajah kekuatan militer. Keadaan ini memaksa negara-negara di suatu kawasan  melakukan kerjasama untuk menghadapi persaingan global guna meningkatkan bargaining power bukan saja soal harga, tetapi juga penting adalah keamanan. Membangun konsepsi geopolitik di zaman sekarang sebaiknya memiliki dua sisi, yaitu memahami batas negara dalam dimensi fisik dan dalam dimensi imajiner. batas fisik boleh sangat stabiltetapi batas imajiner sebaiknya dikendalikan dan atau diwaspadai secara baik. negara-negara barat yang sudah maju memiliki batas fisik yang tetap tetapi batas imajinerya sangat luas menembus batas-batas fisik negara lain. pengaruh batas imajiner perlu disadari oleh setiap warga negara, karena itu mereka harus terdidik. Perilaku warga negara pada dasarnya merupakan hasil perpaduan”perintah” dari berbagai negara yang memiliki batas imajiner yang sangat luas dan beririsan satu dengan yang lain. Contoh konkret adanya batas imajiner telah mempenagruhi kita, misalnya perilaku kita yang terpaksa tunduk kepada Jepang, Australia, dan Amerika Serikat secara sekaligus.
3.   Dimensi kekuatan, yakni utuk memenuhi tujuan nasional dan cita-cita bangsa diperlukan kekuatan politik, ekonomi dan militer secara parallel dalam bingkai kekuatan nasional. Oleh karena itu politik kekuatan menjadi masalah salah satu faktor dalam geopolitik. contoh geopolitik jepang misalnya menggunakan kekuatan ekonomi ditambah sedikit kekuatan politik. negara Eropa dengan kekuatan politik dan kekuatan hampir seimbang. Amerika Serikat menggunakan ketiganya, yaitu dengan menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer. Membangun geopolitik dari aspek kekuatan dalam arti kekuatan militer adalah sesutau yang tidak akan pernah berhenti. Kekuatan suatau bangsa hanya dapat dibangun dengan keberanian untuk hidup. Sejumlah negara kecilyang paling sederhana adalah iran.
4.   Dimensi keamanan negara, yakni, geopolitik ditujukan untuk menetukan keamana negara dan bangsa. Ketahanan nasional tidak cukup menjamin keamanan dalam negeri. ruang yang diartikan rill secara geografi dapat diartikan secara semu atau maya dari sudut pandang keaamanan, yaitu semangat persatuan dan kesatuan. 
          Dari dimensi geopolitik yang yang dikemukan di atas, dapat ditelaah bahwa geopolitik bertalian dengan kebutuhan negara akan ruang, kekuatan, dan keamanan yang tentunya sangat berpengaruh bagi geopolitik suatu negara. celah timor merupakan ruang, kekuatan bagi timor leste untuk mempertahankan eksistensinya.  begitu  pula secara geografi dan geostrategi Celah Timor merupakan salah satu potensi besar dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Negara tetangga, seperti Austarlia yang secara geografi dan geostrategi sangat berdekatan dengan timor leste. Begitupula secara geoekonomi, celah timor merupakan sumber minyak yang sangat bernilai ekonomis bagi hubungan kerjasama kedua negara tetangga tersebut.
C.   Hubungan Bilateral
Sudah menjadi bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa setiap bangsa-bangsa di dunia ini akan melakukan interaksi global yang mana terselenggaranya suatu hubungan internasional baik melalui berbagai criteria seperti terselengaranya suatu hubungan yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. Namun pembahasan dalam penulisan skripsi ini lebih diarahkan pada seperti apa hubungan bilateral yang terselenggara antara timor leste dengan australia dari dimensi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih dikhususkan lagi pada intensitas hubungan bilateral tersebut terhadap perkembangan kerjasama ekonomi timor leste-australia.
Hubungan bilateral dimaksudkan adalah hubungan yang terjadi antara timor leste dan australia yang mana membawa kepentingan nasionalnya masing-masing kedalam suatu komitmen yang sama-sama saling menguntungkan.
Terselenggaranya hubungan bilateral juga tidak terlepas dari tercapainya beberapa kesepahaman antara dua negara yang melakukan hubungan yang mana mereka mengabdi pada kepentingan nasionalnya dalam usaha untuk menyelenggarakan politik luar negerinya masing-masing. Dengan tujuan nasional yang ingin dicapai suatu bangsa dapat terlihat dari kepentingan nasional yang dirumuskan oleh elit suatu negara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plano dan Olton bahwa :
Hubungan kerjasama yang terjadi antara dua negara didunia ini pada dasarnya tidak terlepas dari kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan        nasional merupakan unsur yang sangat vital yang mencakup kelangsungan     hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan, militer, dan  kesejahteraan ekonomi.
Kemudian selanjutnya dalam kamus politik internasional, Didi Krisna mendefinisikan konsep tentang hubungan bilateral adalah sebagai berikut, bahwa “hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadi hubungan timbale balik antara dua belah pihak (dua negara)”.
Hubungan bilateral yang dimaksud adalah kerjasama dibidang ideology, politik, ekonomi, hukum, keamanan. Namun dalam penulisan ini yang akan dibahas adalah hubungan bilateral yang difokuskan pada kerjasama ekonomi. Adapun menurut Holsty dan Azhary tentang Variabel-Variabel yang harus diperhitungkan dalam kerjasama bilateral adalah:
1.  Kualitas dan kuantitas kapabilitas yang dimiliki suatu negara.
2.  Keterampilan mengerahkan kapabilitas tersebut untuk mendukung berbagai tujuan.
3.  Kredibilitas ancaman serta gangguan.
4.  Derajat kebutuhan dan ketergantungan
5.  Responsivitas di kalangan pembuat keputusan.
Hubungan bilateral mengandung dua unsur pemaknaan, yakni: konflik dan kerjasama. antara keduanya memiliki arti yang saling bergantian tergantung dari konssep apa yang ditawaarkan antaara kedua negara menurut motivasi-motivasi internal dan opini yang melingkupinya. Setiap terbinanya hubungan bilateral yang diupayakan oleh suatu negara dengan negara lain dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan diantara keduanya. Seperti yang dikemukakan oleh Coplin bahwa:
Melalui kerjasama internasional, negara-negara berusaha memecahkan masalah sosial, ekonomi dan politik. Tipe yang pertama menyangkut kondisi-kondisi di lingkungan internasional yang apabila tidak diatur akan mengancam negara-negara yang terlibat… Tipe kedua mencakup keadaan sosial, ekonomi dan politik domestic tertentu yang dianggap membawa konsekuensi luas terhadap system  internasional sehingga dipersepsi sebagai masalah  internasional bersama.
Selanjutnya dalam konsepsi ideal pengambilan keputusan politik luar negeri senatiasa memperhatikan nilai-nilai ideal, yaitu membentuk system yang lebih menawarkan pola dan tata cara hidup politik dalam arti yang seluas-luasnya, bebas dari kekurangan materil serta bebas untuk mengembangkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan (Sudarsono, 1988, 607).
Dalam kaitannya dengan rationality and foreign policy, bahwa perwujudan atau penentu sasaran, obyek atau mitra hubungan merupakan pillihan yang rasional dengan memperhitungkan sirkumstansi internasional dan kondisi domestik demi meminimalisasi kerugian politik serta mempertahankan posisi politik dipentas internasional. Oleh karena itu hal ini sangat penting untuk diperhatikan dari efisiensi dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun sisi lain yang dapat ditimbulkan dari adanya hubungan bilateral adalah bisa jadi mengandung makna konflik dan kerjasama.[46]
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI LETAK GEOSTARTEGI CELAH TIMOR DAN HUBUNGAN KERJASAMA TIMOR LESTE- AUSTRALIA

A.    Celah Timor
1.  Potensi Minyak dan Gas Alam di  Laut Timor
          Celah Timor yang terletak di kawasan laut timor merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam berupa kandungan minyak dan gas bumi yang menunjang perekonomian suatu Negara bila dikelola dengan baik. Sejak Timor Leste bergabung dengan wilayah Negara republik indonesia pada tahun 1975.
          Dari data yang didapatkan oleh  penulis bahwa minyak yang terdapat di Celah Timor merupakan salah aset atau cadangan terbesar yang dimiliki oleh Timor Leste. Lima tahun dari sekarang Timor Leste di prediksi akan sangat tergantung pada pendapatan minyak dan gas alam yang berada di Laut Timor, khususnya di Celah Timor.  89% ekonomi (GDP) dan 94% dari pendapatan pemerintah Timor Leste berasal berasal dari penjualan minyak dan gas.
          Data yang menguatkan mengenai pendapatan tersebut dapat kita lihat pada grafik ini berasal dari Departemen RDTL Perencanaan dan kertas Keuangan latar belakang untuk Pertemuan Mitra Pembangunan pada bulan April 2005, dikombinasikan dengan Juli 2005 proyeksi IMF tentang non-minyak pertumbuhan ekonomi. La’o Hamutuk[47] telah disesuaikan untuk kenaikan harga minyak diprediksi.
Gambar 1
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Garis biru solid merupakan bagian timor-leste dari produksi Bayu-Undan sebagai persentase dari total perekonomian timor-leste (PDB). Jika Greater Sunrise atau bidang lain yang dikembangkan, timor-este akan menjadi lebih tergantung pada minyak.
Garis putus-putus mewakili coklat pendapatan minyak (keduanya dari produksi minyak bumi dan dari bunga Dana Perminyakan) sebagai persentase dari pendapatan pemerintah. Ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak akan menghabiskan semua pendapatan setiap tahun, tetapi akan mengikuti kebijakan yang dinyatakannya hanya menghabiskan jumlah yang berkelanjutan. Akibatnya, pemerintah masih akan tergantung pada pendapatan minyak (dari Dana) bahkan setelah produksi minyak telah berhenti. Minyak dan gas di Bayu-Undan akan digunakan oleh 2023, jika bidang lain, seperti Greater Sunrise, dikembangkan lama mereka mungkin akan habis tahun 2050 atau lebih cepat.
Alasan utama Timor-Leste sangat tergantung pada minyak bukan bahwa mereka memiliki begitu banyak minyak dan gas, tetapi sektor lain perekonomian kita sangat kecil, dengan pertumbuhan yang diharapkan sedikit pada dekade berikutnya.
Saat ini, ada sangat sedikit non-migas kegiatan ekspor. Pada tahun 2004, Timor-Leste hanya mengekspor produk senilai $ 7.000.000, hampir semua ini adalah kopi. Selama periode yang sama, negara mengimpor $ 113.000.000 senilai barang. Hampir sepertiga dari impor bahan bakar fosil, dan 53% dari seluruh impor berasal dari Indonesia.
Berikut adalah beberapa statistik dasar dan proyeksi. Semua angka uang dalam jutaan dolar Amerika Serikat.





Gambar 2.
2005
2010
2025
Populasi
947,000
1,216,500
1,938,000
Tertinggi tingkat pertumbuhan alami di dunia saat ini, tingkat kesuburan delapan anak per perempuan.
Minyak PDB
$ 925
3.800 $
0
Hanya mencakup minyak Bayu-Undan dan ladang gas. Kolom lainnya dapat melipatduakan pendapatan minyak Timor-Leste, dan / atau memperpanjang periode produksi minyak.
GDP non-minyak
$ 349
$ 452
$ 714?
2025 tergantung pada seberapa baik sektor-sektor lain dari ekonomi dikembangkan. Melalui 2010 berdasarkan proyeksi IMF.
Minyak% ekspor
99,0%
99,6%
0%
Mengasumsikan pertumbuhan tahunan 5% pada ekspor non-migas.
Minyak% dari PDB
73%
89%
0%
Ini tidak termasuk bunga dari investasi pendapatan kelebihan minyak di Dana Perminyakan, yang akan menjadi semakin signifikan dari waktu ke waktu, dan dapat membantu mengganti pendapatan minyak setelah minyak habis.
Minyak% dari pendapatan pemerintah
65%
94%
79%
Termasuk bunga Dana Perminyakan. Tidak semua pendapatan akan dihabiskan, surplus diinvestasikan di luar negeri.
Sumber: : http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Pendapatan minyak dan gas akan menjadi sebagian besar perekonomian Timor-Leste dan pendapatan pemerintah untuk generasi, tetapi deposito akan segera habis. Sejak Bayu-Undan adalah lepas pantai dan hilir (pencairan gas) pengolahan dilakukan di Australia, hampir tidak ada spin-off pendapatan akan masuk ke Timor-Leste, dengan sedikit keuntungan ekonomi sekunder. Timor Leste sudah memiliki melihat fenomena ini - lebih dari $ 2 miliar dihabiskan di Timor-Leste oleh PBB dan badan-badan bantuan selama enam tahun terakhir hampir tidak ada dampak ekonomi yang berlangsung, meskipun hampir dua kali lipat GDP non-minyak seluruh dari 2000 sampai 2003.
Negara-negara lain sangat tergantung pada hasil minyak dan gas di Timor Leste, bisa dilihat pada grafik ketergantungan minyak Negara-negara tersebut.
Gambar 3.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Grafik ini menunjukkan informasi dasar untuk beberapa tergantung pada minyak sebagian besar negara [ Catatan 3 ]. Mereka dari kiri ke kanan sesuai dengan Indeks Pembangunan Manusia mereka (HDI) [ Catatan 2 ], dengan orang-orang ke arah kiri memberikan kehidupan terbaik bagi rakyatnya. Nomor berikutnya untuk setiap nama negara adalah peringkat, dari 1 sampai 177, dari yang HDI dibandingkan dengan semua negara-negara lain.
Semua minyak bumi, populasi dan data ekonomi untuk tahun 2004, kecuali untuk Timor-Leste, yang merupakan proyeksi untuk 2010 ketika Bayu-Undan akan berada di puncak produksi. Timor-Leste 2005 HDI 140, apakah itu naik atau turun pada tahun 2010 tergantung pada seberapa bijaksana uang dari ekspor minyak digunakan.
Setiap negara memiliki tiga batang:
1.    Bar kiri (merah) menunjukkan berapa banyak minyak bumi (minyak dan gas) yang dihasilkan negara, dibagi dengan penduduk. Ini menunjukkan kemungkinan bahwa pendapatan minyak bumi bisa meningkatkan kehidupan masyarakat.
2.    Bar kedua (hitam) mengindikasikan berapa banyak minyak yang diekspor untuk setiap orang. Jika itu adalah sama tingginya dengan bar pertama, negara ekspor hampir semua minyak dan gas.
3.    Bar kanan (kuning) menunjukkan jumlah minyak yang diekspor negara, dibagi dengan Produk Domestik Bruto (GDP). Semakin tinggi bar ini, semakin perekonomian negara tergantung pada ekspor minyak dan gas. Data untuk Guinea Khatulistiwa tidak bisa diandalkan, maka ketidakpastian di bar, meskipun sangat tinggi.
Beberapa negara yang tergantung pada minyak di Celah Timor antara lain, Norwegia, Oman, Anggola, Libya, Arab Saudia, Nigeria, Kanada, Amerika Serikat, dan Australia. tapi karena Australia secara geostrategi lebih dekat dengan Australia maka minyak dan gas alam tersebut sangat mudah di akses.
Bagaimana minyak dan gas alam di Celah Timor dapat mempengaruhi perekonomian di Timor Leste, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
  1. Sumbangsih Celah Timor Terhadap APBN Timor Leste
Gambar 4.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Untuk 2010, Timor-Leste yang dioperasikan di bawah dua anggaran negara. Pada bulan Juli, $ 660.000.000 dialokasikan untuk pengeluaran di akhir tahun 2009 meningkat sebesar 27%, untuk $ 838.000.000, pada perbaikan pertengahan tahun Juli, yang juga meningkatkan jumlah yang akan ditarik dari Dana Minyak selama 2010 untuk $ 811.000.000, $ 309.000.000 lebih dari Pendapatan berkelanjutan Estimasi untuk tahun ini.
Pemerintah juga punya masalah yang signifikan melaksanakan program-programnya. Seperti dijelaskan dalam Laporan Pelaksanaan Anggaran untuk semester pertama tahun 2010, Pemerintah telah menghabiskan hanya 30% dari alokasi anggaran asli selama enam bulan. Dalam rangka untuk mengeksekusi anggaran keseluruhan diperbaiki pada akhir tahun 2010, Pemerintah akan harus menghabiskan uang tiga kali lebih cepat yang telah. Dengan kata lain, setelah menghabiskan $ 1.100.000 / hari dari Januari sampai Juni, pengeluaran dari bulan Juli sampai Desember akan memiliki rata-rata $ 3.500.000 / hari untuk menjalankan anggaran. (Untuk referensi, rata-rata pengeluaran selama 2009 1660000 $ / hari, termasuk Referendum Pakote tidak efektif.)
Berikut adalah beberapa statistik dasar. Semua angka uang dalam jutaan dolar Amerika Serikat, mata uang hukum Timor-Leste :
Gambar 5.
2005
2010
2050
Komentar
Populasi
947,000
1,216,000
3,265,000
Tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia, tingkat kesuburan delapan anak per perempuan.
Luas
15.007 sq km
7% dari lahan irigasi. Wilayah laut di bawah sengketa.
Minyak PDB
$ 703
3135 $ 
0
Angka-angka ini mengikuti asumsi pemerintah hanya termasuk minyak Bayu-Undan dan ladang gas. Bidang aktual dan potensial lainnya dapat meningkatkan pendapatan minyak Timor-Leste dengan faktor tiga atau lebih. Bidang Bayu-Undan akan habis pada 2023.
GDP non-minyak
$ 341
$ 391
?
2050 tergantung pada seberapa baik sektor-sektor lain dari ekonomi dikembangkan.
Minyak persentase dari GDP
67%
89%
0%
Ini tidak termasuk bunga dari investasi pendapatan kelebihan minyak di Dana Perminyakan, yang akan menjadi semakin signifikan dari waktu ke waktu, dan mungkin mengganti pendapatan minyak ketika minyak habis.
Domestik non-minyak persentase dari pendapatan pemerintah
18,5%
6,1%
Tidak termasuk kontribusi donor. Tidak semua pendapatan akan dihabiskan, surplus diinvestasikan di luar negeri dalam Dana Perminyakan. Dana Perminyakan bunga tidak disertakan.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Setelah melihat daftar gross domestic produc  maka kita akan melihat bagaimana  struktur perminyakan dan dan gas di celah timor. Dapat kita dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 6 agustus 2011
          Pemerintah timor leste  telah melakukan terobosan baru dalam hal  perminyakan celah timor dengan membentuk strukur perminyakan untuk menjaga potensi minyak dan gas di laut timor. Hal tersebut menunjukan keseriusan pemerintah timor leste untuk membangun kembali perekonomian melalui potensi minyak di laut timor. Mengenai palung timor yang yang berada di tengah (median line) antara Timor Leste dan Australia adalah salah satu garis yang membatasinya.  Dapat dilihat pada peta berikut ini:
Gambar 6.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 6 agustus 2011
          Pasca konflik yang terjadi 30 agustus 1999 di Timor Leste, banyak negara-negara pendonor yang  yang membantu perekonomian. Salah satu negara terseut adalah Australia yang merupakan negara tetangga. dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 7.
          Selama masih menjadi bagian dari Indonesia, di Provinsi Timor Timur belum mempunyai kesepakatan Landas Kontinen dengan Australia. Padahal di Celah Timor banyak mengandung sumber daya minyak dan gas bumi. Sesuai dengan alasan dikemukakan oleh Indonesia dan Australia pada waktu itu agar hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia tidak terganggu dan tidak tertundanya pemnanfaatan potensi sumber daya minyak dan gas bumi di Celah Timor, maka pertemuan padda tanggal 11 desember 1989 berhasil membuat perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai Zona Kerjasama diantara Provinsi Timor Timur Indonesia dan Australia bagian utara, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Perjanjian Kerjasama Celah Timor”.[48] 
          Perjanjian kerjasama ini merupakan pengaturan semenatara yang bersifat praktis untuk memungkinkan dimanfaatkananya potensi sumber daya minyak dan gas bumi tanpa harus menunggu tercapainya kesepakatan batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Australia. Dengan demikian, perjanjian kerjasama ini bukan merupakan perjanjian untuk menetapkan  batas landas Kontinen kedua Negara melainkan hanya sebatas pengaturan zona pegembangan bersama (joint development zone) di daerah “tumpang tindih klaim”.
          Kesepakatan yang diatur dalam perjanjian kerjasama ini adalah pembagaian daerah di dalam zona kerjasama menjadi tiga daerah, dengan kekuasaan hukum (legal regim) yang berbeda-beda sesuai dengan status hukum dari masing-masing daerah tersebut yaitu:[49]
1.  Daerah A
          Daerah A merupakan sebagian dari daerah tumpang tindih klaim (daerah tumpang tindih yang sebenarnya adalah daerah yang dalam perjanjian ini disebut daerah A dan daerah C). daerah A akan dimanfaatkaan bersama oleh kedua pihak dengan pembagian hasil masing-masing 50%. Untuk mengelola daerah A akan dibentuk Dewan Menteri dan Otorita Bersama serta diberlakukan  kontrak bagi hasil.
2.  Daerah B
          Daerah B merupakan daerah di sebelah selatan garis tengah yang terletak di luar daerah-daerah tumpang tindih klaim dan di selatan dibatasi oleh batas 200 mil laut dari garis-garis pangkal laut wilayah Indonesia. Daerah B ini akan dikelola oleh Australia seperti ysng berlaku selama ini, tetapi Australia akan memberikan kepada Indonesia 16% dari penghasilan pajak bersih atau “Net Resource Rent Tax” (Net RRT) atau 10% dari penghasilan pajak kotor (groos RRT). Selain itu Australia akan memberikan informasi kepada Indonesia tentang kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di daerah B sebelum kegiatan tersebut dimulai.

3.  Daerah C
          Daerah ini sebenarnya merupakan bagian dari daerah tumpang tindih tuntutan yurisdiksi masing-masing pihak.  Daerah C akan dikelola oleh Indonesia dengan ketentuan bahwa Indonesia akan memberikan 10% dari pajak pendapatan kontraktor. Selain itu, Indonesia juga akan memberitahukan Australia tentang kegiatan tersebut. Oleh pemerintah Indonesia perjanjian kerjasama ini diratifikasi pada tanggal 7 januari 1991 melalui Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1991.
          Berdasarkan hasil pembagian tiga daerah tersebut dapat dikatakan bahwa Australia memiliki andil besar untuk menguasai hasil minyak yang ada di daerah celah timor. Australia telah memiliki data yang banyak mengenai total cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Laut Timor diperkirakan mencapai lebih dari 10.000 juta (10 miliarl) barel. Yang telah dan sedang di ekspoitasi hingga mencapai diatas 5.000 juta (5 milliar) barel, termasuk di Celah Timor dan yang ditemukan di sekitar gugusan pulau pasir. Cadagan minyak dan gas alam tersebut bertebaran antara lain, Ladang Evans Shoal, Petrel-Tern Blacktip 1.540 juta barel, Elang-Kakatua, Bayu-Undan, Chudditch-Kuda-Tasi Jahal sebanyak 1,110 juta barel. Cadangan minyak ini termasuk  juga dengan 30 juta barel minyak yang telah diekspoitasi serta lading Greater Sunrise yang diperkirakan mencapai 1.920 juta barel. Data- data ini telah di kumpulkan oleh Australia dari bebagai sumber termasuk dari sejumlah perusahaan minyak dan gas alam yang kini beroperasi di Laut Timor jauh sebelum Timor Timur merdeka.
          Analisa dan perkiraan dari sejumlah ahli perminyakan di Australia mengatakan bahwa total cadangan minyak dan gas alam Laut Timor sesungghnya jauh lebih besar dari data awal yang dikemukakan ini. oleh karena itu, cadangan minyak dan gas alam yang diperoleh ini masih terus akan berubah-ubah seiring dengan eksplorasi dan ekspoitasi terhadap lading minyak dan gas alam di Laut Timor. Sementara, perminyakan di dunia diperkirakan bahwa sudah sejak  awal tahun 1990-an, tiap harinya ratusan ribu barel minyak dan gas alam di Laut Timor  di sedot, dan yang paling beruntung adalah Australia. kini angka yang fantastis itu hanya di kuasai Australia saja.
          Australia melihat potensi kekayaan alam berupa minyak dan gas alam yang terletak di Laut Timor adalah salah satu kekayaan yang membantu membangkitkan perekonomiannya setelah lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Celah Timor yang terletak di Laut Timor telah di invasi/ dicaplok oleh  Australia yang merupakan tetangganya yang paling kaya. Hal ini dipertegas oleh Perdana Menteri Howard:
“atas nama perusahaan-perusahaan minyak menelpon perdana Menteri Timor Timur, Dr Alkatiri lalu mengatakan, menurut laporan  The Age ( Harian yang terbit di Melbourn), jika anda tidak menandatangani kesepakatan pembangunan Ladang Greater Sunrise yang merupakan lading terbesar yang menjadi milik Timor Timur dan menyerahkan kekayaan alam tersebut dalam jumlah besar kepada Australia, maka kami tidak akan menyampaikan legislasi ini kepada senat hari ini, dan membolehkan pembangunan lading lainya yang lebih kecil yang diharapkan oleh pemerintah Timor Timur agar dieksplorasikan. Ini yang dikatakan oleh Perdana Menteri,Lakukan seperti yang kami kehendaki atau kami membatalkan kontrak yang menguntungkan dengan Jepang untuk eksplorasi ladang minyyak Bayu-Undan” .[50]  
          Dari peryataan yang dipertegas oleh Howard dapat dikatakan bahwa Australia sangat menginginkan Celah Tmor yang berada di Laut Timor tersebut. Cadangan minyak dan gas alam yang telah dieksplorasi lebih dari 40 tahun. Ada beberapa ladang-ladang minyak dan alam yang berada di Timor Leste, seperti tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 1. Ladang-ladang minyak dan gas lepas pantai yang lebih dekat ke Timor Leste dibandingkan ke  negara-negara lain
Nama ladang





Oprator


Lokasi
%TL sesuai perjanjian


Hulu/hilir proyek gas; minyak untuk hulu saja
Status
Total cadangan gas (perkiran P50)


Juta barel
Total cadangan gas (perkiraan  P50)


Triliun kaki kubik
Minyak yang diproduksi hingga september 2007

Juta barel
Gas yang diproduksi hingga september 2007


Triluan kaki kubik
Greater sunrise











Woodside
20% dalam JPDA, dibagi sesuai CMATS
50% belum diputuskan
Produksi akan dimulai setelah  rencana pengembangan disepakati oleh semua pihak mungkin sebelum 2012
300
 8,3
0
0
Bayu-Undan










Conoco Philips
JPDA
90% / 0
Memulai produksi minyak tahun 2004 dan gas tahun 2006. Ladang  ini menyediakan hampir seluruh pendapatan Timor Leste saat ini.
400
3,4
81
ref.(92)
0,2
ref.(92)
Buffalo*





Nexen (sebelumnya BHP)
JPDA
90%
Pada masa produksi 1999- 2004, sekarang sudah ditutup
16
0
16
0
Elang kakatua*


Conoco Philips (sampai juli 2007)
JPDA
90%
Pada masa produksi dari 1998-juli 2007, TSDA, sedang mencari oprator baru karena Conocophilips tidak lagi tertarik
32, 7
Ref.(102)
0
31,3
Ref.(102)
0
Laminaria Corallina

Woodside
Tept diluar JPDA, disengketakan hingga 2006 ketika timor leste menyerahkannya ke Australia dalam CMATS.
0%
Memulai produksi tahun 1999. Australia telah menerima US$ 1,5 miliar pendapatan.
210
0
183
Ref.(124)
0
TOTAL

61%

959
11,7
311
0,2
·         Ladang- ladang ini memulai produksi selama pendudukan Indonesia. Kepemilikannya telah berubah  sebanyak dua kali sejak tahun 1999.

Sumber: Buletin La’o Hamutuk
Institut Pemantau dan Rekonstruksi Timor-Leste, 2008, hal. 90
    Pada tahun  1991, Indonesia dan Australia mengeluarkan kontrak eksplorasi pertama bagi sumber daya Timor Leste, kedua Negara tersebut membagi menurut perjanjia Celah Timor (Timor Gap Treaty) yang illegal, perusahaan-perusahaan  yang sangat berminat terhadap minyak hasil curian  ini adalah Royal Dutch Shell, Woodside Petroleum Ltd. (kemudian menjadi  Woodside Australian Energy), Santos, dan Philips Petroleum (berubah menjadi conocoPhilips), yang semuanya masih mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber minyak lepas pantai Timor Leste. Ladang Minyak Elang-kakatua yang dikerjakan ConocoPhilips adalah yang pertama ditemukan pada tahun 1994, ladang ini mulai menghasilkan uang bagi Indonesia dan Australia pada bulan Juli 1998, dan ketika nyaris terkuras habis, oprasi terhenti sembilan tahun kemudian. Adapun kronologi dari peristiwa tersebut antara lain:
  1970-1998
1970-1973
Australia dan Indonesia memulai negosiasi batas-batas dasar laut, mengabaikan keberatan
Portugis, bahwa dasar laut seharusnya berada tepat separuh jarak antara pantai-pantai Timor dan Australia. Australia menandatangani beberapa perjanjian “Penentuan batas-batas Dasar Laut Tertentu” (“Establishing Certain Seabed Boundaries”) pada tanggal 18 Mei 1971 dan 9 Oktober 1972, yang mulai berlaku pada bulan November 1973. Perjanjian-perjanjian tersebut didasarkan pada prinsip landas kontinen, yang lebih menguntungkan Australia.
Karena Portugis tidak berpartisipasi, kedua negara tidak dapat menyelesaikan garis antara Timor Portugis dan Australia, yang menciptakan Celah Timor (Timor Gap).
1974
Ladang minyak dan gas Troubadour dan Sunrise, secara kolektif dinamakan Greater Sunrise.
Woodside mengebor sebuah sumur uji Troubadour-1, dengan sumur-sumur tambahan di Sunrise pada tahun 1975.

7 Desember 1975
Indonesia mengnvasi Timor Portugis (Timor-Leste).
1979
Australia memberikan pengakuan de jure legal terhadap pencaplokan Indonesia, sehingga ia dapat melakukan negosiasi dengan Jakarta tentang batas laut untuk mengamankan Celah Timor.
 Lebih dari 10 tahun berikutnya, Australia dan Indonesia mengadakan lebih dari selusin putaran negosiasi.
Meskipun negara-negara ini tidak bersepakat tentang batas dasar
laut,akhirnya mereka berhasil membuat perjanjian menyangkut pembagian pendapatan minyak
11 Desember 1989
Australia dan Indonesia menandatangani Perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty). Perjanjian ini menghasilkan zona kerja sama (ZOC),.
Timor-Leste dan Australia (belakangan dinamakan JPDA), di sebelah utara dari garis tengah. Ini memungkinkan Indonesia dan Austrlia melakukan eksplorasi bersama atas teritori yang dikuasai secara ilegal, dengan
pendapatan yang dibagi 50/50.
Perjanjian ini diratifikasi dan diberlakukan pada tanggal 9 Februari
1991.
11 Desember 1991
Australia dan Indonesia menganugrahi kontrak bagi Phillips Petroleum
(berubah menjadi ConocoPhillips), Royal Dutch Shell, Woodside Australian Energy (berubah menjadi Woodside Petroleum),
dan perusahaan-perusahaan lain untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alam di Kawasan Kerjasama Celah Timor
1995-1996
Australia dan Indonesia mengeluarkan Kontrak Pembagian Produksi No. 95-19 dan 96-20 sebagai bagian dari Greater Sunrise di dalam Daerah Kerjasama (JPDA) kepada the Northern Australia Gas Venture (Woodside dan Shell). Australia juga mengeluarkan kontrak NT/P55 dan NT/RL2 sebagai bagian dari Greater Sunrise di bagian timur JPDA.
Agustus 1995
Evakuasi Sumur Sunrise yang dibor di Laxton Shoals, dengan jumlah total tujuh buah sumur yang dibor sebelum 2007.

1999-2001
21 Maret 2002
Secara rahasia Australia menarik diri dari proses-proses internasional unutk menyelesaikan sengketa perbatasan  maritime sesuai Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) dan Mahkamah Internasional (Internasional court of justice). Dan tindakan menunjukkan bahwa Canberra mengetahui lemahnya argument-argumen yang digunakan. Langkah ini mencegah Timor Leste untuk membawa sengketa ini ke pengadilan pihak ke tiga yang tidak memihak, memaksanya bersandar pada negosiasi-negosiasi yang tidak seimbang.
19 Mei 2002
Kelompok-Kelompok masyarakat sipil Timor Leste dan partai-partai politik oposisi memprotes rencana penandatangan perjanjian Laut Timor antara PM Timor Leste, Mari Alkatiri dan PM Australia John Howard. Perjanjian CMAT tahun 2006 menggunakan ketentuan hukum Timor Leste (yang belum tersedia) dan perundang-undangan Australia mulai tanggal penandatangan guna member legitimasi atas eksploitasi Australia di daerah yang sedang disengketakan.
19-20 Mei 2002 (tengah malam)
Republik Demokratik Timor-Leste merdeka.
20 mei 2002
Perdana menteri Timor Leste dan Australia menandatangani perjanjian laut timor (Timor Sea Treaty/TST) untuk menggantikan perjanjian tahun 2001. Substansi perjanjian tersebut masih dipertahankan, “tanpa menaruh prasangka” pada penyelesaian batas laut di masa mendatang yang nantinya akan menyelesaikan kesepakatan penyatuan sunrise (sunrise unitization agreement) sebelum tahun 2002.
19 juli 2002
Putaran pertama negosiasi antara timor leste dan Australia tentang kesepakatan penyatuan internasioanal sunrise berakhir dengan ikrar kedua pihak untuk mencapai kesepakatan sebelum akhir 2002. Kesepakatan penyatuan internasioanl ini akan mengatur bagaimana lading greater sunrise, yang mengandung 9 triliun kaki kubik gas alam akan  dibagi. Australia(belakangan ini berharap dapat memperoleh 82% pebdapatan hulu sunrise) member prioritas tinggi pada penyelesaian kesepakatan sehingga proyek sunrise dapat berlanjut.
24 agustus 2002
Timor leste meloloskan hukum batas maritime berdasarkan prinsip-prinsip UNCLOS, dengan mengklaim Zona Ekonomi Ekslusif selebar 200 mill dari garis pantai Timor Leste. Undang-undang ini bersifat retroaktif hingga 20 Mei 2002.
20 September 2002
Australia menganugrahi kontak eksplorasi untuk suatu daerah disengketakan yang sebagiannya berada pada sisi garis median Timor Leste. Kontrak-kontrak yang serupa, yang diprotes oleh Timor Leste, juga dikeluarkan pada bulan April 2003 dan Februari 2004.
3 Oktober 2002
PM Timor Leste Mari Alkatiri mengusulkan pembahasan awal mengenai batas-batas maritim kepada Australia John Howard. Sebulan kemudian, Howard memberikan  jawaban  dengan menyatakan bahwa Australia”berkeinginan untuk memulai diskusi” setelah Perjanjian Laut Timor diberlakukan  dan IUA sunrise”telah diselesaikan”. Pada tanggal 18 november, Alkatiri menulis jawaban bahwa ia tidak melihat alasan mengapa”penyelesaian perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara ini”diperlukan sebelum pembicaraan batas dimulai, dan member sebuah “jadwal kilat” untuk membahas persoalan perbatasan.
0ktober 2002
Pembicaraan tentang kesepakatan penyatuan sunrise berlanjut. Australia dan Woodside ingin mengaitkan kesepakatan ini dengan ratifikasi perjanjian Laut Timor, sehingga membuat proyek Bayu-Undan menjadi sandera Australia bagi konsesi Timor Leste atas sebagian besar pendapatan Negara ini dari proyek sunrise yang lebih besar.
27 November 2002
Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer, setelah pertemuan yang cukup keras dengan Mari Alkatiri di Dili, menyatakan bahwa Australia mungkin tidak akan meratifikasi Perjanjian Laut Timor hingga Februari 2003 atau sesudahnya, yang sebenarnya melanggar komitmen kedua pemerintahan untuk menyelesaikan ratifikasi dalam tahun 2002. Perusahaan tersebut menyatakan bahwa penundaan tersebut dapat membahayakan perjanjian penjualan gas dari Bayu-Undan dan Sunrise, yang dapat menambah tekanan pada pemerintah Timor Leste untuk secara tegas menerima syarat-syarat penyatuan sunrise, yang secara tidak adil menguntungkan Australia, dan bukannya menekankan agar batas-batas maritime dinegosiasikan.
6 Desember 2002
Mitra- mitra sunrise; Woodside, Conocophilips, shell dan Osaka Gas mengumumkan penundaan tidak terbatas atas proyek sunrise, dengan mengklaim bahwa tak ada satu pun dari kilang pengolahan LNG mengambang atau jaringan pipa ke Darwin layak secara ekonomi. Banyak pihak melihat hal ini sekedar taktik untuk menekan Timor Leste agar menerima harapan-harapan Australia pada Sunrise.
17 Desember 2002
Parlemen Timor Leste meratifikasi Perjanjian Laut Timor.

2003
26 Januari 2003
East Timor Action Network/ETAN berdemonstrasi di Washington menutnut agar Australia patuh pada hukum internasional. Ini adalah pertama dari banyak demonstrasi serupa di seluruh dunia dalam kurun waktu 2 ½  tahun berikut.
1 Februari 2003
Auatralia, dengan menolak ketidak-setujuan Timor Leste untuk menyerahkan kedaulatan bagian dari Greater Sunrise yang berada diluar JPDA, menyatakan bahwa parlemen Negara tersebut tidak akan meratifikasi Perjanjian Laut Timor hingga Timor Leste menyerah adan menandatangani versi usulan Australia tentang perjanjian penyatuan Internasional Sunrise tersebut.
4 Maret 2003
Tanpa ada jawaban atas suratnya bertanggal 18 November 2002 yang menunut diadakannya negosiasi perbatasan, Mari Alkatiri mengirim surat kepada John Howard bahwa TST segera diberlakukan, dan saat ini perjanjian penyatuan internasional (IUA) sedang dikirim ke Dewan  Menteri RDTL. Ia minta sebuah “perkiraan waktu” kapan pembahasan batas-batas permanent”akan di mulai, dan sebuah tanggal diskusi yang anda anggap dapat menghasilkan garis batas yang permanent. “Howard memberi jawaban lima bulan kemudian, dengan mengindikasikan keingianan untuk memulai pembicaraan tentang masalah perbatasan, tanpa jadwal pasti. 
6 Maret 2003
Australia dan Timor Leste menandatangani IUA untuk greater sunrise.
Parlemen Australia meratifikasi Perjanjian Laut Timor. Senator Partai Hijau Bob Brown dikeluarkan dari parlemen Australia karena menuduh John Howard blackmail dengan menunda ratifikasi sampai setelah Timor Leste menandatangani IUA.
2 April 2003
Perjanjian Laut Timor memasuki masa pemberlakuan, dengan membentuk otoritas Khusus untuk Laut Timor dua Negara (TSDA) untuk mengelola proyek-proyek di daerah pengembanngan bersama. Otoritas akan usai dalam 30 tahun , atau ketika batas-batas maritime telah dipastikan, tergantung yang mana yang datang lebih dahulu.
Mei 2003
Kontrak-kontrak pembagian produksi ditandatangani antara TSDA dan Sunrise Joint Ventur untuk menggantikan kontrak-kontrak yang ditandatangani selama pendudukan Indonesia. Kontrak-kontrak JPDA No. 03-19 dan JPDA No.03-20 melanjutkan persyaratan kontrak-kontrak tahun 1995-96, seperti yang dapat dilihat pada Annex F perjanjian Laut Timor, dan retroaktif hingga tanggal 20 Mei 2002. The Sunrise joint Venture ssat ini terdiri dari Woodside (oprator, dengan saham 33,44%), ConocoPhilips (30%), Shell(26%), dan Osaka Gas(10%).
12 November 2003
Para perunding dari Timor Leste dan Australia bertemu di Darwin untuk mengadakan ‘sesi pengamatan” yang pertama dari negosiasi-negosiasi batas maritime. Pemerintah Timor Leste mengungkapkan  ketidaksukaannya setelah pembicaraan.



2004
Januari 2004
Pemerintah Timor Leste melobi Woodside dan Australia untuk mengalirkan Gas Sunrise ke Timor Leste, dengan mengajak Woodside untuk membuat studi kelayakan opsi ini. Woodside menangani studi(lihat pada Agustus 2004 di bawah), sambil melnjutkan ancamanya bahwa “peluang pasar” untik LNG sunrise akan tertutup, kecuali jika pembangunan segera dimulai.
29 Maret 2004
Australia meratifikasi Perjanjian Penyatuan Internasional (IUA) Sunrise.
April 2004
Beberapa kampanye baru yang memperotes pencurian kekayaan alam Timor Leste oleh Australia diluncurkan pada kedua pihak laut Timor. Kampanye keadilan laut timor (timor sea justice campaign/ TSJC) di Australia dan gerakan menentang pendudukan laut timor (movimentu kontra okupasaun tasi timor/ MKOTT) di timor leste. Protes besar-besaran berlangsung di dilli
19-22 april 2004
Putaran pembicaraan penting yang pertama diadakan di dilli, dengan hasil yang kurang berarti.
11 agustus 2004
Woodside menyerahkan “laporan tentang studi kelayakan jaringan pipa” kepada TSDA dan pemerintah timor leste, dan menyimpulkan bahwa jaringan pipa dari sunrise ke timor leste secara financial kurang menarik dibandingkan dengan jika ditarik ke Darwin. Timor leste menyewa seorang ahli independen untuk mengkaji ulang studi tersebut, dan woodside menyertakan beberapa saran mereka. Tetapi, pada januari 2005, kajian akhir ahli tersebut menyatakan bahwa studi tersebut masih belum bisa dianggap sebagai sebuah perbandingan yang objektif atas biaya proyek tersebut.
17 november 2004
Woodside menunda aktivitasnya di greater sunrise disebabkan oleh kegagalan kedua pemerintah dalam menyediakan aturan dan dasar hukum yang pasti.
2005

7-9 Maret 2005

Para perunding Australia dan RDTL, bertemu di Canberra. Bulan berikutnya mereka bertemu di Dili, yang diwarnai dengan unjuk rasa di berbagai tempat di Australia. pertemuan ketiga berlangsung di Sidney.

September 2005

Timor leste dan Australia menyepakati rincian ketentuan penambangan minyak (petroleum mining code) untuk JPDA, yang harus disahkan secara resmi sebelum putaran pemberian izin bari JPDA baru, yang pelaksanaannya dijadwalkan pada awal 2006.

29 november 2005           

Delegasi teknis auustralia dan timor leste bertemu di Darwin, berhasil mencapai sebuah kesepakatan yang tertutup untuk umum


2006
12 januari 2006

Australia dan RDTL menandatangani perjanjian tentang ketentuan khusus maritime di timor leste (CMATS) di Sidney.


28 februari 2006

Australia menyetujui ketentuan penambangan minyak JPDA, yang memungkinkan proses lelang TSDA berlanjut.

Mei 2006

Otoritas khusus laut timor memegang satu putaran lelang untuk eksplorasi kawasan-kawasan baru di daerah pengembangan bersama di laut timor. Empat buah kontrak dikeluarkan pada 16 agustus

12 oktober 2006

Australia dan timor leste menandatangani ketentuan-ketentuan di Daerah Minyak bersama.

2007
7 februari 2007

Australia membahas perjanjian CMATS di parlemen

20 februari 2007

Parlemen timor leste meratifikasi perjanjian CMATS dan IUA sunrise
22 februari 2007

Menteri luar negeri Australia Alexander Downer meramaikan isu “pengecualian demi kepentingan bangsa” untuk membuat perjanjian CMATS diberlakukan hari berikutnya tanpa menunggu periode ratifikasi.

Februari 2007 sampai hari ini

Woodside melanjutkan pekerjaan teknik di greater sunrise, mengolah ulang data seismik, membuka kantor di dilli, membuka diskusi dengan kedua pemerintahan, mencerai pelanggaran, dan mengkaji konsep-konsep pengembangan. Mereka berharap dapat memiliki konsep pengembangan yang disetujui pemerintah dalam tahun 2008

Agustus 2007

Pemerintah baru di timor leste mempertahankan sasaran-sasaran pemerintah sebelumnya untuk mengalirkan gas sunrise ke daratan timor leste dan terus mengumpulkan informasi

November 2007

Australia memilih pemerintahan baru, tetapi posisi mereka tentang LNG Sunrise masih belum jelas.


2008
Juni 2008

Woodside menyerahkan beberapa saran bagi opsi-opsi pengembangan fasilitas LNG sunrise kepada TSDA dan pemerintah timor leste.

Sumber:  Buletin La’o Hamutuk Institut Pemantau dan Rekonstruksi Timor-Leste, 2008, hal. 91-98
Gambar 8. Ladang-ladang minyak dan gas di Timor Leste.
Sumber: http:// www.laohamutuk.org, di Akses tanggal 4 agustus 2011
Keterangan:
ü  Merah : minyak dan gas.
ü  Coklat muda dan kuning : kawasan dibawah kontrak.
ü  Hijau: kawasan yang saat ini
ü  Merah muda: kawasan sebelumya yang tersedia untuk lelang  di dan di sekitar kawasan Timor Leste.     
Peta ini adalah perluasan /penetapan sepihak zona ekonomi eksklusif (ZEE) Timor Leste (garis biru disamping kiri kanan JPDA) yang diukur  sejauh 200 mil dari bibir pantai. Dalam peta ini menjelaskan beberapa kilang minyak yang berada di Laut Timor.
Perjanjian “Timor Gap” yang nama lengkapnya adalah “a Treaty the Zone of Cooperation in Area between the Indonesia Province of East Timor and Northen Australia” yang ditandatangaini diatas pesawat Angkatan Udara Australia yang terbang diatas kawasan yang dipersengketakan tidak berlaku lagi bagi Indonesia dan Australia setelah Menlu Indonesia Dr. Alwi Syihab  mengirim surat kepada mitranya Menlu Australia Alexander Downer  pada tanggal 25 Mei 2000.
Dalam suratnya itu Menlu Alwi Syihab merujuk pada “the 1989 Timor Gap Treaty” serta pada butir-butir kesepakatan pada pertemuan tingkat teknis antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang status “The Timor Gap Treaty” yang diadakan di Jakarta pada tanggal 1-3 februari 2000. Beliau menyatakan bahwa perjanjianTimor Gap  tahun 1989 sudah tidak berlaku lagi ketika otoritas Indonesia atas Timor Leste beralih kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Juga dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi oprasional yang timbul akibat berakhirnya perjanjian itu akan diselesaikan dan diimplementasikan menurut ketentuan-ketentuan praktis yang disepakati bersama. Diharapkan bahwa apa yang dikemukakan dalam surat itu dapat dipahami oleh Pemerintah Australia  atas surat tersebut akan menimbulkan saling pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia mengenai status perjanjian tersebut maupun konsekuensi-konsekuensi  oprasionalnya . demikian peryataan Menteri Luar Negeri Indonesia, Alwi Syihab mengenai status perjanjian Timor Gap sebagaimana tertuang dalam suratnya kepada Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer 25 Mei 2000.[51]
Pada tanggal 1 juni 2000 Menteri Luar Negeri Australia membalas surat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang pada intinya menerima peryataan dari Menteri Luar Negeri Indonesia, Alwi Syihab. Perkembangan terkini mengenai kawasan laut timor adalah ditandatanganinya di Dili pada tanggal 5 juli 2001. Perjanjian bagi hasil minyak dan gas bumi laut timor dengan Basis 90:10 untuk timor leste. Perjanjian yang disebut nota kesepakatan pengaturan laut timor, ditandatangani oleh menteri luar negeri Australia, Alexander Downer, pejabat menteri urusan politik pada pemerintahan sementara PBB di timor leste, peter Gairaith dan Menteri Ekonomi Timor Leste Mari Alkatiri.
Penandatanaganan perjanjian itu diwarnai oleh adanya protes dari anggota parlemen sementara Timor Leste, Angela de Freitas, yang begitu marah dan berteriak dengan mengatakan jangan menjual negara sendiri kepada negara asing. Walaupun perempuan ini kemudian digiring keluar ruangan upacara oleh petugas keamanan, berbagai kalangan baik di timor leste maupun diluar negeri termasuk Indonesia menaruh simpati atas sikapnya dalam mengantisipasi akibat dari perjanjian bagi hasil minyak laut timor yang telah ditandatangani. Walaupun kemudian masih harus diratifikasi oleh pemerintah timor leste.
Sepanjang tahun 2006 kontrak-kontrak  eksplorasi  baru untuk kawasan-kawasan dalam daerah pengembangan minyak bersama (joint pertoleum Developmen Areal/JPDA) dan di dalam daerah  maritim exclusif Timor Leste. Negara ini juga memiliki cadangan dibawah daratannya, termasuk rembetan gas dan minyak yang dikumpulkan selama era portugis, tetapi tak satupun dari rembesan tersebut yang berproduksi. Gas alam daratan juga dapat diolah dari di kilang LNG yang dibanhun untuk Greater Sunrise, tetapi ini mungkin jauh lebih sedikit daripada yang diperoleh dari ladang –ladang lepas pantai.     
Gambar 8. Celah timor  yang di apit oleh dua ladang cadangan minyak terbesar di Timor Leste
Sumber: Buletin La’o Hamutuk 
Peta ini menjelaskan mengenai dua ladang terbesar yakni, Bayu-Undan dan Greater Sunrise yang disedot hasil minyak dan gas alamnya melalui pipa gas yang dipasang oleh Australia melaui  bawah laut untuk dialirkan ke Darwin.
Gambar  9. Pengembangan Wilayah bersama (JPDA)
Sumber: Buletin La’o Hamutuk
Dari tabel dan gambar diatas dijelaskan megenai ladang-ladang minyak dan gas di sekitar Timor Leste yang sebagian besar di kuasai oleh Australia yang menggunakan kekuaatan menekan negara baru tersebut. terbesar adang dan gas yang secara keseluruhan merupakan yang terbesar dalam JPDA adalah Ladang Minyak dan Gas Bayu-Undan-400 juta barel kondensat (cairan) dan 3,4 triliun kaki kubik gas. ConocoPhilips dan mitra-mitranya mulai mengembangkan ladang ini pada akhir tahun 1990-an, ketika masi merupakan teritori curian. Pengembangan lepas pantai Bayu-Undan berlangsung terus tanpa gangguan selama jajak pendapat di Timor Leste, tanpa kerusakan yang mengikutinya, dan selama pemerintah transisi PBB. Sejak 2006, gas alam dialirkan melalui jaringan pipa ke darwin, memberi australia sebagian besar pekerjaan dan semua pendapatan hilir. gas tersebut dicairkan di sana dan dikapalkan ke Jepang. produksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2010, dan ladang ini akan terkuras habis sebelum 2024. Proyek ini menghasilkan 58% pendapatan nasional bruto (Gross National Income/NGI) dan memasok lebih dari 90% pendapatan pemerintah Timor Leste.[52]
Sejak 1999 hingga september 2007, australia telah mengambil lebih dari U$$1,5 milliar dari Laminaria-Corallina, sebuah ladang minyak yang jauh lebih dekat ke timor leste. ladang yang tepat berada diluar JPDA dan di klaim oleh kedua Negara ini hampir terkuras habis. timor leste telah memperotes pencurian kekayaan miliknya, tetapi Australia bersikukuh dan pada tahun 2006 timor leste menelorkan Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS).
Greater Sunrise, termasuk ladang-ladang Sunrise dan Troubadour, merupakan cadangan terbesar ai wilayah tersebut. Sesuai dengan perjanjian Laut Timor, 20, 1% dari Greter Sunrise terletak didalam wilayah JPDA dan 79%nya berada diluarnya, dalam perairan yang dipersengketakan dimana Timor Leste memberikan ijin bagi Australia untuk mengontrolnya melalui CMTAS. Wodside telah lama memeiliki kontrak untuk mengembangkan Sunrise, tetapi ia menunda pekerjaan pada tahun 2004, dan melanjutkan kembali pada tahun 2007, setelah australia dan timor leste menyepakati kepemilikan dan pembagian pendapatan untuk ladang ini. pendapatan hulu (ekstraksi) akan dibagi secara 50/50 antar kedua negara, tetapi pembagian-pembagian dari proyek hilir akan bergantung pada di mana LNG tersebut di bangun.
Timor leste, Australia dan Indonesia masing-masing berharap agar sebuah kilang LNG didalam teritori mereka dapat menjadi pusat yang mengelola gas dari beberapa ladang. disamping Bayu-Undan dan Sunrise, empat ladang lepas pantai lain mungkin akan dikembangkan dalam kurun 5-10 tahun.perusahaan Australia Santos memegang lisensi dan sedang melakukan pengeboran sumur-sumur eksplorasi di Evans Shoal diperkirakan mengandung 6,6 tcf gas), Caldita and barossa di teritori Australia, sedangkan perusahaan Jepang Inpes memegang lisensi untuk abadi (5,0 tcf), tepat diseberang di perbatasan Indonesia. Beberapa atau semua Ladang tersebut dapat mendatangkan keuntungan jika mengolah gas-gasnya di suatu kilang LNG di Timor Leste, asalkan perusahaan dan negara-negara dimana ladang tersebut terletak diyakinkan bahwa ini adalah opsi yang atraktif secara ekonomi politik.[53]  
Urgensi dibuatnya perjanjian garis- garis batas maritime, khususnya garis batas landas kontinen  di antara instalasi pertambangan tersebut berlokasi di lepas pantai Negara kepulauan Indonesia. Demikian pula dengan dampak negative yang mungkin terjadi akibat kegiatan pertambangan di celah timor yang dapat dikatakan sepenuhnya dijalankan oleh pihak Australia, yang dampaknya membahayakan perairan kita harus dapat mendorong percakapan penyelesaian garis-garis batas maritim.
Perkembangan terkini mengenai soal Celah Timor dengan Australia telah ditandatangani perjanjian bagi hasil minyak di laut Timor dengan basis pembagian 90% untuk Timor Lorosae dan hanya 10% untuk Australia. namun demikian oleh banyak kalangan baik dari dalam negeri Timor Leste maupun dari kalangan Internasional perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 5 juli 2001 antara Australia, PBB dan Timor Leste dikhawatirkan tidak akan mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat dari negeri yang baru saja merdeka. 
2.    Celah Timor Pasca Timor Timur berdaulat
Setelah dikeluarkannya TAP MPR V/MPR 1999 yang menerima hasil jajak pendapat di Timor- Timur pada tanggal 30 Agustus 1999 sekaligus mencabut TAP MPR VI/MPR/1978 tentang integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan berdasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1272 tanggal 25 Oktober 1999, maka Timor Timur berada dibawah administrative PBB (United Nation Transnational Administration on East Timor-UNTAET) sehingga secara yuridis kedaulatan dan kewenangan Republik Indonesia atas Timor timur dianggap telah berakhir.
Pasca lepasnya Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999, persoalan Celah Timor (Timor Gap) dilupakan begitu saja oleh Indonesia. Padahal bila Indonesia menyadari batapa pentingnya Celah Timor tersebut bagi kepentingan sebuah negara dalam melakukan hubungan kerjasama dengan Negara lain. Indonesia malah memberikan peluang besar bagi Australia untuk mengekspoitasi dan mengeksplorasi lebih banyak lagi hasil minyak dan gas alam selama lebih dari 40 tahun  dan malahan sekarang bertambah tingkat untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi  minyak dan gas yang berada di Celah Timor.
Pengolahan minyak dan Gas alam di Laut Timor dalam hal ini Celah Timor kini menjadi tanggung jawab RDTL (Republik Demokratik Timor Leste), TAP MPR V /MPR/1999 dijadikan sebagai dasar oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia untuk melakukan pertukaran nota diplomatic (Exchange of Letters) dengan Australia tentang berakhirnya Traktat Celah Timor.
Menurut Departemen Luar Negeri Indonesia, pertukaran nota diplomatic efektif berlaku sejak tanggal 1 juni 2000 sehingga telah menggurkan seluruh hak dan kepentingan masyarakat Indonesia di Celah Timor.
Padahal dalam TAP MPR tersebut tidak ada satu katapun yang menyinggung mengenai status perjanjian Celah Timor. Dengan berlakunya pertukaran nota diplomatic tersebut, menurut Departemen Luar Negeri Republik Indonesia , Traktat Celah Timor telah secara resmi dinyatakan  idak berlaku lagi, dan posisi Indonesia dalam perjanjian Celah Timor telah diberikan kepada/digantikan dengan Timor Timur sama artinya dengan menghibahkan atau mewariskan  Celah Timor kepada Timor Timur secara utuh.
Menurut Departemen Luar Negeri Republik Indonesia lagi, atas dasar inilah maka pihaknya telah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan Celah Timor kepada Australia dan Timor Leste untuk dirudingkan lebih lanjut tanpa harus melibatkan Indonesia. Mungkinkah pemerintah Indonesia tidak pernah tahu meegenai sengketa  yang dikenal dengan nama “North Sea Continental Shel Case” tahun 1969 yaitu suatunpenyelesaian  sengketa landas kontinen di Laut Utara antara Jerman dan Belanda di satu sisi dan Jerman dengan Denmark di sisi lain?, sehingga dengan begitu mudahnya Indonesia menyerah terhadap kepentingan Australia.
Untuk kesekian kalinya, tidak pernah diketahui secara pasti pula, mengapa tindakan Departemen Luar Negeri Republik Indonesia terkesan sangat tergesa-gesa untuk menggantikan posisinya dengan Timor Leste dalam Traktat Celah Timor yang sangat penting dan strategis tersebut. Sekalipu mungin ada celah dalam hukum internasiona yang bisa membenarkan tindakan Indonesia yang telah digantikan posisinya dengan Timor Leste, namun adalah hak Indonesia pula untuk tidak harus merasa terpaksa dan tergesa-gesa menggantikan posisinya dengan Timor Leste.
Bukankah jauh lebih baik dan menguntungkan bila Indonesia memilih untuk merundingkan kembali perjanjian Celah Timor yang kaya akan deposit bahan bakar fosil itu secara trilateral bersama Australia dan Timor Leste?. Bukankah sebagian sisi dari Celah Timor yang berbatasan langsung dengan Timor Barat adalah milik bangsa Indonesia?. Bukannkah Indonesia juga memiliki hak dan kepentingan yang sama besarnya dengan Timor Leste dan Australia di Ladang minyak dan gas tersebut?.
Sangat disayangkan pula ketika Departemen Luar Negeri Republik Indonesia menetapkan harga mati bahwa masalah Laut Timor yang didalamnya tercakup Celah Timor dan Gugusan Pulau Pasir merupakan sesuatu yang tidak layak untuk dibicarakan kembali atau “ditabuhkan”. Padahal Celah Timor dan Gugusan Pulau Pasir ini berada didalam pekarangan depan (wilayah) kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wajar saja bila mantan rektor Universitas Gajah Mada (Prof.DR. Herman Johannes,Alm) menuai protes sebelum dan sesudah Perjanjian Celah Timor ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia waktu itu Ali Alatas dan Gareth Evans dari Australia, mengecam keras dan menuntut agar perjanjian tersebut ditinjau kembali atau dibatalkan karena sangat merugikan rakyat Indonesia yang mendiami wilyah Nusa Tenggara Timur.
Tim perunding Indonesia dinilainya terlalu bersedia melayani kepentingan Australia dengan mengabaikan kepentingan nasional dalam perjajian tersebut. Selanjutnya, Prof. DR. Herman Johannes (Alm) menyatakan bahwa Indonesia telah kebobolan dengan Agreed Seabed Boundary  tahun 1971-1972 yang menyepakati argumentasi Australia tentang perpanjangan daratan alamiah dibawah Laut Timor dengan mengadopsi Konvensi Hukum Laut PBB 1958, dimana garis batas laut antara Indonesia dan Australia ditentukan jauh kesebelah barat jauh mendekati pantai Pulau Timor. Padahal argumentasi Australia tentang perpanjangan daratan alamiah tersebut tidak benar sama sekali (lihat peta….)
Dilain pihak dengan berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia yang mengatur antara lain tentang 200 mill Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan penggunaan garis tengah (median line) maka seyogyanya di Laut Timor teridentifikasi daerah konflik antara 3 (tiga) Negara yaitu Indonesia, Timor Leste dan Australia.
Oleh sebab itu, ketiga Negara tersebut selalu memiliki kepentingan yang sama dalam setiap kegiatan di Laut Timor termasuk Celah Timor dan Gugusan Pulau Pasir. Persoalan mendasar saat ini adalah bagaimana untuk bisa melakukan negosiasi kembali semua perjanjian Indonesia dan Australia di Laut Timor yang sebelumnya merupakan perjanjian bilateral, namun sekarang ini sudah menjadi trilateral.
Hal ini penting dilakuakan agar lebih adil dan berimbang serta tidak merugikan hak dan kepentingan bangsa Indonesia termasuk hak-hak tradisional masyarakat adat Timor Barat, Rote Ndao, Sabu dan Alor di Laut Timor. Melalui beberapa hasil kajian yang telah dilakukan  dapat disimpulakan bahwa ada banyak sekali peluang bagi Indonesia  untuk melakukan negosiasi ulang dengan Australia, seandainya ada “political will” yang kuat dari Jakarta.
Seyogyanya dengan hadirnya Negara Timor Leste di kawasan Laut Timor, perundingan trilateral antara Indonesia, Timor Leste dan Australia untuk menetukan garis batas territorial maritim yang permanen sudah saatnya dilakukan dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Penetapan suatu batas Landas Kontinen Indonesia –Australia dan Timor Leste yang baru, permanen dan benar-benar objektif sesuai dengan keadaan geologi dan geomorfologi di Laut Timor harus menggunakan pendekatan prinsip “median Line”  sesuai Konvensi Hukum Laut PBB merupakan satu-satunya solusi yang tepat, adil, dan berimbang.        
Penetapan batas landas kontinen yang baru setelah Timor Leste menjadi sebuah negara berdaulat dengan asas yang adil, berimbang dan saling menguntungkan dan melengkapi antara Indonesia Australia dan Timor Leste di Laut Timor demi kepentingan nasional masing-masing negara sudah merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Berangkat dari pemikiran-pemikiran diatas, melalui rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) provinsi NTT tanggal 23 Maret 2001 telah disepakati untuk membentuk  suatu kelompok kerja yang dikukuhkan dengan keputusan Gubernur NTT No.54/SKEP/HK/2001 tanggal 18 mei 2001tantang Pembentukan Tim Kelompok Kerja Pengkajian dan Perumusan Berbagai Aspek Strategis di Celah Timor Provinsi NTT, yang beranggotakan unsure eksekutif, legislative, LSM, akademisi dan Lembaga Pers yang kemudian dikenal dengan Kelompok Kerja Celah Timor (Pokja Celah Timor).
Berdasarkan kajian sementara yang dilakukan Pikja Celah Timor dan telah disampaikan pula kepada berbagai pigak terkait di pusat maupun di daerah sebagai hal  pokok yang sangat mendesak untuk dilaksanakan sebagai berikut:
  1. Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia untuk meninjaun kembali perjanjian atau penetapan Batas Landas Kontinen Indonesia dan Australia yang dibuat pada tahun 1971-1972. Kemudian dirundingkan lagi secara trilateral bersama Timor Leste sesuai dengan keadaan geologi dan geomorfologi di Laut Timor dengan menggunakan prinsip “median Line” dari Konvensi Hukum Laut PBB yang berlaku.
  2. Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia untuk membatalkan Memorandum of Understanding  tahun 1974 yang sangat merugian Indonesia dan Perjanjian RI Australia tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas-batas dasar laut tertentu tahun 1997 yang dibuat pada saat Timor Leste masih merupkan bagian integral dari Indonesia.
  3. Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta dunia Internasional untuk menghormati dan mengembalikan hak tradisional masyarakat adat Timor Barat, Rote Ndao, Sabu dan Alor di Laut Timor dan Gugusan Pulau Pasir.
  4. Agar lebih transparan , kredibel dan objektif dalam penetapan batas maritime Indonesia dan Australia di Laut Timor, maka seluruh titik pangkal yang telah ditetapkan di Laut Timor sebelumnya harus ditinjau kembali. Untuk tujuan dimaksud DPRD Provinsi NTT, kabupaten/ kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI segera merekomendasikan kepada pemerintah republik Indonesia untuk melibatkan berbagai pakar independen dalam bidang geologi, sejarah, hukum, politik, lingkungan, dan lain-lain, termasuk masyarakat dan pemerintah daerah provinsi NTT dalam penetapan garis batas maritim yang baru dan permanen di laut timor yang dirasa lebih adil dan berimbang bagi kepentingan nasional Indonesia, Australia, dan timor leste.
  5. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia segera melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber migas di laut timor, Indonesia, sehingga dapat mengembangkan perekonomian NTT dari potensi sumber daya laut yang terkandung di laut timor
  6. Agar DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk mengklaim hak rakyat Indonesia terhadap hasil eksploitasi minyak dan gas bumi di laut timor yang dilakukan oleh Australia secara tidak transparan dan mengabaikan berbagai hak dan kepentingan masyarakat NTT di laut timor selama ini
  7. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI menyatakan bahwa perjanjian kerja sama eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di laut timor termasuk di celah timor antara Australia dan timor leste adalah tindakan illegal karena tidak menyertakan Indonesia sebagai salah satu stakeholder laut timor yang secara ekologis pasti akan menerima dampak pencemaran lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan.
  8. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI mendukung pemerintah republik Indonesia melalui departemen kelautan dan perikanan dalam program pengelolaan pulau-pulau kecil termasuk di wilayah NTT yang berbatasan langsung dengan Australia dan timor leste
  9. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI mendesak pemerintah Indonesia mempercepat pembangunan basis perdagangan internasional melalui pembangunan kupang sebagai pintu gerbang perdagangan asia pasifik dengan menjadikan kupang sebagai “Free port”  atau” special economy zona”.
  10. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI meminta pemerintah Indonesia secepatnya merampungkan pemetaan seluruh pulau di NTT dalam rangka pengamanan wilayah yang berwawasan nusantara
  11. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI bersama pemerintah Indonesia menghimpun berbagai dokumen dalam rangka memposisikan kembali siapa sesungguhnya yang paling berhak mengelola dan memiliki gugusan pulau pasir
  12. DPRD Provinsi NTT/Kabupaten/Kota se-NTT, DPD-RI, DPR-RI dan MPR-RI menyatakan bahwa seluruh perjanjian Indonesia dan Australia di laut timor tidak sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku. Pertukaran nota diplomatik yang dilakukan departemen luar negeri Indonesia dan Australia pada tanggal 1 juni 2000 tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan lembaga rakyat Indonesia dinyatakan batal demi hukum.
Sikap pemerintah Timor Leste pasca berdaulat, pada dasarnya menginginkan agar rakyat Indonesia khususnya di Timor Barat ikut menikmati kekayaan minyak dan gas bumi di Celah Timor. Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Luar Negeri Timor Leste pada Kabinet Transisi (ETTA) II, Fernando Lasama de Araujo di Kupang. Menurut Fernando, “dalam masalah Celah Timor, pandangan Xanana dan Alkatiri sama yakni ingin agar Indonesia khusunya rakyat Timor Barat ikut menikmati kekayaan alam di sana.[54] Presiden pertama Timor Leste, Kayrala Xanana Gusmao (saat ini menjabat Perdana Menteri) pernah menawarkan secara resmi soal kerjasama di Celah Timor kepada sejumlah Menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri yang berkunjung ke Dili pada tahun 2003 silam. Namun tidak ditanggapi oleh Jakarta.

  1. Pencemaran Laut Timor
A.   Laut Timor : Satu Laut Tiga Negara
Perairan Laut Timor adalah salah satu perairan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti perikanan, pertambangan minyak, dan gas lepas pantai dan pulau-pulau kecil yang berpotensi untuk pengembangan pariwisata bahari.  
Berdiriya Negara Timor Leste pada tahun 2002, melalui jajak pendapat yang difasilitasi PBB berimplikasi pada pengelolaan sumber daya kelautan di perairan Laut Timor. Perairan Laut Timor pasca berdirinya Negara Timor Leste, akhirnya dimiliki oleh tiga Negara yaitu Indonesia, Australia, dan Timor Leste. Bagi Indonesia perairan Laut Timor berbatasan langsung dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas perairan laut provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 199.529 km2 Luas perairan tersebut tidak termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki garis pantai sepanjang  5.700 km. secara administrasi di bagian utara daerah ini berbatasan dengan Laut Flores, di bagian timur berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste; di bagian selatan berbatasan dengan Laut Timor dan Samudra Hindia; serta di bagian bara berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pulau terluar yang menjadi perbatasan antara Indonesia dengan Pemerintahan Timor Leste adalah pulau batek. Secara geografis pulau batek terletak pada posisi 90 15’ 30” Lintang Selatan-1230 59’ 30” Bujur Timur. Pulau yang oleh masyarakat setempat menyebutnya sebagai Fatu Sinai berada di lepas pantai Laut Sawu dan berada di perbatasan antara wilayah Kabupaten Kupang dengan enclave (wilayah kantong) oekusi ( Oecusse/Ambeno), Timor Leste. Pulau dengan luas 25 hektar ini memiliki panjang garis pantai 1.680 meter dan kedalaman rata-rata 72 meter. Pulau ini berada pada jarak 5 mill dari Tanjung Batuanyo, Oepoli yang secara administrative masuk di Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang.
Pulau ini berbatasan langsung dengan Negara tetangga Timor Leste yang sudah memiliki titik refrensi(TR). Di pulau ini juga terdapat tiga rumah yang dugunakan oleh penjaga menara suar dan TNI yang dirugaskan untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan serta instalasi menara suar  Pulau Batek (Romimohtarto et all.,2005 ). Status hukum Pulau Batek sudah jelas yakni milik Indonesia, termasuk dalam wilayah Kabupaten Kupang.
Perjanjian Belanda dan Portugis pada tangga 20 April 1859, menyangkut keberadaan pulau Batek. Dalam perjanjian tersebut menyatakan bahwa pulau Batek tidak masuk bagian isi perjanjian. Hal ini dapat diartikan bahwa pulau Batej tetap merupakan wilayah Hindia Belanda   berdasarkan sejarah pendududukan  Pulau Timor oleh Hindia Belanda. Dalam Staatsblad 1916 No.331 tanggal 13 April 1916 tentang Binnelandsch Bestuur Gezaghebbers Huishuurindemnteiten Tolken Timor en Onderhoorigheden disebutkan bahwa Wilayah Assisten Resident (Kabupaten) West-Midden Timor meliputi juga wilayah Pulau Batek atau Pulau Gala Bata.
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945, pulau timor dibag menjadi tiga bagian, yaitu Pulau Timor bagian Barat mrupakan wilayah Republik Indonesia, Pulau Timor bagian Timur dan Pulau Atauro menjadi wilayah koloni Portugis dan terdapat kantong Oecusi yang terletak di Timor bagian  Barat merupakan enclave (bagian dari) wilayah koloni Inggris. Peta Laut Hindia Belanda nomor 117, Nusa Tenggara (kleine soenda einlenden enaanggrezende vaarwater bald V) terbitan 1925 tentang kepemilikan pulau-pulau di wilayah sekitar pulau Timor menggambarkan bahwa wilayah milik Portugis adalah Oecusi, Timor-Portugis, Pulau Jako dan Pulau Atauro sedangkan Pulau Batek tidak termasuk didalamnya. Setelah Timor Leste merdeka pada tahun 2002, secara yuridis formal wilayah bekas Timor Portugis menjadi wilayah Timor Leste. Dengan demikian Pulau Batek tidak masuk wilayah  Timor Leste (Romimohtarto et all., 2005). Sementara Australia dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dibatasi oleh pulau terluar yang berbatasan dengan Australia yaitu Gugusan Pulau Pasir yang du klaim sebagai teritori Australia.
Gugusan Pulau ini pernah diregulasikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sehingga jelas merupakan bagian integral dari  Wilayah Nusantara. Namun kerajaan Inggris Raya menganeksasi wilayah gugusan pulau pasir pada tahun 1878, dan baru pada tahun 1974 Indonesia seolah mengakuinya sebagai  teritori Australia melalui sebuah Nota Kesepahaman (MoU) yang dibuat bersama pada tanggal 7 November 1974.
Tetapi rakyat Indonesia di Timor Barat tetap menganngap bahwa Gugusan Pulau Pasir merupakan warisan nenek moyang mereka. Nelayan-nelayan dari Nusa Tenggara Timur tetap saja melakukan aktivitas penangkapan ikan di perairan tersebut seperti pengumpulan teripang, belut laut, dan ikan hiu, banyak diantara mereka yang ditangkap oleh Angkatan Laut Australia dan dituduh melanggar dan masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Australia.
Akibat belum tuntasnya batas wilayah Negara di Laut Timor, maka muncul banyak tuduhan pelanggaran di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Australia oleh pihak Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA). Nelayan tradisonal Indonessia dituduh telah melewati batas wilayah Australia dan mencuri ikan serta biota laut lainnya di perairan Australia. masalah lainnya adalah ketidaktegasan sikap Indonesia sehingga Australia merasa seperti yang paling benardan bertindak sendiri dalam memberangus para nelayan tradisional Indonesia tanpa ampun.  
Gambar 10. Peta Laut Timor
Sumber: Buletin La’o Hamutuk
Laut Timor memilki luas sekitar 480 km persegi, meliputi wilayah sekitar 610.000 km, dengan titik terdalam adalah Palung Timor. Di bagian utara, kedalaman Laut Timor mencapai  sekitar 3.300 m dan bagian yang lebih dangkal rata-rata mempunyai kedalaman  kurang dari 200  m. wiyah ini merupakan tempat utama munculnya badai tropis dan topan.
Sejumlah pulau dan gugusan pulau terletak di Laut Timor termasuk Pulau Malville yang belum lama ini telah ditemukan bebatuan yang mengandung berlian yang terlepas di lepas pantai Australia. di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah yang besar. Australia dan Timor Portugis atau saat ini Republik Demokratik Timor Leste, telah melakukan perdebatan panjang atas hal eksploitasi kekayaan minyak dan gas di daerah yang dikenal sebagai Celah Timor.
Australia mengklaim luas wilayahnya sampai ke sumbu bathymetric (garis kedalaman punggung laut terbesar) di Palung Timor. Klaim Australia ini tidak pernah disetujui oleh Timor Portugis karena tetap berpendirian tetap berpendirian bahwa batas dasar Laut Timor dan Australia harus ditentukan dengan menggunakan garis tengah (median line) unutk membagi kedua wilayah tersebut.   
  Namun Indonesia dan Australia menyepakati sebuah perjanjian petetapan batas-batas dasar laut tertentu pada tahun 1971 dan dilanjutkan pada tahun 1972 dimana Indonesia mengakui klaim Australia tersebut. Pada tahun 1976, Timor Leste secara resmi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga memungkinkan Australia memperkuat posisi klaimnya yang dilegitimasi melalui penandatangan perjanjian kerjasama Indonesia  Australia di Celah Timor  tahun 1989.
Dalam sebuah dokumen di majalah Belanda (Elseviers) terbitan tahun 1979 dilaporkan pendapat ahli geologi dunia yang menyatakan bahwa masih ada 5 daerah yang memiliki potensi minyak yang jumlahnya hampir sebanding dengan potensi minyak yang ada di Timur Tengah (Negara-negara Arab). Kelima daerah tersebut adalah Mexico, Venuzuela, Argentina, Madagaskar dan Pulau Timor (Timor Barat dan Timor Leste).[55]
Keberadaan milyaran barel minyak di Laut Timor juga diakui oleh berbagai pihak, antar lainkalangan analis industry perminyakan Australia, Menteri Perdagangan dan Masalah Luar Negeri Auatralia, serta Asosiasi Eksplorasi Perminyakan Australia (Woodside News Release, 1996). Dari sikap dan kejelian Australia memperjuangkan wilayah yang luas di Laut Timor dapatlah dimaklumi karena kandungan minyak dan gas buminya. Australia juga telah berhasil meyakinkan Indonesia untuk mengakui bahwa gugusan Pulau Pasir yang letaknya hanya 170 kilo meter dari pulau Rote itu  adalah milik Australia yang sesungguhnya merupakan ladang garapan nelayan tradisional Indonesia yang berbasis dipulau Rote sejak 450 tahun lalu.

B.   Tumpahan Minyak Montara
Pada tahun 2010  laut timor positif tercemar minyak mentah Sabtu,24 Oktober 2009 10:21 WIB, Tumpahan minyak Montara yang mencemari perairan Laut Timor Indonesia pertama kali dibuktikan berdasarkan hasil analisis sampel minyak dan air dari Laut Timor oleh Leeders Consulting Australia yang meneliti atas permintaan Komisi penyelidikan tumpahan minyak montara. hasilnya kandungan minyak  tersebut tela mencemari perairan Indonesia serupa dengan tumpahan minyak yang dimuntahkan dari ladang montara. Hal tersebut di pertegas oleh Ferdi Tanoni.Senator dari Partai Hijau di parlemen Australia, Rachel Siewert, juga mengkonfirmasi hal itu. Kepada pers ia menyatakan hasil uji laboratorium atas sampel minyak yang dikirim oleh Ferdi Tanoni dari Timor Barat menunjukkan bahwa perairan Indonesia telah tercemar tumpahan minyak Montara.
“Tidak ada keraguan, pencemaran yang mempengaruhi perairan wilayah perairan Indonesia di Laut Timor berasal dari Montara," katanya sebagaimana dikutip Ferdi Tanoni. Hasil analisis Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia menunjukkan pencemaran minyak di Laut Timor sudah mencapai 38,15 persen. Kandungan zat timah hitam dan zat berbahaya lainnya juga mencapai lebih dari 100 kali dari kadar normal, lalu contoh rumput laut mati yang diambil dari pesisir Pulau Rote menunjukkan bahwa tumbuhan itu mati akibat pencemaran minyak mentah. Sejumlah sampel diambil dari wilayah perairan Laut Timor pada Oktober dan Nopember 2009”.
Menurut mantan agen imigrasi kedutaan besar Australia,meski kebakaran sudah ditangani, ternyata minyak terus mengalir. hingga saat ini diperkirakan tidak kurang dari 40 juta liter minyak mentah yang tumpah di laut. gas, kondensat, zat timah hitam, serta zat-zat kimia berbahaya lainnya pun ikut masuk lautan. Ferdi Tanoni mengutip pernyataan Yeti Darmayati, peneliti dari Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan tumpahan minyak di perairan sangat berbahaya bagi kehidupan biota laut dan manusia,  gumpalan minyak akan mengurangi kandungan oksigen dalam air laut dan secara langsung mempengaruhi satwa yang bergantung pada lautan. Gas, alkana, aspal, zat aromatik, timbel, nikel, aspal resin, dan lainnya yang terbawa minyak juga berbahaya. salah satu yang paling berbahaya tapi justru tidak terlalu terlihat adalah polycyclic aromatic hydrocarbon. "zat ini amat karsinogenik, menyebabkan kanker jika masuk ke tubuh manusia,".
PTTEP Australia memang telah berupaya mengatasi tumpahan minyak dan mengurangi dampaknya. Mereka menggunakan metode boom dan skimmer untuk melokalisasi dan menyedot minyak mentah. Minyak yang telanjur mengalir disemprot bahan kimia dispersant. Upaya ini dilakukan di bawah pengawasan Otoritas Keselamatan Maritim Australia (AMSA),akan tetapi tidak menghentikan pencemarn yang telah terjadi kata Ferdi Tanoni. Ferdi Tanoni mengatakan bahwa paparan Yeti sama seperti yang dipaparkan juga oleh DR.Felix Rebhung dari Universitas Nusa Cendana dan para pakar lingkungan di Australia bahwa metode boom dan skimmer merupakan perlakuan standar saat terjadi tumpahan minyak ke lautan. Minyak mentah dilokalisasi supaya tidak menyebar, kemudian disedot menggunakan skimmer untuk dimasukkan lagi ke tangki atau dibawa ke darat dan dipisahkan antara air dan minyak. Jika masih tersisa, minyak akan dihilangkan secara kimiawi, yaitu menyemprotnya dengan bahan dispersant.
            Bahan kimia disemprotkan dengan kapal atau helikopter ke gumpalan minyak. Dalam proses ini, minyak dicacah secara kimiawi sehingga permukaannya mengecil. Dispersant yang mempunyai berat jenis tinggi kemudian mengikat minyak sehingga minyak tenggelam dan menjadi sedimen. Minyak tak hilang begitu saja dan justru mengendap sehingga lebih lama terdegradasi. Ini akan membahayakan biota laut dan terumbu karang. "Cara ini memang lebih cepat untuk menghilangkan gumpalan minyak, orang lebih cepat tidak melihat. Tapi dampak tersembunyi muncul belakangan," kata Ferdi Tanoni.Sebenarnya ada satu metode yang relatif lebih aman, yaitu dengan memanfaatkan bakteri yang ada di perairan. Cara ini disebut bioremediasi, yaitu proses remediasi atau pemulihan lingkungan yang tercemar dengan menggunakan bakteri atau mikroba.
Pada prinsipnya, mengatakan alam sanggup memperbaiki diri sendiri. Tumpahan minyak secara alamiah dapat dibersihkan oleh bakteri pengurai, tenaga matahari, dan gerakan air. namun, jika dalam jumlah yang sangat besar, seperti saat kilang bocor atau terjadi ledakan sumur minyak, bakteri yang tersedia tidak akan cukup untuk mengurai minyak yang berlimpah.
 Maka salah satu caranya dengan meningkatkan aktivitas bakteri serta menambah jumlahnya. Mikroba endemik di perairan Indonesia banyak yang bisa dimanfaatkan untuk proses ini, di antaranya Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter. Setelah terurai, minyak akan menjadi senyawa CO2 dan H20 yang sudah tidak berbahaya lagi. Meski lebih murah dan aman, proses itu membutuhkan waktu yang lama. Sejauh ini metode bioremediasi juga baru dilakukan di skala laboratorium di Indonesia. Di luar negeri, metode ini sudah banyak digunakan untuk mengatasi pencemaran akibat minyak di Jepang, Kanada, dan Amerika.
Untuk itu sudah seharusnya Pemerintah Daerah menjadi lokomotif untuk mengatasi pencemaran ini dengan mendorong Pemerintah Pemerintah pusat dengan Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Laut Timor yang selama ini tidak pernah melakukan penelitian dan investigasi secara ilmiah di Laut Timor itu,untuk segera melakukan sesuatu sekarang,kata pemerhati masalah laut Timor Ferdi Tanoni. Tim Nasional yang hanya bisa menduga-duga angka kerugian 510 miliar rupiah kemudian cepat-cepat sodorkan kepada Australia untuk dilakukan ganti rugi itu adalah merupakan sebuah tindakan yang sangat tidak profesional dan tidak berdasar sama sekali ini patut dipertanyakan motif dan latar belakangnya.Jangan hanya mau menghitung uang saja dengan mengorbankan kita yang terkena dampak di daerah ini.Saya beripikir jernih dan positif saja bahwa sekiranya uang tuntutan ganti rugi 510 miliar itu bukan untuk dijadikan sebuah proyek baru lagi disini,kata Ferdi Tanoni.
Pemerintah Provinsi NTT diminta untuk tidak harus mengikuti kesalahan dan kecerobohan yang dipertontonkan oleh Tim Nasional ini dan menolak hitungan angka ganti rugi yang diumumkan Tim Nasional tersebut karena tidak berdasar sama sekali,akan tetapi mulai melakukan sesuatu yang jauh lebih penting demi masa depan laut Timor dan seluruh perairan di NTT yang sudah tercemar akibat semburan minyak Montara yang sangat dahsyat ini.
Berikut beberapa kasus yang terjadi di beberapa Negara akibat dari bocornya kilang minyak dan menimbulkan dampak bagi lingkungan di sekitarnya.



1944  Cleveland Ohio, Amerika Serikat
Di kilang peak-showing, sebuah tangki bocor dan menumpahkan isinya ke jalan raya dan masuk kedalam saluran pembuangan. Ledakan dan kebakaran yang dihasilkan membunuh 128 orang. Tanki tersebut terbuat dari alloy baja yang memiliki kandungan nikel rendah, yang membuat alloy tersebut gampang pecah (getas) jika bersentuhan dengan LNG yang teramat dingin.
1964 Arzew, Aljazair
Ketika melakukan pemuatan LNG, kilat menyambar pengatur ventilasi dari Methane progress dan menayalakan uap yang secara rutin dialirkan melalui system ventilasi dikapal. Hal ini serupa terjadi juga pada awal 1965 ketika kapal baru saja bergerak meninggalkan Arzew. Dalam dua kasus tersebut, kobaran api dapat segera dipadamkan dengan mengalirkan nitrogen melalui sebuah saluran ke pengatur ventilasi.
1965  Tumpahan Jules, Verne, Arzew, Aljazair
Cairan LNG tumpah karena tangki kargo yang terlalu penuh, sehingga menyebabkan timbulnya retakan pada lapisan penutup tangki dan dek di sekitarnya.
1965  Tumpahan Methane Princess
Lengan penguras LNG putus hubungan secara prematur sebelum selang-selang dikeringkan secara sempurna, yang menyebabkan cairan LNG lolos melalui sebuah katup yang setengah terbuka dan melewati penadah tetesan, yang terbuat dari bahan stainless steel, yang diletakkan tepat dibawah lengan. Hal ini menyebabkan retakan beebentuk bintang muncul diatas lapisan dek meskipun sudah disiram air laut
1969  portland, Oregon, Amerika Serikat
Sebuah ledakan terjadi didalam tangki LNG yang sedang dibangun. Belum ada LNG yang pernah dimasukan kedalam tangki tersebut. Penyebab kecelakaan adalah pembuangan saringan dari pipa-pipagas alam yang dihubungkan ke tangki tersebut. Ini menyebabkan gas alam mengalir ke tangki ketika proses konstruksi sedang berjalan.
1971 La Spezia, Italia
Kecelakaan ini disebabkan oleh adanya pembebasan gas secara mendadak dimana dua lapis LNG yang memiliki kepadatan, dan kapasitas panas berbeda tercampur. Percampuran yang mendadak dua lapisan LNG ini menyebabkan terbebasnya uap dalam volume sangat besar. Dalam kasus ini, 2.000 ton uap LNG dikuras dari katup pengaman  tangki dan ventilasi dalam waktu beberapa jam, yang merusakan atap tangki.
1972 Montreal, Quebec, Kanada
Suatu aliran balik gas alam dari kompresor ke pipa saluran nitrogen terjadi ketika kegitan menghilangkan atau mencairkan  bekuan pada fasilitas LNG dan kilang di Montreal East. Katup-katup saluran nitrogen tidak tertutup setelah kegiatan selesai. Hal ini menyebabkan kompresor bekerja dengan tekanan yang terlalu kuat dan berlebihan dan gas alam masuk keruang kontrol (dimana para oprator diijinkan merokok) melalui suatu terminal nitrogen ledakan pun terjadi ketika seorang oprator menyalan korek untuk merokok.
1973 staten Island, NY, AS
Pada bulan ebruari 1973, kebakaran terjadi ketika melakukan perbaikan bagian dalam tangki penyimpanan yang kosong di Staten Island. Akibatnya tekanan didalam tangki naik dengan sangat cepat sehinnga kubah baja di tangki terangkat dan kemudian runtuh kedalan tangki, sekaligus membunuh 37 tenaga konstruksi yang berada didalamnya.
1974  Tumpahan Tongkang Massachusetts, AS
Setelah gagal memperoleh pasok tenaga dan penonaktifan otomatis katup-katup pipa cairan utam, 40 galon LNG bocor ketika sedang dimuatkan ke sebuah tongkang. Bocoran LNG berasal dari katup bulat pembersih nitrogen yang berukuran satu inci pada header cairan di kapal, yang menyebabkan beberapa retakan pada lapisan dek.
1977 Tumpahan Aquarius, Bontang Indonesia
Selama pengisian sebuah tangki kargo, LNG mengalir hingga ujung ventilasi yang mengisikan LNG ke tangki.  Kecelakaan ini mungkin ini disebabkan oleh munculnya persoalan pada sistem pengukur volume cairan. Alarm untuk Volume cairan yang terlalu besar berada pada posisi yang pas untuk menghalangi alarm gangguan.
1978 Das Island, UEA.
Sebuah kecelakaan terjadi karena kegagalan dalam menyambung pipa bagian bawah dari tangki LNG. Tangki tersebut memilki dinding ganda (baja nikel 9% pada dinding bagian dalam dan baja karbon untuk dinding luar), uap dari lapisan luar tangki membentuk sebuah awan besar yang “lebih berat dari udara” yang tidak menyala.
1979 Tumpahan Mostafa Ben Bouliad, AS
Ketika menguras kargo di Cove Point, Maryland, sebuah katup perikasa dalam sistem pipa kapal gagal mengalirkan sejumlah kecil LNG yang mengakibatkan timbulnya retakan-retakan kecil pada pelapis dek.
1983 Bontang, Indonesia
Sebua kebocoran kilang LNG terjadi karena tekanan yang lebih dari piranti penukar panas yang disebabkan oleh katup yang tertutup pada saluran dorong bagian bawah. Penukar panas tersebut dirancang untuk beroprasi pada 25,5 psig. Ketika tekanan gas mencapai 500 psig, piranti ini gagal dan ledakan pun terjadi.
1987 Mercury, Nevada, AS
Pada bulan Agustus 1987, kebakaran awan uap LNG terjadi dilapangan uji milik departemen  Energi AS di Nevada ketika dilakukan percobaan berskala besar menyangkut tumpahan LNG. Awan tersebut secara tidak sengaja menyala dan merusak sekaligus melontarkan isolasi pipa poliuretan keluar dari pagar.
2003 Bintulu, Malaysia
Kebakaran besar terjadi dalam sitem penyedot dari turbin gas propane di train pertama (tarain nomor 7) proyek MNLG Tiga di kompleks LNG petronas.
2004 Skikda, Aljazair
Sebuah pendidih uap yang merupakan bagian dari kilang produksi LNG meledak, dan selanjutnya memicu ledakan awan  uap besar yang disertai kebakaran. Ledakan dan kebakaran tersebut menghancurkan sebagian fasilitas LNG dan menyebabkan 27 kematian,  74 luka berat, dan kerugian material di kawasan yang berada diluar batas kilang.
2004 Ghislenghien, Belgia
Saluran pipa yang membawa gas alam dari pelabuhan Zeebrugge, Belgia ke bagian utara Prancis meledak, dan menyebabkan 23 orang meninggal dunia. Penyebab kecelakaan tersebut masih dalam penyelidikan, tetapi kemungkinan adalah bahwa kontraktor secara tidak sengaja merusakan pipa.
2004 Trinidad dan Tobago
Pada bulan juni 2004, para pekerja dievakuasi setelah sebuah turbin gas di Train 3 fasilitas LNG Atlantic (Trinidad dan Tobago) meledak.
2005 Distric Heights, Maryland, AS
Sebuah kajian atas sponsor Washington Gas Company yang diluncurkan pada bulan juli 2005 menyebutkan bahwa perbedaan kecil ditingkat molecular dalam LNG yang diimpor, mulai digunakan pelayanannya pada Agustus 2003, sebagai penyebab timbulnya ledakan sebuah rumah pada bulan maret 2003. 
2005 Nigeria
Saluran pipa LNG bawah tanah berukuran 28 inci meledak di Nigeria dan mengakibatkan kebakaran yang menyebar hingga 27 kilometer persegi.
Sumber: bulletin La’o Hamutuk hal.109-11    

BAB IV
DAMPAK GEOSTRATEGI CELAH TIMOR TERHADAP HUBUNGAN KERJASAMA TIMOR LESTE-AUSTRALIA
A.   Dampak Ekspoitasi dan Eksplorasi di Celah Timor
Celah timor yang berada di kawasan laut timor merupakan salah satu aset Negara bagi kemajuan perekonomian Negara tersebut. Secara geostrategi celah timor yang berdekatan dengan Australia memberikan kesempatan bagi kedua Negara untuk melakukan hubungan kerjasama dalam bidang perekonomian. Minyak dan gas alam yang berada di celah timor dalam perjanjian sementara yang di sepakati oleh Indonesia dan Australia pada saat itu dibagi kedalam tiga bagian atau zona, yaitu zona A, zona B, dan C. dalam pembagian tiga kawasan tersebut Indonesia dan Australia menyebutnya sebagai kawasan yang diolah bersama.

B.   Peranan Geostrategi Celah Timor terhadap Hubungan Kerjasama Timor Leste- Australia
Letak geostrategi suatu wilayah mempengaruhi interaksi atau hubungan kerjasama antara negara yang satu dengan negara lain yang berdekatan dan tentunya memiliki potensi untuk melakukan hubungan bilateral. Timor Leste secara geostrategi memililiki wilayah yang sangat strategis untuk melakukan hubungan kerjasama dengan Australia.
Penemuan minyak dan gas alam atau emas seringkali dianggap sebagai akhir dari persoalan ekonomi. Kenyataannya bagi banyak negara minyak, gas dan kekayaan mineral justru menjadi kutukan daripada rahmat. Banyak studi membuktikan bahwa dibandingkan dengan Negara-negara serupa yang memiliki sedikit sumber daya alam, negara-negara kaya sumber daya alam justru banyak menghadapi masalah, seperti: rendahnya pertumbuhan ekonomi, kurang demokratis, dan rawan terhadap konflik kekerasan. Disamping itu sector ekonomi non-sumber daya alam biasanya tidak berkembang seiring dengan sector sumber daya alam, sehingga ketika sumber daya alam terkuras habis, kekayaan yang dihasilkannya juga berhenti.
Ada sejumlah alasan untuk “paradox kelimpahan”ini satu hal adalah dengan sector sumber daya alam besar, maka sumber daya yang minim difokuskan untuk ekstraksi sumber daya alam itu, dan derasnya pemasukan devisa justru mendorong kenaikan harga-harga. dampaknya sektor ekspor lain seperti manufaktur menjadi kurang kompetitif. Alasan lain yang menyebabkan Negara-negara kaya sumber daya alam tertinggal bahwa “uang gratis” telah menciptakan insentif yang berkebalikan (perverse incentives).
Orang-orang yang punya kesempatan untuk mengamankan bagin dari uang tersebut akan berupaya mengejarnya ketimbang bekerja keras untuk menciptakan sumber uang yang sebenarnya lebih produktif dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Terlebih dalam birokrasi yang kurang berpengalaman dan kekurangan personil, arus masuk uang dalam jumlah besar dan control yang minim justru akan mendorong korupsi, menghilangkan tekanan bagi perlunya manejeman yang sehat untuk dana-dana public, dan menciptakan imbalan bagi pelanggaran aturan hukum.
Sumber daya minyak dan gas serta mineral juga menyebabkan konflik dan perang. Kita keduanya dari terjadi di atau negara (aceh, Indonesia atau bougainville, papua nugini) dan masuknya pendudukan asing (seperti timor leste pada tahun 1975, papua barat sejak 1963, atau irak). “kutukan sumber daya alam”  juga mewujud dalam instabilitas politik dalam negeri, korupsi, dan konflik antar masyarakat atau ketimpangan ekonomi.[56]   
Hingga sekarang timor leste belum menderita konsekuensi pendapatan minyak dan gas alam seperti terjadi di Negara-negara lain. Harapanya, pendapatan minyak akan mendatangkan manfaat bagi generasi bangsa timor leste di masa depan, sepanjang hasil minyak itu tidak dicuri dan diselewengkan. Namun pendapatan minyak ini juga belum memberikan perbaikan pada kehidupan Negara sekarang.
Pengalaman Negara-negara lain yang terkena “kutukan sumber daya alam” seharusnya memberikan peringatan pada kita, agar tidak berfikir bahwa minyak akan secara ajaib memecahkan masalah tantangan pembangunan. Timor Leste tidak boleh berpuas diri hanya dengan menerima pembayaran atas sumber daya alam yang dikuras dari tanah kita. Seluruh kebijakan pembangunan, dan teristimewa kebijakan yang terkait dengan ekspoitasi minyak, haruslah ditunjukkan untuk mengembangkan ekonomi dalam negeri dengan basis produktif yang lebih terdiversifikasi. Sejalan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan yang lebih luas seperti sudah dijelaskan sebelumnya.
Meskipun hampir semua politisi dan warga Negara timor leste menginginkan kilang Sunrise LNG ditempatkan di daratan , tampaknya keinginan itu tak akan menjadi kenyataan. gas akan tetap dialirkan melalui pipa ke Australia atau diproses dilaut. Bahkan kalau ini yang terjadi, hampir semua rekomendasi yang dan informasi yang di bahas dalam laporan ini masih tetap penting dan relevan. Hasil laporan ini bisa diterapkan di proyek industry besar, dan ditiap aktivitas perminyakan di daratan. Timor Leste masih memerlukan kebijakan yang praktis, realistis, dan berpandangan ke depan. Termasuk membtuhkan mekanisme untuk membangun ekonomi, mengamankan lingkungan, dan melindungi hak-hak rakyat kita dari proyek atau industri, serta apapun yang membawa peluang dan resiko yang di bahas laporan ini dalam kaitannya dengan gas alam Sunrise.
Greater Sunrise merupakan sumber daya minyak dan gas di Laut Timor telah menjadi sengketa lebih dari tiga dekade, sejak masa penjajahan Portugis. Banyak pihak turut memainkan peran dalam proses Laut Timor, seperti perusahaan-prusahaan minyak internasional dan Negara-negara asing.
Greater Sunrise yang mencakup Ladang Sunrise dan Troubadour, ditemukan pada tahun 1974. Ia merupakan ladang terbesar didaerah yang diklaim oleh Timor Leste maupun Australia, diperkirakan mengandung 300 juta barel light oil (kondensat dan LPG) dan 8,3 triliun kaki kubik (tcf) , sekitar seperlima wilayah Greater Sunrise berada dalam daerah pengembangan Minyak Bersama yang dibentuk melalui perjanjian Laut Timor pada tahun 2002 dan dibawah administrasi Timor Leste/Australia, otoritas khusus untuk Laut Timor (Timor Sea designated Authority/TSDA), sementara sisanya berada di wilayah yang dikalimoleh kedua Negara dan dikuasai oleh Australia, meskipun semuanya lebih dekat ke wilayah Timor Leste.
Woodside Petroleum telah mengeksplorasi ladang Greater Sunrise sejak sebelum Indonesia mencaplok Timor Leste pada tahun 1975. Persyaratan kontark mereka dengan Australia dan TSDA dinegosiasikan dengan Australia dan Indonesia pada pertengahan 1990-an, tanpa keterlibatan Timor Leste. Dalam Annex F perjanjian Laut Timor tahun 2002, Timor Leste sepakat untuk melanjutkan persyaratan-persyaratan  tersebut, dan perjanjian-perjajian CMTAS dan IUA yang diratifikasi pada tahun 2006 menyediakan kepastian hukumdan fiscal bahwa Woodside dan mitra-mitranya wajib melanjutkan pengembangan. Meskipun Woodside merupakan oprator ladang Greater Sunrise, ia hanya memilki 33,4% proyek yang disatukan, sedangkan saham lainnya dipegang oleh ConocoPhilips (30%), Shell (25, 56%) and Osaka Gas (10%).
Sesuai dengan perjannjian Laut Timor tahun 2002, International Unitization Agreement (IUA) tahun 2003 dan perjanjian atas kesepakatan Maritim Khusus (Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea/CMTAS) tahun 2006, Timor Leste dan Autralia masing-masing akan menerima 50 % pendapatan hilir dari ladang Greaater Sunrise, tetapi kemana gas akan dialirkan  untuk pengolahan hilir (pencairan/liquefaction) yang masih belum diputuskan.
Harga minyak dalam jangka panjang sulit diramal, tetapi diperkirakan bahwa  pemerintah Timor Leste dapat menerima U$$10-16 miliar secara keseluruhan dari gas alam  ladang  Greater Sunrise dalam 40 tahun mendatang. Australia akan menerima jumlah yang sama atau lebih. Meskipun ladang Sunrise telah ditemukan beberapa dekade silam, penegembangannya baru dimulai  beberapa tahun belakangan ini karena sengketa perbatasan.
Dari pembahasan di atas dapat di lihat bagaimana peranan  geostrategi Celah Timor terhadap hubungan kerjasama Timor Leste-Australia melalui hasil minyak dan Gas alam yang berada di Celah Timor.
\
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A.   KESIMPULAN
Celah Timor yang merupakan salah kawasan minyak dan gas alam yang berada di Laut Timor memiliki potensi untuk membangun kembali perekonomian Timor Leste pasca lepasnya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999. Setelah mengalami masa transisi dalam kontrol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Timor Leste akhirnya memperoleh kemerdekaan secara penuh dan mendapatkan pengakuan secara internasional.
Dalam kaitannya dengan hubungan kerjasama Timor Leste dengan Australia pasca lepasnya dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya merupakan salah satu aset besar untuk memperbaiki perekonomianya. Perjanjian Celah Timor pun telah diratifikasi oleh kedua Negara pada tahun 2008 yang sudah membahas mengenai bagi hasi dari beberapa kilang minyak yang besar di Timor Leste dan sedang beroprasi. Kilang minyak tersebut antara lain, Graeter sunrise dan Bayu-Undan serta Woodside yang dalam satu kali produksi bisa menghasilkan bertriliuan minyak dan gas bumi.
Adapun kawasan daerah pengembangan perminyakan bersama (JPDA) yang berada di wilayah Laut Timor antara Timor Leste dan Australia yang pertama kali pada tahun 1989 dalam perjanjian Celah Timor (Timor Gap Treaty) sebagai Zona kerjasama  Areal A, dan dikukuhkan ulang dengan perjanjian Laut Timor (Timor Sea Treaty) pada tahun 2002. wilayah ini sekarang dikembangkan secara bersama-sama oleh timor leste dan Australia, dengan timor leste menerima 90% untuk pendapatan Pemerintah dari produk Hulu. JPDA ini meliputi ladang minyan dan gas Bayu –Undan  dan Elang-kakatua, dan sekitar 20% dari ladang Greater Sunrise.
Adapun dalam penyelesain sengketa lahan minyak dan alam yang pernah terjadi antara Indonesia, Australia dan timor leste telah dibuatkan kesepakatan untuk meninjau kembali hasil perjanjian celah timor tersebut. perjanjian celah timor telah diratifikasi oleh timor leste pada tahun 2002. Hal tersebut membuka peluang yang besar bagi investor-investor negara asing untuk menanamkan modalnya di timor leste. Apalagi celah timor merupakan salah satu kawasan yang masuk dalam kelima peringkat negara-negara yang memiliki cadangan minyak dan gas alam yang sejajar dengan negara-negara penghasil minyak di timur tengah.
Dari hasil minyak dan gas alam yang tertanam di dalam bumi timor leste tentunya memberikan kesempatan kepada timor leste untuk bangun dari keterpurukan ekonomi pada tahun 1999 sejak lepas dari negara kesatuan republik indonesia. Saat ini timor teste telah membangun dan mengembangkan semua potensi yang berada di laut timor untuk membangun lini-lini kehidupan baik dari segi ekonomi, politik, budaya sosial dan pemerintahanya.
Dengan adanya hasil di celah timor kedepanya timor leste akan menunjukan bagaimana kepentingan nasional negaranya dalam hal ini minyak dan gas alam dapat memnpengaruhi nengara-negara lain untuk melakukan kontrak kerjasama, baik bentuk kersama dalam bentuk apaun yang saling menguntungkan hubungan bilateral kedua Negara tersebut. Dalam hal ini bagaimana pengaruh geostrategic Celah Timor mempengaruhi hubungan kerjasama antar Timor Leste dan Australi yang mengalami kedkatan secara batas wilayah tentunya lebih mudah untuk membagun hubungan kersama yang lebu erat diatara bkedua Negara tersebut.
Setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya bisa menyelesaikan persengketaan di Celah Timor dengan memberikan kesempatan kepada Timor Leste untuk membangun kembali Negaranya dengan melakukan hubungan bilateral dengan Negara lain, dalam hal ini Australia melaui potensi minyak dan gas alam yang berada di Celah Timor.
Dari data-data yang didapat oleh penulis sumber minyak dan gas alam di Timor Leste memiliki nilai ekonomis untuk memperbaiki kondisi perekonomian Timor Leste pasca kemerdekaannya. Dari APBN (Anggaran Pembelajaan Negara) yang jika dihitung dalam kurs dolar maka Negara Timor Leste sudah masuk dalam kategori Negara yang maju dalam perekonomianya berkat sumbangan dari minyak dan gas alam di Celah Timor.

B.   SARAN-SARAN
Berdasarkan keadaaan yang ada di Celah Timor, maka diberikan saran sebagai berikut:
  1. Kepada Pemerintah Australia untuk mengevaluasi hasil bagi minyak yang selama ini tidak merata. Sehingga mengakibatkan perang dingin diatara kedua Negara. hasil evaluasi ini dapat dijadikan pedoman oleh Pemerintah Australia untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di masa yang akan datang.
  2. Kepada pemerintah Australia disarankan untuk menjaga hasil perundingan mengenai kesepakatan Celah Timor yang baru dalam membangun hubungan bilateral yang lebih harmonis antar kedua Negara.
  3. Kepada Pemerintah Timor Leste agar lebih memajukan perekonomianya dengan mengolah hasil minyak dan gas alam untuk kepetingan dalam negerinya serta mencapai kepentingan nasionalnya.    

Penulis : Drs.Simon Arnold julian Jacob




[1] Marcel Hendrapati, Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa No.13/tahunXI/Januari-Maret 2003, hal.416
[2] Ibid,.                                                                                                                                 
[3]Ferdy Tanoni, Skandal Laut Timor”Sebuah Barter Politik-Ekonomi Canberra-Jakarta, Yayasan Peduli Timor Barat, Kupang, 2008, Hal.2
[4] Ibid,.
[5] Ibid, Hal, 2-3
[6] Op.cit, Hal.34
[7] Op.cit
[8] Ibid
[9] ibid
[10] Loc.cit,Hal.34-35
[11] Ibid.,
[12] Ibid
[13] Ibid, Hal.54
[14] Loc cit.
[15] Ibid, Hal.55                                                  
[16] Ibid, Hal.58
[17] Ibid, Hal 33
[18]  Marcel Hendrapati, Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa No.13/tahunXI/Januari-Maret 2003, hal.420
[19] Ibid, Hal.428
[20] Walter S. Jones, Logika Hubungan Internasional:Kekuasaan,Ekonomi-Politik Internasioanal, dan Tatanan Dunia 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal. 484
[21] Ibid.,
[22] Ibid
[23] Teuku  May Rudy,  Studi Strategis:Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002, hal. 114
[24] Ibid, Hal.116
[25] Andi Nurditha E 131 06 620, Skripsi: Peranan PBB Dalam Penyelesaian Status Kewarganegaraan Rakyat Timor Timur Dari Negara Indonesia, 2001, Hal. 6
[26] Theodore A. Couloumbis, James H. Wolfe, Pengantar Hubungan Internasional:Keadilan dan Power, edisi ketiga, Percetakan Abardin, Bandung, 1990, Hal. 114
[27] Sri Hayati, Ahmad Yani, Geografi Politik,  Refika Aditama,  Bandung,  2007, Hal. 64
[28] Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan metodologi, cetakan kedua, LP3ES, Jakarta, hal. 141
[29] N. Daldjoeni, Dasar-Dasar Geografi Politik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,Hal.53 
[30] Sri Hayati, Ahmad Yani, Geografi Politik,  Refika Aditama,  Bandung,  2007, Hal. 10
[31] Skripsi Nurjannah Adullah, E13107059, 2011. Analisis Kebijakan Ekonomi China di Greater Mekong sub-region (GMS), hal. 18

[32]  Arnolds Wolfers, dalam Robert L. Pfatzgraff, Jr dan James E. Dougherty : Contending Theories in International Relations, JB. Lippncot CO, New York : 1971
[33]  K.J. Holsti, dalam Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya University Press, Jakarta : 1999, Hal. 63
[34]  Aleksius jemadu, Politik Global  Dalam Teori dan  Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008, hal. 67     
[35]  Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau  Dalam studi Politik dan HI, hal. 56
[36] Nasrun  Mappa, 1990, Hubungan Indonesia dengan Negara-negara Pasifik Selatan, Masalah dan Prospek, Ujung Pandang : Universitas Hasanuddin, hal. 3
                                                                                          
[37] T.May Rudy, S.H., MIR,. M.sc. ,2003,  Hubungan Internasional kontemporer dan Masalah-masalah Global, hal. 92

[38] Sri Hayati, Ahmad Yani,Geografi Politik, refika aditama,Bandung:2007, Hal.64

[39] Ferdi Tanoni, skandal laut timor:sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor barat,kupang:2008, Hal.51-52

[40]  Nasution, Dahlan. Politik  Internasional: Konsep dan Teori. Erlangga. Jakarta: 1991. hal. 6-7
[41]  Safri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri, Sebuah Analisis Teoritis dan Uraian  Tentang Pelaksanaannya, Pustaka Sinar Harapan,  Jakarta, 1989, hal. 77
[42]  J, Salusu, Makalah Untuk Dialog Perdamaian Dunia, HIMAHI, Ujung Pandang, 25 Oktober 1988, hal. 7
[43] Santhi Septiani Arifin. E13103021. Dampak Pembanguan Militer CINA Terhadap Stabilitas Kawasan Asia Tenggara. 2007
[44] Skripsi Nurjannah Adullah, E13107059, 2011. Analisis Kebijakan Ekonomi China di Greater Mekong sub-region (GMS)
[45] Sri Hayati, Ahmad Yani,Geografi Politik, refika aditama,Bandung:2007,  Hal.165
[46] Andi Muh. Hamka, E131 09 038, “Dampak Kebijakan Pakistan Tentang Terorisme Pasca 11 September 2001 Terhadap Politik Luar Negeri Amerika di Kawasan Asia Selatan”, 2004
[47] Institut Pemantau dan Analisis Pembangunan di Timor Leste
[48]  Ferdi Tanoni, skandal laut timor: sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor barat,kupang:2008. Hal.124
[49] Ferdi Tanoni, skandal laut timor: sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor barat,kupang:2008. Hal.124-125

[50] Ferdi Tanoni, skandal laut timor: sebuah barter politik-ekonomi Canberra-jakarta?,yayasan peduli timor barat,kupang:2008. Hal .88
[51] Majalah Ilmiah Hukum Amanna Gappa No.13/Tahun XI/Januari-Maret 2003, hal.425
[52] Ibid, 2008,  hal.91-92
[53] di hitung oleh La’o Hamutuk berasarkan informasi penjualan  dan  pajak  dalam  laporan  Woodside pada bursa saham  Australia (Australian Stock Exchange). Lihat  http://www.laohamutuk.org/Oil/Boundari/laminaria revenues.htm

[54] Sinar harapan, 8 Mei 2002
[55] Loc. Cit hal. 16
[56] CD-ROM Oil/Web La’o Hamutuk berisi banyak artikel, analisis dan riwayat kasus tentang contoh-contoh berbeda, serta manfestasi dari kutukan sumberdaya Alam.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.