“Hidup Pasti Sangat Murah di Sana!”: Multatuli tentang Pulau Rote
Added by satutimor.com on January 26, 2014.
Saved under Sejarah
{sumber: ipad.fajar.co.id}
{sumber: ipad.fajar.co.id}
Matheos Messakh
Satutimor.com/KUPANG
TAHUKAH anda bahwa Eduard Douwes Dekker alias Multatuli pernah menulis
tentang pulau paling selatan Indonesia, Rote, dalam novelnya Max Havelaar?
Dalam novel abad 19 yang disebutkan Pramoedya Ananta Toer sebagai buku yang
menghancurkan kolonialisme itu, sebuah bagian yang mencurigakan muncul. Seorang tokoh dalam novel itu, Batavus Drystubble, seorang broker kopi dari Amsterdam, mendapat sebundel koleksi aneh manuscript dari seorang bernama Scraftman (lihat Max Havelaar, Bab IV ). Scraftman menggambarkan dirinya sebagai seorang pujangga dan penulis yang telah banyak berpikir, bekerja dan melihat.
Walaupun Drystubble yang aslinya seorang bisnisman dan pedagang kopi tidak
tertarik dengan pemberian ini namun ia mau juga menelusuri halaman-halaman koleksi ini. Seperti disertasi dari sebuah universitas modern, koleksi itu memuat essay dari berbagai topik: Asal-usul aristokrasi, asal usul negara Russia, tentang mithologi Icelandia, tentang penemuan baju zirah, tentang arsitektur orang Moor, tentang wayang China, tentang theori populasi Malthus dalam hubungannya dengan subsistensi dst. Si Drystubble selalu memberi komentar atas list ini, antara lain misalnya dia menulis: “sudah kubilang kan bahwa daftar ini aneh”.
Di antara daftar panjang itu ada satu entri yang menarik perhatian Drystubble:
“tentang orang-orang yang tidak makan di pulau Rote dekat Timor.” Bagi mereka yang mengetahui tentang Rote, akan paham bahwa entri ini mengacu kepada kenyataan bahwa orang Rote mengkonsumsi kebanyakan dari makanan mereka dengan cara mencampur dengan minuman mereka. Selain itu, memang kebanyakan makanan orang Rote mengandung mengandung cairan. Misalnya, pagi-pagi anak-anak penggembala membawa gula lontar (dalam bahasa Melayu Kupang disebut “gula aer”) untuk sarapan siangnya.
Anak-anak gembala biasanya jarang membawa bekal makanan, mereka lebih banyak bergantung kepada susu kerbau, sapi atau domba yang merelka gembalakan. Kadang mereka membawa jagung goreng yang direndam dalam gula lontar untuk diminum
pada siang hari. Di musim panen lontar, orang Rote juga punya kebiasaan minum sadapan gula lontar (dalam bahasa Rote disebut “tua” atau “tuak”) pada waktu pagi dan sore.
Selain itu orang Rote punya kebiasaan makan rumput laut, daun kelor atau daun
pepaya yang dicampur dengan gula yang difermentasi. Makanan ini sebut lawar. Juga ada kebisaan minum gula yang dicampur dengan jamu tradisional yang disebut “laru”. Selain itu, makanan dalam pesta-pesta di Rote kebanyakan direbus saja. Untuk mengatakan mudahnya memasak orang Rote biasa berkata “rubus-rubus sa.”
Kembali ke Max Havelaar. Drystubble menerjemahkannya ungkapan dalam manuscript itu secara berbeda. Menurutnya, orang-orang Rote adalah orang-orang yang bisa menghindari kemahalan dan masalah makan. Dengan coretan pensilnya dia
menambahkan ke daftar itu: “Hidup pasti murah di sini.”
Lukisan pencil Douwes Dekker karya Allebé, Aug. sekitara tahun 1880 {sumber:
koleksi KITLV}
Lukisan pencil Douwes Dekker karya Allebé, Aug. sekitara tahun 1880 {sumber:
koleksi KITLV}
Antropolog terkenal James J. Fox kemudian mengangkat thema ini sebagai
pembukaan dari bukunya yang terkenal “Harvest of the Palm: Ecological Change in Eastern Indonesia.” (Harvard, 1977). Fox menyebut bukunya itu sebagai semacam pengganti dari imaginasi Scrafman tentang manuscript-manuscript itu.
Kalau Scrafman cuma bisa berimajinasi, Fox datang sendiri ke Rote bersama istrinya dan tinggal di Rote tahun 1965-1966, tepatnya di rumah keluarga Mias Kiuk di Ufa Len, Termanu (sekarang di Kecamatan Rote Tengah) selama beberapa tahun. Fox
diangkat anak oleh daelangak Stephanus Adulanu, dan Raja terkahir Termanu Ernst Amalo menyebutnya sebagai anak dari saudara perempuannya. Dalam budaya Rote, seorang anak memanggil saudara laki-laki ibunya dengan panggilan to’o. Jadi bagi James Fox, Raja Ernst– yang kemudian menjadi Camat Rote Tengah– adalah to’o nya. (Fox, 1989).
Stephanus Adulanu, yang biasa dipanggil Meno Tua karena posisinya sebagai daelangak (kepala) dari klan Meno, meninggal 30 Maret 1970, dan Fox yang merampungkan pendidikannya di Harvard kemudian kembali ke Rote pada bulan September 1972.
Atas usulan Fox, dan setelah disetujui oleh ’saudara tuanya’ Ayub Adulanu, didirikanlah sebuah tugu untuk mengenang ayah angkatnya itu. Tugu untuk mengenang seseorang dalam bahasa Rote disebut tutus. Saat itu ritual pendirian tutus sudah ditinggalkan oleh orang Rote karena dianggap kafir oleh gereja tetapi Fox berhasil meyakinkan pihak keluarganya dan pihak keluarga to’o huk-nya Ernst Amalo untuk mendirikan tutus itu.
Ritual pendirian tutus adalah pendirian monumen yang terbuat dari kayu dengan
landasan batu yang diperuntukkan untuk mengenang tokoh penting yang telah meninggal. Fox (1971) menjelaskan , bahwa:
“All Rotinese rituals of the life-cycle are explicitly phrased in a botanie idiom that
draws multiple metaphoric analogies between human life and the growth of specific plants. Thus a single idiom encompasses both human and agricultural rituals.”
Akhirnya setelah melewati persiapan yang panjang, bahkan melalui perdebatan
dalam sidang gereja, akhirnya tutus itu didirikan dan diberi nama Dale Sue (Hati Sayang) pada 30 Juni 1973.
Kita kembali sejenak ke reaksi Fox soal imajinasi Scrafman bahwa “orang Rote yang meminum makanannya”. Bagi Fox, kenyataan bahwa orang-orang di pulau di sudut
bagian timur Indonesia itu kebanyakan meminum makanannya daripada memakannya adalah fakta sosial yang tidak biasa dan menarik. Tetapi bahkan jauh lebih menarik lagi bahwa orang Rote — dan tetangga mereka orang Sabu, harus memperoleh keunggulan ekonomi mereka dari kondisi subsisten yang tidak biasa. (Fox, 1977: 3).
Banyak orang Rote, mungkin tidak melihat keunggulan ekonomi (dalam bahasa Fox “economic advantage”) yang telah dicapai orang-orang pulau itu karena mereka lahir dan besar di pulau itu. Kedekatan fisik dan mental kadang membuat kepekaan dan
analisis sosial kita berkurang. Orang Rote lahir bersama gula aer, minum nira, makan rumput laut, minum laru, makan lawar dengan lalapan daun pepaya atau daun kelor, minum susu kerbau, sapi dan domba, mungkin melihat semua itu sebagai kewajaran semata. Ada juga yang mungkin merasakan semua itu sebagai ketinggalan jaman. Namun semua itulah yang telah membentuk semangat dan sejarah mereka sampai sekarang.
Bagi yang mempunyai sedikit pengetahuan tentang sejarah sosial orang Rote – dan
Sabu, akan cukup terpesona bagaimana orang-orang dari dua pulau kecil dan kering itu bukan hanya survive tetapi mampu membawa diri mereka sebagai pemain utama sejarah sosial di Timor dan sekitarnya. Kalau sekarang banyak yang melihat penurunan dalam partisipasi dan peran orang Rote, itu lain persoalan. Tapi kalau mau melihat sejarah secara utuh, bagi saya sungguh luar biasa peran orang Rote.
Bibliography
Fox, James, Harvest of the Palm: Ecological Change in Eastern Indonesia.” Harvard, 1977.
Fox, James, ”The Aroma of the Name, The Celebration of A Rotinese Ritual of Rock
and Tree”, dalam Rituals and Socio-Cosmic Order in Eastern Indonesian Societies; Part I Nusa Tenggara Timur 145 (1989), no: 4, KITLV Leiden, hal. 520-522.
Fox, James, ‘Sister’s child as plant: Metaphors in an idiom of consanguinity’, in: R.
Needham (ed.), Rethinking kinship and marriage, pp.219-52. London, 1971: Tavistock.
Multatuli [Eduard Douwes Dekker], Max Havelaar, Rotterdam: Elsevier, 1881.
Bagikan artikel ini:
13Share on Facebook13 Click to share on Twitter Click to share on LinkedIn Click
to share on Google+ Click to share on Tumblr Click to email this to a friend Click to share on Pocket Click to print Click to share on Reddit Click to share on StumbleUpon
2 Responses to “Hidup Pasti Sangat Murah di Sana!”: Multatuli tentang Pulau Rote
atanone
January 27, 2014 at 1:44 am
Saya senang sekali membaca tulisan bung Ato ini yang mengangkat sejarah Rote
dan sekitarnya. Semoga semua ini bisa cepat dirangkumkan dalam Disertasinya nanti.
Ada satu hal yang menarik perhatian saya. Gambar gula lempeng di atas. Saat ini, gula pasir sedang dituduh sebagai sumber berbagai macam penyakit. Ada berbagai
usaha mencari pemanis alternatif, tetapi yang dihasilkan malah seperti Aspartame yang dicurigai sebagai sumber penyebab penyakit kanker. Mudah2an ada adik-adik yang studi di bidang Kimia atau Bio-kimia untuk menyelidi indeks glikemik (glycemic index) gula aer dan gula batu. Kalau terbukti gula batu berglikemik index rendah, itu bisa jadi sumber makanan yang dicari dunia karena penderita diabetes dan mereka yang kegemukan butuh gula dengan glikemik index rendah.
Reply
fritsdimuheo
February 12, 2014 at 1:21 pm
Jika berpikir jaman sekarang hanya makan gula aer, minum nira, makan rumput
laut, minum laru, makan lawar dengan lalapan daun pepaya atau daun kelor, minum susu kerbau, sapi dan domba, bisa hidup ya.. tetapi mereka bemu tau, contoh sederhana dalam sayur kelor saja memiliki banyak vitamin dan obat obatan, apalagi daun pepaya dan seterusnya, makanya tidak heran orang Rote rata rata pintar, sampai ada julukan OTAK ROTE….. mantap Om Ato …tulis terus selagi masih bisa menulis……
http://satutimor.com/hidup-pasti-sangat-murah-di-sana-multatuli-tentang-pulau-rote.
php
ADA JULUKAN UNTUK ORANG ROTE ADALAH : "NO EATING PEOPLE" ATAU LIVE NO EATING adalah julukan tepat sekali.
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.