Membuat Sel Surya Sendiri? Bagian 2 : Proses Pembuatan Sel Surya
Secara singkat, proses pembuatan sel surya jenis silikon telah dipaparkan di Blog ini. Hanya saja, yang penulis paparkan hanyalah
prosesnya tanpa menuliskan secara rinci sejauh apa konsep dan peralatan
yang dibutuhkan, apalagi besar biaya investasinya. Sama kasusnya dengan
pengolahan pasir silika menjadi silikon, pembuatan sel surya ini
melibatkan aktifitas yang melibatkan proses high-technology, yakni nanoteknologi.
Artikel ini mencoba mengupas kemungkinan membuat
sel surya secara mandiri seperti yang sempat dilontarkan oleh rekan
pengunjung Blog ini beberapa waktu lalu;
Makhfud berkata:
Saya ingin belajar cara membuat solar cell, ingin tahu brapa biaya yang di butuhkan dalam membuat solar cell, serta cara pemasangannya, mohon bantuannya saya butuh lebih banyak lagi artikel tentang solar cell.
Begini….
Pada dasarnya, pembuatan sel surya
tidak ubahnya pembuatan microchip yang ada di dalam peralatan
elektronika semisal komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital
MP3. Banyak teknologi yang dipakai oleh sel surya mengadopsi dan
mengadaptasi teknologi pembuatan microchip karena teknologi microchip
sudah mapan jauh sebelum booming sel surya yang baru muncul belakangan di akhir 1980-an.
Teknologi pembuatan microchip
maupun sel surya sama-sama bersandar pada konsep nanoteknologi. Yakni
sebuah konsep revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah
sistem pada skala molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran
se-per-milyar meter). Sistem yang dimaksud ini dapat berupa
molekul-molekul, ikatan kimia, hingga atom-atom yang menyusun sebuah
produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau molekul-molekulnya tadi
dengan jalan menyesuaikan kondisi pembuatan atau lingkungan molekul
atau atom yang dimaksud.
Gambar 1. Sebuah gambaran konsep dari
Nanoteknologi. Saking kecilnya produk nanoteknologi, hingga seekor semut
pun dapat turut membantu mengangkat sebuah microchip.
Sebagai contoh nyata yang umum pada
dunia akademik maupun industri mikrochip ialah, kita dapat mengatur di
mana sebuah molekul atau atom tersebut menempel di bagian tertentu pada
komponen microchip atau sel surya, atau “memrintahkan” ia berpindah dari
satu tempat ke tempat lain ketika arus listrik atau temperatur
disesuaikan. Pengaturan atau perekayasaan perilaku molekul atau atom ini
sangat berguna untuk menyesuaikan produk sebuah teknologi untuk
keperluan sehari-hari. Hal ini terlihat jelas jika melihat kegunaan
komputer dewasa ini yang semakin cepat dan poweful justru
ketika ukuran prosesor-nya semakin kecil dan memori yang semakin padat.
Atau kita melihat bagaimana rekayasa molekul dapat menghasilkan tanaman
yang mengasilkan buah dan bibit yang berkualitas lebih unggul.
Gambar 2. Perbesaran dari bagian internal sebuah prosesor
komputer/semikonduktor.
Yang kadang terlupakan, nanoteknologi tidak hanya menyentuh persoalan bagaimana membuat, namun juga bagaimana menguji dan mengamatinya, yang
jelas membutuhkan alat yang sama-sama berangkat dari konsep yang sama
dan dimensi ukuran yang sama. Semisal, ketika ingin mengetahui sebuah
produk apakah bagus atau tidak, maka perlu melalui serentetan pengujian
dan analisa yang berujung pada sebuah kesimpulan bagus atau jeleknya
sebuah produk. Jika produknya memiliki ukuran satu helai rambut dibelah
1000, maka alat penguji dan pengamatnya harus mampu menjejak dengan
ketelitian hingga sebesar itu pula.
Perlu penulis tegaskan,
nenoteknologi ini ialah konsep yang sangat mahal, mahal dalam arti kata
sebenarnya. Sangat banyak prasyarat maupun biaya yang harus dipenuhi
sebelum memulai sebuah penelitian dalam skala nanoteknologi, apalagi
untuk membawanya ke arah komersialisasi yang melibatkan investasi yang
tidak sedikit dan kerumitan yang tinggi.
Ada syarat kebersihan ekstra jika kita hendak mengadopsi
konsep nanoteknologi. Semakin kecil sebuah produk, maka jika ada kotoran
atau debu saja yang menempel pada produk tersebut (yang notabene
berukuran sama), maka produk nanoteknologi tersebut tidak akan berfungsi
dengan baik. Sehingga, salah satu investasi ekstra jika hendak menekuni
nanoteknologi ialah membangun fasilitas entah itu pabrik atau
laboratorium yang sangat-sangat bersih sesuai dengan standar yang
berlaku, yang disebut dengan Clean Room (lihat gambar 3 berikut).
Gambar 3. Situasi di sebuah Clean Room.
Perhatikan baju khusus anti debu yang dipakai para pekerja di sebuah Clean Room.
Standar pembuatan sel surya jenis
silikon melalui beberapa proses implantasi (pemasukan) atom-atom lain ke
dalam material silikon yang melibatkan proses kimiawi difusi gas pada
temperatur di atas 800 derajat Celcius. Proses ini apabila tidak teliti
akan mengakibatkan kebocoran dan sangat berbahaya karena mempergunakan
gas yang beracun bagi kesehatan. Alat yang dipergunakan sendiri jelas
harus mampu membangkitkan, mengatur dan mempertahankan proses di dalam
temperatur tinggi tersebut. Pembuatan sel surya sendiri melalui beberapa
tahap proses yang serupa dengan proses implantasi ini dalam temperatur
yang berbeda-beda. Jelas tidak boleh terdapat adanya pengotor semacam
debu yang ditolerir selama proses berlangsunng karena bila ada, maka sel
surya akan gagal total.
Sebenarnya. jika kita melihat alat dan proses yangterlibat dalam pembuatan sel surya secara langsung, maka kesan angker dan sakralnya
proses tersebut akan hilang dengan sendirinya (lihat gambar 4 di bawah
ini). Prosesnya melibatkan otomatisasi dan komputerisasi. Alatnya
sendiri terbungkus rapi di dalam sebuah lemari besi berjendela kaca
sehingga aman ketika dioperasikan. Hanya saja, untuk berinvestasi
membeli, mempergunakan serta merawat alat tersebut, biaya yang
dikeluarkan sangatlah mahal untuk ukuran kita sehingga mustahil bagi
industri kecil apalagi perseorangan untuk membuat sel surya sendiri.
Terlebih dalam menyediakan gas khusus yang dibutuhkan untuk implantasi
atom yang tidak sembarangan dalam penanganannya.
Gambar 4. (Atas) Salah satu alat untuk melakukan
proses difusi atom ke dalam silikon yang mengandalkan plasma. (Bawah)
Tipikal alat pembuatan sel surya yang telah terintegrasi dan
terkompuiterisasi
Kerumitan pembuatan sel surya ada
pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat. Memeriksa apakah
sel surya itu dapat berfungsi dengan baik dan dengan efisiensi yang baik
membutuhkan peralatan tersendiri dan tidak sembarangan untuk sekedar
dirakit. Peralatan ini mensimulasikan besarnya energi cahaya matahari
dan harus dikalibrasi dengan standar tertentu. Simulasi ini harus mendekati kondisi sebenarnya penyinaran cahaya matahari. Alat yang dperlukan untuk ini ialah solar simulator
yakni alat yang mensimulasikan energi cahaya matahari dan mengukur
respon sel surya terhadap cahaya matahari yang akhirnya menghitung
efisiensi sel surya.
Gambar 5. (Atas) Prinsip kerja sebuah Solar Simulator, (Bawah) Solar simulator yang dijual di pasaran.
Untuk meniru energi yang dipancarkan oleh matahari,
Solar Simulator ini dilengkapi dengan lampu yang berisi gas Xenon yang
mampu memberikan kondisi yang nyaris persis sama dengan matahari. Sel
surya yang hendak diukur efisiensinya, diletakkan di bagian yang telah
ditentukan. Hasil akhir dari simulasi ini ialah berapa besar efisiensi
dan daya yang mampu dihasilkan oleh sebuah sel surya. Biasanya
pengukuran ini dilakukan pada tahap paling akhir pembuatan sel surya.
Apa yang dapat kita dilakukan?
Penulis melihat meski sel surya tidak dapat dikembangkan secara sembarangan,
ada beberapa hal yang perlu dicermati sebagai pintu masuk terlibatnya
masyarakat kita turut aktif mengembangkan sel surya. Penulis urutkan
dari tingkatan paling ideal hingga yang paling realistis untuk
dilakukan.
1. Peleburan dan pembuatan wafer silikon
Kalau negara kita mengklaim
memiliki kekayaan alam pasir silika yang dapat diolah menjadi silikon,
maka ini perlu dibuktikan dengan memproduksi sendiri silikon yang
diperlukan. Negara kita cukup mampu dalam mengolah bijih-bijih logam dan
mustinya mampu pula mengolah pasir silika menjadi bijih silikon. Namun,
jika kemampuan finansial maupun teknik bangsa kita masih kalah jauh
dengan negara yang sudah maju dalam pembuatan wafer silikon monokristal
untuk semikonduktor, maka cukuplah membidik pangsa pasar wafer silikon
polikristal untuk sel surya yang level pembuatannya relatif lebih mudah
dilakukan.
Gambar 6. pasir silika, menunggu untuk diubah menjadi sel surya.
Sejatinya, industri wafer silikon
ialah sebuah industri strategis berteknologi tinggi. Posisinya sama
dengan industri dirgantara, kapal laut maupun industri baja. Hal ini
berkaitan dengan peran vital silikon dalam industri elektronik. Tidak
ada industri elektronik manapun yang tidak membutuhkan silikon. Bila
sebuah gedung dapat berdiri tegak karena memanfaatkan baja dan pesawat
dapat terbang karena menggunakan aluminium, maka komputer dan alat
elektronika lain dapat berfungsi karena adanya wafer silikon ini.
Apabila negara kita dapat memiliki
industrri strategis di bidang ini, maka kontribusi Indonesia terhadap
industri dunia menjadi sangat siginifikan. Sebagai contoh terdekat
dengan penulis saat ini, Korea Selatan saat ini menjadi pemimpin dalam
bidang memori RAM komputer dengan merek Samsung maupun Hynix. Meski
demikian, merka tetap bersikeras membuat wafer silikon sendiri demi
mengurangi ketergantungan industri memorinya dari wafer silikon buatan
luar. Efek positif dari pembuatan wafer sendiri ialah tingkat kecepatan
suplai bahan baku wafer serta meningkatnya sisi konpetitif dan ekonomis
dari memori buatan Korea di pasar dunia.
2. Impor mesin-mesin pembuatan sel surya.
Langkah China dalam memasarkan sel
surya di negaranya maupun di pasaran dunia cukup menarik untuk
dicermati. Industri-industri China tidak membuat material dasar wafer
silikon untuk sel surya karena mereka tahu investasinya akan sangat
besar. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin
yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam
skala besar.
Gambar 7. Mesin pembuat sel surya yang telah terintegrasi. Perlu ada investasi untuk membelinya dari luar negeri.
Hanya saja, strategi mereka ialah,
mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari
investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari
negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan
komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China
saat ini bersaing di pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah
di negara sendiri tentunya. Hal ini penulis saksikan sendiri dalam ajang
pameran dan konferensi ilmiah sel surya tahun 2005 di Shanghai, China.
Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia.
3. Industri assembly.
Kerumitan pembuatan sel surya tidak
terlalu ditemui pada proses enkapsulasi sel surya menjadi sebuah modul
surya. Sebagai informasi, sel surya sendiri berukuran sekitar 5 x 5 atau
10 x 10 cm persegi. Sel sebesar ini hanya dapat mengkonversi cahaya
matahari menjadi listrik berdaya sekitar 1 – 2 Watt saja. Untuk dapat
digunakan secara praktis, seitar 30 hingga 50 buah sel surya ini
dirangkaikan satu sama lain agar menghasilkan daya keluaran sekitar 50
hingga 75 Watt. Rangkaian sel surya ini disebut dengan modul surya
dan modul surya-lah yang sebenarnya dijual dipasaran yang terdiri atas
sekian buah sel surya (Gambar 8). Dengan menata seberapa besar kebutuhan
listrik, maka tinggal dihitung saja berapa banyak modul surya yang
perlu dibeli, kemudian digabung dan dirangkaikan kembali agar
menghasilkan daya keluaran sesuai dengan kebutuhan listrik rumah tangga
misalnya. Rangkaian modul surya ini disebut dengan panel surya.
Gambar 8. Contoh modul sel surya yang dipasarkan.
Perhatikan adanya sel surya di dalam modul yang telah dirangkai dan
dienkapsulasi menjadi satu susunan besar modul surya.
Sejauh yang penulis ketahui, proses
enkapsulasi sel surya menjadi modul surya relatif lebih mudah dilakukan
oleh industri menengah karena inti kegiatannya sama dengan proses assembly,
atau merangkai sesuatu dari komponen-komponen yang sudah jadi. PT LEN,
sebuah BUMN konon kabarnya sudah mampu meng-assembly sel surya menjadi
modul surya yang siap dipasarkan. Melalui langkah ini. industri assembly
sel surya tidak perlu berinvestasi pada penambangan, peleburan dan
pembuatan wafer silikon. Jalan umum yang diambil hanyalah mengimpor sel
surya yang sudah jadi, kemudian merangkainya menjadi modul dan
menjualnya kembali ke pasaran.
4. Pembuatan komponen pelengkap sel surya.
Hal terakhir yang mungkin penulis sarankan ialah menekuni pembuatan komponen sel surya (disebut dengan balance of system
lihat Gambar 8), semacam inverter DC ke AC, kabel-kabel, aki atau
baterei, beberapa kontroler yang penulis yakin sudah cukup dikuasai
industri elektronika di Indonesia. Jelas keuntungan produk Indonesia
yang relatif murah mustinya dapat merajai pasar komponen untuk sel surya
di tanah air. Sebagai tambahan, mungkin desain perumahan atau gedung
yang siap merespon pemakaian sel surya di Indonesia dapat menjadi lahan
bagus buat para arsitek.
Gambar 9. Komponen-komponen pelengkap sel surya agar dapat bekerja (Balance of System)
Antara Ilmu dan Investasi
Akhirul kalam,
dengan menurunkan artikel ini, penulis agak khawatir telah menutup
semangat dan cita-cita beberapa pengunjung Blog peminat sel surya yang
berniat untuk mengusahakan sel surya sendiri, atau beberapa pihak yang
telah melihat potensi alam Indonesia yang kaya pasir silika akan surut
langkahnya untuk melirik energi alternatif lain di masa depan. Tidak
kurang dari profesional, masyarakat awam hingga anggota direksi sebuah
BUMN sempat menanyakan kemungkinan membuat sel surya sendiri.
Namun penulis berpegang bahwa
itulah manfaat ilmu, yakni mengkaji dan meluruskan serta memberikan
sebuah rekomendasi sebagai respon atas pandangan umum di tengah-tengah
masyarakat mengenai sebuah produk teknologi, dalam hal ini sel surya.
Sel surya sebagai produk teknologi tidak lepas dari peran investasi
sebagai konsekuensi logis dari visi produksi massal sel surya guna
mengatasi tantangan energi di masa depan. Tanpa investasi baik dalam
tataran penelitian, pengembangan maupun produksi, hasil teknologi tidak
dapat dinikmati oleh masyarakat luas melainkan teronggok di dalam lemari
perpustakaan atau sekedar bahan laporan akhir atau sekedar karya ilmiah
kecil.
Sebagai penutup, penulis menegaskan
bahwa negara kita apalagi kita perseorangan, tidak mungkin alias
mustahil membuat sel surya sendiri meski dengan menggunakan bahan-bahan
alam dari bumi pertiwi tanpa investasi besar dan langkah yang serius. Mungkin pemerintah perlu segera membuat langkah nyata
agar investor antuisias menanamkan modal untuk mengolah potensi silikon
serta membangun iklim penelitian dan investasi di area sel surya yang
kondusif. Dengan catatan, pemerintah musti sudah bervisi ke depan mempersiapkan konsep energi yang berkelanjutan, bersih dan murah.
https://energisurya.wordpress.com/2008/10/10/membuat-sel-surya-sendiri-bagian-2-proses-pembuatan-sel-surya/
Penulis : Drs.Simon Arnold Julian Jacob
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ORANMG PINTAR UNTUK TAMBAH PENGETAHUAN PASTI BACA BLOG 'ROTE PINTAR'. TERNYATA 15 NEGARA ASING JUGA SENANG MEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' TERIMA KASIG KEPADA SEMUA PEMBACA BLOG 'ROTE PINTAR' DIMANA SAJA, KAPAN SAJA DAN OLEG SIAPA SAJA. NAMUN SAYA MOHON MAAF KARENA DALAM BEBERAPA HALAMAN DARI TIAP JUDUL TERDAPAT SAMBUNGAN KATA YANG KURANG SEMPURNA PADA SISI PALING KANAN DARI SETIAP HALAM TIDAK BERSAMBUNG BAIK SUKU KATANYA, OLEH KARENA ADA TERDAPAT EROR DI KOMPUTER SAAT MEMASUKKAN DATANYA KE BLOG SEHINGGA SEDIKIT TERGANGGU, DAN SAYA SENDIRI BELUM BISA MENGATASI EROR TERSEBUT, SEHINGGA PARA PEMBACA HARAP MAKLUM, NAMUN DIHARAPKAN BISA DAPAT MEMAHAMI PENGERTIANNYA SECARA UTUH. SEKALI LAGI MOHON MAAF DAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA PEMBACA BLOG ROTE PINTAR, KIRANYA DATA-DATA BARU TERUS MENAMBAH ISI BLOG ROTE PINTAR SELANJUTNYA. DARI SAYA : Drs.Simon Arnold Julian Jacob-- Alamat : Jln.Jambon I/414J- Rt.10 - Rw.03 - KRICAK - JATIMULYO - JOGJAKARTA--INDONESIA-- HP.082135680644 - Email : saj_jacob1940@yahoo.co.id.com BLOG ROTE PINTAR : sajjacob.blogspot.com TERIMA KASIH BUAT SEMUA.