alamat email

YAHOO MAIL : saj_jacob1940@yahoo.co.id GOOGLE MAIL : saj.jacob1940@gmail.com

Rabu, 01 April 2015

SENGKETA PULAU PASIR (ASHMORE REEF)--KETIKA BANGSA BAHARI TAK PEDULI LAUT

SENGKETA PULAU PASIR
Ketika Bangsa Bahari  Tak Peduli  Laut
 
HARI Kamis (7-4-2005), 
Ahmad Pelo (29), nelayan asal Papela, Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa 
Tenggara Timur, melaut bersama lima awak kapal layar Titian II di Laut Timor. Akan tetapi, baru saja berlayar l mil meninggalkan Pulau Pasir menuju Borselan (9/4), datanglah kapal perang Angkatan Laut Australia.
Mereka ditangkap karena dituduh memasuki perairan zona ekonomi eksklusif 
Australia. Perahu mereka ditarik kedekat Darwin Australia Utara, dan disana sudah ada dua perahu dengan l8 awak. Menurut Pelo ketiga perahu itu dibakar oleh petugas perikanan Australia (Australian Fisheries Managemen Outhority/AFMA), yang menyebabkan Hok Soen Heng, salah seorang pemilik kapal yang saat itu berada didalam kapal, menderita luka bakar. 
 
Namun, tiap AFMA ketika dimintai klarifikasi oleh Kedutaan Besar RI di Canbera 
menyangkal semua itu. Menurut pihak AFMA, aparat Australia tidak terlibat dalam kegiatan pembakaran atas tiga kapal itu. Malah kapal Sundi Jaya yang dinakodai Hok Soen Heng hingga kini masih berlabu dipelabuhan Darwin. Konsulat RI di Darwin telah melakukan verifikasi dipelabuhan Darwin dan menyaksikan kapal Sundi Jaya masih dalam keadaan baik serta tidak memiliki tanda-tanda kebakaran.
Demikian siaran pers Kedutaan Besa RI di Canbera, Australia hari kamis (26/5). Pelo 
bersama nelayan lainnya dideportasi, kembali ke kampungnya melalui Denpasar dan Kupang, ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pengalaman ditangkap petugas Australia saat mencari ikan di Laut Timor itu merupakan pengalaman yang ketiga kalinya.
Pertama, terjadi pada tahun 2002 dan kedua tahun 2003. “Tetapi pengalaman paling 
tragis bagi saya justru terjadi pada penangkapan yang ketiga ini”, operasi penangkapan nelayan tradisional Indonesia di laut Timor oleh Australia atas tuduhan memasuki zone ekonomi eksklusif (ZEE)” negara itu sebenarnya sudah memasuki usia 31 tahun. Penangkapan besar-besaran yang dimulai l974 itu masih terus berlangsung hingga hari ini. Diperkirakan sudah ribuan nelayan ditahan, disekap, dan dipenjara, lalu dideportasi.
 
Masalah penangkapan nelayan oleh patroli Australia, menurut kajian pemerintah bisa disebabkan 3 faktor.
 
Pertama, ada persoalan ekonomi dibalik kegiatan nelayan Indonesia yang memasuki wilayah negara itu, serta ada cukong-cukong yang membiayai dengan iming-iming 
pendapatan yang besar.
 
Kedua, nelayan-nelayan itu memang tidak tahu dimana batas-batas wilayah laut 
Indonesia karena umumnya kapal-kapal nelayan tradisional tidak dilengkapi perangkat petunjuk posisi atau Global Positioning System (GPS), Sonar, dan sebagainya.
 
Ketiga, kemungkinan karena bencana alam, seperti badai sehingga mereka terbawa 
kewilayah perairan Australia.
Dari ketiga faktor itu, menurut juru bicara Luar Negeri Yuri Thamrin, kebanyakan 
kapal yang ditangkap bukan kapal nelayan tradisional meski kapal mereka tidak dilengkapi GPS seperti umumnya kapal nelayan tradisional.  Setelah ditelusuri lebih jauh, diduga kuat ada motif-motif ekonomi yang membuat beberapa nelayan, “ memasuki wilayah laut Australia”. Umumnya ikan yang menjadi buruan nelayan-nelayan itu adalah ikan hiu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan jenis-jenis ini memang lebih banyak terdapat diwilayah perairan Australia. “Pulau Pasir atau Ashmore Reef itu dalam catatan kita sejak zaman Belanda pun adalah milik Inggris, tidak pernah menjadi milik kita”, tutur Yuri menjelaskan.
 
Komentar Penulis, (Sdr:  Yuri : Anda hanya punya pengetahuan
berdasarkan data sepihak  dari pihak Australia saja, tetapi supaya
pemberitaannya seimbang , maka telusuri juga sejarah orang Rote dengan Pulau 
Pasir baru bicara—jangan menjadi terompet Australia dong).
 
Katanya penjelasan mengenai batas-batas wilayah itu sudah dilakukan oleh 
Departemen Kelautan dan Perikanan dengan dukukngan dari Depatemen Luar Negeri. Namun, diduga kuat atas sejumlah cukong yang “memperalat” para nelayan, membiayai mereka untuk berburu hiu hingga keselatan laut Timor. Dalam beberapa pertemuan awal, pihak Australia sudah menghasilkan suatu kegiatan bersama RI-Australia dalam penyebarluasan informasi mengenai wilayah-wilayah kedua negara dan menyediakan mata pencaharian alternatif bagi nelayan, sehingga tidak “berjudi” mencari hiu hingga ke wilayah Australia. Namun, hingga kini belum ada upaya perlindungan terhadap nelayan tersebut.
 
“Penangkapan para nelayan itu sekaligus juga mengesankan kita tidak serius 
menangani persoalan perbatasan”, kata Bernando Seran, putra kelahiran Timor Barat, Kandidat Doktor pada program studi Ilmu Hukum Internasional di Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Hal yang sama diungkapkan Dhey Wego Tadeus, Master Ilmu Hukum Internasional di Universitas Nusa Cendana Kupang.
 
Dilihat dari Konvensi Hukum Laut Internasional, sebenarnya tidak ada larangan bagi nelayan tradisional mencari ikan di laut lepas, termasuk dilaut Timor. BATAS wilayah negara sebenarnya sudah ditetapkan saat kita memperjuangkan Wawasan Nusantara pada l957-l982.Setelah Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Covention on The Law of The Sea/ UNCLOS) berlaku karena jumlah negara yang meratifikasi sudah 
mencapai 60 negara pada tahun l994, Indonesia justru kendur.
 
“Yang sekarang kerap menjadi masalah bukan batas wilayah, kecuali dengan Timor 
Leste, batas-batas laut wilayah/teritorial kita sudah jelas, tetapi batas hak-hak berdaulat “, ungkap ahli Hukum Laut Internasional, Prof.DR.Hasyim Djalal. Dengan Australia ada masalah-masalah batas-batas atas hak berdaulat atas kekayaan alam dan pemeliharaan lingkungan laut.
 
Terdapat dua aspek yang terkait dengan hak-hak tersebut, yakni, 
---batas dasar laut dan 
---batas zona ekonomi eksklusif. 
Penentuan batas dasar laut dengan Australia sudah diselesaikan tahun l970-an dan 
sudah diratifikasi. Batas laut ini lebih menjorok kewilayah pantai Indonesia karena ke
adaan topografi, geologi, dan geomorfologi dasar laut yang memang lebih menguntungkan Australia.
 
Setelah Timor-Timur berintegrasi ke Indonesia, batas Australia dengan Timor-Timur 
yang ketika itu menjadi bagian dari Indonesia sempat dipersengketakan, kemudian dijadikan zona pengembangan bersama. Setelah Timor-Timur berdiri sebagai negara, sampai saat ini kawasan di Celah Timor itu masih dipersengketakan Australia dengan Timor-Timur.
 
Ketika batas dasar laut Indonesia dengan Australia ditetapkan, ZEE belum dikenal 
dalam hukum internasional. ZEE baru ada setelah konvensi PBB tentang Hukum Laut l982 diratifikasi.  Masalahnya sampai saat ini  belum ada batas-batas ZEE bilateral Indonesia dengan negara-negara tetangga yang diratifikasi. Satu-satunya batas ZEE yang sudah selesai dirundingkan adalah dengan Australia. Ironisnya, meski batas ZEE dengan Australia sudah disepakati tahun l974, Indonesia belum meratifikasi kesepakan itu dengan aturan didalam negeri sahingga berketetapan hukum. Dengan Malaysia, Thailand dan negara-negara tetangga lainnya, ZEE bahkan belum dirundingkan.” Batas ZEE menyangkut kewenangan atas kekayaan alam, bukan wilayah, sehingga seharusnya bisa diratifikasi tanpa perlu dibawa ke DPR. Misalnya cukup dengan Keputusan Presiden atau Peraturan Pemerintah”, ujar Hasyim Djalal. 
 
Kesepakatan PBB tentang Perikanan di laut bebas tahun l995 juga sudah ditanda 
tangani, tertapi juga belum diratifikasi. Akibatnya secara legal teknis, juridis, mestinya kesepakatan itu belum berlaku namun, secara poletis dalam konteks hubungan baik bertetangga, diharapkan kesepakatan itu tentu menjadi pertimbangan dan diperhatikan. “ Ibarat pasangan yang sudah bertunangan tetapi belum meresmikan hubungan melalui pernikahan, sehingga belum diikat secara legal. 
 
Saya prihatin. Kenapa belum diratifikasi walaupun sudah bertahun-tahun ditandatangani”, katanya. Kenapa perundingan batas ZEE dan ratifikasi yang merupakan 
kelanjutan dari kesepakatan hasil perundingan tak kunjung dilakukan Indonesia ? Hambatan prosedur admisitratif sering jadi alasan siapa yang harus mengurus dan memulai proses ratifikasi?
---Sekretariat Negara, 
---Departemen Luar Negeri, Atau 
---Departemen Teknis yang terkait ? 
Bagaimana prosesnya, apakah cukup pemerintah saja atau harus  dibawa ke DPR. 
 
Sekarang ada UU tentang Perjanjian Internasional No.24 tahun 2000. Negara ini 
dikelilingi oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, tetapi negeri ini tidak ikut aktif dalam konvensi regional yang merupakan pengejawantahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun l982. Dalam Komisi Tuna di Samudra Hindia, Malaysia, China, Korea Selatan, Thailand, bahkan Uni Eropa menjadi anggota, sementara Indonesia hanya jadi peninjau.
 
Konvensi Regional di Samudra Pasifik yang tidak diikuti Indonesia, sementara negara-negara lain berusaha keras ikut mengatur laut orang lain, kita bahkan tidak 
mengurus laut kita sendiri”.
Negeri ini pernah sangat gigih memperjuangkan Wawasan Nusantara agar diakui 
dunia internasional. Namun, begitu didapat, kita tidak gigih lagi untuk memelihara dan memanfaatkannya. Memang menyakitkan kalau dikatakan begitulah kerakter bangsa ini. (CAL/OKI/DAY?DMU-Kompas, 28-05-2005)
  
Penulis : Drs.Simon Arnold Juilian Jacob
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.